Anda di halaman 1dari 15

KETENANGAN JIWA MENURUT FAKHR AL-DĪN AL-RĀZĪ

DALAM TAFSĪR MAFĀTIH AL-GHAYB

Abd Jalaluddin
Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra Jakarta
Jl. Lebak Bulus 02 No. 2 Barat Cilandak Bar. Cilandak, Cilandak, RT.4/RW.4,
Cilandak Bar., Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12440
Email : jalal170892@gmail.com
_________________________

Abstract
This paper discusses the peace of mind in the view of Al-Rīzī, in response to the many psychological problems
experienced by modern society today, as WHO data states that 154 million people were depressed globally in 2002.
Ishaq Husaini also mentioned in his research in Europe and the United States, 26/9 percent of men and 12/5 percent
of women experience mental stress such as depression. From this problem, it was found in al-Rāzī's view that the
contributing factors were khauf, ḥazn, hulu ', hubbu al-Dunyā, adasad, al-Tafākhur, and al-Takathūr. In this study
the author used qualitative methods with a thematic interpretation approach.

Keywords:
Peace of soul; ; al-Rāzī;Tafsīr, Mafātīḥ Al-Ghayb..
__________________________

Abstrak
Tulisan ini mendiskusikan ketenangan jiwa ditinjau dari pandangan Al-Rāzī, sebagai respon terhadap permasalahan
psikologi yang banyak dialami masyarakat modern saat ini, seperti data WHO menyebutkan bahwa 154 juta orang
yang mengalami depresi secara global pada tahun 2002. Ishaq Husaini juga menyebutkan dalam penelitiannya yang
dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat, 26/9 persen laki-laki dan 12/5 persen perempuan yang mengalami tekanan
jiwa seperti depresi. Dari problem tersebut, ditemukan dalam pandangan al-Rāzī bahwa faktor penyebabnya adalah
khauf, ḥazn,hulu‟, ḥubbu al-Dunyā, ḥasad,al-Tafākhur, dan al-Takathūr.Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan tafsir tematik tokoh.
Keywords :
Ketenangan Jiwa; al-Rāzī;Tafsīr, Mafātīḥ Al-Ghayb.
__________________________

A. PENDAHULUAN Musavi bahwa, dengan bertambahnya


Menurut Haidar Bagir dalam bukunya tanggung jawab, maka seharusnya tingkat
mengutip pandangan Aristoteles, bahwa pada kestabilan dan ketenangan jiwa manusia pun
puncaknya tujuan dari tindakan-tindakan etis harus bertambah.3 Beberapa teori di atas,
adalah ketenangan dan kebahagiaan.1 Hal ini semuanya berbicara hal yang sama yaitu,
dipertegas oleh sebuah hadis yang berbunyi, tentang ketenteraman, dan ketenangan.
“Nabi menyatakan, perbuatan baik adalah Sementara fenomena di masyarakat, banyak
yang membuat hatimu tenteram, sedangkan orang yang tidak menggapai tujuan hidupnya
perbuatan buruk adalah yang membuat sebagaimana diteorikan oleh para pakar di
hatimu gelisah.”2 Lebih dipertegas lagi oleh atas. Bahkan data di lapangan menyebutkan
bahwa banyak orang yang tidak tenang, justru
mengalami penyakit depresi karena berbagai
1
Haidar Bagir, Buku Saku Filsafat Islam, (Bandung:
Mizan, 2005), 199. [Lihatjuga: NurcholishMadjid,
Islam DoktrindanPeradaban, (Jakarta: Paramadina,
1992), 7]. hadis di atas tertulis di dalam Musnad Ibnu Hambal,
Jilid. 4, Hal. 228 dan Jilid. 4, Hal. 194. [Lihat: Arnol
John Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufakhras li al-Fādh al-
Hadīth an-Nabawī,(London: Maktabah Barīl fī
Berdasarkan petunjuk dari Muhammad Babul Madīnah, 1936), Jilid. 1, 160].[Lihat juga: Ṣaḥīḥ al-
Ulum (“Supersalat,” 64), untuk mengecek sala satu Targhīb, Hadis ke 1734]. [Lihat juga: al-Majmū„, Jilid
lafal matan hadis yang dikenal, maka kitab yang bisa 9, 150].
3
dirujuk adalah al-Mu‟jam al-Mufakhras li al-Fādh al- Sayyid Mujtaba Musavi Lari, Psikologi Islam,
Hadīth an-Nabawī oleh Arnold John Wensinck (1936). diterjemahkan oleh Satrio Pinandito, (Jakarta: Pustaka
Berdasarkan kitab tersebut, penulis menemukan bahwa Hidayah, 1993), Hlm. 25.
Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

hal. Dari data penelitian kementerian hanya dengan mengingati Allah-lah hati
kesehatan menyebutkan, depresi terjadi menjadi tenteram (ar-Ra‟du: 28)”
karena, gejala utama rasa sedih dan hilangnya Menanggapi ayat di atas Hamka
semangat yang berkepanjangan selama dua mengatakan bahwa ketenteraman hati
minggu dan menetap selama dua bulan.4 merupakan pokok kesehatan rohani dan
Statistik WHO tahun 2002 menunjukkan jasmani.7 Dalam Tafsirnya dia berkomentar
bahwa 154 juta orang secara global menderita penyebab hati tidak tenteram. Diantaranya
depresi. Saat ini terdapat 121 juta orang adalah gelisah, putus asa, pikiran kusut,
mengalami depresi dan dinyatakan bahwa ketakutan, kecemasan, keragu-raguan, dan
5,8% pria dan 9,5% wanita di dunia pernah duka cita. Dia mengatakan iman menyebabkan
mengalami episode depresi dalam hidup hati kita mempunyai pusat ingatan dan tujuan.
mereka.5 Menurut WHO, depresi menduduki Iman menimbulkan zikir dan zikir yang
peringkat ketiga beban penyakit dalam skala menimbulkan Ṭuma‟ninah.
global tahun 2004 dan diperkirakan cenderung Intinya, ayat di atas menjelaskan hubungan
naik menjadi peringkat pertama pada tahun ketenangan jiwa dengan iman yang
2030. Data WHO tahun 2005 mengungkapkan disebabkan Dhikrullāh. Di tempat lain Al-
bahwa sedikitnya 50.000 orang Indonesia Qur‟an menjelaskan tentang ketenangan jiwa
melakukan tindak bunuh diri setiap tahunnya, dengan menggunakan istilah Sakīnah. Contoh,
karena data nasional untuk angka bunuh diri di “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
Indonesia, diperkirakan ada 150 orang ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
melakukan bunuh diri setiap harinya di dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
Indonesia.6 dan merasa tenteram kepadanya (QS. Al-
Hal di atas menunjukkan adanya Rum: 21)”
kesenjangan antara kondisi bahagia dan tenang Dua ayat di atas menunjukkan bahwa ada
yang seharusnya dimiliki manusia dengan penjelasan al-Qur‟an tentang ketenangan jiwa
kenyataan yang mereka hadapi. Terkait dan para ahli tafsir telah membahasnya. Salah
ketenangan jiwa, al-Qur‟an telah banyak satu ahli tafsir telah membahasnya adalah al-
membicarakannya. Contoh,“(yaitu) orang- Rāzī. Nama aslinya adalah Muḥammad bin
orang yang beriman dan hati mereka manjadi „Umar bin al- Ḥusain bin „Ali al-Imām Fakhr
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, al-Dīn al-Rāzī al-Qurasyiy al-Bakriy, lahir di
Ray pada 543 H. dan wafat di Harah pada 606
H.8 Ia adalah seorang mufassir rasionalis,
4
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, karena ilmu-ilmu aqliyyah banyak
Mendengarkan Dan Berkomunikasi Dalam Keluarga mendominasi pemikiran al-Rāzī dalam
Adalah Komponen Pencegah Depresi Yang Utama
http://www.depkes.go.id/article/view/2085/mendengark
tafsirnya.9Pemikir kontemporer seperti Sayyid
an-dan-berkomunikasi-dalam-keluarga--adalah-
komponen-pencegah-depresi-yang-utama-.html diakses
4-april-2017. 7
5
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka
Mendengarkan Dan Berkomunikasi Dalam Keluarga Nasional PTE LTD Siangapura, 2007), Jilid. 5, Hlm.
Adalah Komponen Pencegah Depresi Yang Utama 3761.
8
http://www.depkes.go.id/article/view/2085/mendengark Nama Fakhruddin al-Rāzī, keturunan dan
an-dan-berkomunikasi-dalam-keluarga--adalah- silsilahnya bisa dilihat pada al-Suyuti, Ṭabaqāt al-
komponen-pencegah-depresi-yang-utama-.html diakses Mufasirīn, cet. ke - 3 (Libanon Beirut: Dār al-Kutub al-
4-april-2017. Islāmiyah, 1433 H.), 100. [Lihat juga: Fahru Ibn al-
6
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Raḥmān bin Sulaimān al-Rūmī, Buhūth fi Uṣūl al-
Mendengarkan Dan Berkomunikasi Dalam Keluarga Tafsīr wa Manāhijuhu, (Riyād: Maktabah Taubah, ttp),
Adalah Komponen Pencegah Depresi Yang Utama 154].
9
http://www.depkes.go.id/article/view/2085/mendengark Mannā Khalīl al-Qaṭṭan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an,
an-dan-berkomunikasi-dalam-keluarga--adalah- diterjemahkan oleh Mudzakir (Jakarta: PT. Pustaka
komponen-pencegah-depresi-yang-utama-.html diakses Litera AntarNusa, 2011), 529. Tafsir ini berjumlah 32
4-april-2017. jilid. [Lihat juga: Fahru Ibn al-Raḥmān bin Sulaimān

