Anda di halaman 1dari 3

Nama : Siti Rofatul Jannah

Semester : Empat
Tugas : 10-11
Pendiri Pondok Pesantren Gedongan
Bagi orang Cirebon, tentu tidak asing dengan Pesantren Ciedongan, sebab pesantren
yang berdiri di Dusun Gedongan Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon itu
alumni alumninya sudah banyak, bahkan para kiyai dan kerabat pesantren Gedongan banyak
menjadi orang-orang hebat, di antaranya Kiyai Mahrus Ali yang kelak menjadi pendiri
Pesantren Lirboyo, dan Kiyai Said Aqil Sirajd yang sekarang menjadi ketua umum PBNU.
Baik Kiyai Mahrus maupun Kiyai Said Aqil Siradj merupakan keturunan Kiya Sa’id pendiri
Pesantren Gedongan..
Kiyal Sai’d nama aslinya Muhamad Sa’id, beliau hidup pada sekitar tahun 1800 an, belum
ada kepastian tanggal, dan tahun beliau dilahirkan Kiyai Sard dilahirkan di Desa Pesawahan
Sindanglaut Cirebon. Kedatangan Kiyai Said ke Gedongan untuk kemudian membangun
pesantren di tempat itu beragam versi, ada yang menyatakan menghindari kejaran Belanda
karena beliau terlibat dalam pemberontakan yang digagas oleh Ki Bagus Rangin dan
Kesultanan Cirebon, adapula yang berpendapat beliau datang ke Gedongan semata-mata
hanya untuk azlah dan menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon lainnya. Catatan yang
dituturkan dari para Kiyai di Gedongan menyebutkan bahwa kedatangan Kiyai Sa’id ke
Gedongan disertai isterinyn Nyal Hj. Maemunah dan sejumlah santri ayahnya dan calon
santri yang berminat mengaji kepada Kiyai Sa’id ikut serta dalam pengasingan itu, jumlahnya
24 orang ditambah seorang pembantu laki laki bernama Ngarpin dan pembantu perempuan
bernama Kamal yang keduanya masih berusia remaja.
Sebelum kepergiannya ke Gedongan Kiyai Sa’id terlebih dahulu bermusyawarah dan
memohon ijin kepada Sultan Kasepuhan Cirebon, karena tanah yang akan dijadikan tempat
pengasingannya adalah milik ayahanda Kiyai Sa’id atas pemberian Sultan Sebagai kerabat
keraton, Kiyai Sa’id diizinkan menempati tanah hutan untuk tempat pengasingannya itu Dari
sinilah secara bertahap kepala keluarga dan bangunan rumah keluarga semakin bertambah,
sehigga membentuk sebuah komunitas sosial dalam sebuah pedukuhan yang belakangan
bernama pedukuhan Gedongan. Pesantren yang diasuh Kiyai Sa’id pun menjadi masyhur
dengan sebutan Pesantren Gedongan.
TOKOH-TOKOH UTAMA PESANTREN GEDONGAN
Perkembangan Pondok Pesantren Gedongan tidak lepas dari beberapa putera dan
menantu Kiyai Sa'id, salah satunya adalah karena kealiman dan kecerdasan para putera dan
menanmi Kiyai Siraj, seperti Kiyai Ma'shum yang terkenal pintar mengarang syair dengan
bahasa Arab yang sangat bagus. Kitab Nadzhom Safinah yang dikarangnya membuat Kiyai
Sahal Mahfudzh tertarik untuk mensyarahinya dengan judul Faidl Al Hija, kitab ini sekarang
sudah beredar Kiyai Yusuf adik Kiyai Maksum terkenal ketat dalam masalah-masalah fiqih,
pada usianya yang sudah lanjut ia mengharuskan ada seorang santri laki-laki yang
mendampingi dan mendengarkannya membaca Surat Al-fatihah dalam sholatnya, tujuannya
untuk mengetahui apakah bacaan Al-Fatihahnya itu benar atau tidak. Setelah memasuki
generasi selanjutnya. pesantren itu mulai menemukan momentum-momentum yang sangat
luar biasa dalam perkembangannya, di antaranya:
1. Pesantren Gedongan Masa KH Abdul Karim (1921-1940) Kiyai Abdul Karim adalah
putera Kiyai Sa'id yang keenam. Dalam menjalankan tugasnya sebagai penerus
pertama Pondok Pesantren Gedongan pasca wafatnya Kiyai Sa'id, Kiyai Abdul Karim
dikenal sebagai pribadi yang tegas persis Kiayi Sa'id. Dalam kapasitasnya sebagai
sesepuh utama Pondok Pesantren Gedongan ia sangat memperhatikan urusan masjid
termasuk keseriusannya dalam menjalankan tugas sebagai imam masjid, agar tidak
saling gesek antar para putera dan menantu, atau antar cucu dan cucu menantu Kiyai
Sa'id. la dengan bijak mengatur aktifitas belajar mengajar di Pondok Pesantren
Gedongan. Dalam kebijakannya mengatur proses belajar mengajar ini, Kiyai Abdul
Karimi menempatkan KH. Utsman sebagai adik benar-benar diposisikan sebagai
pembimbing santri dan masyarakat, selain itu KH. Ahmad Afifi, Kiyai Maksum
putera pertama KH. Siraj, Kiyai Hambali menantu Kiyai Abdul Karim yang terkenal
sangat alim, dan KH. Yasin menantu pertama KH. Siraj yang saat itu baru saja
memperistri Ny. Hj. Solihah. Atas kebijakan Kiyai Abdul Karim itulah seluruh cucu
Kiyai Sa'id pada saat itu mendapatkan tugas mengajar para santri di pesantren ini.

