Anda di halaman 1dari 17

Mengenal

Sejarah
Singkat
Pondok
Pesantren
Ciwedus dan
Pendirinya
Desa Timbang
Kecamatan Cigandamekar
Kabupaten Kuningan
Jawa Barat

Oleh:
Hidayatulhikmah Bandung
2022

Narasumber: KH. Ahmad Mushopa Agiel

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 1
Kata Pengantar

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 2
Daftar Isi

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Sejarah Singkat Pondok Pesantren Ciwedus 4
Mengenal Pendiri Pondok Pesantren Ciwedus 7
Tentang Penulis 17

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 3
1
Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus

Pondok Pesantren Ciwedus merupakan salah satu pondok pesantren


yang berusia paling tua di Kabupaten Kuningan. Bahkan, di sejumlah
daerah di Jawa Barat. Saat ini, Pondok Pesantren Ciwedus dipimpin oleh
seorang kiai, yaitu KH. Ahmad Mushopa Agiel. Beliau menyampaikan
bahwa Pondok Pesantren Ciwedus ini seperti mutiara yang terpendam.
Pondok Pesantren Ciwedus ini dirintis oleh seorang ulama yang
berasal dari tanah Banten. Beliau adalah Tubagus Kalamudin atau Mama
Tubagus Kalamudin bin Sultan Mahasin bin Sultan Haji bin Sultan Ageng
Tirtayasa, yang jika diteruskan nasabnya akan sampai pada Syekh Syarif
Hidayatullah, Gunung Jati Cirebon. Beliau datang dari tanah Banten
sekitar tahun 1715 berdasarkan manuskrip yang ditulis tahun 1338.
Menurut penelusuran KH. Ahmad Mushopa Agiel, hampir 9 tahun
bahkan lebih, sebelum dirinya pulang kampung, Sultan Tubagus
Kalamudin ini sebagai mufti Kerajaan Banten, pada zaman Sultan
Mahasin. Beliau seorang ulama yang istikamah, yang tidak mau
diintimidasi fatwa-fatwanya mengikuti keinginan Belanda. Sehingga
berseteru dengan Belanda, dan membuat dirinya kabur dari Kesultanan
Banten.
Sebelum ke Ciwedus, Sultan Tubagus Kalamudin kabur ke Kabupaten
Kuningan di bagian ujung Kuningan, daerah Cidahu. Di sana dikenal
dengan Mama Tubagus Kalamudin. Pertama kali singgah, di daerah

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 4
Panyamunan dengan dibantu oleh Datuk Kahfi dan Butmaeja (Buyut
Putih), untuk bertirakat di sana.
Singkat cerita, hasil tirakatnya yaitu beliau disuruh pindah ke
Kampung Ciwedus. Beliau tinggal di Ciambar dengan membuat gubuk
untuk tempat tinggal. Tepatnya, di sebelah kali Ciambar, yang kini telah
berubah menjadi tempat pembuatan mebel.
Sultan Tubagus Kalamudin meninggalkan anak dan istri di Banten.
Kabur sendirian ke Ciwedus. Bahkan, beliau sempat menanggalkan baju
kebesaran sebagai mufti Kesultanan Banten. Beliau memilih hidup
sederhana seperti masyarakat biasa. Kegiatannya seperti memancing di
sungai Ciambar, yang hasilnya dimakan sendirian.
Kemudian, beliau bertemu dengan saudaranya, yang sama kabur dari
Kesultanan Banten. Ia bernama Tubagus Hasanudin. Keduanya banyak
bercerita tentang keluarga. Hingga akhirnya, beliau menikah dengan istri
saudaranya yang sudah bercerai. Namanya, Mbah Hj. Nurwati. Dari
pernikahan itu, lahirlah seorang perempuan yang bernama Mailah.
Sekarang, Hj. Mailah. Setelah dewasa, Hj. Mailah ini dinikahkan kepada
Kiai Sueb.
Menurut penelusuran Kiai Ahmad Mushopa Agiel, Kiai Sueb adalah
Sultan Banten yang ke-16 dan juga kabur dari Banten ke Jawa terlebih
dulu. Tepatnya daerah Termas. Di Ciwedus, Mama Sueb atau Kiai Sueb
terkenal dengan asal Termas. Padahal, aslinya dari Banten, yang selalu
bergejolak melawan penjajah Belanda. Dari pernikahan Kiai Sueb dengan
Hj. Mailah, lahirlah generasi kedua, dua putra yaitu K.H. Adroi dan K.H.
Musa, yang pemakamannya ada di Kompleks Pondok Pesantren Ciwedus.
K.H. Adroi mempunyai anak, yaitu:
1. K.H. Idris yang berdakwah di daerah Sumber Bobos, Palimanan.
Pondok Pesantren Al Islah Bobos
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 5
2. K.H. Abdul Azid yang berdakwah di daerah Kampung Cijambe, Karang
Muncang.
3. K.H. Yasin yang berdakwah di Desa Babakan Jati.
4. K.H. Sobari
Memiliki anak perempuan bernama Ibu Hj. Enggoh yang menikah
dengan Eyang Haromaen dari Bobojong, Desa Timbang.
5. Ibu Jasmi yang menikah dengan seorang ulama asal dari daerah
Kampung Cipinang, Beber.
6. Ibu Enggoh yang menikah dengan K.H. Haromaen.