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 37


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

Hossein Nasr berkomentar bahwa jarang menjelaskan topik ini, seperti dalam surah
sekali pemikir Islam yang menguasai berbagai Yunus: 67, Al-Qashas: 73, Ghafir: 61, 6 an-
disiplin pengetahuan (integralisme Nahl: 112, an-Nahl: 106, dan ali-Imran: 126.
pengetahuan). Disamping menguasai ilmu- al-Rāzī dalam tafsir Mafātīḥ Al-Ghayb juga
ilmu agama, dia juga menguasai warisan sains, telah menjelaskan ayat-ayat tersebut. Namun
seperti matematika dan ilmu pengetahuan demikian, untuk memahami pesan al-Qur‟an
alam.10Yang terkait denga gejala-gejala jiwa secara umum tentang ketenangan jiwa
(tidak sehat) yang tampak pada perilaku, ia berdasarkan tafsir al-Rāzī tampak masih
menulis sebuah buku dengan judul Kitāb al- membutuhkan penelitian lebih jauh.
Nafs wa al-Rūḥ wa Sharaḥ Qawaḥuma.11 Dalam penelitia ini, penulis akan
Bahkan hasil penelitian Husnul Hakim menjelasakan definisi jiwa dan beberapa tema
menyebutkan, tidak ada satu ulama pun yang terkait dengan jiwa seperti, problem jiwa
setelahnya, dalam penafsiran rasionalnya, dan elemen-elemen yang menenangkan jiwa.
kecuali selalu merujuk kepada tafsir Tafsīr Penelitian ini menggunakan pendekatannya
Mafātīḥ Al-Ghayb.12 tafsir, maka tentu penulis akan mencantumkan
Terkait ayat di atas, al-Rāzī membicarakan baberapa istilah yang digunakan al-Qur‟an
tentang al-Nafs al-Muṭmainnah.13Dalam hal untuk menggambarkan konsep ketenangan
ini ia mengatakan bahwa yang dimaksud al- jiwa.
Nafs al-Muṭmainnah adalah, jiwa yang B. PEMBAHASAN
mengenal-Nya atau Ma‟rifatullāh karena 1. Karakteristik Tafsīr Mafātīḥ Al-Ghayb
selalu beribadah kepada-Nya. Jiwa yang dapat al-Rāzī
mengenal-Nya itu menurut al-Rāzī karena Tafsīr Mafātīḥ Al-Ghayb adalah sebuah
beberapa alasan: Pertama karena ia sebagai karya yang menjadi rujukan dan objek kajian
seorang mukmin. Kedua, karena mampu yang dapat melahirkan sejumlah temuan dan
kembali kepada-Nya. Selain itu, yang penilaian dari berbagai kalangan. Diantara
dimaksud dengan jiwa yang tenang adalah kitab-kitab tafsir yang di dalamnya merujuk
jiwa yang mengenalnya sehingga bisa menjadi pada tafsir al-Rāzī ialah Tafsīr Rūḥ al-
kuat karena yakin dengan kebenaran yang Ma‟ānī fī Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm wa al-Sab
tidak disertai keraguan. Jiwa yang seperti itu al-Masānī karya al-Alūsī (w. 1270 H) dan
adalah jiwa yang tidak takut dan tidak Tafsīr al-Qura‟ān al-Ḥakīm al-Masyhūr bi al-
menyesal. Jiwa yang mengenalnya juga bisa Tafsīr al-Mannār karya Muḥammad Rasyīd
disebut sebagai jiwa yang sesuai dengan Rīḍa (1865-1926 M).15
kebenaran dari akal.14 Sebagaimana kitab-kitab tafsir pada
Demikian penjelasan al-Rāzī tentang ayat umumnya, isi kitab Tafsīr Mafātīḥ Al-Ghayb
yang terkait dengan ketenangan jiwa. Di berusaha untuk menafsirkan dan menjelaskan
tempat lain al-Qur‟an masih banyak semua isi ayat al- Qur‟an, baik terkait dengan
aqidah16, syari‟ah, akhlak maupun sejarah.
Namun yang menjadi karakteristik khusus dan
al-Rūmī, Buhūth fi Uṣūl al-Tafsīr wa Manāhijuhu, 155]. sekaligus aksentuasi kitab Tafsīr Mafātīḥ Al-
10
Teuku Safir Iskandar, Falsafah Kalam: Kajian Ghayb yang membedakannya dengan kitab
Teodisi Filsafat Teologis Fakhr al-Dian al-Razi, 7. tafsir lain adalah scope (cakupan/keluasan)
11
Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa
Sharḥ Qawāhumā (Pakistan: Maṭbu‟āt Ma‟had al-Islam
depth (kedalamannya) dalam membahas atau
Abhāth al-Islāmiyah Pakistan, 1968), Hlm. 26. menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, terutama
12
A. Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Tafsir, yang terkait dengan: ilmu eksakta, kosmologi,
(Depok: eLSiQ, 2013), Hlm. 91.
13
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Jilid.31,
(Beirut: Dār al-Fikr, 2005), 7032. [Lihat juga: QS. 89 :
15
27]. Aswadi, Konsep Syifā‟, Hlm. 53.
14
Fakhruddin al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, 16
Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur‟an Sejarah
Jilid. 31, Hlm. 162. Tafsir dan Metode Para Mufasir, Hlm. 108.

38 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

ilmu fikih, dan teologi atau ilmu contoh yang menggambarkan bahwa bagian-
kalam/filsafat.17 bagian tubuh seperti, mata (penglihatan),
Dalam bidang ilmu eksakta dan kosmologi, telinga (pendengaran), otak (berpikir), dan hati
al-Rāzī membahas dan menguraikan ayat- (beraksi) sebagai alat dan instrument bagi
ayat Kawniyah secara detail dengan jiwa. Dianalogikan dengan tukang kayu yang
menggunakan argumentasi yang kuat dan dapat melakukan berbagai macam pekerjaan
rasional sesuai dengan perkembangan ilmu dengan instrument yang berbeda-beda. Namun
pengetahuan dan teknologi pada saat itu. secara esensial, jiwa adalah sebuah subtansi
Bahkan tidak jarang dalam menguraikannya yang berbeda dengan perbuatan jiwa, terpisah
menggunakan berbagai metode dan darinya, tapi berhubungan denganya dalam
pendekatan secara bersamaan, serta bentuk hubungan operasional dan
menggunakan dasar-dasar teori yang pengelolaan.21Bahkan menurut dia, jiwa tidak
dikembangkan oleh ilmuwan Muslim maupun mengalami kematian, berdasarkan al-Qur‟an
non-Muslim yang pada saat itu sedang surah al-Fajr: 27-28.Mengenai ayat tersebut,
berkembang.18 al-Rāzī mengomentari bahwa jiwa tidak mati
Kelebihan lain yang menjadi karakteristik bersama dengan kematian tubuh. Lebih tepat,
Tafsīr Mafātīḥ al- Ghayb adalah cara menolak ia kembali dari tubuh menuju dunia kesalehan
atau mengkritik pandangan-pandangan ulama dan rahmat22, sebagaimana juga tercantum
yang berbeda dengannya, terutama pandangan dalam surah al-An‟am: 61-62.
aliran Mu‟tazilah. Dalam menolak atau Bukan hanya al- Rāzī, Komaruddin Hidayat
mengkritik pandangan ulama yang berbeda juga menganggap bahwa jiwa atau ruh sebagai
dengannya, al-Rāzī selalu mengemukakan sumber kehidupan yang tak kenal
terlebih dahulu pandangan ulama-ulama mati.23Sebagai penguat, Ibn Sina juga
tersebut kemudian baru dikritisi dengan
mengemukakan bebarbagai argumentasi yang
relevan dengan persoalan yang dibahasnya. al-Rūḥ wa Sharḥ Qawāhumā, 30]. Ibn Qayyim juga
Misalnya, sewaktu mengkritisi aliran mengatakan hal yang sama bahwa jiwa bukanlah badan,
Mu‟tazilah tentang status al-Qur‟an, al-Rāzī tempat, tidak berwarna dan tidak berdimensi. [Lihat
juga: Shamsuddīn Abu „Ābdillāh bin Qayyim al-
mengemukakan secara jelas pandangan serta
Jawzīyyah, al-Rūḥ, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah,
alasan-alasan yang dikembangkan oleh tokoh- 1975), 177].
tokoh Mu‟tazilah secara detail dan rinci, 21
Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa
kemudian baru dikritisi satu persatu secara Sharḥ Qawāhumā, 32.
luas dan mendalam. Demikian juga dalam 22
Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa
masalah fiqh, al-Rāzī mengemukakan Sharḥ Qawāhumā, 44. [Lihat juga: „Abd al-„Ālī al-
pandangan beserta alasan-alasan yang Jimānī, al-Qur‟ān Wa Īlm an-Nafs, (Beirut: Dār al-
„Arabiyyah al-„Ulūm, 1997), Jilid. 1, 25].
dikembangkan oleh ulama yang tidak sepaham 23
Komaruddin Hidayat, Psikologi Kebahagiaan,
dengannya terlebih dahulu, kemudian baru (Jakarta: Noura Books, 2015), 80. Kalau kita kaitkan
dikritisinya dengan menggunakan pandangan Komaruddin Hidayat di atas dengan
argumentasi-argumentasi yang relevan.19 pandangan Ibn Miskawaih yang mengatakan bahwa,
Jiwa Dan Problemnya fakultas berpikir dan analisis yang melahirkan
keutamaan, dan keutamaan itu diperoleh dengan
Menurut Al-Rāzī bahwa jiwa identik mengenal jiwa, maka jelas bahwa salah satu cara yang
dengan sesuatu yang berbeda dari tubuh dan paling ampu untuk melahirkan ketenangan adalah
seluruh bagiannya.20Dia memberikan sebuah dengan mengaktifkan secara penuh aktifitas akal.
Dengan aktifnya akal manusia untuk menganalisis
seluruh aktifitas yang dia lakukan, maka jelas manusia
akan melakukan kebaikan dan kebaikan itulah yang
17
Hamim, Studi Tentang Metode, Hlm. 81.82. melahirkan ketenangan. Kita ketahui bahwa dengan
18
Hamim, Studi Tentang Metode, Hlm. 82. melakukan kebaikan akan lahirlah ketenangan,
19
Hamim, Studi Tentang Metode, Hlm. 83-84. begitupun sebaliknya, dengan melakukan keburukan,
20
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,, Jilid. 21, tentu yang ditimbulkan adalah kesengsaraan. (Lihat:
402]. [Lihat juga: Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, 40).