2. Pesantren Gedongan Masa KH. Siraj (1940-1962) Pasca wafatnya Kiyai Abdul
Karim, Kiyai Siraj sebagai putera bungsu Kiyai Sa'id tampil menjadi sesepuh pondok
dengan lebih memperhatikan urusannya sebagai imam masjid. Sedangkan urusan
pengajian santri diserahkan kepada puteranya Kiyai Maksum yang belum lama pulang
dari Pondok Pesantren Kempek dan kembali menetap di Gedongan setelah ditinggal
wafat isterinya. Dalam menjalankan tugasnya mengajar Kiyai Maksum dibantu oleh
KH. Yasin. Tidak lama kemudian Kiyai Maksum menikah dengan Ny. Dewi cucu Ny.
Aminah yang merupakan puteri pertama Kiyai Sa'id. Pernikahan ini membu Kiyai
Maksum sibuk dengan bolak-balik ke Ketanggungan Brebes, daerah asal mertuanya,
KH. Masduqi. Tidak lama kemudian Kiyai Maksum akhirnya menetap istiqomah di
Pondok Pesantren Gedongan dengan membawa serta istrinya. Pada masa kesepuhan
Kiyai Siraj ini, Kiyai Mahrus Ali yang merupakan cucu Kiyai Sa'id tidak bisa secara
optimal membantu mengajar santri, karena sepulang dari pesantren di Jawa Tengah
dan Jawa Timur la sering singgah di rumah kakak iparnya yaitu Kiyai Mukhlas di
Tegal Jawa Tengah, meskipun demikian Kiyai Mahrus Ali sempat aktif mengajar
santri dan para pemuda Pondok Pesantren Gedongan dan sempat mendirikan
organisasi pernuda bernama "Jami yah Syuhhamiyah Tidak lama setelah itu, Kiyai
Mabrus All yang menurut rencana hendak memperistri Ny Hj. Solihah puteri Kiyai
Siroj, akhirnya diambil menantu Kiyai Abdul Karim Pondok Pesantren Lirboyo
Kediri Jawa Timur. Akhirnya ia menetap di Lirboyo bersama isteri Ny Hj Zainab binti
Kiyai Abdul Karim Lirboyo Kediri. Sesekali dalam satu bulan ia menyempatkan
pulang ke Gedongan untuk keperluan mengontrol aktifitas organisasi yang
didirikannya itu, namun organisasi tersebut tidak berjalan lama dan dibubarkan.

3. Pesantren Gedongan Masa Kiyai Maksum (1962-1967) Meskipun organisasi itu tidak
bertahan lama, beberapa tahun setelah Kiyai Maksum istiqomah di Gedongan, Kiyai
Siraj wafat dan tongkat kesepuhan pondok dilanjutkan oleh putera pertama Kiyai
Siraj, yaitu Kiyai Maksum. Sebagai sesepuh Kiyai Maksum lebih aktif dengan urusan
kemasyarakatan termasuk dalam mengurusi masalah organisasi kemasyarakatan
Nahdlatul Ulama (NU), beruntung adik Kiyai Maksum yang bernama Kyai Yusuf
datang dari pesantren disusul kemudian dengan kedatangan adiknya yang bernama
Kiyai Aqil. Kyai Yusuf dan Kiyai Aqil kemudian membantu mengajar santri.
Khidmat Kiyai Aqil di Pesantren Gedongan tidak berlangsung lama karena ia
kemudian diambil menantu Kiyai Harun Kempek (dinikahkan dengan puteri Kiyai
Harun yang bernama Nyai Afifah). Setelah memasuki usia empat tahun dari
pernikahannya, Kiyai Aqil memutuskan untuk bertempat tinggal di Kempek dan
berkhidmat di pesantren tersebut. Beberapa tahun kemudian dua putera Kiyai Siraj
yaitu Kiyai Rahmatullah dan Kiyai Amin secara tidak bersamaan datang dari
pesantren. Kedua kiyai muda yang dikenal alim ilmu gramatika Bahasa Arab inipun
lantas turut beperan dalam manajemen pesantren dan mengajar santri. Dengan
demikian keterampilan semua putera dan menantu Kiyai Siraj dalam berkhidmat
meneruskan pesantren peninggalan kakeknya itu semakin mendapat pengakuan dari
masyarakat luas sebagaimana pada zaman Kiyai Sa'id. Kharisma mereka seolah
merupakan penjelmaan dari karisma Kiyai Sa'id sang kakek dan Kiyai Siraj sang
ayah. Pesantren Gedongan pada masa Kiyai Maksum, mulai menapaki pendirian
Madrasah Manbaul Hikmah pada tahun 1967. Hal ini dimotori oleh Kiyai Yasin.
secara bertahap yaitu pada tahun 1968 didirikanlah Madrasah Al-Huffadz oleh Kyai
Abu Bakar shofwan yang merupakan menantu Kyai Siraj

Anda mungkin juga menyukai