Anda di halaman 1dari 31

MANAQIB

1. Imamul Qutb Prof. DR. Al Hafidz Al Musnid Al Habib


Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih
2. Imamul Qutb Alhabib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih

Pendahuluan
Menurut kamus Munjib dan Kamus Lisanul ‘Arab, Manaqib
adalah: ungkapan kata jama’ yang berasal dari kata Manqibah
artinya: Atthoriqu fi al jabal, jalan menuju gunung atau dapat
diartikan dengan sebuah pengetahuan tentang akhlaq yang
terpuji, akhlaqul karimah.

Dari pengertian ini manaqib dapat diartikan:


"Sebuah upaya untuk mendapatkan limpahan kebaikan dari
ALLAH SWT dengan cara memahami kebaikan-kebaikan para
kekasih Allah yaitu para Aulia. Sebab Para wali dicintai oleh
ALLAH dan para wali sangat cinta kepada ALLAH dan Rasul-Nya."
Dalam al-Quran sendiri banyak ayat-ayat yang menjelaskan
tentang kisah-kisah orang-orang tertentu... Ada kisah para Nabi,
kisah para rasul, umat terdahulu, para wali dan lain-lain yang
semuanya itu merupakan manaqib dan perlu diambil pelajaran
darinya.

Dalam al-Qur’an Surat Hud ayat 120: Digambarkan bagaimana


suatu manaqib membawa pelajaran penting bagi umat manusia:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceriterakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hati kamu, dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. "

Doa Sebelum pembacaan manaqib (dibaca Bersama atau


sendiri dan dijahrkan atau di dalam hati)
Bi barakati, wal karamati (Shohibul Manaqib) Imamul Qutb Prof.
DR. Al Hafidz Al Musnid Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir
Bilfaqih wa Imamul Qutb Alhabib Abdul Qodir bin Ahmad
Bilfaqih, Bi syafa’ati Nabiyyina Muhammadin Saw, Bibidznillahi
wa Ridhollah ya ALLAH, ya ALLAH innaka ‘ala kulli syay’in qadir."

MANAQIB
Imamul Qutb Prof. DR. Al Hafidz Al Musnid Al Habib Abdullah
bin Abdul Qadir Bilfaqih

Al Habib Abdullah bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad BilFaqih al-’Alawi


adalah ulama yang masyhur alim dalam ilmu hadits. Beliau
menggantikan ayahandanya Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad
BilFaqih sebagai penerus mengasuh dan memimpin
pesantren yang diasaskan ayahandanya tersebut pada 12 Rabi`ul
Awwal 1364 / 12 Februari 1945 di Kota Malang, Jawa Timur.
Pesantren yang terkenal dengan nama Pondok Pesantren Darul
Hadits al-Faqihiyyah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pesantren
ini telah melahirkan banyak ulama yang kemudian hari bertebaran
di segenap pelosok Nusantara. Sebagian dari mereka telah
mengikuti jejak langkah guru mereka dengan membuka pondok-
pesantren demi menyiarkan dakwah dan ilmu, antaranya ialah
Habib Ahmad al-Habsyi (PP ar-Riyadh, Palembang), Habib
Muhammad Ba’Abud (PP Darun Nasyi-in, Lawang), Kiyai Haji
‘Alawi Muhammad (PP at-Taroqy, Sampang, Madura) dan lain-
lainnya

Nasab dan Kelahiran Beliau

Beliau adalah Al Imam Qutb Alhabib Abdullah bin Abdul Qadir bin
Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah
bin Umar bin Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih
bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin
Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Sayyidina Al-Imam Ahmad
AlMuhajir bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-
Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi
bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam
Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-
Husein Putra dari Sayidina Ali dan Sayidatina Fatimmah az-zahro’
Binti Rosululloh Solalloh ‘alaihi wa salam.

Kelahiran al-Habib Abdullah Bilfaqih

al-Habib Abdullah lahir di Kota Surabaya pada tanggal 12 Rabiul


Awal 1355 H, yang bertepatan dengan 1 Juni 1936 M, ayahnya
adalah al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, seorang tokoh
pendidik dan guru yang sejati, ia merupakan ulama yang sangat
menguasai dalam ilmu hadis dan menjadi rujukan umat di
zamannya. Sedangkan ibunya adalah asy-Syarifah Ummi Hani
binti Abdillah bin Agil.
al-Habib Abdullah merupakan seorang ulama pakar dalam ilmu
hadis. Ia adalah putera dan khalifah tunggal dari ayahnya, al-
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih yang merupakan pendiri
Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Li Ahlussunnah wal
jama’ah, yang berdiri pada 12 Rabiul Awwal 1364 H, bertepatan
dengan 12 Februari 1945 M di Kota Malang, Jawa Timur.

Pesantren ini telah melahirkan para ulama yang bertebaran


menyebarkan Islam di segenap pelosok nusantara. Sebagian dari
mereka mengikuti jejak langkah gurunya dengan membuka
pondok pesantren, madrasah ataupun majelis taklim demi
menyiarkan dakwah islam dan ilmu agama.

Ayah dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadis,


sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah al-Habib Abdul
Qadir dan al-Habib Abdullah. Begitu besar keinginan sang ayah
untuk ‘mencetak’ anaknya menjadi ulama dan ahli hadis untuk
mewarisi ilmunya. Akhirnya oleh Allah swt dikabulkanlah
keinginan al-Habib Abdul Qadir tersebut.

Sebelum dikaruniai putera, al-Habib Abdul Qadir menunaikan


ibadah haji dan berziarah ke Makam Rasulullah saw di Kota
Madinah. Di sana beliau memanjatkan do’a khusus kepada Allah
swt agar dikaruniai putera yang kelak tumbuh sebagai ‘alim yang
mengamalkan ilmunya dan menjadi seorang ahli hadis. Selang
beberapa bulan do’a itupun dikabulkan oleh Allah swt.

Lahirlah seorang putera yang dinanti-nantikannya tersebut,


kemudian diberi nama Abdullah. Sesuai dengan do’a yang
dipanjatkan di hadapan makam Rasulullah saw, maka al-Habib
Abdul Qadir pun mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk
mendidik buah hati yang dinanti-nantikannya itu. Pendidikan
yang diberikan sang ayahanda ini tidak sia-sia. Ketika masih kecil
ia sudah menampakkan kecerdasan dan bakat sebagai ahli hadis

Masa belajar sang maestro hadis


Sejak kecil ia berada dibawah asuhan dan bimbingan
ayahandanya. Antara keduanya terdapat keseimbangan, yaitu
ketekunan sang guru (Ayahandanya, yaitu al-Habib Abdul Qadir
bin Ahmad Bilfaqih.) dalam mengajar dan kegigihan sang murid
(al-Habib Abdullah.) dalam mengikuti petunjuk dari sang guru
serta dalam menuntut ilmu. Selain kepada ayahandanya beliau
juga belajar kepada al-Habib Ali bin Husein al-Attas di Jakarta,
yang dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, seorang ‘alim dan
sebagai tokoh ulama yang menjadi rujukan para ulama
dizamannya.

Keuletan dan kegigihan al-Habib Abdullah dalam menimba ilmu


amatlah sulit dicari tandingannya. Siang dan malam waktunya
hanya dipergunakan untuk belajar. Sang ayah benar-benar
melihat semangat anaknya ini dalam belajar.

“Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar.” Hadis inilah


yang menjadi motifasi serta pendorong al-Habib Abdullah bin
Abdul Qadir Bilfaqih dalam mencari ilmu dan menyebarkan
dakwah Islamiyah.

Ayahnya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih pernah


mengatakan: “Aku telah mewariskan kepada puteraku ini empat
puluh satu cabang ilmu agama.” Karenanya, tidaklah
mengherankan jika pada usia 7 tahun, al-Habib Abdullah bin
Abdul Qadir Bilfaqih sudah mampu menghafal al-Qur’an dan pada
usia sekitar 20 tahun ia telah mampu menghafal Kitab Hadis
Bukhari dan Muslim lengkap dengan matan serta sanadnya yang
bersambung hingga Rasulullah SAW.

