Anda di halaman 1dari 1

Obat Hati

Di dalam kitab Shifat Ash Shafwah karya Ibnu Al Jauzi (597 H) ulama besar madzhab
Hanbali, di mana saat beliau menulis biografi Yahya Bin Muadz Ar Razi ulama yang wafat di
Naishabur tahun 258 H, beliau menuliskan bahwa Yahya menyampaikan 5 obat hati (lihat,
Shifat Ash Shafwah, 4/92).

Dalam kitab itu Yahya bin Muadz menyatakan, ”dawa’ al qalb khomsah asya’” (obat hati ada 5
perkara), yang dalam bahasa Jawa, ”tombo ati iku limo perkarane” (obat hati ada 5 perkara).

Dari lima perkara itu Yahya bin Muadz merinci, ”qira’ah Al Qur’an bi at tafakkur” (membaca Al
Qur’an dengan perenungan), yang dalam bahasa Jawa, ”moco Quran angen-angen sakmaknane”.

Yang kedua adalah “khala’ al bathn” (kosongkan perut atau berpuasa), yang dalam bahasa jawa,
”weteng siro kudu luwe”.

Obat hati selanjutnya adalah, ”qiyam al lail” kalau dijawakan menjadi, ”sholat wengi lakonono”.

Selanjutnya adalah, ”tadzarru’ indza as sahr” (merendahkan diri saat waktu sahur) kalau dalam
versi Jawa, ”dzikir wengi ingkang suwe”.

Sedangkan obat hati yang terakhir yang disebut Yahya bin Mu’adz adalah, ”mujalasah as
shalihin” (bermajelis dengan orang-orang shalih) yang dalam versi Jawanya, ”wong kang sholeh
kumpulono.”

Jika demikian, maka hal ini merupakan salah satu indikator bahwa ajaran Walisongo bersumber
kepada ulama terdahulu, tinggal generasi Islam saat ini, tidak hanya bisa manghafal, namun juga
dituntut untuk mengamalkan lima perkara yang amat dianjurkan itu, hingga hati menjadi tenang.

Anda mungkin juga menyukai