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 39


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

mengutarakan dalam bukunya bahwa ketika 260, An-Naḥl: 106 dan 122, dan al-Fajr:
seseorang mengetahui secara jelas jiwanya, dia 27.28Sementara termsakīnah terdapat pada
tidak akan pernah lemah, karena jiwa inilah surah Yunus : 67, al-Qashash: 72 dan 73 , ar-
yang selalu memberikan kehidupan yang besar Rūm: 21, Ghāfir: 61, al-A‟rāf: 189, an-Naml:
(Menurut Ibn Sina, orang yang mengenal 86, Asy-syūrā: 33, At-Taubah: 26 dan 103,
jiwanya, akan semakin sempurna.24 Ibnu dan al-An‟am: 96.29
Qayyim Al-Jauziyyah mengutip sebuah hadis Dari paparan ayat-ayat tersebut, dapat
mempertegas pandangan ini, suatu ketika Nabi disimpulkan beberapa poin penting yang
tidak pernah berhenti puasa. Sekalipun terkandung di dalamnya. Berdasarkan hasil
demikian, dia melarang sahabatnya untuk temuan penulis, ada 4 tema yang dibicarakan
melakukan hal yang serupa. Oleh karena itulah kata ṭuma‟ninah yaitu, iman, zikir, syukur,
Nabi pernah bersabda “Kondisi tubuhku tidak dan bantuan Allah SWT. Berkaitan dengan
sama dengan kalian. Sungguh aku langsung iman yang mendatangkan ketenangan terdapat
diberi makan dan minum oleh Tuhanku(HR. dalam surah Yūnus: 7, Al-Māidah: 113, Al-
„Āishah, Hadis ke- 1964).”25 Hadis ini Baqarah: 260, An-Naḥl: 112. Berkaitan
menjelaskan bahwa Nabi terus menerus puasa, dengan zikir, terdapat dalam surah Al-Ra‟d:
dan dari puasa tersebut, dia mendapat 28 dan surah Al-Fajr: 27. Berkaitan dengan
makanan rohani sehingga jiwanya menjadi syukur, terdapat dalam surah An-Naḥl: 112.
kuat yangberefek pada fisiknya.26 Dan yang terakhir, berkaitan dengan bantuan
Dari beberapa pandangan di atas, dapat dari Allah SWT, terdapat dalam surah Āli
disimpulkan bahwa jiwa merupakan subtansi Imran: 113. Sementara kata Sakīnah memuat
yang menjadikan tubuh manusia aktual, karena tiga pembahasan pokok yaitu, iman, malam
tanpa jiwa, tubuh tidak mampu menggerakkan untuk istirahat, dan istri.
dirinya. Bahkan hasil Penelitian Kerwanto atas Secara singkat, penulis dapat
pandangan Mullā Shadrā menyebutkan bahwa menyimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut,
tindakan moral manusia digerakkan oleh jiwa memberikan gambaran secara umum bahwa
yang berpengetahuan.27 ketenangan jiwa melalui beberapa tahap yang
Dari paparan definisi jiwa di atas, tibalah dapat diformulasikan sebagai berikut:
saatnya penulis menyebutkan beberapa istilah Pertama, tahap lahir yaitu, jiwa manusia
yang digunakan al-Qur'an terkait dengan tenang dengan melakukan pernikahan, dan
ketenangan jiwa yaitu:Sakīnah dan adanya malam sebagai istirahat. Kedua, tahap
Ṭuma‟ninah. Kata yang menggambarkan batin ketika jiwa manusia dipenuhi dengan
ketenangan dengan termṭuma‟ninah yaitu: iman dan syukur.
SurahYūnus: 7, Āli Imran: 126, Al-Māidah: Pembahasan berikutnya adalah problem
113, Al-Anfāl: 10, Al-Ra‟d: 28, al-Baqarah: jiwa. Problem-problem tersebut, menjadi
penghalang bagi jiwa untuk sampai pada tahap
24
tenang dan tentram. Menurut al-Rāzī dalam
Menurut Ibn Sina, orang yang mengenal jiwanya, Tafsīr Mafātīḥ Al-Ghaybbahwa problem-
akan semakin sempurna. (Lihat: Ibn Sina, Psikologi Ibn
Sina, diterjemahkan oleh oleh M. S. Nasrulloh, problem jiwa ada tujuh taitu: khauf, ḥazn, al-
(Bandung: Pustaka Hidaya, 2009), 125). hulu‟, ḥubbu al-Dunyā, ḥasad,al-Tafākhur,
ِ‫ إني يُطعِمُني ربي ويسقين‬،‫ت كهيئتِكم‬
ُ ‫ إني نس‬:‫قبل‬ dan al-Takathūr. Problem tersebut muncul
[Lihat: Al-Imām Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Fatḥu al-
Bārī SharḥuṢaḥīḥ Bukhārī, (Kairo: Dār al-Ḥadīth,
2004), Jilid. 4, 237].
26
Muhammad Utsman Najati, The Ultimate
Psychology, diterjemahkan oleh Hedi Fajar, (Bandung: 28
Pustaka Hidayah, 2008), Hlm. 364. Muḥammad Fuādi „Abd Al-Bāqī, Al-Mu‟jam Al-
27
Kerwanto, “Manusia dan Kesempurnaannya Mufahras Li Alfāẓi Al-Qur‟ān Al-Karīm, (Bandung:
(Telaah Psikologi Transendental Mullā Shadrā” dalam CV. Diponegoro, tt), Hlm. 544.
29
Kanz Philosophia, (Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Muḥammad Fuādi „Abd Al-Bāqī, Al-Mu‟jam Al-
Islam (STFI) Sadra, Vol. 5, No.2, 2015), Hlm. 129. Mufahras Li Alfāẓi Al-Qur‟ān Al-Karīm, Hlm. 448-449.

40 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

dari dua aspek yaitu, ketika akal sakit30, dan hubungan dengan lā ta‟sā pada surah al-
kurangnya pendidikan, dan dampaknya adalah Māidah: 26.38Ḥazn kebalikan dari kata surūr
pandangan semakin sempit31, sehingga dan al-farḥ yang bermakna gembira atau
ketenangan dalam jiwa menjadi hilang. senang.39 Menurut Amin Syukur, Gelisah atau
Problem pertama, Khaufyang menurut al- ḥaznmerupakan tindakan hawatir terhadap
Rāzī ialah rasa takut yang hadir ketika sesuatu yang belum terjadi.40 Kegelisahan ini
mengingat hukuman yang akan dirasakan di hadir, ketika berpikir terhadap masa depan
akhirat.32 Hal ini didasarkan pada al-Qur‟an yang dihadapi, padahal belum terjadi.41
surah 8:2,yang menurut Omar Ali Shah, rasa Problem yang ke tiga, al-Hulu‟.Menurut
takut dikembangkan oleh imajinasi, ketika al-Rāzī al-Hulu‟ merupakan sifat tamak serta
awalnya manusia takut terhadap sesuatu kurang sabar.42 Selain itu, al-Rāzī juga
misalnya, saya takut ini.33 Takut yang memaknai kata Hulu‟ dengan ‫ الضجر‬yang
dimaksud al-Rāzī tersebut, tidak bermakna jemuh.43 Menurutnya, sifat tamak
mendatangkan ketenangan, karena yang dan bakhil merupakan sifat yang mencintai
diingat hukuman, bukan harta secara berlebihan, dan jika cinta itu
sebaliknya.34Meskipun demikian, takut merajai hati, maka itu penyakit yang
terhadap hukuman tetap memiliki manfaat hebat.44Dan akibat dari perbuatan buruk
(QS. „Āli Imrān: 191) diantaranya, dapat tersebut, akan membuat jiwa bergantung pada
menjadi rem35, sehingga tidak bertindak sia-sia perkara duniawi dan material, sehingga jiwa
dan semborono.36 Jadi, takut kepada Allah diliputi gelapnya kezaliman dan menjadi
bukan dalam pengertian menjauhinya, karena penghalang menyaksikan pengetahuan.45
dialah yang seharusnya dicintai. Takut kepada-
Nya tertuju pada keadilanNya, dan takut
tersebut tertuju pada dirinya, karena telah
melakukan hal-hal yang buruk, seperti 38
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 11,
melanggar hak-hak orang lain.37 335. Syekh „Abd Al-Laṭīf menyebutkan bahwa kata
Problem yang ke dua, ḥāzn. Al-Rāzī ḥazn merupakan padanan kata ta‟sa. [Lihat juga: Syekh
„Abd al-Laṭīf al-Baghdādī, Al-Shifā Al-Rūḥī wa Al-
mengatakan bahwa kata lā taḥzan memiliki Jismī, 292].
39
Ibn Manẓūr, Lisān al-„Arab, (Kairo: Dār al-
Ḥadīth, 2003), Jilid. 2, Hlm. 429.
30 40
Orang yang terkena penyakit fisik saja sudah jelas M. Amin Syukur dan Masharudin, Intelektual
memiliki harapan dan semangat yang lemah, bagaimana Tasawuf, 113. [Lihat juga: Jawādī Amūlī, Tafsīr Sūrah
jika yang sakit itu jiwanya? Sebagaimana penulis Ibrāhim, 81]. [Lihat juga: Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr
sebutkan pada halaman 23 bahwa jiwa merupakan Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 26, 436].
pemberi kehidupan. [Lihat: Syekh „Abd al-Laṭīf al- 41
Termasuk kondisi yang dialami orang stres adalah
Baghdādī, Al-Shifā Al-Rūḥī wa Al-Jismī, (Beirut: Dār gelisah. [Lihat: Jalaluddin Rahmat, Tafsir
al-Islāmiyyah, 2003), 239]. Kebahagiaan, (Jakarta: Serambi, 2010), 178].
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 30,
31
Achmad Mubarok, Psikologi Qur‟ani, (Jakarta: 42