Hal ini bukan terjadi secara kebetulan tanpa adanya suatu usaha.
Melainkan adanya usaha yang seimbang antara sang ayah dan
puteranya itu. al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, sang
ayah yang juga sebagai maha guru tunggal al-Habib Abdullah
Bilfaqih, telah mengerahkan segala daya dan upaya untuk
memimbing dan mendidik serta mengantarkan sang putera ini
menjadi seorang ulama yang ilmunya bermanfaat serta dapat
menggantikan peranan dan dakwah sang ayah.

Namun di sisi lain sang putera yang selaku murid ini


mengimbanginya dengan semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun
dan rajin. Maka imbanglah antara upaya sang ayah dalam
mendidik dan kemauan serta semangat belajar sang putera.

Kemudian al-Habib Abdullah menempuh pendidikan madrasah


ibtidaiyah dan tsanawiyah di Lembaga Pendidikan at-Taraqqi yang
berada di Kota Malang. Di madrasah itu pula, al-Habib Abdul
Qadir mengajar. Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat
ibtidaiyah, kemudian ia melanjutkan ke tingkatan madrasah
aliyah di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadits al-
Faqihiyyah di bawah asuhan ayahandanya sendiri.

Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Teman-teman


sebayanya mengenal al-Habib Abdullah sebagai kutu buku.
Dengan tekun ia menelaah berbagai kitab. Gara-gara terlalu kuat
dalam belajar, ia pernah jatuh sakit. Meskipun begitu, hal itu
tidak membuatnya berhenti belajar, walaupun dalam keadaan
seperti itu ia tetap saja belajar dan belajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sejati


adalah mereka yang mencintai ilmu, ia selalu merasa haus akan
ilmu. Sehingga selalu berusaha belajar dan memperdalam ilmu-
ilmu agama dalam mengisi hidupnya. Sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir
Bilfaqih: “Tidaklah seseorang dikatakan hidup apabila ia tidak
berilmu.” Tentunya ucapan tersebut bukan sekedar ucapan yang
diucapkan begitu saja, melainkan merupakan cerminan dari
kehidupannya yang selalu dilandasi dengan ilmu.

Sebagaimana sabda Baginda Nabi Muhammad saw yang


diriwayatkan oleh al-Imam at-Tabrani dan al-Imam Ibnu Abdil
Baar dari Sahabat Ibnu Abbas, yang artinya: “Barangsiapa oleh
Allah dikehendaki memperoleh suatu kebajikan, maka ia akan
diberi kefahaman dalam agama.”

Seorang ulama ahli hadist dan Ahli 4 Madzhab


al-Habib Abdul Qadir sang ayah menginginkan agar puteranya
kelak mewarisi ilmu yang dimiliki al-Habib Abdul Qadir. Maka dari
itu al-Habib Abdul Qadir pun berusaha keras mendidik sang anak
agar menjadi seorang yang ahli dalam ilmu hadis. Wajarlah jika
dalam usia relatif muda, ia telah menghafal kitab-kitab induk
dalam ilmu hadis.

Diantaranya kitab-kitab yang dipelajarinya adalah, Kitab Shahih


Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Musnad
al-Imam asy-Syafi’i, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hambal,
Muwatha’ karya al-Imam Malik, an-Nawadirul Ushul karya al-
Imam Hakim at-Tirmidzi, al-Mu’jam ats-Tsalats karya Abul Qasim
ath-Thabrani. Semua itu telah dihafalkannya dengan baik.

Tidak hanya sekedar menghafal hadis, al-Habib Abdullah juga


memperdalam ilmu musthalah hadis, yaitu ilmu yang
mempelajari hal ihwal hadis berikut para perawinya. Juga ilmu
rijalul hadis, yaitu ilmu tentang para perawi hadis. Ia juga
menguasai Ilmu jarh wa ta’dil (Kriteria hadis yang dapat diterima
sesuai persyaratan ilmu hadis.) dengan mempelajari Kitab at-
Taqrib at-Tahzib karya al-Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, al-Mizan
at-Ta’dil karya al-Hafidz adz-Dzahabi.

Dari kecerdasan dan keluasan al-Habib Abdullah dalam ilmu


hadis, maka ia mendapat gelar Honoriscausa sebagai Doktor dan
Profesor. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih menerima
gelar Doktor Honoriscausa dalam bidang ilmu hadis dari al-Azhar,
Cairo, Mesir, sedangkan gelar Profesor Honoriscausa dari al-
Jama’ah, Lahore, Pakistan, serta dari Darunnadwah, Locnow,
India pada tahun 1970 M.

Gelar tersebut diberikan, karena memang pantas disandang


dengan melihat kepakarannya dalam ilmu hadis. Setiap ia
menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw selalu disebutkan
pula sanad dan perawinya. Maka tidak berlebihan jikalau ia
menyandang sebagai muhaddis di zamannya

Selain dikenal sebagai ahli hadits, Habib Abdullah juga


memperdalam tasawuf dan fiqih, juga langsung dari
ayahandanya. Dalam ilmu fiqih ia mempelajari kitab fiqih empat
madzhab (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali),
termasuk kitab-kitab fiqih lain, seperti Fatawa Ibnu Hajar,
Fatawa Ramli, dan Al-Muhadzdzab Imam Nawawi. pada tahun
1960 beliau menerima gelar doctor honoris causa dalam bidang
Ilmu Hadits Dari Al-Azhar Cairo Mesir.

Kedudukan Ayah Habib Abdul Qadir Bilfagih dan Anak Habib


Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih

Bapak dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadits,


sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah Habib Abdul
Qadir dan Habib Abdullah.
Masyarakat Malang dan sekitarnya mengenal dua tokoh ulama
yang sama-sama kharismatik, sama-sama ahli hadits, sama-
sama pendidik yang bijaksana. Mereka adalah bapak dan anak:
Habib Abdul Qadir Bilfagih dan Habib Abdullah bin Abdul Qadir
Bilfagih. Begitu besar keinginan sang ayah untuk “mencetak”
anaknya menjadi ulama besar dan ahli hadist – mewarisi ilmunya.

Hal itu tentu saja tidak terjadi secara kebetulan. Semua itu berkat
kerja sama yang seimbang antara ayah yang bertindak sebagai
guru dan anak sebagai murid. Sang guru mengerahkan segala
daya upaya untuk membimbing dan mendidik sang putra,
sementara sang anak mengimbanginya dengan semangat belajar
yang tinggi, ulet, tekun, dan rajin.

Menjelang dewasa, Habib Abdullah menempuh pendidikan di


Lembaga Pendidikan At-Taroqi, dari madrasah ibtidaiyah hingga
tsanawiyah di Malang, kemudian melanjutkan ke madrasah
aliyah di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah li Ahlis
Sunnah Wal-Jama’ah. Semua lembaga pendidikan itu berada di
bawah asuhan ayahandanya sendiri.

Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Dengan tekun


ia menelaah berbagai kitab sambil duduk. Gara-gara terlalu kuat
belajar, ia pernah jatuh sakit. Meski begitu ia tetap saja belajar.
Barangkali karena ingin agar putranya mewarisi ilmu yang
dimilikinya, Habib Abdul Qadir pun berusaha keras mendidik
Habib Abdullah sebagai ahli hadits.

Maka wajarlah jika dalam usia relatif muda, Habib Abdullah telah
hafal dua kitab hadits shahih, yakni Shahihul Bukhari dan
Shahihul Muslim, lengkap dengan isnad dan silsilahnya. Tak
ketinggalan kitab-kitab Ummahatus Sitt (kitab induk hadits),
seperti Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzy, Musnad Syafi’i,
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal; Muwatha’ karya Imam Malik;
An-Nawadirul Ushul karya Imam Hakim At-Turmudzy; Al-Ma’ajim
ats-Tsalats karya Abul Qasim At-Thabrany, dan lain-lain.