Mama Sobari atau K.H. Sobari adalah putra laki-laki terkecil dari
Eyang Adroi, sekaligus generasi keempat dari Tubagus Kalamudin. K.H.
Sobari bin K.H. Adroi bin K.H. Sueb.
Menurut hasil penelusuran Kiai Ahmad Mustafa Agil ke beberapa
pesantren dan ke beberapa tokoh ulama, Kampung atau Desa Ciwedus
memiliki arti tidak keendus. Kampung atau Desa Ciwedus ini adalah
tempat persembunyian Tubagus Kalamudin sewaktu dikejar-kejar oleh
penjajah Belanda.
Ciwedus terkenal dengan K.H. Ahmad Sobari. Beliau hanya
berdakwah di lingkungan Ciwedus untuk meneruskan perjuangan
pesantren yang telah dirintis oleh datuk-datuknya dan orang tuanya.
Sejak kecil sampai usia 12 tahun, K.H. Ahmad Sobari dididik oleh
ayahandanya, K.H. Adroi. Tapi, beliau adalah seorang santri yang tidak
puas dan haus ilmu. Sehingga, dari usia 12 tahun beliau melanglangbuana.
Dari satu pesantren ke pesantren lain. Terakhir, beliau belajar kepada
Syaikhona Kholil Demangan Bangkalan Madura.
***

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 6
2
Mengenal Pendiri
Pondok Pesantren Ciwedus

Mama Sobari adalah K.H. Ahmad Sobari bin K.H Adroi bin K.H. Sueb.
K.H. Sueb itu adalah nama lain dari Sultan Muhammad Isyak Zainul
Muttaqin yang makamnya ada di lingkungan Pondok Pesantren Ciwedus,
Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat.
Mama Sobari ini dikenal dengan nama Mama Ajengan Ciwedus.
Diperkirakan lahir pada tahun 1831 Masehi dan wafat (di dalam catatan
peninggalan orang tua) tahun 1916.
Mama Sobari kecil dilahirkan di Kampung Ciwedus pada tahun 1831.
Beliau adalah generasi keempat Pondok Pesantren Ciwedus. Kalau dari
jalur nenek, K.H. Ahmad Sobari binti K.H. Adroi bin Buyut Mailah bin
Tubagus Kalamudin bin Sultan Mahsintrus. Dari Ayah, Sultan Banten yang
ke-XVI, Sultan Muhammad Isyak Zainul Muttaqin.
Mama Sobari menurut catatan sejarah dari Kanjeng Syarif
Hidayatullah, Cirebon, adalah turun generasi yang ke-XII. Kalau yang
tercatat dalam manuskrip peninggalan, yang ditemukan di daerah
Cileunyi, Panyaungan, Bandung, ada sanad Mama Sobari sampai kepada
Rasulullah saw. dari jalur Sultan Hasin, Banten, Syekh Syarif Hidayatullah.
Mama Sobari adalah keturunan dari Baginda Nabi Muhammad saw.,
yang tercatat dalam manuskrip tersebut adalah generasi yang ke-36 dari
silsilah Rasulullah saw.