Pustaka Firdaus, 2001), Hlm. 27. 243. [Lihat juga: Ibn Manẓūr, Lisān al-„Arab, (Kairo:
32
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 19, Dār al-Ḥadīth, 2003), 116].
40. Berbeda dengan Achmad Mubarok yang 43
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 30,
mengatakan khauf, muncul dari kurangnya pendidikan. 243.Dalambahasa Indonesia, kata jemuh bermakna
[Lihat: Achmad Mubarok, Psikologi Qur‟ani, 27]. sudah tidak suka lagi; bosan. [Lihat: Departemen
33
Omar Ali Shah, Tasawuf Sebagai Terapi, 206. Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
34
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 29, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Edisi 3, 467].
Hlm. 128. 44
Obat yang paling mujarab menurut Al-Rāzi
35
Kamāl Al-Haydarī, Al-Tarbiyyah Al-Rūḥiyyah, adalah dengan menjauhi objek yang dicintai. [Lihat:
(Qum: Dār as-Ṣādiqīn, 2012), Hlm. 15. Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa Sharḥ
36
Muḥammad al-Ghazālī, al-Jānib al-„Āṭifī Min al- Qawāhumā, 122].
45
Islām, (Mesir: Nahḍah Miṣr, 2005), Hlm. 222. Kermani, Thuba, “Diskursus Akhlak Dalam
37
Murtadha Muthahhari, Ceramah Seputar Filsafat Mullā Shadrā,” dalam Kanz Philosophia,
Persoalan Penting Agama & Kehidupan, (Ciputat; (Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra,
Lentera, 2000), Hlm. 16. Vol. 4, No.1, 2014), Hlm. 82.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 41


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

Padahal ia merupakan persepsi yang akan pencernaan sakit, bahkan membuat tidak
melahirkan kebahagiaan dan menjauhi berselera.53Cinta dunia dapat dikatakan,
perbuatan abadi.46 memalingkan perhatian cinta yang semula
Problem jiwa yang ke empat ialah Ḥubbu kepada allah menjadi kepada dunia, karena
al-Dunyā. Dalam surah al-An‟am: 32, dunia mencintai sesuatu, maka objek tersebutlah
digambarkan sebagai permainan dan yang terasa dekat dihati, tak peduli jarak
sendagurau. Pada surah al-A‟lā: 16-17 dunia ruangnya.54
disebut sebagai sesuatu yang tidak kekal. Problem jiwa yang ke lima adalah Ḥasad:
Lebih dikuatkan lagi pada surah an-Nisā: 77 Al-Rāzī mengatakan bahwa ḥasad merupakan
bahwa kesenangan dunia hanya sebentar saja. sifat manusia yang paling buruk.55 Lebih jauh
Dari ayat ini dapat ditarik sebuah kesimpulan lagi ia menyebutkan bahwa penyebab manusia
bahwa cinta dunia sebagai problem jiwa, dimusuhishayṭān adalah karena sifat ḥasad
karena sifat dunia tidak kekal (QS. al-A‟lā: 16- dan itulah yang menyebabkannya keluar dari
17). Sementara jiwa disebut sebagai subtansi surga.56Shayṭān memusuhi manusia dengan
yang kekal dan tidak terbatas.47 Sesuatu yang cara membisikkan sesuatu yang mengajak
terbatas menurut al-Rāzī, tentu tidak mampu pada kedurhakaan dan kemaksiatan.57
memenuhi sesuatu yang tidak terbatas.48 Dari Dari uraian ini, dapat ditarik sebuah
sinilah dapat dipahami bahwa cinta pada dunia kesimpulan bahwa sifat ḥasad menjadi
menjadi sebuah problem jiwa karena tidak problem jiwa karena menginginkan sesuatu
mampu memenuhi kebutuhan jiwa.49 Bahkan yang ada di tangan orang lain hilang, padahal
lebih jelas lagi al-Rāzī mengatakan bahwa hadis menegaskan bahwa “Manusia itu satu,
ketika cinta sudah merajai jiwa (qalbu), maka sama seperti tubuh, jika salah satu bagiannya
itulah penyakit yang hebat.50 Tentu yang sakit, maka bagian yang lain ikut merasakan
dimaksud cinta pada pembahasan ini adalah sakit(HR. Abū Nu„mān, Hadis ke-
cinta pada dunia.51 Dapat dianalogikan 6011)”.58Dengan demikian, sifat ḥasad jelas
demikian, barangsiapa yang mencintai sesuatu menjauhkan dari kehidupanyang rukun
lebih dari mencintai Allah, berarti hatinya dengan semboyang gotong royong. Hadis lain
telah terjangkiti penyakit.52 Sama halnya perut juga menekankan, seseorang tidak akan
yang memilih-milih makanan kerena sampai pada hakikat iman hingga “Dia
mencintai saudaranya sama seperti mencintai
46
dirinya sendiri(HR. Abu Hurairah, Hadis ke-
Kermani, Thuba, “Diskursus Akhlak Dalam 14)”.59
Filsafat Mullā Shadrā,” dalam Kanz Philosophia, 82.
47
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, 186.
Sebagai bukti bahwa jiwa tidak terbatas adalah
informasi-informasi yang masuk dalam diri manusia
bukan tersimpan dalam sel-sel fisik, karena sel-sel fisik
53
tersebut terbatas dan juga mati dalam beberapa saat. Al-Ghazālī, Metode Menaklukkan Jiwa, 115.
54
[Lihat juga: Irmansyah Effendi, Kesadaran Jiwa, Mulyadhi Kartanegara, Lentera Kehidupan,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2005), 13-14]. (Bandung: Mizan, 2017), Hlm. 20.
48
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 2, 55
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 1,
Hlm. 400. Hlm. 226.
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 3,
49
Ikhlas Budiman, “Penerapan Teori-Teori Filosofis 56

Dalam Menafsirkan Al-Qur‟an”, dalam Tanzil, (Jakarta: 464.


Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra, Vol. 1, 57
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 3,
No.1, 2015), Hlm. 65. Hlm. 464.
50
Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa ‫م انجس ِد إذا اشتكى منه شي ٌء تداعى نه سبئ ُر‬ ُ َ‫ن مَث‬
َ ‫م انمؤمني‬
ُ َ‫مَث‬
Sharḥ Qawāhumā, Hlm. 122. ِ‫انجسد‬
51
Fakhruddin al-Rāzī, Kitāb al-Nafs wa al-Rūḥ wa [Lihat: al-„Asqalānī, Fatḥu al-Bārī SharḥuṢaḥīḥ
Sharḥ Qawāhumā, Hlm. 122. Bukhārī, Jilid. 10, 494-495].
52
Al-Ghazālī, Metode Menaklukkan Jiwa, ‫ال يؤمنُ عب ٌد حتىييحّبَ ألخيه مب يحّبُ ننفسِه‬
diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, (Bandung: Mizan, [Lihat: al-„Asqalānī, Fatḥu al-Bārī SharḥuṢaḥīḥ
2014), Hlm. 115. Bukhārī, Jilid. 1, 74].

42 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

Problem yang ke enam adalah al-Tafākhur. alasan tapi, mempunyai balasan(konsekuensi)