Tidak hanya menghafal hadits, Habib Abdullah juga


memperdalam ilmu musthalah hadist, yaitu ilmu yang
mempelajari hal ikhwal hadits berikut perawinya, seperti Rijalul
Hadits, yaitu ilmu tentang para perawi hadits. Ia juga menguasai
Ilmu Jahr Ta’dil (kriteria hadits yang diterima) dengan
mempelajari kitab-kitab Taqribut Tahzib karya Ibnu Hajar Al-
Asqallany, Mizanut Ta’dil karya Al-Hafidz adz-Dzahaby

Ahli Dakwah, Pengajar, Thoriqoh dan Seorang Murobbiruh

Selain belajar, mengajar di pesantren, beliau pernah menajabat


sebagai dosen IKIP , kemudian pada tahun 1960 menjabat dosen
Ilmu Tafsir Al-Qur`An Di Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel Malang, selain itu juga diangkat sebaagai penasihat
Menteri Penghubung ` Alim Ulama , juga sebagai penasihat Ahli
Menteri Kesra RI dalam bidang fatwa agama, sedang dalam bidang
Thoriqoh beliau membai`ah dan melanjutkan jabatan mursyid
Thoriqoh Al` Alawiyyah Al –Mu`Tabaroh sebagai mana
ayahandanya.

Sejak semula hingga akhir hayat beliau selalu penuh semangat


dalam dakwah islamiyyah di didalam maupun di luar negeri,
forum mimbar lainnya seperti media cetak, radio pusat maupun
regional dan lain-lain

Setelah ayahandanya mangkat pada 19 November 1962 (21


Jumadil Akhir 1382 H), otomatis Habib
Abdullah menggantikannya, baik sebagai pengasuh pondok
peantren, muballigh, maupun pengajar. Selain menjabat direktur
Lembaga Pesantren Darul Hadits Malang, ia juga memegang
beberapa jabatan penting, baik di pemerintahan maupun
lembaga keagamaan, seperti penasihat menteri koordinator
kesejahteraan rakyat, mufti Lajnah Ifta Syari’i, dan pengajar
kuliah tafsir dan hadits di IAIN dan IKIP Malang. Ia juga sempat
menggondol titel doktor dan profesor.

Sebagaimana ayahandanya, Habib Abdullah juga dikenal sebagai


pendidik ulung. Mereka bak pinang dibelah dua, sama-sama
sebagai pendidik, sama-sama menjadi suri tedalan bagi para
santri, dan sama-sama tokoh kharismatik yang bijak. Seperti
ayahandanya, Habib Abdullah juga penuh perhatian dan kasih
sayang, dan sangat dekat dengan para santri.

Setelah kemangkatan ayanndanya Habib Abdul qodir bi faqih


sebagai putra tunggal beliau otomatis menggantikan posisi
ayahandanya melanjutkan perjuangan dalam bidang pengajaran
dan pendidikan di pesantren maupun bidang da’wah islamiyyah.
Begitupun dengan majlis ta’lim yang pernah di selenggarakan oleh
ayahandanya, beliau meneruskan kegiatan tersebut, majlis ta’lim
yang di maksud adalah majlis yang bersifat khusus (thoriqot) yang
di selenggarakan minggu pertama dan minggu ketiga di pesantren
darul hadist. Di samping itu juga beliau da’wah hingga ke plosok
daerah di indonesia dan di berbagai negara. Setiap akhir
ceramahnya beliau selalu mengajak para jamaah untuk
mengingat Alloh Swt dan Rosululloh SAW sambil meneteskan
airmata, mengingat lumuran dosa meresapi bahwa hidup ini
hanyalah bersifat sementara dan pada saatnya nanti kita akan
mati serta di mintai pertanggung jawabannya oleh Sang Pencipta.

Kepada santri-santri dan putra putri nya Beliau Memberikan


perhatian yang besar, setiap malam sebelum sholat tahajut beliau
selalu keliling P0ndok pesantren untuk melihat santri-santrinya
yang tertidur jika ada kain yang tersingkap beliau lantas
menuntupinya, dan jika beliau mengajar dan tidak tampak
putranya di majlis maka beliu menyuruh santri memanggil putra-
putranya tersebut untuk ikut serta ta’lim di majlis Ayahandanya
tersebut. Beliau selalu mengontrol putra-putri, santri serta murid
thoriqohnya dengan jalan zhohir maupun batin karena beliu
adalah termasuk orang MUKASYIF yakni orang yang dapat
melihat hal-hal yang ghoib dengan tahadutsan bin ni’mah beliu
RA Pernah mengatakan bahwa Alloh SWT memberikan karunia
KASYAF Kepadaku sejak aku masih muda.

Kecintaan Kepada Baginda Rasululloh SAW


Hubungan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dengan
Baginda Rasulullah saw bukan hanya faktor nasab saja,
melainkan sebuah petunjuk dan ‘inayah Allah swt yang
memberikan ma’rifat (Pengenalan yang sangat mendalam.)
kepada hamba yang telah dipilih-Nya.

Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-


Bukhari dari Sahabat Abdullah bin Umar: “Belum dikatakan
beriman salah seorang diantara kalian,
sehingga aku (Rasulullah saw.) lebih dicintai dari pada anaknya,
orang tuanya, harta bendanya, dan dari sekalian manusia.”
Jelaslah bahwa mencintai Baginda Rasul saw merupakan
keharusan bagi setiap insan muslim dan mukmin. Cinta yang
dimaksud, bukan hanya ungkapan cinta di bibir dan lisan saja,
melainkan cinta yang disertai dengan mengikuti segala ajaran
serta meninggalkan semua larangan beliau saw.

Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh al-Habib Abdullah


Bilfaqih: “Janganlah mencintai Rasulullah saw dengan cinta yang
dusta. Kita menyatakan cinta, namun kita jauh dari ajarannya.
Maka itu merupakan cinta yang palsu serta sebuah kebohongan
belaka.”

Telah kita ketahui bersama bahwa al-Habib Abdullah Bilfaqih


adalah seorang ulama ahli hadis yang senantiasa
menyebarluaskan sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sudah barang
tentu hubungan rohaninya dengan Baginda Rasulullah saw
sangatlah dekat. Dalam berbagai forum, ia selalu menyampaikan
hadis-hadis Rasulullah saw.

Setiap kali ia menyebut nama Rasulullah saw, selalu dengan


sebutan sempurna yang menunjukkan
rasa ta’dzimnya (Hormat.) terhadap Rasulullah saw. Pada saat
majelis taklimnya, ia mengajak para hadirin bertawassul serta
bershalawat kepada Baginda Muhammad saw. Saat ia
menyebutkan nama Rasulullah saw selalu diiringi dengan
cucuran air mata. Tentu saja hal ini bukan sesuatu hal yang
dibuat-buat, sebagaimana yang dituduhkan sebagian kelompok
kepada dirinya.
Mereka mengatakan, bahwa perbuatan tersebut menyerupai
perbuatan agama lain dan cara-cara aliran sesat serta musyrik.
Padahal hal ini merupkan bukti kecintaan yang tulus dan sangat
mendalam terhadap Rasulullah saw. Sejatinya, mengingat orang
yang dicintai, baik secara sadar maupun tidak sadar, akan
membuat hati dan jiwa kita terasa bergetar. Dari getaran hati dan
jiwa itulah yang membuat air mata bercucuran, inilah yang
dinamakan kesucian dan keseriusan cinta.

Teramat cintanya kepada Rasulullah saw, Nampak pada


kecintaannya terhadap para Saadah al-Alawiyyin atau yang lebih
popular dengan Dzuriat Rasulullah saw. (Anak cucu/keturunan
Rasulullah saw, yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
Habib, Sayyid ataupun Syarif.) Lebih-lebih kepada para Saadah
yang sudah berusia lanjut. Jika mereka datang berkunjung ke
rumahnya, maka ketika mereka pulang, ia mengantarkan mereka
hingga ke pintu gerbang rumahnya, bahkan sampai ke
kendaraannya. Tidak jarang ia memberikan hadiah kepada
mereka sebagai bentuk penghormatannya

Kecintaan beliu kepada Baginda Rosululloh SAW sangat dalam,


pada saat beliau menyebut baginda Rosululloh SAW selalu diiringi
dengan mengucurkan air mata, hal ini merupakan bukti
kecintaan yang dalam dan tulus dari Beliau. Begitu pula pada
acara majlis ta’lim beliau mengajak para jama’ah untuk
bertawashul dan bersolawat kepada baginda Rosululoh SAW
dengan mengucurkan air mata, tentu saja ini bukan maksud
untuk dibuat-buat (seperti banyak yang dituduhkan sebagian
kelompok) bahwa perbutan tersebut menyerupai agama lain atau
aliran sesat, padahal itu emua adalah merupakan bukti cinta yang
mendalam kepada Rosululloh Saw karena kesucian dan
keseriusan cinta maka akan bercucurlah air mata.