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 7
Sobari kecil dari usia 0 (nol) sampai usia 12 tahun, beliau dididik oleh
ayahandanya, yang bernama K.H. Adroi bin K.H. Sueb. Ayahandanya
adalah generasi ke-3 Pondok Pesantren Ciwedus. Beliau dididik, dibina,
sampai usia 12 tahun.
Usia 12 tahun Mama Sobari sudah hafal Al-Qur’an 30 juz, sudah bisa
membaca kitab gundul, alfiah yang 1000 bait sudah ia hafal. Beliau sudah
alim sejak usia 12 tahun. Tapi, beliau seorang anak muda yang haus ilmu
pengetahuan dan merasa tidak puas yang hanya mendapatkan didikan
dari ayahandanya. Sehingga, beliau melalukan hirlah pendidikan
(tabarukan) mencari tambahan ilmu, mencari guru yang lain, karena
harus mempunyai guru, minimal 40 guru yang harus dipelajari untuk
kesempurnaan ilmu. Sehingga, tidak jumud (Tidak merasa benar sendiri),
makanya harus banyak melancong, mencari kiai-kiai, dan mencari guru-
guru.
Sejak usia 12 tahun, Mama Sobari dari Ciwedus sudah melanglang
buana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai dari Cirebon, Jawa
Tengah, dan sebagainya. Di satu pesantren, Mama Sobari mondok di situ
tidak lama. Hanya satu sampai dua bulan saja. Karena beliau merasa tidak
betah.
Mengapa tidak betah? Di kala di satu pondok, Sobari kecil oleh kiai
(pengasuhnya) diketahui sebagai cucu dari Sultan Banten yang ke-XVI.
Sehingga, Sobari kecil merasa tidak betah dan tidak enak. Apabila jati
dirinya diketahui sebagai keturunan dari Sultan Hasanudin, Banten, dari
Kanjeng Syekh Syarif Hidayatullah. Maka, Sobari kecil lebih memilih
untuk pindah mondok. Beliau merasa tidak betah. Ia merasa malu jika jati
dirinya ketahuan, kalau beliau adalah cucu dari Sultan Banten.
Pindah dari satu pesantren, ke pesantren lain lagi hanya bertahan
satu sampai dua bulan saja. Alasannya, sama. Beliau tidak mau ketahuan,
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 8
bahwa jati dirinya diketahui, bahwa beliau sudah alim dan cucu sultan
Banten ke-16.
Waktu terus berjalan dan Sobari kecil terus menjelajah ke beberapa
pesantren. Terakhir, beliau mondok di Syaikhona Kholil Bangkalan.
Teman sewaktu mondok saat itu adalah Mama Sujai Gudang,
Tasikmalaya.
Mama Sobari pada saat ke Pondok Pesantren Syaikhona Kholil
Bangkalan sudah alim, sehingga ketika datang ke Syaikhona Kholil,
seorang waliyullah. Beliau sudah mengetahui bahwa ia kedatangan
seorang santri, yang bukan santri sembarang santri. Beliau sudah bisa
mengaji, Al-Qur’an sudah hafal, membaca kitab gundul sudah bisa, dan
alfiah sudah di luar kepala. Sehingga, Mama Sobari pada saat mondok
sudah diketahui kealimannya oleh Syaikhona Kholil Al Bangkalan.
Mama Sobari adalah santri yang haus ilmu pengetahuan dan tidak
mau sombong dengan keturunannya. Sehingga, beliau merasa malu jika
jati dirinya diketahui. Maka, Syekh Kholil Al Bangkalan meminta beliau
untuk tidak mengaji. Tetapi, beliau diperintahan untuk menggembala
kambing milik Syaikhona Kholil.
Mama Sobari seorang santri yang samina wa athona apa kata kyai.
Maka, Mama Sobari pun segera membawa kambingnya ke hutan
belantara. Diperkirakan, kurang lebih 12 tahun Mama Sobari
menggembala kambing.
Singkat cerita, 12 tahun kemudian, rombongan Mama Adroi
(Ayahanda Mama Sobari) ini merasa sudah sepuh. Beliau memerlukan
generasi penerus perjuangan estafet kepemimpinan di Pondok Pesantren
Ciwedus. Karena, Mama Sobari memiliki 4 (empat) saudara laki-laki.
Pertama, K.H. Idris beliau telah membuka pondok pesantren di daerah