Kata al-Tafākhur sepadan dengan kata dari Allah sebagaimana firman-Nya (Q.S An-
Takabburyang menurut istilah, sifat yang Nisa ayat 173).
merasa dirinya tinggi karena memiliki Problem jiwa yang ke tujuh menurut al-
beberapa kelebihan, dan cukup gagal Rāzī adalah al-Takathūr: Al-Rāzī yang
memahami kesempurnaan Tuhan yang menganggap bahwa bentuk kalimat dari kedua
merupaka sumber segalah sesuatu.60 Dampak ayat pada surah al-Takathūr: 1-2sebagai
dari perbuatan ini adalah arogansi, lupa, lalai bentuk Istifhām(pertanyaan) dengan makna
terhadap kesalahan sendiri, sehingga gagal Taubīkh(celaan) dan Taqrī‟ (cercaan).67 Dan
mengoreksi diri sendiri.61Bahkan al-Rāzī al-Rāzī menjadikan al-Tafākhur(berbangga)
mengatakan sifat tersebut, membuat manusia dan al-Takāthursebagai sesuatu yang padu.68
semakin tergiur dengan kemaksiatan.62 Di Sifat bermegah-megahan ini menjadi
tempat lain al-Rāzī juga mengatan dengan sebuah problem jiwa ketika kemegahan
jelas bahwa sikap membanggakan diri memicu tersebut mengarahkan pada keinginan nafsu,
pada hal-hal yang tidak halal.63 Padahal sudah karena mengikuti hawa nafsu semata akan
jelas kemaksiatan mendatangkan kesengsaraan semakin jauh dari rasa syukur.69Sementara
dalam dirinya.64 Obat yang ditawarkan al-Rāzī syukur pada dasarnya mengajarkan
adalah ketakwaan yaitu, pengetahuan terhadap memamfaatkan sesuatu sesuai tujuan sesuatu
kebenaran yang termanifestasi dalam jiwa itu diciptakan.70Mengikuti nafsu semata, jelas
manusia.65 mengalihkan kesyukuran manusia pada hal-
Banyak hal menurut al-Rāzī yang dapat hal yang batil (tidak lagi mengingat
menjebak manusia sehingga timbul rasa Allah).71Hal itu bisa terjadi karena
bangga terhadap diri sendiri diantaranya, menganggap ketenangan dan kebahagiaan
merasa lebih kaya, lebih bangsawan, lebih yang sesungguhnya adalah banyaknya harta
cantik, dan gagah.66 Padahal Allah jelas-jelas dan anak.72 Paradigma itu bisa saja berubah
melarang, seperti firmannya dalam surah ketika jiwa sampai pada tahap ilmul yakin,
Luqman: 18. Larangan tersebut, bukan tanpa karena jalan merubah paradigma tersebut,
adalah ilmu yang membuka hakikat
kemegahan itu sendiri.73
60
Muhammad Mahdi bin Abi Dzar an-Naraqi,
Elemen-elemen yang Menenangkan Jiwa
Penghimpun Kebahagiaan, Hlm. 90. Berdasarkan TafsīrMafātīḥ Al-Ghayb,ada
61
Muhammad Mahdi bin Abi Dzar an-Naraqi, beberapa elemen yang dapat menjadi solusi
Penghimpun Kebahagiaan, Hlm. 90. dalam menciptakan jiwa yang tenang yaitu,
62
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 4, 8. iman, zikir, tobat, al-Qur‟an, do‟a, ikhlas, dan
Dalam pandangan yang lain juga disebutkan bahwa
perbuatan yang buruk akan membuat jiwa menjadi
bergantung pada perkara duniawi dan material,
sehingga jiwa diliputi gelapnya kezaliman dan menjadi
penghalang menyaksikan pengetahuan. Padahal ia
67
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 32,
merupakan persepsi yang akan melahirkan kebahagiaan Hlm. 76.
dan menjauhi perbuatan abadi. [Lihat juga: Thuba
68
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 32,
Kermani “Diskursus Akhlak Dalam Filsafat Mullā Hlm. 75.
Shadrā,” dalam Kanz Philosophia, (Jakarta: Sekolah 69
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 32,
Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra, Vol. 4, No.1, 2014), Hlm. 269-271.
70
82]. Yudy Effendy, Sabar & Syukur Rahasia Meraih
63
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 18, Hidup Supersukses, (Jakarta: Quantum Media, 2012),
Hlm. 474. Hlm. 13.
64
Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan 71
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 32,
Keindonesiaan, Bab. 5, Hlm. 6. Hlm. 272
65
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 18, 72
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 32,
Hlm. 474. 271.
66
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 28, 73
Fakhruddin al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb,Jilid. 32,
Hlm. 113. Hlm. 272.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 43


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

tawakal. Elemen-elemen inilah yang hulu‟, ḥubbu al-Dunyā, ḥasad,al-Tafākhur,


membentuk sebuah formula untuk dan al-Takathūr. Nah, solusi yang ditawarkan
menciptakan jiwa yang tenang, sehingga al-Rāzī dalam mengatasi kondisi tersebut
segala tantangan hidup tidak mampu adalah dengan iman, karena iman
membuatnya sedih, cemas, gelisah, apalagi dipandangan sebagai buah dari pengetahuan
sengsara. yang benar akan sebab pengada alam semesta
Pertama, Iman. Menurut al-Rāzī iman pada dan kepastian hari akhir.79 Lebih jauh lagi
dasarnya telah memberikan rasa aman pada seseorang yang memiliki iman, akan memiliki
pelaku iman itu sendiri, karena dialah yang orentasi dan sikap hidup yang strategis dan
menghubungkan manusia dengan sumber bersifat jangka panjang.80 Dari sinilah terlihat
segala kekuatan.74Sebelum lebih jauh iman dapat menjadi salah satu elemen yang
membahas iman, penulis akan menjelaskan dapat menenangkan jiwa.81
problem jiwa yang paling mendasar yang Dari paparan di atas, penulis mengambil
dialami manusia yaitu, tidak mengenal sebuah kesimpulan bahwa keimanan dapat
Tuhannya.75 Sebelum sampai pada tahap menjadi elemen untuk menenangkan jiwa
mengenal Tuhan, tentu diawali mengenal diri, ketika keimanan tidak sekedar wacana, tapi
sebagaimana al-Qur‟an jelaskan pada surah membentuk sebuah tindakan yang nyata
Fuṣṣilat: 53 dan diperjelas dalam hadis qudsi terhadap objek yang diyakini.
bahwa, “Barang siapa yang mengenal dirinya,
maka dia akan mengenal Tuhannya.”76
Termasuk bagian dari problem jiwa ketika 79
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Kesucian Profetik,
lupa diri.77Penyebabnya adalahmengejar harta, diterjemahkan oleh Yusuf Anas, (Jakarta: Sadra Press,
kedudukan, dan kemuliaan.78 Ketika yang 2014), Xii. Pengetahuan tidaklah cukup menjadi elemen
dikejar tidak tercapai, maka timbullah untuk menjadi penenang. Khomaini secara terperinci
mengatakan bahwa pengetahuan tidak selalu
penyakit-penyakit jiwa seperti ḥazn, khauf, memberikan ketenangan. Ditambahkan dalam
penjelasannya dengan mengatakan, iman berasal dari
pengetahuan, namun pengetahuan belum tentu kuat
74
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḥ Al-Ghayb, Jilid. 6, untuk membentuk keimanan dalam jiwa manusia. Dia
508. [Lihatjuga: Llewellyn Vaughan-Lee, Lingkar Cinta mencontohkan orang yang sudah meninggal. Kata dia,
Sufi, diterjemahkan oleh Eva Y Nukman dan Sofie masih banyak yang takut dengan mayat, padahal
Dewayani, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), 75]. menurut pengetahuan mereka, di saat sakarat saja sudah
75 tidak mampu berbuat apa-apa apalagi ketika sudah
Murtadha Muthahhari, Manusia Seutuhnya,
(Jakarta: Sadra Press, 2012), Hlm. 58. meninggal. Tapi ternyata banya yang takut dengan
76
Majmu‟ al-Fatāwā, Jilid. 16, 349. [Lihat juga: Ibn mayat. Ini sebuat tanda bahwa, pengetahuan tidak
Qayyim, Madārij al-Sālikīn, Jilid. 1, Hlm. 734. lantas menguatkan keimanan. [Lihat: Khomeini,
77 Manajemen Nafsu, (Jakarta: Al-Huda, 2010), 87-92].
Bahkan disebutkan dalam penelitian Taufiq Pasiak
80
bahwa yang diulang-ulang selama ini oleh Socrates Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan
adalah pengenalan terhadap diri, karena pengenalan Keindonesiaan, Bab. 5, 8.
81
terhadap diri, mampu membangkitkan raksasa tidur, Ketika seseorang diliputi rasa takut yang sangat
otak manusia. Dipertegas lagi bahwa kekuatan itu bukan dahsyat, satu-satunya upaya yang paling baik dilakukan
dari luar tubuh manusia tapi dari dalam diri manusia. adalah percaya diri dan iman. Sehingga ia sanggup
Yang tak kalah penting adalah, pemecahan masalah melewati detik-detik terberat dan menakutkan sekali
bukan di otak rasional tapi otak emosional-intuitif dan pun. [Lihat: Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Qur‟an &
otak spiritual. Dari sini terlihat ada sebuah hubungan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Sadra Press, 2012,), 147].
langsung dengan kekuatan yang tidak terindra dengan Jawādī Amūlī lebih jelas mengatakan, iman sebagai
proses penyelesaian masalah. Dia juga menyebutkan elemen yang sangat penting dalam ketenangan jiwa. Ia
bahwa otak itu juga tidak akan rusak selama dia bahkan memberikan contoh yang jelas dengan ayat al-
menerima informasi baru. [Lihat: Taufiq Pasiak, Qur‟an mengenai orang kafir tidak merasakan sedikit
Revolusi IQ/EQ/SQ, (Bandung: Mizan, 2002), 20-22]. pun ketenangan (QS. Al-Taubah: 45). Bahkan orang
78
Dalam pandangan yang lain disebutkan, yang kokoh keimanannya, akan diturunkan malaikat ke
berpalingnya pikiran-pikiran manusia dari semua yang dalam hati mereka untuk membawa ketenangan,
bukan Tuhan, termasuk makrifat. [Lihat: Al-Hujwiri, sehingga khauf dan ḥazn (takut dan sedih), tidak lagi
Kasyful Mahjub, diterjemahkan oleh Suwardjo Muthary menghinggapi jiwa mereka (QS. Fuṣṣilat: 30). [Lihat:
dan Abdul Hadi W.M, (Bandung: Mizan, 2015),257]. Jawādī Amūlī, Tafsīr Sūrah Ibrāhim, 80-81].