Seorang Waliyulloh

Beliau RA adalah seorang ulama besar dan waliyulloh suatu


ketika beliau didatangi oleh Nabi Khidir AS sebagaimana yang
beliau tuturkan , nabi Khidir memberi salam “SELAMAT
SEJAHTERA WAHAI WALI QUTUB….PUTRA DARI WALI
QUTUB…..DAN BAPAK DARI WALI QUTUB....” dan ini juga adalah
merupakan suatu isyaroh bahwa suatu hari kelak anak-anak
beliau yang masih hidup dan sekarang menjadi pengasuh Pon-pes
Darul Hadist Al faqihiyyah yaitu Habib Muhammad bil Faqih,
habib Abdul qodir bil faqih dan Habib Abdurrohman Bil faqih akan
menjadi wali-wali qutub. Sifat dan karekter mereka dalam
berda’wah dan mengisi majlis ta’lim sama seperti Ayahandanya
tegas dan disiplin, ini yang saya rasakan waktu saya belajar di
pesantren Darul Hadist al faqihiyyah tahun 1998 kalau anak-
anak beliau memberikan ceramah atau mengajar di kelas semua
santri akan tertunduk seakan-akan sedang berhadapan dengan
Ayanhanda Beliau Al hafid Habib Abdulloh Bil Faqih.

Sebagai guru, ia sangat memperhatikan pendidikan santri-


santrinya. Hampir setiap malam, sebelum menunaikan shalat
Tahajjud, ia selalu mengontrol para santri yang sedang tidur. Jika
menemukan selimut santrinya tersingkap, ia selalu
membetulkannya tanpa sepengetahuan si santri. Jika ada santri
yang sakit, ia segera memberikan obat. Dan jika sakitnya serius,
ia akan menyuruh seseorang untuk mengantarkannya ke dokter.

Seperti halnya ulama besar atau wali, pribadi Habib Abdullah


mulia dan kharismatik, disiplin dalam menyikapi masalah hukum
dan agama. Tanpa tawar-menawar, sikapnya selalu tegas: yang
haq tetap dikatakannya haq, yang bathil tetap dikatakannya
bathil.

Salah satu nasehart Beliau, Jadilah orang yang shaleh, karena


orang-orang yang shaleh akan bahagia di dunia dan di akherat.
Dan jadilah orang yang benar, jangan menjadi orang yang pintar,
karena orang yang pintar belum tentu benar, tetapi orang yang
benar sudah pasti pintar.

Sikap konsisten untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar


itu tidak saja ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada
pemerintah. Pada setiap kesempatan hari besar Islam atau hari
besar nasional, Habib Abdullah selalu melancarkan saran
dan kritik membangun – baik melalui pidato maupun tulisan

Pengabdiannya terhadap Tanah Air dan bangsa


Ia tidak pernah condong kepada salah satu pihak saja, namun
semua pihak dirangkul dan diayomi. Ia berpendapat, apabila
condong kepada salah satu pihak saja, maka yang terjadi akan
meresahkan dan semakin mengkotak-kotak umat. Sebab ulama
yang sejati adalah mereka yang memegang prinsip secara tegas
dan membawa umat menuju persatuan dan kesatuan guna
mengantar mereka ke jalan Allah swt dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan negara ini, ia sering kali mengatakan: “Jadilah


seorang Pancasilais yang muslim dan jadilah sosok muslim yang
Pancasilais.” Hal tersebut pernah dimuat dalam salah satu
artikelnya dalam harian surat kabar yang berjudul ‘Mengapa
Umat Islam Menerima Pancasila?’

al-Habib Abdullah Bilfaqih adalah seorang tokoh ulama yang


selalu melakukan kerjasama positif yang harmonis dengan
para umara’ (Para pejabat pemerintahan.) untuk bersama-sama
membangun masyarakat Indonesia yang seutuhnya, guna
tercapainya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah
swt. Sehingga tercapainya Baldatun Tayyibatun Wa Rabbun
Ghafur sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an.

Ia selalu menekankan pentingnya hubungan yang harmonis


antara ulama dan umara’, agar keduanya selalu berjalan
bersama-sama dalam membangun bangsa dan negara ini. Ia
berpandangan bahwa ulama dan umara’ harus dapat
menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya secara benar,
maka dengannya akan tercapai segala yang dicita-citakan oleh
seluruh Bangsa Indonesia.

Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Baginda Nabi


Muhammad saw, yang artinya: “Dua golongan dari umatku,
apabila keduanya mampu menjalin hubungan dengan harmonis,
maka umat akan menjadi baik. Namun apabila keduanya tidak
dapat menjalin hubungan dengan baik, maka umat akan hancur.
Kedua golongan tersebut adalah ulama dan umara’.”

Demi mashlahat umat, al-Habib Abdullah tidak segan-segan


mengkritik dan memberi masukan kepada para pejabat
pemerintah. Oleh sebab itu ia ditunjuk sebagai penasehat ahli
Menkokesra dan atas permintaan dari pemerintah, ia juga ikut
serta membina beberapa majelis di beberapa departemen
pemerintahan, baik di sektor sipil maupun TNI.

Salah satunya ia membina kajian ‘Moral dan Spiritual Umat.’


Kajian ini tujuannya adalah demi tercapainya pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin serta demi
kelangsungan pembangunan bangsa dan Negara Republik
Indonesia.

Pernah dalam salah satu ceramah al-Habib Abdullah Bilfaqih


pada saat HUT (Hari Ulang Tahun.) Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia ke-28, yang bertepatan pada 14 Agustus 1973
M, yang disiarkan secara langsung di RRI dan dapat disimak
pendengar di seluruh Indonesia.Ia menceritakan dan mengupas
tuntas tentang perjuangan para pahlawan sebelum kemerdekaan
hingga sejarah proklamasi dan juga menjelaskan peranan serta
tanggung jawab antara ulama dan umara’. Pidato tersebut
disampaikan dengan tema ‘Amalkan Amanat dan Wasiat Para
Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.’
Ia menginginkan bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat.
Oleh karenanya, ia selalu mengingatkan bahwa pemuda-pemuda
sekarang adalah pemimpin yang akan datang, maka dari itu
hendaklah para pemuda mengisi masa mudanya dengan
menuntut ilmu agama dan melaksanakan ibadah dengan benar
sebagai modal untuk mengenal dan mencintai Allah swt serta
Rasul-Nya. Karena menurutnya, maju mundurnya suatu bangsa
dapat dilihat bagaimana pemudanya saat ini.

Pernah dalam sebuah ceramahnya pada peringatan HUT


berdirinya Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-
Faqihiyyah Malang pada tahun 1985 M, al-Habib Abdullah
Bilfaqih mengatakan bahwa sebagian para pemuda di negeri ini
sudah mulai meninggalkan ajaran agama serta semakin jauh dari
Allah swt dan Rasul-Nya.

Ia mengatakan: “Negara-negara di luar kagum dengan kemajuan


Bangsa Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kedokteran dan lain-lain. Namun semua itu yang amat
disayangkan, mulai menjalarnya wabah narkotika dikalangan
pemuda-pemudi kita di bumi pertiwi ini. Saya menghimbau
kepada para ulama, aparat negara, dan orang tua agar
menyelamatkan mereka dari hal tersebut. Karena sesungguhnya
merekalah yang bertanggung jawab atas hal ini.” (Dimuat di
harian Pelita pada Senin 25 Maret 1985 M.)