Sumber, yang sekarang ada Pondok Pesantren Al Islah Bobos, sebagai
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 9
kakak yang tertuanya. Kakak yang kedua, K.H. Abdul Azid, oleh Mama
Adroi sudah dibukakan pesantren, sudah berdakwah, di Desa Karang
Muncang. Kakak yang ketiga, K.H. Yasin sudah berdakwah di tetangga
desa, di Desa Babakan Jati.
Mama Sobari adalah putra dari K.H. Adroi, laki-laki yang terkecil.
Mama Sobari memiliki adik perempuan, yang dinikahi oleh Eyang
Haromaen. Adik perempuan yang kedua yaitu Ibu Yasmi yang dinikahi
oleh Kyai Cipinang Beber.
Singkat cerita, Mama Adroi datang ke Bangkalan, Madura untuk
menjemput anaknya, yang diharapkan menjadi penerus perjuangan di
Pondok Pesantren Ciwedus. Tepatnya pada Pondok Pesantren Syaikhona
Kholil, Demangan, Bangkalan Madura. Tapi, Mama Sobari tidak
ditemukan di sana.
Syaikhona Kholil meminta santrinya untuk mencari Sobari di setiap
kamar asrama Pondok pesantren, akan tetapi tidak ditemukan di setiap
kamar asrama Pondok Pesantren, sehingga Syaikhona Kholil
kebingungan. Hingga beliau teringat sekitar 12 tahun yang lalu, ia pernah
memerintahkan Sobari kecil untuk menggembala kambing di hutan.
Akhirnya, santri pun diutus Syekh K.H. Kholil untuk memanggil
Mama Sobari. Saat ditemui, Mama Sobari sedang duduk di bawah pohon
rindang sambil merenung. Matanya sibuk melihat kambing-kambingnya.
Awalnya, dua ekor, hingga kini sudah bertambah menjadi ribuan kambing
dengan kondisi tubuh yang gemuk. Santri pun segera mengajak Mama
Sobari untuk kembali ke pesantren.
Sesampainya di pesantren, Mama Sobari segera memeluk erat
ayahandanya (KH. Adroi) yang merasa gembira dan kaget, kemudian
ayahandanya meminta Sobari pulangn bersamanya untuk meneruskan
Pondok Pesantren yang sudah dibinanya di Kampung Ciwedus. Tapi,
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 10
Mama Sobari menolak untuk pulang ke Ciwedus Kuningan, sambil
menangis dan menyampaikan kepada ayahandanya, kalau ia tidak akan
pulang. Karena, ia merasa selama ini belum pernah mengaji dan belajar
ilmu dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan, ia menyampaikan kalau
selama 12 tahun itu, ia hanya menggembala kambing milik Syaikhona
Kholil Bangkalan.
Syaikhona Kholil kaget dengan jawaban Sobari bahwasanya selama
12 tahun menggembala kambing beliau tidak pernah pulang ke Pondok
Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. Banyak pertanyaan dari
Syaikhona Kholil kepada Mama Sobari. Tentang kesehariannya di hutan.
Apakah ia kembali ke pondok selepas menggembala? Bagaimana dengan
shalatnya? Bagaimana dengan makannya? Dan lain sebagainya.
Syaikhona Kholil menangis mendengar jawaban Mama Sobari. Intinya,
Mama Sobari tidak akan pulang bersama ayahnya sebelum diajarkan ilmu
oleh Syaikhona Kholil Bangkalan.
Akhirnya, Syaikhona Kholil pun mengadakan riyadoh untuk
mendapatkan petunjuk dari Allah karena merasa tanggung jawab telah
dititipkan seorang santri yang tidak pernah diajari ilmu sedikitpun, yaitu
hanya menggembala kambing miliknya. Hasil riyadohnya Syaikhona
Kholil dapat petunjuk dari Allah untuk meminumkan air laut kepada
Mama Sobari, lalu dipanggil Mama Sobari kehadapan Syaikhona Kholil
“Sobari ini sampeyan harus minum air laut ini” ujar Syaikhona Kholil.
Kata Syaikhona Kholil, kalau air laut yang diminum Mama Sobari itu
manis, maka sampeyan dinyatakan lulus sebagai muridnya lalu pulang ke
Ciwedus Kuningan, tapi kalua masih asin sampeyan belum lulus dan tidak
boleh pulang ke Ciwedus Kuningan.