44 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

Elemen yang kedua, Zikir. MenurutAl-Rāzī Demikian pula, ketenangan jiwa, akan hadir
zikir termasuk eleman yang dapat karena usaha menghadirkan pemberi
menciptakan jiwa yang tenang.82 Namun ketenangan itu sendiri.87
zikiryang dimaksudAl-Rāzī, mengingat janji Elemen yang ketiga, tobat.Menurut al-
pahala dan rahmat, karena mengingat siksaan Rāzī, dosa berpengaruh pada tingkat
justru melahirkan rasa takut dan menyebabkan ketenangan jiwa,88Karena perasaan dihantui
jiwa tidak tenang.83 Ke dua pandangan ini, dengan perbuatan dosa yang telah dilakukan,
tidaklah saling menafikan, karena ketenangan sehingga jiwa menjadi gelisah.89 Islam
terkait dengan pahala, sementara takut terkait memberikan alternatif dalam masalah ini yaitu
dengan akibat yang timbul dari kemaksiatan.84 dengan melakukan tobat, karena tobat sama
Di lain tempat, ia mengatakan zikir halnya menghapus sesuatu yang kotor90 dalam
melahirkan rasa rindu, sementara rasa rindu diri manusia.91 Biasa dilihat orang yang
sendiri, mendatangkan ketenangan.85 Dapat membersihkan rumahnya sampai kelihatan
dianalogikan, seseorang yang sangat rindu rapi dan orang yang tinggal didalamnya
pada kekasihnya, akan terbayang indahnya merasa nyaman dan tenang. Demikian pula
sebuah pertemuan. Hal yang sama terjadi bagi jiwa manusia, sangat layak dibersihkan, untuk
sepasang kekasih yang baru saja menikah, mendatangkan ketenangan bagi pemiliknya.92
selalu merasa tenang, karena mereka selalu Selain itu, tobat juga dikatan sebagai proses
mengingat kenikmatan demi kenikmatan yang memutar haluan yang sudah buntu.93 Seperti
sedang mereka alami. Kenikmatan yang akar pohon ketika bertabrakan dengan batu,
dirasakan pada dasarnya, sebuah usaha dia akan memutar haluan dengan mencari cela
menghadirkan kenikmatan itu sendiri.86 yang bisa dilalui. Hewan juga demikian,
memutar haluannya ketika dia mengalami
kebuntuan. Manusia tidak jauh dari itu, dia
82
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, akan melakukan tobat ketika buntu dalam
(Beirut: Dār Iḥya‟ al-Turāth al-„Arabī, 1420), Jilid. 19,
Hlm. 39.
83
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-
Ghayb,Jilid. 19, Hlm. 39. tidak lagi dihinggapi khauf, ḥazn dan hulu‟, justru
84
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, jiwanya akan semakin tenang (muṭmainnah). [Lihat:
Jilid. 19, Hlm. 39. Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, Jilid. 8,
85
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al- 354]. [Lihat juga: Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ,
Ghayb,Jilid. 1, Hlm. 137. 181-186].[Lihat juga: Rudy Suharto, Revolusi Ruhani,
86
Dalam al-Rāzī, mengingat atau berzikir, menjadi (Depok: Pustaka Intermasa, 2002), 91]. [Lihat juga:
sesuatu yang sangat berpengaruh pada tingkat Mohammad Ali Shomali, Mengenal Diri,
ketenangan jiwa manusia. Proses ingat tersebut, diterjemahkan oleh M. Hashem, (Jakarta: Lentera,
dilakukan oleh akal yang mampu menangkap akibat- 2001), 136].
87
akibat yang ada di realitas eksternal, kemudian berlanjut Muhammad Djarot Sensa, La Takhaf wa La
pada realitas yang tak terbatas. Dalam penelitian Taufik Tahzan, Hlm. 36.
Pasiak disebutkan bahwa antara akal kreatif dengan
88
Fakhr al-Dīn al-Rāzī , Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb,
intuisi, ada korelasi antar keduanya. Akal kreatif bisa Jilid 4, Hlm. 507.
89
disebut sebagai akal rasional. Setelah sampai pada Muḥammad „Utsman Najati, Psikologi Qur‟ani,
puncaknya, akal rasional tidak lagi mampu menangkap (Bandung: Marja, 2010), Hlm. 276.
90
realitas, barulah kemudian dilanjutkan oleh akal intuisi. Pakaian akan terasa nyaman dipakai ketika dalam
Lebih sederhananya, akal kreatif berhubungan dengan keadaan bersih. Demikian pula hati yang menjadi mesin
akal rasio, sementara akal intuisi berkaitan dengan hati. sekaligus pakaian bagi manusia. [Lihat: Muḥammad al-
Dalam proses pencapaian pengetahuan, ada tiga tahapan Ghazālī, al-Jānib al-„Āṭifī Min al-Islām, 158].
yang dilalui menurut Ibn Sina yaitu, indrawi, 91
Muḥammad al-Ghazālī, al-Jānib al-„Āṭifī Min al-
mengingat, dan inteleksi. Jika diformulasikan Islām, Hlm. 159.
berdasarkan pandangan al-Rāzī di atas, jiwa sampai 92
Muḥammad al-Ghazālī, al-Jānib al-„Āṭifī Min al-
tahap muṭmainnah ketika sudah sampai pada tahap Islām, Hlm. 159.
93
intuisi, dengan berlandaskan pada pandangan al-Rāzī Ayatullah Murteza Muthahhari, Kata-Kata
yang mengatakan, sifat materi terbatas dan tidak kekal. Spiritual, (Tehran: Propagasi Tablighat Islam, 1987),
Jiwa yang memahami secara sempurnah pandangan ini, Hlm. 95.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 45


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

perjalannnya menuju kesemprnaan.94 Jadi, bisa tercelah.101 Menurutnya, akhlak yang tercelah,
disimpulkan bahwa tobat merupakan revolusi telah banyak diuraikan oleh Al-Qur‟an dan
batin dalam menata ulang kehidupan cara pengatasiannya. Sementara keyakinan
sebelumnya menjadi lebih baik.95 yang keliru diperoleh dari madhab yang
Elemen yang ke empat adalahAl- diikuti. Namun madhab tersebut, akan keliru
Qur‟an.Rasul beserta para wali mengajarkan ketika tidak sesuai dengan logika al-Qur‟an.102
pesan ilāhi kepada umat manusia, untuk Informasi al-Rāzī tersebut, mengajak untuk
mengobati segala bentuk penyakit-penyakit terus mengkaji berbagai penyakit jiwa dan
jiwa yang ada pada diri manusia.96 Lewat para berusaha mencari solusinya dalam al-Qur‟an.
rasul tersebut, Allah SWT menurunkan Mengenai term shīfa‟ yang disebutkan ayat
informasi bahwa kami telah menurunkan Al- al-Qur‟an di atas, ada dua pendapat: Pertama,
Qur‟an sebagi penawar.97 “Dan kami turunkan terapi bagi jiwa yang dapat menghilangkan
dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan tertutup, serta menyembuhkan jiwa yang sakit;
Aquran itu tidaklah menambah kepada orang- Kedua, terapi yang dapat menyembuhkan
orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al- penyakit fisik.103 Pembagian ini juga diikuti
Isra‟: 82) oleh al-Rāzī, meskipun Ṭabā„ṭabā„i,
Ketika menggambarkan kronologis memaknai lebih kepada “terapiruhaniah”.
turunnya al-Qur‟an, Allah SWT menggunakan Bahkan Ṭabā„ṭabā„i mengukuhkan
kata nuzūl sebagaimana ketika melukiskan pendapatnya bahwa Al-Qur‟an sebenarnya
turunnya air hujan.98 Ada beberapa persamaan sebagai ruh. Fungsinya ruh, menghidupkan
al-Qur‟an dengan hujan, yaitu, al-Qur‟an jasad yang mati.
diturunkan dari langit (anzalnāhu), al-Qur‟an Eleman yang ke lima adalah do‟a.Dalam
dan hujan suci dan mensucikan sebuah hadis disebutkan “Do‟a sebagai
(liyuṭahhirakum: QS. al-Anfāl: 11), (wa otaknya ibadah.104 Namanya otak, berarti
yuzakkīkum: QS. Aal-Baqarah: 129). Menurut
al-Rāzī, dari sinilah dapat terlihat bahwa al-
Qur‟an dapat membersihkan dan mengobati
adanya hijab yaitu, rusaknya keyakinan. Padahal, hati
segalah kotoran jasmani dan rohani manusia.99 digambarkan seperti cermin yang akan menerima
Penyakit rohani yang dia maksud ada dua pantulan cahaya tuhan (pengetahuan). Hal yang sama
yaitu, keyakinan keliru100 dan akhlak yang disampaikan Humaidi dalam penelitiannya bahwa Al-
Farabi juga berpandangan demikian. Bahkan
ditambahkan bahwa akal sebagai pembersi yang
membersihkan hati atau ruh. Ketika cermin hati selalu
94
Ayatullah Murteza Muthahhari, Kata-Kata dibersihkan, yaitu akal, maka cermin tersebut akan
Spiritual, Hlm. 95. menerima pancaran ilahi secara sempurna tapa ada
95
Ayatullah Murteza Muthahhari, Kata-Kata halangan. [Lihat: Imām Abī Ḥāmid Muḥammad al-
Spiritual, Hlm. 95. Ghazālī, Mukhtaṣar Iḥyā‟ „Ulūm al-Dīn, (Jakarta: Dār
96
Usman Nuri Topbas, Ratapan Kerinduan Rumi, al-Kutub al-Islamiyyah, 2004),116-117]. [Lihat juga:
Hlm. 133. Humaidi, ParadigmaSains Integratif Alfarabi, (Jakarta:
97
Meskipun aturan yang tergambar dari al-Qur‟an Sadra Press, 2015),314].
seolah mengekang dan berat, tapi pada hakikatnya
101
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-
memiliki tujuan yang baik dibalik semua itu. [Lihat: Ghayb,Jilid . 21, Hlm. 389.
Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Qur‟an & Tekanan 102
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-
Jiwa,146]. Ghayb,Jilid . 21, Hlm. 389.
Syaikh Imam Al-Qrthubi, Tafsir Al-Qurṭubī,
98
Mohsen Qarāti, Seri Tafsir Untuk Anak Muda 103

Surah Yusuf, diterjemahkan oleh Salman Nano, diterjemahkan oleh Asmuni, (Jakarta: Pustaka Azzam,
(Jakarta: al-Huda, 2000), Hlm. 4. 2008), Hlm. 785.
99
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al- 104
Mu‟jam al-Wasīṭ, Jilid. 3, 293. [Lihat juga: At-
Ghayb,Jilid . 21, Hlm. 389. Targhīb wa At-Tarhīb, Jilid. 2, 392]. [Lihat juga:
100
Imām Abī Ḥāmid Muḥammad al-Ghazālī Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi,
menyebutkan bahwa di antara penghalang ilmu diterjemahkan oleh Sari Narilita dan Miftahul Jannah,
sehingga tidak tampak dalam hati manusia karena, (Jakarta: Gema Insani, 2005), 504].