Akhlak dan perilaku al-Habib Abdullah Bilfaqih


Akhlak dan perilakunya meneladani Rasulullah saw. Setiap orang
yang mengenalnya, pasti akan melihat keindahan akhlak dan budi
pekertinya. Ia adalah seseorang yang dalam dirinya terkumpul
antara ilmu dzahir dan batin. Seseorang yang dipenuhi bejana
ilmu, namun akhlak dan budi pekertinya sangatlah luar biasa.
Pernah dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan: “Seandainya
aku dapat bersujud di bawah bumi, sungguh itu akan aku
lakukan.”

Rumahnya selalu terbuka lebar bagi mereka semua yang datang


berkunjung. Tamu-tamu terus berdatangan, baik mereka yang
ingin bertanya, meminta ijazah, bahkan para pejabat
pemerintahan pun datang meminta arahan dan pendapat
kepadanya. Tidak sedikit para ulama dalam dan luar negeri
datang kepadanya untuk saling tukar menukar sanad hadis dan
ijazah. Tidak jarang ia menyuguhkan hidangan langsung kepada
para tamunya.

Dikisahkan oleh salah seorang murid dekatnya, bahwa pada


suatu hari ada seorang tamu yang bermaksud menguruskan surat
tanah miliknya. Setelah menjelaskan panjang lebar, intinya tamu
itu meminta sejumlah uang untuk pengurusan surat tanah
tersebut. Lalu al-Habib Abdullah memberikan sejumlah uang
yang diminta oleh tamu tersebut. Setelah itu, sang tamu itupun
memohon diri, dengan hormat dan senyum ramah al-Habib
Abdullah pun mempersilahkan tamu itu pulang.

Setelah tamu itu pergi, al-Habib Abdullah berkata kepada


muridnya, bahwa tamu tadi telah menipunya. Begitulah kepekaan
mata batinnya, walaupun ia mengetahui tamunya tadi bermaksud
jahat, namun ia tetap menghormatinya. Karena ia berprinsip,
tamu itu wajib mendapat penghormatan dari shahibul
bait. (Pemilik rumah.) Betul apa yang telah dikatakan oleh al-
Habib Abdullah, bahwa tamu tadi tidak pernah muncul lagi dan
surat yang dimaksud pun tidak kunjung datang.

Diantara amalan al-Habib Abdullah Bilfaqih


Ia adalah seorang hamba yang dekat dengan Tuhannya. Tidak ada
waktu yang terlewat tanpa diisi dengan ibadah. Ibadahnya telah
mencakup ibadah dzahir dan batin. Ia merupakan ulama yang
benar-benar memegang teguh hukum yang telah ditetapkan Allah
swt dan Rasul-Nya. Sebagaimana ayahandanya, jangankan
perkara yang haram, yang makruh pun tidak ia lakukan.

Prinsipnya dalam menjaga syari’at ini betul-betul diperhatikan


dan selalu dipegang teguh. Tak hanya bagi dirinya, bahkan itu
juga ia terapkan pagi para murid didiknya. Ia selalu menekankan
kepada para muridnya agar tidak melihat wanita yang bukan
muhrimnya, karena itu merupakan perbuatan haram dan dosa.
Bagi para murid yang melanggar akan hal ini maka ia akan
memberikan peringatan dan sanksi yang tegas. Begitu pula ia
akan marah serta memberikan sanksi yang berat bagi para murid
yang terlambat menunaikan Shalat Subuh (Hingga terbitnya
matahari.) dan perkara-perkara lain yang menyalahi aturan
agama.
Ia berbuat semacam ini semata-mata sebagai bentuk perhatian
dan kasih sayang terhadap para muridnya. Tujuannya agar para
murid benar-benar dapat menerapkan syariat agama yang telah
diajarkan kepada mereka. Perhatian yang sangat besar dan
keseriusan dalam mendidik para muridnya, membuat para santri
dapat benar-benar melaksanakan hukum-hukum agama yang
telah ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.

Ia menginginkan agar para santrinya itu dapat mengamalkan ilmu


yang telah dipelajarinya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh al-Imam Abu Syeikh dari Sahabat Abu
Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, yang
artinya: “Orang yang berilmu adalah orang yang mampu
mengamalkan ilmunya.”

Shalat sunnah baginya merupakan shalat yang wajib. Ia tidak


pernah meninggalkan shalat-shalat sunnah yang telah dianjurkan
dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Ditengah malam ia selalu
istiqamah menjalankan Shalat Tahajjud, membaca al-Qur’an,
membaca shalawat, mendo’akan para murid-muridnya, serta
menulis artikel-artikel keagamaan.

Ia selalu menggunakan waktu malamnya untuk ‘mengetuk pintu


Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi,’ yang mana hal ini
ia lakukan hingga akhir hayatnya. Sebagaimana dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim: “Shalat yang
paling utama setelah shalat lima waktu adalah shalat pada
pertengahan malam.”

Juga hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Baihaqi dan al-


Imam Ibnu Dunya: “Yang paling mulia dari umatku adalah
mereka yang menghafalkan al-Qur’an dan yang selalu
menghidupkan malam-malamnya untuk beribadah kepada Allah.

Penulis yang produktif


al-Habib Abdullah juga aktif sebagai penulis artikel yang produktif
di berbagai media cetak dalam negeri, diantaranya: Harian
Merdeka, Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita
Buana, Berita Yudha. Selain itu, ia juga menulis di beberapa
media luar negeri, diantaranya adalah:
al-Liwa’ul Islami yang terbit di Mesir, al-Manhaj yang terbit di
kawasan Arab Saudi, at-Tadhammun yang terbit di
Mesir, Rabithah ‘Alam al-Islami yang terbit di Makkah, al-
‘Arabi yang terbit di Makkah, al-Madinatul al-Munawwarah yang
terbit di Madinah, al-Wihdah, al-Jundi, al-Wa’yu al-Islami, serta
masih banyak lagi.

Diantara karya al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih


adalah:
1. Siapakah Ahlussunnah wal jama’ah?
2. Mengapa umat Islam menerima Pancasila?
3. Islam dan Tanda-tandanya, Iman serta bagian-bagiannya.
4. Majmu’atul Fatawa Wal Buhuhts al-Islamiyyah.
5. Irghamul Balid Fi Akhkamil Ijtihad Wataqlid.
6. al-Qaulurrasyiin Fi Adillatittalqin.
7. al-Mulhah.
8. Tanwirul Ghayahib.
9. Fatwa Maulid.
10. Serangkum Khutbah.
11. Hijrah adalah Kunci Sukses Bagi Pembangunan Moril
dan Materiil. (Merupakan salinan naskah Pidato al-Habib
Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih yang ditayangkan secara
regional di RRI Surabaya pada 15 Februari 1972 M, dalam
menyambut Tahun Baru Hijriah 1392 H.)
12. Puasa Merupakan Mental Training dan Pendidikan. (Tulisan
artikel al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih yang
dimuat di Harian Agkatan Baru pada hari Kamis 5 November
1970 M.)
13. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw Perlambang
Keagungan Ilahi. (Tulisan artikel al-Habib Abdullah bin
Abdul Qadir Bilfaqih yang dimuat di Harian Bhirawa pada
Hari Selasa 16 April 1985 M.)

Hubungan dengan Mbah Kyai Hamid Pasuruan

Suatu ketika Mbah Hamid memondokkan putranya (Gus Nu'man)


di Pesantren Darul Hadis Malang yang di asuh oleh Ulama Besar
pakar Hadis Prof Dr al Habib Abdulloh Bilfaqih.Namanya juga
anak muda, pasti ada nakalnya. Begitu juga dengan Nu'man,
Nampaknya kenakalannya terdengar sampai ke telinga Habib.
Lalu Nu'man dipanggil oleh sang pengasuh. Dia diberi pengarahan
dan nasihat-nasihat agar dia tidak nakal lagi dan tapi tidak
sampai di ta'zir.Satu dua kali dia dipanggil tetap saja belum ada
perubahan, ahirnya untuk yang ketiga kalinya dia dihukum
langsung oleh sang pengasuh.Nu'man di pukul berkali-kali
dengan penjalin (bambu kuning yang masih muda).