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 11
Tes pertama, air laut yang diminum rasanya asin. Kedua, sama.
Sampai, Syaikhona Kholil pun mengancam akan memenggal leher Mama
Sobari kalau air laut ini rasanya masih asin tidak manis dalam tes ketiga.
Tes yang ketiga kalinya rasanya masih asin, sehingga Mama Sobari
hanya pasrah kepada Syaikhona Kholil untuk mempersilakan memenggal
lehernya. Alasannya, karena air laut yang diminumnya pun tetap saja
asin. Tanpa diduga, Syaikhona Kholil bukan memenggal leher Mama
Sobari tetapi segera memeluk erat Mama Sobari dan berkata, “Kamu
lulus!” diiringi tangisan dan Syaikhona Kholil mengucapkan dari zaman
Nabi Adam sampai sekarang pun air laut itu pasti rasanya asin.
Sehingga Mama Sobari adalah seorang santri yang teguh pendirian.
Ia berani mengatakan a adalah a, benar adalah benar, dan salah adalah
salah. Meskipun dengan tondongan senjata. Meskipun lehernya akan
dpenggal di depan orang tuanya. Mama Sobari tetap berdiri tegak bahwa
air laut itu asin. Karakter Mama Sobari kecil tidak takut dengan ancaman
apa pun apabila menegakkan kebenaran. Hingga saat itu, seluruh santri
menangis, Mama Sobari menangis, ayahnya menangis, dan Syaikhona
Kholil pun ikut menangis.
Lalu Syaikhona Kholil tetap mengizinkan Mama Sobari pulang
kampung ke Ciwedus Kuningan, untuk melanjutkan pesantren yang telah
dirintis oleh kakeknya. Hanya saja, Syaikhona Kholil berwasiat kepada
Syekh Adroi, kalau Sobari tidur di perjalanan, untuk tidak
membangunkannya.
Syaikhona Kholil meminta Mama Adroi untuk membaca solawat yang
ini yang diajarkan langsung oleh Nabi Khidir a.s. kepada Syaikhona Kholil,
allahumma shalli ala syaidina muhammadin shalatan taj aluna biha min
ahlil ilmi dzahiran wa batinan wa tahsyuna bi ibadikashalihin fii duniana
wa ukhrona wa ala alihi wa shahbihi ajmain, qobiltu.
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 12
Singkat cerita, Mama Adroi dan Mama Sobari pun berpamitan untuk
pulang ke Ciwedus Kuningan. Berharap Mama Sobari bisa melanjutkan
Pondok Pesantren Ciwedus. Syaikhona Kholil kembali mengingatkan
Mama Adroi, untuk tidak membangunkan Mama Sobari ketika di
perjalanan sedang tidur.
Mama Sobari dengan ayahnya pun akhirnya pulang dengan
menggunakan kapal laut. Mama Sobari tertidur di pangkuan ayahnya,
yang sebelum tidur ia membaca solawat yang sudah diajarkan Syaikhona
Kholil. Ayahnya pun sama, terus membacakan solawat hingga tertidur
pulas.
Ketika sampai di Pelabuhan Cirebon, Mama Sobari terbangun dan
langsung menangis tersedu-sedu. Ayahnya melihat anaknya menangis
merasa kaget. Ia berusaha untuk menenangkannya. Sehingga, Mama
Sobari pun menceritakan mimpinya kepada ayahnya.
“Saya menangis bukan karena ada yang sakit. Saya menangis bukan
karena sedih. Saya menangis karena gembira,” kata Mama Sobari.
“Apa yang membuatmu gembira, Nak?” tanya ayahnya penasaran.
“Selama di perjalanan, saya bermimpi bertemu Rasulullah,
Muhammad saw. Saya langsung belajar kepada beliau. Saya diajarkan
berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan oleh Baginda Rasul,
Muhammad saw. Sehingga dalam mimpi saya, perasaan 20 tahun saya
diajarkan langsung oleh Baginda Rasul Muhammad saw.”
Mama Sobari dan Mama Adroi menangis di pelabuhan dan tidak lama
pulang ke Ciwedus. Diperkirakan 1869 M, kurang lebih usia Mama Sobari
30 tahun datang ke Ciwedus. Mama Sobari sudah disiapkan calon istri
oleh ayahnya (KH. Adroi), yaitu Hj. Fatimah Tuzzahro binti K.H. Musa
(adik kandung KH. Adroi). Hingga akhirnya menikahlah KH. Ahmad
Sobari dan Hj. Fatimah Tuzzahro.
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 13
Mama Sobari tidak langsung mengajar. Tetapi, beliau melihat