46 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

segala aktifitas, bisa dirancang dan disusun menggerutu terhadap sesuatu yang diberikan
sehingga dicapai hasil yang maksimal sesuai oleh Tuhan.112Bahkan ia mengatakan, baru
yang direncanakan. Tantangan atau masalah dikatakan Islam ketika ikhlas menjalankan
yang dihadapi, butuh otak untuk menyusun perintah Tuhan,113dan inilah dibicarakan al-
ulang kembali dan mencapai hasil yang benar. Qur‟an bahwa kimanan mesti beriringan
Dengan terbatasnya kemampuan manusia,105 dengan amal shaleh (QS. al-Baqarah: 82).
menjadikan dirinya butuh otak yang tak Tidak dapat dikatakan kesadaran spiritual
terbatas. Dari situlah do‟a dimaknai sebagai yang baik jika keimanan tersebut untuk
pengakuan seorang hamba akan dirinya.106 Ia mencari pujian atau takut terhadap hukuman-
sadar, bahwa dirinya tidak mampu dalam Nya.114 Namun idealnya ketika keimanan itu
segala hal, bukannya malah sombong. Enggan berlandaskan pada keikhlasan yaitu, tidak
berdoa, menandakan dia sombong.107 Padahal mengharapkan apa pun selain riḍoh Tuhan.115
Allah telah membuka pintu rahmat-Nya untuk Berangkat dari asumsi tersebut, maka dapat
diminta pertolongan dengan firmanya yang dilihat bahwa segala yang menjadi gejolak
berbunyi, “Berdoalah kepadaku niscaya aku jiwa, bisa diatasi dengan ikhlas. Maksudnya,
akan mengabulkannya” (QS. 40:60). Al-Rāzī perhatian tidak lagi sedih ketika sesuatu ada
menanggapi ayat tersebut mengajukan sesuatu yang hilang, karena yang dituju hanya
beberapa syarat untuk terkabulnya do‟a yaitu, satu yaitu, Tuhan. Temasuk yang disebutkan
al-Taḍarru‟(rendah hati), Al-Tadhallul sebelumnya bahwa ibadah yang dilakukan
(rendah diri dihadapan Allah), dan al- disertai dengan keikhlasan, sehingga berbuah
Takhashshu‟(penyerahan penuh kepada ketenangan seperti firman Tuhan surah Al-
Allah).108Hadis qudsi lain menyoroti hal ini Fath: 4.
adalah:”Aku bergantung pada prasangka Elemen yang ke tujuh adalah
hambaku, maka biarkan dia berprasangka tawakal.Menurut al-Rāzī, tawakal merupakan
sebagaimana maunya”.109 Inilah yang menjadi kesadaran bahwa kehidupan ini dikendalikan
landasan Imam Rabbani Ahmad Faruq
mengatakan bahwa “Menginginkan sesuatu
adalah mendapatkannya, karena Allah tidak
mungkin mebiarkan hambaNya berdoa sesuatu
yang dia tidak akan menerimanya.”110 112
Bisa dikatakan bahwa ikhlas yang dimaksud,
Elemen yang ke enam adalah sama seperti madu yang tidak terkena noda yang pahit.
ikhlas.Menurut al-Rāzī, ikhlas menerima dunia Di dalamnya tidak ada maksud yang lain. Bahkan kaum
lebih besar ketimbang ikhlas menerima sufi memandang bahwa baru dikatakan cinta ketika
ujian.111 Seolah-olah pernyataan ini memaknai relah menerima apa pun yang diberikan oleh yang
dicinta, dan itulah disebut ikhlas. Contoh, dua pasang
ikhlas sebagai sikap yang sama sekali tidak kekasih yang ingin mengunjungi kekasihnya. Yang
pertama tidak mengharapkan pemberian hadia ketika
akan mengunjunginya. Namun yang kedua,
mengaharapkan hadia. Jika dikatakan mengharap hadia
105
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernandan dari kekasih adalah sebuah aib, berarti ikhlas yang
Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987), Bab 14, Hlm. sesuangguhnya adalah yang pertama. [Lihat juga: „Abd
3. al-Raḥmān ibn Yusuf al-Lajāi, Terang Benderang
106
Islah Gusmian, Surat Cinta Al-Ghazali, dengan Makrifatullah, diterjemahkan oleh Maman
(Bandung: Mizania, 2006), Hlm. 229. Abdurrahman, (Jakarta: Serambi, 2008), 212].
Fakhr al-Dīn al-Rāzī , Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb,
107 113
Islah Gusmian, Surat Cinta Al-Ghazali, Hlm.
229. Jilid. 7, Hlm. 172.
108
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, 114
Allamah Husayn Ṭabā„ṭabā„i dkk, Perjalanan
Jilid. 14, Hlm. 280. Ruhani ParaKekasih Allah, diterjemahkan oleh M.
109
Shaḥiḥ Ibn Ḥibbān, Hlm. 641 Khoirul Anam,(Depok: Inisiasi Press,2005) 2. [Lihat
110
Ahmed Hulusi, Kekuatan Doa,diterjemahkan juga Biharul Anwa, Jilid V, Hlm. 208].
115
oleh T.J.Sagwiangsa,(ttp, 2014), Hlm. 6. Al-Imām Abi al-Qāsim „Abd al-Karīm bin
111
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al- Harāzin al-Qusyairī, Al-Risālah Al-Qusyairiyyah, Hlm.
Ghayb,Jilid. 4, Hlm. 129. 254.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 47


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

oleh Allah.116 Kondisi ḥazn, khauf dan al- Ketenangan menurut Al-Rāzī adalah tidak
hulu‟, dapat diobati dengan tawakal, karena menghiraukan sesuatu yang tidak memberi
tawakal merupakan kekuatan moril para manfaat, sehingga ketenangan yang teraktual
pejuang.117Keyakinannya bahwa segala dalam jiwa hanyalah nilai-nilai kebaikan dan
sesuatu akan kembali kepada Allah (QS. Al- sekaligus menjadi jati diri. Dan inilah yang
Baqarah: 156), menjadi dasar untuk tetap tegar dimaksud berkhlak dengan akhlak Tuhan.
dan penuh harap. Dengan demikian, Kedua, yang dimaksud ketenangan jiwa
ketenangan lahir dari keimanan seseorang adalah, kondisi jiwa yang kokoh terhadap apa
kepada sumber segala sebab.118 pun. Kebaikan tidak membuatnya sombong,
Dari uraian yang panjang diatas, maka dan keburukan tidak membuatnya sedih,
penulis menyimpulkan bahwa problem jiwa cemas apalagi gelisah. Sehingga, dapat
yang dihadapi manusia, akan diobati dikatakan bahwa jiwa yang tenang adalah jiwa
berdasarkan elemen-elemen yang dibutuhkan. yang kokoh pada relnya sendiri.Ketiga, yang
Misalnya, ketika problem takut dan sedih menjadi elemen ketenangan jiwa ada tujuh
hadir di dalam jiwa, maka elemen yang yaitu, iman yang membuatnya percaya pada
semestinya aktual dalam dirinya adalah kekuatan yang tak terbatas, zikir yang
keimanan. Karena keiamanan inilah yang mengingatkan nikmat yang tak pernah putus,
mengantarnya pada suatu cara pandang yang tobat yang menata hidupnya untuk lebih baik,
luas bahwa ada kekuatan lain yang berada di al-Qur‟an yang menuntunnya pada jalan
luar diri manusia yang menentukan ketenangan, do‟a memberinya sebuah
segalahnya. harapan, ikhlas memberinya ketabahan, dan
C. SIMPULAN tawakal memberinya tempat untuk bersandar.
Berdasarkan hasil analisis penulis di atas,
maka penelitian ini bisa ditarik beberapa DAFTAR PUSTAKA
kesimpulan di antaranya: Pertama,
Ali Shah, Omar, Tasawuf Sebagai Terapi,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2006).
„Abd Al-Bāqī, Muḥammad Fuādi, Al-Mu‟jam
116
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḥ Al-Ghayb, Jilid.
7, 112. [Lihat juga: Muḥammad al-Ghazālī, al-Jānib al-
Al-Mufahras Li Alfāẓi Al-Qur‟ān Al-Karīm,
„Āṭifī Min al-Islām, (Mesir: Nahḍah Miṣr, 2005), Hlm. (Bandung: CV. Diponegoro, tt).
239]. Tawakal menjadi cara untuk mengatasi problem Abu „Ābdillāh bin Qayyim al-Jawzīyyah,
jiwa, karena tawakal merupakan karakter yang Shamsuddīn, al-Rūḥ, (Beirut: Dār al-Kutub
bersumber dari keimanan kepada qadha dan qadar al-Ilmiyyah, 1975).
Tuhan dan ini merupakan tawḥid „af‟āli. Manusia harus
Abi Dzar an-Naraqi, Muhammad Mahdi bin,
tahu bahwa segala dan dan usahanya yang telah dia
susun, berada dalam kuasaNya(QS. al-Faṭīr: 43). Dari Penghimpun Kebahagiaan, diterjemahkan
situlah, manusia tidak selayaknya sombong dengan oleh, (Jakarta: Lentera, 2003).
segala rencananya, karena dia juga mesti Bagir, Haidar,Buku Saku Filsafat Islam,
mempertimbangkan takdir Tuhan, sehingga dia tidak (Bandung: Mizan, 2005).
kecewa dan sedih ketika mengalami kegagalan. Namun Budiman, Ikhlas, “Penerapan Teori-Teori
dalam hal tawakal bukan dalam pengertian tidak
berusaha, karena tanpa usaha juga tidak akan Filosofis Dalam Menafsirkan Al-Qur‟an”,
mendapatkan apa-apa (QS. an-Najm: 39). Bahkan dalam Tanzil, (Jakarta: Sekolah Tinggi
Tuhan sendiri mengatakan dalam firmanNya bahwa Filsafat Islam (STFI) Sadra, Vol. 1, No.1,
tidak akan merubah suatu kaum tanpa kaum itu sendiri 2015).
yang mau merubah dirinya sendiri (QS. ar-Ra‟d: 11).
[Lihat juga: Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Qur‟an &
Al-Baghdādī, Syekh„Abd al-Laṭīf, Al-Shifā
Tekanan Jiwa, 1 53]. Al-Rūḥī wa Al-Jismī, (Beirut: Dār al-
117
Muḥammad al-Ghazālī, al-Jānib al-„Āṭifī Min al- Islāmiyyah, 2003).
Islām, Hlm. 244. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
118
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghayb, Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Jilid. 8, Hlm. 354. [Lihat juga: Rudy Suharto, Revolusi
Pustaka, 2005).
Ruhani, (Depok: Pustaka Intermasa, 2002),Hlm. 91]

48 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

Effendi, Irmansyah, Kesadaran Jiwa, (Jakarta: Nafs, (Beirut: Dār al-„Arabiyyah al-„Ulūm,
PT. Gramedia, 2005). 1997).
Effendy, Yudy, John Wensinck, Arnold, al-Mu‟jam al-
Sabar&SyukurRahasiaMeraihHidupSupers Mufakhras li al-Fādh al-Hadīth an-
ukses, (Jakarta: Quantum Media, 2012). Nabawī,(London: Maktabah Barīl fī
Al-Ghazālī, Metode Menaklukkan Jiwa, Madīnah, 1936).
diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Kerwanto, “Manusia dan Kesempurnaannya
(Bandung: Mizan, 2014). (Telaah Psikologi Transendental Mullā
. , Majmū„ah Rasāil, (Mesir: al-Maktabah Shadrā” dalam Kanz Philosophia, (Jakarta:
al-Tawfīqiyyah, Ttp). Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra,
. , Mukhtaṣar Iḥyā‟ „Ulūm al-Dīn, (Jakarta: Vol. 5, No.2, 2015).
Dār al-Kutub al-Islamiyyah, 2004). Khomeini, Manajemen Nafsu, (Jakarta: Al-
Al-Ghazālī, Muḥammad, al-Jānib al-„Āṭifī Huda, 2010).
Min al-Islām, (Mesir: Nahḍah Miṣr, 2005). Kartanegara, Mulyadhi, Lentera Kehidupan,
Hakim, A. Husnul, IMZI, Ensiklopedi Tafsir, (Bandung: Mizan, 2017).
(Depok: eLSiQ, 2013) Kermani, Thuba, “Diskursus Akhlak Dalam
Hidayat, Komaruddin, Psikologi Filsafat Mullā Shadrā,” dalam Kanz
Kebahagiaan, (Jakarta: Noura Books, Philosophia, (Jakarta: Sekolah Tinggi
2015). Filsafat Islam (STFI) Sadra, Vol. 4, No.1,
Al-Haydarī, Kamāl, Al-Tarbiyyah Al- 2014).
Rūḥiyyah, (Qum: Dār as-Ṣādiqīn, 2012). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Husaini Kuhsari, Ishaq, Al-Qur‟an & Tekanan Mendengarkan Dan Berkomunikasi Dalam
Jiwa, (Jakarta: Sadra Press, 2012,). Keluarga Adalah Komponen Pencegah
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka DepresiYangUtamahttp://www.depkes.go.i
Nasional PTE LTD, 2007). d/article/view/2085/mendengarkan-dan-
Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, diterjemahkan berkomunikasi-dalam-keluarga--adalah-
oleh Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi komponen-pencegah-depresi-yang-utama-
W.M, (Bandung: Mizan, 2015). .html diakses 4-april-2017.
Humaidi, ParadigmaSains Integratif Alfarabi, Miskawaih, Ibn, Menuju Kesempurnaan
(Jakarta: Sadra Press, 2015). Akhlak, diterjemahkan oleh Helmi Hidayat,
Hulusi, Ahmed, Kekuatan Doa,diterjemahkan (Bandung: 1998).
oleh T.J.Sagwiangsa,(ttp, 2014). Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan
Islah Gusmian, Surat Cinta Al-Ghazali, Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992).
(Bandung: Mizania, 2006). . , Islam Kemodernan dan Keindonesiaan,
Ibn Yusuf al-Lajāi, „Abd al-Raḥmān, Terang (Bandung: Mizan, 1987).
Benderang dengan Makrifatullah, Musavi Lari, Sayyid Mujtaba, Psikologi
diterjemahkan oleh Maman Abdurrahman, Islam, diterjemahkan oleh Satrio Pinandito,
(Jakarta: Serambi, 2008), 212]. (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993).
Ibn al-Raḥmān bin Sulaimān al-Rūmī, Fahru, Muthahhari, Murtadha, Ceramah Seputar
Buhūth fi Uṣūl al-Tafsīr wa Manāhijuhu, Persoalan Penting Agama & Kehidupan,
(Riyād: Maktabah Taubah, ttp). (Ciputat; Lentera, 2000).
Iskandar, Teuku Safir, Falsafah Kalam: . , Manusia Seutuhnya, (Jakarta: Sadra
Kajian Teodisi Filsafat Teologis Fakhr al- Press, 2012).
Dian al-Razi, Nanggroe Aceh Darussalam: Manẓūr, Ibn, Lisān al-„Arab, (Kairo: Dār al-
Nadiyah Foundation, 2003). Ḥadīth, 2003).
Al-Imām Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Fatḥu al- Muthahhari, Ayatullah Murteza, Kata-Kata
Bārī SharḥuṢaḥīḥ Bukhārī, (Kairo: Dār al- Spiritual, (Tehran: Propagasi Tablighat
Islam, 1987).
Ḥadīth, 2004), Jilid. 4, 237.
Mubarok, Achmad,Psikologi Qur‟ani,
Al-Jimānī, „Abd al-„Ālī, al-Qur‟ān Wa Īlm an-

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50 49


Abd Jalaluddin Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī
Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). Sina, Ibn, Psikologi Ibn Sina, diterjemahkan
Najati, Muhammad Utsman, The Ultimate oleh oleh M. S. Nasrulloh, (Bandung:
Psychology, diterjemahkan oleh Hedi Fajar, Pustaka Hidaya, 2009).
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2008). Shihab, Quraish, Tafsir al-mishbah (Jakarta:
Qarāti, Mohsen, Seri Tafsir Untuk Anak Muda Lentera Hati, 2012).
Surah Yusuf, diterjemahkan oleh Salman Syukur dan Masharudin, M. Amin, Intelektual
Nano, (Jakarta: al-Huda, 2000). Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurṭubī, 2002).
diterjemahkan oleh Asmuni, (Jakarta: Suharto, Rudy, Revolusi Ruhani, (Depok:
Pustaka Azzam, 2008). Pustaka Intermasa, 2002).
Al-Qaṭṭan, Mannā Khalīl, Studi Ilmu-Ilmu Shomali, Mohammad Ali, Mengenal Diri,
Qur‟an, diterjemahkan oleh Mudzakir diterjemahkan oleh M. Hashem, (Jakarta:
(Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, Lentera, 2001).
2011). Said Az-Zahrani, Musfir bin, Konseling
Al-Rāzī, Fakhr al-Dīn, Kitāb al-Nafs wa al- Terapi, diterjemahkan oleh Sari Narilita
Rūḥ wa Sharḥ Qawāhumā (Pakistan: dan Miftahul Jannah, (Jakarta: Gema
Maṭbuāt Ma‟had al-Islam Abhāth al- Insani, 2005).
Islāmiyah Pakistan, 1968). Suharto, Rudy,Revolusi Ruhani, (Depok:
. , Mafātih al-Ghaib, Juz al-Hādi wa wa Pustaka Intermasa, 2002).
Salasūn , (Beirut Libanon: Dār al-Fikr, Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, (Bandung:
2005). Mizan, 2002).
Al-Rāzī, Fakhr al-Dīn, Kesucian Profetik, Ṭabā„ṭabā„I, Husayn, dkk, Perjalanan Ruhani
diterjemahkan oleh Yusuf Anas, (Jakarta: ParaKekasih Allah, diterjemahkan oleh M.
Sadra Press, 2014). Khoirul Anam,(Depok: Inisiasi Press,
Rahmat, Jalaluddin, Tafsir Kebahagiaan, 2005).
(Jakarta: Serambi, 2010). Vaughan-Lee, Llewellyn,Lingkar Cinta Sufi,
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, diterjemahkan oleh Eva Y Nukman dan
(Jogjakart: Pustaka Pelajar, 2013). Sofie Dewayani, (Bandung: Pustaka
Al- Suyuti, Ṭabaqāt al- Mufasirīn, cet. ke - 3 Hidayah, 2003).
(Libanon Beirut: Dār al-Kutub al-
Islāmiyah, 1433 H).

50 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 36-50

Anda mungkin juga menyukai