Hingga pada suatu malam al Habib Abdullah di tegur Abahnya (Al


Qutb al Habib Abdul Qodir Bilfaqih) lewat sebuah mimpi dengan
berkata;"nak koen ndak wero tah ana'e sopo seng koen tandangi
iku?, iku putrone kyai Hamid, kyai seng dadi wali abdal, opo koen
gak wedi kualat?"
(nak, kamu tidak tahu? Anak siapa yang kamu pukuli itu?, itu
adalah anak kyai Hamid, kyai yang menjadi wali abdal, apa kamu
tidak takut kualat?).

Dan selang beberapa hari beliau juga mimpi bertemu dengan kyai
Hamid sedang menuju pintu surga, dan sang Habib tersebut
berusaha menggapai kyai Hamid tapi tidak bisa. Mimpi itu datang
sampai beberapa hari.

Setelah mendapat teguran dari sang ayahanda, dan bermimpi


bertemu kyai Hamid, beliau merasa sangat bersalah kepada kyai
Hamid. Lalu beliau mendatangi kediaman kyai Hamid untuk
meminta maaf atas perilakunya terhadap anak beliau.

Kebetulan waktu itu bertepatan hari Ahad, di mana pengajian


umum rutinan di ndalem Kiai Hamid. Begitu Kiai Hamid melihat
kedatangan Al Habib, beliau menyongsong dan mempersilakan al
Habib untuk memimpin pengajian rutin tersebut.

Tak di nyana, dalam pengajiannya, Sang Habib justru


menceritakan apa yang beliau perbuat kepada Gus Nu'man dan
mimpi mimpinya kepada para jamaah pengajian yang puluhan
ribu jumlahnya.

Mendengar apa yang dituturkan oleh Sang Habib. Tanpa terasa


air mata Mbah Hamid mengalir deras, Menurut sumber, kyai
Hamid tidak pernah menangis sampai parah seperti itu
sebelumnya. Beliau malu kalau kelebihan beliau diceritakan di
muka umum.
Kewafatan Beliau
Para ‘arifin adalah manusia yang tenggelam dalam lautan cinta
dan kerinduan yang mendalam kepada Penciptanya. Mereka
adalah insan-insan pilihan yang memiliki hubungan dekat dengan
Allah swt serta Baginda Nabi Muhammad saw. Meninggalkan
dunia ini, bagi mereka adalah puncak keinginan untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Kematian bagi
mereka adalah merupakan dambaan besar yang dinanti-
nantikan. Karena dengan sebab inilah, mereka bisa bertemu
dengan para kekasihnya.

Dituturkan oleh seseorang yang telah dianggap sebagai


saudaranya sendiri, yaitu al-Habib Seggaf bin al-Qutub al-Imam
al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, bahwa tiga hari
sebelum kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih,
al-Habib Abdullah sempat menghubunginya dan berpesan agar
hadir pada Hari Ahad Tanggal 30 November 1991 M. (Tepat pada
hari kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir
Bilfaqih.) Dalam kesempatan tersebut pula ia juga menitipkan
putera puterinya.

Isyarat akan berpulangnya kehadapan Allah swt sesuai dengan


penuturannya sendiri. Beberapa hari sebelum menjelang
kewafatannya, beliau bermimpi bertemu Rasulullah saw. Setelah
hari-hari tersebut beliau sering menuturkan kepada para putera
dan puterinya: “Ayah kalian akan pergi dahulu…” Empat hari
empat malam seorang hamba menantikan saat-saat bahagia bagi
dirinya tanpa menutup mata, berjaga dalam munajat kepada
Penciptanya Alloh SWT.

al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih melihat keluarga dan


para muridnya dengan penuh harap. Pada pukul. 11:00, ia
memanggil al-Habib Muhammad seorang puteranya serta seorang
puterinya sambil berkata: “Do’akan ayahmu panjang
umur…” Tepat pukul 13:15, dengan nafas panjang tiba-tiba ia
mengucapkan: “Ya Allah…”Menghadaplah beliau kepada
penciptanya untuk selama-lamanya.

Prof. DR. Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih


meninggalkan dunia yang fana ini pada tanggal 23 Jumadil Ula
1412 H bertepatan dengan 30 November 1992 M karena sakit yang
dideritanya. Umat seakan tak percaya akan berita yang mereka
dengar. Para murid dan pecinta beliau berduyun-duyun datang
untuk memberikan penghormatan yang terakhir kepada sang
mutiara ilmu ini.

Mereka kehilangan sosok panutan umat yang selama ini


mengayomi mereka, memberikan perhatian kepada mereka.
Lantunan Surat Yasin dan tahlil tanpa henti bergema di
kediamannya. Sekitar rumah duka penuh sesak oleh para
pentakziyah. Entah dari mana datangnya, para pentakziyah
laksana gelombang air yang terus mengalir.

Keesokan harinya, setelah dishalatkan di Masjid Jamik Kota


Malang, dengan diantarkan ribuan para pentakziah, jenazahnya
dimakamkan di Pemakaman Umum Kasin, Malang. Jasad beliau
dimakamkan dalam qubbah bersanding dengan makam
ayahandanya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih.

Prof. Dr. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir meninggalkan lima


orang anak, masing-masing tiga putera, yaitu: al-Habib Abdul
Qadir, al-Habib Muhammad dan al-Habib Abdurrahman bin
Abdullah Bilfaqih serta dua orang puteri perempuan, yang
dinikahi oleh al-Habib Sholeh bin Ahmad al-Aydrus dan al-Habib
Ahmad bin Usman al-Aydrus.

Hingga saat ini makam mereka berdua tidak pernah sepi dari para
peziarah yang datang. Ia tidak meninggalkan harta dunia, namun
yang ditinggalkannya adalah jasa, kenangan baik dan ilmu yang
ada di dalam dada para murid-muridnya. Justru inilah yang
menjadi warisan paling penting dalam kehidupan kita di dunia
yang fana ini. Sampai saat ini Lembaga Pendidikan Pondok
Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah dan majelis-majelis yang
dirintis oleh Prof. Dr. al-Habib Abdullah tetap berjalan seperti
sedia kala dibawah asuhan ketiga puterany