ayahnya bagaimana cara mengajar santri dan bagaimana cara berdakwah
di masyarakat. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, setelah ayahandanya
wafat, Mama Sobari baru melanjutkan kepemimpinan di Pondok
Pesantren Ciwedus.
Mama Sobari tidak banyak muridnya. Dalam riwayat, Mama Sobari
paling banyak 40 santri. Lulus satu, menerima satu santri. Salah satunya
adalah Mama Ilyas, pendiri Pondok Pesantren Minhajul Karomah Banjar,
Ciamis.
Mama Sujai Kudang Tasikmalaya yang tadinya kakak kelas Mama
Sobari ketika beliau mondok di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil
Bangkalan Madura, yang disuruh Syaikhona Kholil untuk mondok di
Pondok Pesantren Ciwedus. Eyang Nahrowi, Pondok Pesantren Keresek
Garut. Mama Cibaduyut (Eyang Jarkasih r.a.), ada juga Mama Satibi
Gentur, Mama Tubagus Bakti Sempur.
Di Kuningan, ada Kyai Mahfud Desa Timbang Kuningan, KH.
Almutawali Desa Cilimus Kuningan, Habib Syekh bin Abu Bakar Jagasatru
Cirebon, Habib Umar bin Ismail bin Yahya Panguragan Cirebon, Mbah K.H.
Ahmad Satori Arjawinangun, K.H. Ahmad Sanusi, Babakan Ciwaringin,
K.H. Abdul Halim, Majalengka, dan masih banyak lagi. Baik daerah
Kuningan, Darma, Cikijing, Sumedang. Murid-murid Mama Sobari pendiri
pesantren-pesantren yang bermanhajkan ahlus sunnah wal jama’ah di
Jawa Barat.
Salah satu karomah Mama Sobari adalah apabila mengajar 10 santri
dengan berbeda kitab, tetapi Mama Sobari cukup dengan memegang 1
kitab. Menurut riwayat dan penuturan santri-santrinya yang pernah
mondok di Pesantren Ciwedus, Mama Sobari selalu mengajarkan kepada
santrinya satu per satu. Ada yang memegang kitab fathul mu’in, maka
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 14
Mama Sobari mengajarkan fathul mu’in. Ada yang memegang kitab
sapinah, maka Mama Sobari megajarkan sapinah. Ada yang memegan
kitab alfiah maka Mama Sobari mengajarkan alfiah padahal yang
dipegang oleh Mama Sobari hanya satu kitab saja yang merupakan hadiah
dari Syaikhona Kholil yaitu kitab fathul mu’in.
Wiridan Kesukaan Mama Sobari adalah surat Al-Ikhlas dan
pembacaan solawat Nabi Muhammad saw. Rutinannya adalah
rotibulhadad dan barjanji. Salah satu keapikan Mama Sobari apabila akan
memasak menggunakan kayu bakar. Jika kayu bakar ada kotoran
ayamnya, maka ia akan membersihkan atau mencucinya dulu. Tidak mau
masakannya, yang kayu bakarnya ada kotoran ayamnya.
Keapikan dan kehati-hatian Mama Sobari juga terlihat ketika
tabungan haji yang ia tabungkan selama bertahun-tahun, ia tidak pernah
mencampurkannya dengan uang hasil pemberian yang tidak jelas
sumbernya (subhat). Bahkan ia lebih memilih untuk membuangnya ke
laut.
Jamaah pengajian Mama Sobari itu di hari Ahad bada zuhur. Ribuan
santri yang menghadiri untuk ikut mengaji dengannya. Bahkan, dulu
belum ada pengeras suara. Tapi, sejauh 40 meter suara Mama Sobari
sudah terdengar.
Mama Sobari seorang kiai, ulama, yang selalu mempersiapkan segala
sesuatunya. Termasuk dalam berdakwah. Sehingga, ia tidak merasa ingin
diberi. Konsep Mama Sobari adalah akan menegakkan kebenaran,
meskipun penjara taruhannya. Mama Sobari wafat pada tahun 1916.
Tiga keteladanan Mama Sobari yang harus aplikasikan dalam
kehidupan antara lain:
1. Mama Sobari seorang santri yang tidak mau membanggakan
keturunannya.
Mengenal Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 15
2. Mama Sobari adalah santri yang samina wa atho na, apa kata kiai.
3. Mama Sobari seorang ulama yang berani mengatakan benar adalah
benar, salah adalah salah walaupun dengan ancaman ataupun
todongan senjata sekalipun.
***

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 16
Tentang Penulis

Mengenal Sejarah Singkat


Pondok Pesantren Ciwedus dan Pendirinya
Hal. 17

Anda mungkin juga menyukai