Diantara kata mutiara al-Habib Abdullah Bilfaqih


1. Landasan yang paling ampuh dan sangat kuat adalah rasa
iman kepada Allah swt dan Baginda Nabi Muhammad saw.
2. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak memiliki
ilmu pengetahuan.
3. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak mengenal
Allah swt dan Rasul-Nya, serta tidak pula mengenal ajarannya.
4. Sebarluaskanlah ajaran Agama Islam dimanapun engkau
berada dengan membawa bekal ilmu.
5. Ilmu itu membutuhkan amal, sedangkan amal membutuhkan
keikhlasan dan keikhlasan tersebut membutuhkan cahaya.
6. Ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong. (Maksudnya
gemar membohongi Allah swt, Rasulullah saw, guru, serta
dirinya sendiri.)
7. Ilmu adalah pembuka hati, yang tujuannya untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt.
8. Mendalami tauhid tidak cukup dengan hanya membaca kitab-
kitab risalah tauhid saja, namun perlu dididik oleh seorang
mursyid yang sangat mengenal Allah swt dan dapat
mengantarkan kepada-Nya.
9.Yang diperlukan manusia dalam mengarungi kehidupan di
dunia adalah ketenangan batin.
10. Diantara ciri seseorang yang hatinya bersih adalah, apabila
ingat kepada Allah swt, maka ia menangis.
11. Islam merupakan agama yang sangat rasional dan sebagai
agama perjuangan.
12. Seorang muslim yang sejati apabila ditimpa sesuatu apapun,
maka ia tetap tenang dan rela menerima keputusannya.
13. Akal dapat menjadi tenang, hati akan menjadi lunak hanya
dengan cara selalu ingat kepada Allah swt.
14. Perkataan seseorang itu menunjukkan bagaimana akal orang
tersebut.
15. Bukan dikatakan berilmu apabila tidak disertai ketaqwaan
dan bukanlah dinamakan berakal bila tidak dihiasi adab serta
budi pekerti.
16. Derajat kewalian adalah mengikuti Rasulullah saw, baik
perkataan maupun perbuatan.
17. Yang disebut wali adalah seseorang yang beriman dan
bertakwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya.
18. Cobaan dan ujian apabila diterima dengan ikhlas serta
khusnudzan kepada Allah swt akan mendekatkan seseorang
tersebut kepada derajat kewalian.
19. Jangan pernah terlintas dalam hatimu untuk berburuk
sangka kepada para wali-wali Allah swt.
20. Kejernihan dan kebeningan hati merupakan anugerah Allah
swt bagi hamba-hamba yang dipilihnya.
21. Lalai dari Allah swt merupakan siksa di dalam dunia.
22. Budi pekerti adalah bagian dari agama.
23. Jarak penghubung antara kita dan Baginda Nabi Muhammad
saw hanyalah kematian. (Karena dengan kematian kita dapat
bertemu Nabi Muhammad saw di alam barzakh.)
24. Bagaimana sebagian kalian telah mencaci maki para sahabat
Rasulullah saw, sedangkan Allah swt telah ridha kepada
mereka.
25. Barangsiapa yang mengingkari bahwa Sayyidina Abubakar
bukan merupakan sahabat Rasulullah saw, maka ia (Orang
yang mengatakannya.) telah kafir. Bagaimana tidak? Karena
itu sama halnya dengan mengingkari al-Qur’an.
26. Jikalau engkau berdo’a, lalu dihatimu terasa sesuatu,
(Membekasnya sebuah perasaan khusyuk.) maka hal itu
merupakan pertanda dikabulkannya do’a.
27. Orang-orang yang mencintai Allah dengan sungguh-sungguh
tentu tidak akan bermaksiat kepada-Nya. (Karena cinta yang
sebenarnya adalah berdasarkan ma’rifah atau pengenalan
yang mendalam kepada Sang Pencipta seluruh alam ini.
Karena hal itu akan membuat pecinta tersebut enggan
melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah swt.)
28. Jadilah kalian sebagai ahli nur, caranya isilah hati-hati kalian
dengan dzikir, shalawat, istighfar dan selalu adakan
komunikasi dengan Allah swt.
29. Seseorang yang menaruh rasa cinta kepada Baginda
Muhammad saw tidaklah pernah merugi di dunia dan di
akhirat.
30. Seseorang yang banyak membaca shalawat kepada Baginda
Nabi Muhammad saw akan cepat wushul(Sampai.) dengan
beliau saw.
31. Seseorang yang sedang menuntut ilmu agama dengan penuh
keikhlasan semata karena Allah swt, lalu ia dianugrahi dapat
bermimpi Baginda Nabi Muhammad saw, maka itu pertanda
bahwa ia akan dijadikan seorang yang ‘alim.
WAllahu a’lam…
MANAQIB
Imamul Qutb Alhabib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih

Nasab dan Kelahiran Beliau

Beliau adalah Al Imam Qutb Alhabib Abdul Qadir bin Ahmad bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Umar
bin Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin
Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Sayyidina Al-Imam Ahmad
AlMuhajir bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-
Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi
bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam
Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-
Husein Putra dari Sayidina Ali dan Sayidatina Fatimmah az-zahro’
Binti Rosululloh Solalloh ‘alaihi wa salam

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota


Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896
M. Menurut sebuah kisah diceritakan, bahwa saat bersamaan
menjelang kelahiran Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-
Alawy, ada salah seorang ulama besar, yaitu Habib Syaikhan bin
Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh
Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani
menitipkan kitab suci al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan
bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin
Muhammad Bilfagih.

Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada


Habib Ahmad. Setelah Habib Ahmad mendengarkan cerita dari
Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”alhamdulillah, tadi malam
aku dianugerahi Allah SWT seorang putra”.

Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir


Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan
kepadaku.
Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan
harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya
sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.

PENDIDIKAN

Pendidikan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih diawali dari


kota kelahirannya yaitu kota Tarim Hadromaut. Pendidikannya
dimulai dari Ibtida’iyah, Tsanawiyah, Aliyah, sampai kuliah tinggi
dari ulama-ulama besar dari berbagai fakultas ilmu agama.

Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dalam memperdalam ilmu-


ilmu tersebut bukan hanya di sekitar kota Tarim saja, melainkan
sampai kota-kota lain seperti kota Sewun Hadramaut, Makkahtul
Mukarromah, Madinah, Munawaroh, Kairo Mesir, Afrika Barat,
dan sebagainya.

Selama menuntut ilmu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih


dikenal sebagai murid yang cerdas dan tangkas dalam pelajaran.
Juga dikenal sebagai seorang murid teladan yang penuh yang
penuh kesungguhan, ketekunan, dan keuletan dalam belajar.

Disamping itu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, dikenal


sebagai seorang murid yang amat mengagungkan mahaguru-
mahagurunya dan menaruh rasa hormat kepada mereka
meskipun Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih terkenal sebagai
pakar dalam berbagai banyak bidang ilmu agama.

Bukti kegigihan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dalam


menambah ilmunya, sering mendatangi mahaguru-mahaguru
dalam rangka menambah hasanah ilmu pengetahuannya.
Sehingga salah seorang maha gurunya pernah berkata:

“Bangsa Bilfaqih dalam bidang fiqihnya bagaikan Imam Adzroi dan


dalam bidang Tasawuf serta adabnya laksana lautan tak bertepi.”

Pernah pula salah seorang maha guru Habib Abdul Qodir bin
Ahmad Bilfaqih yang bernama Al-Habib Al-Imam Ahmad bin
Hasan Al-Aththos R.A di depan rumahnya berkata: “Aku mencium
aroma ilmu yang harum nan murni dari rumah ini”.
PERJUANGAN HABIB ABDUL QODIR BILFAQIH

Pada tahun 1331 H/1921 M, Habib Abdul Qodir bin Ahmad


Bilfaqih lulus mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa
agama, antara lain bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan
sosial. Dengan sabar dan penuh keikhlasan Habib Abdul Qodir
bin Ahmad Bilfaqih memberi fatwa-fatwa agama.

Ditengah kobaran semangat dan kegigihannya dalam berdakwah


dan berjuang, beliau mendapat tugas yang suci dari Baginda
Rasulullah SAW melalui dengan isyarah agar terus melanjutkan
kegiatan dakwah, tidak hanya di dalam kota Tariem melainkan
harus meninggalkan kota Tarim kota kelahirannya.

Perjalanan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih tentu bukan


perjalanan yang tanpa makna melainkan perjalanan mulia dan
suci demi menyiarkan agama dakwah Islamiyah. Kapan dan
dimana saja Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih berada selalu
berdakwah.

Sehingga disetiap tempat yang Habib Abdul Qodir bin Ahmad


Bilfaqih singgahi, selalu meninggalkan kesan mulia. Bahkan tidak
sedikit pula kemudian hari muncul kader-kader agama yang
tangguh berkat didikan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih.

Hal diatas sebagai wujud nyata kecintaan dan kepatuhan Habib


Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, baik terhadap baginda rasul
maupun kepada mahagurunya meski harus meninggalkan sanak
keluarga dan kampung halaman tercinta.

Sabelum meninggalkan kota Tariem, beliau sempat pula


mendirikan “Jam’iyah Al-Ukhuwwah Wal Mua’awwanah dan
Jam’iyah An-Nashr Wal Fadholi”. Habib Abdul Qodir bin Ahmad
Bilfaqih juga menyempatkan diri untuk menunaikan
ibadah haji dan berziarah ke Makam Suci Baginda Nabi
Muhammad SAW.

Setelah itu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih melanjutkan


perjalanan menuju Aden dan selanjutnya berturut-turut menuju
Pakistan, India, Malaysia, Singapore, dan terakhir menuju
Indonesia.
Dalam menuju negara-negara tersebut diatas beliau selalu
membina umat, baik secara umum maupun secara khusus dalam
lembaga-lembaga pendidikan dan majelis ta’lim.

Disinilah terlihat kecintaan dan kepatuhan Habib Abdul Qodir bin


Ahmad Bilfaqih R.A baik terhadap Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW maupun terhadap maha gurunya meski harus
meninggalkan kota yang Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih
cintai karena melaksanakan dan mengemban tugas yang suci.

Setiba di Indonesia, tepatnya kota Surabaya, pada tahun 1338


H/1919 M, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih langsung
diangkat sebagai Direktur Madrasah Al-Khoiriyah. Pada tahun
1358 H/1938 M di kota Solo. Habib Abdul Qodir bin Ahmad
Bilfaqih mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Robithoh.

Tetapi sebelum mendirikan Madrasah tersebut pada tahun 1351


H/1931 M, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih menunaikan
ibadah haji yang kedua kalinya, sekaligus berziarah ke Makam
Suci Baginda Rasulullah SAW.

Pada Kesempatan itu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih


mempergunakan waktunya untuk saling memanfaatkan ilmu
dengan para tokoh ulama disekitar kota Mekkah dan Madinah.

Begitu tinggi dan besar tekad Habib Abdul Qodir bin Ahmad
Bilfaqih dalam menyebarkan ajaran Allah SWT. Dan Baginda
Rasulullah SAW, dengan tidak henti-hentinya berdakwah dan
mengajarkan ilmu agama, seperti yang dianjurkan oleh
Rasulullah SAW.

Dalam memperlancar dakwah Islamiyah dan pengajaran ilmu


agama, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, pada tanggal 12
Februari 1945 (enam bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI)
mendirikan “Lembaga Pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyah” dan
“Peguruan Tinggi Atas” di Malang, Jawa Timur, yang terus
berkembang sampai sekarang.

Hal ini membuktikan betapa tinggi dedikasi Habib Abdul Qodir bin
Ahmad Bilfaqih dalam menyiarkan ajaran Allah SWT dan
Rasulnya serta sebagai wujud nyata peran aktif dalam
memajukan dan mencerdaskan bangsa Indonesia pada
umumnya, umat islam pada khususnya.
Ketinggian ilmu dan kepakaran beliau dalam bidang agama tidak
dapat diasingkan lagi. Semua kalangan, baik masyarakat umum
maupun pejabat mengetahui hal itu. Maka pada tahun 1330
H/1960 M Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Malang mengangkat
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih sebagai dosen matakuliah
tafsir.

Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1331 H/1961 M, Habib


Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih diangkat sebagai Advisur Menteri
penghubungan Alim Ulama Indonesia.

Dari jerih payah yang penuh tanggung jawab dan keikhlasan


dalam mendidik dan mengasuh santri-santri, Habib Abdul Qodir
bin Ahmad Bilfaqih telah berhasil banyak mendirikan Pesantren
dan Majlis-majlis Ilmu di banyak daerah di Indonesia.

KETELADANAN HABIB ABDUL QODIR BILFAQIH

Di dalam lubuk hati Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih telah
tertanam untuk mengagungkan ilmu dan memuliakan ahli ilmu.

Pernah pada suatu ketika disaat menuntut ilmu pada salah


seorang maha gurunya, beliau ditegur dan diperingatkan, padahal
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dipihak yang benar.

Setelah gurunya memahami dan mengetahui kalau muridnya


benar, maka gurunya meminta maaf. Namun Habib Abdul Qodir
bin Ahmad Bilfaqih berkata:

“Meskipun saya benar andaikan paduka memukul mukaku


dengan sepasang sandal paduka, tak ada rasa tidak menerima
sedikitpun”.

Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana


seharusnya seorang murid bersopan santun kepada gurunya.
Contoh keteladanan budi pekerti yang patut kita ambil intisari
dan hikmahnya sebagai pelajaran untuk diikuti.

Sebab inilah yang terpenting di dalam menelaah manaqib orang-


orang besar seperti Yang Mulia Maha Guru Samahatil Ustadzil
Imam Al-Habr Al-Qutub Al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih
Al-Alawy R.A.
Kenyataan di atas sejalan dengan kata mutiara Sayyidunal Imam
Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhah Wa’alaihis Salam
Warodiallohu ‘anhu : “Aku adalah budak sahaya dari seorang yang
pernah mengajarku meski hanya satu huruf “.

KEISTIMEWAAN

Keistimewaan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih sungguh tak


dapat dihitung banyaknya dan sangatlah panjang untuk
diuraikan. Namun demikian, skelumit diuraikan sebagian dari
keistimewaan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih yakni sebagi
berikut:

1. Ketekunan dan keuletan Habib Abdul Qodir bin Ahmad


Bilfaqih dalam menuntut ilmu agam tanpa mengenal lelah
tempat dan waktu. Sungguh sulit dicari tandingannya. Cinta
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih terhadap ilmu teramat
dalam dan telah menyatu dalam lubuk hatinya.

2. Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih bukan hanya ahli dan
menguasai ilmu syariat saja, melainkan Habib Abdul Qodir bin
Ahmad Bilfaqih ahli dan menguasai bidang thariqah. Begitu
pula dengan bidang haqiqat dan ma’rifat, Habib Abdul Qodir
bin Ahmad Bilfaqih ahli dalam menguasainya, sehingga Habib
Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih terkenal dengan sebutan
“Syaikhusy Syariah Wat Thoriqoh Wal Haqiqat”.

3. Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, ahli dalam ilmu Alat,
Nahwu, Shorof, Ma’ani, Bayan, Badi, Mantiq, dan
sebangsanya, serta ahli dalam ilmu kalam. Dalam bidang
hadist Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih benar-benar
menguasainya, baik dalm hal riwayat maupun dalam diroyah.
Beliau Hafal Jutaan Hadist Nabi Besar Muhammad SAW.

Disamping itu, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, banyak


mendapatkan Al-Hadist Al-Musassal, yakni hadits riwayat
langsung dari Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, hingga
tersambung isnadnya kepada Baginda Nabi Besar Muhammad
SAW.
Misalnya, saat Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih berkunjung
ke beberapa ulama di Saudi Arabia bersamaan dengan
ibadah haji kedua, Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih saling
bertukar isnad dengan Al-Allamah As-Sayyid Alwy bin Abbas Al-
Maliky.

Penguasaan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dalam bidang


hadits dan ilmu hadist diwariskan langsung dan khusus kepada
putra tunggal Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih yaitu maha
guru Al-Ustadzil Imam Al-Hafidz Al-Qutub Prof. Dr. Al-Habib
Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih Alawy.

MURID-MURID

Murid-murid Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih menyebar di


banyak daerah di Indonesia. Seperti:

1. Ustadz Ahmad Al-Habsy, pengasuh pesantren Ar-Riyadh di


Palembang, Sumatra Selatan.
2. Al-Habib Muhammad Ba’abud (alm), pengasuh pesantren
Darul Nasyi’in Lawang, Malang, Jawa Timur,
3. Al-Habib Syekh Ali Al-Jufri, Pimpinan Yayasan Al-Khoirot
Jakarta Timur,
4. KH Alawy Muhammad, pengasuh pesantren At-Thoroqi
Sampang, Madura, dan banyak tokoh lainnya.

Alhasil berkat didikan dan gemblengan Habib Abdul Qodir bin


Ahmad Bilfaqih, murid-muridnya menjadi pelopor umat dalam
meneruskan pejuangan suci menegakkan agama Allah SWT dan
Baginda Rasulullah SAW.

WAFAT

Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19


November 1962 dalam usia 62 tahun. Kala saat-saat terakhirnya,
ia berkata kepada putra tunggalnya, “Lihatlah, wahai anakku. Ini
kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatunal
Fatimah, datang….”.

Kemudian ribuan umat berdatangan untuk meyampaikan


penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni
itu. Setelah disemayamkan di Masjid Jami’ Malang, ia
dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai