Anda di halaman 1dari 16

Al-Habib Abdullah bin Abu Bakar Al Aydrus (Pengarang Ratib Al Aydrus)

Syahidul Hal: – Dengan keagungannya Tarim mendapat kemuliaan bagaikan


purnama yang tampak dengan kesempurnaan sinarnya. — Barisan para
wali terkumpul bagaikan ka’bah yang berkilau di masanya — Dari para
pengamal ketaatan, yang rukuk, yang bersujud, yang tawaf tidak
melepaskan ihramnya. — Dengannya bulan-bulan kebahagiaan menjadi
murni, andaikan tampak di kegelapan akan menyirnakan gelap gulitanya.
— Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba Wazir, dikutip dari kitab “Tarikh
Hadramaut” Hal. 765.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menyemayamkan mahkota pada setiap awal
zaman kepada para tokoh dan Syekh pembimbing yang sempurna, menjadikan hikmah
sebagai sumber makrifat untuk sampai kepada tujuan. Para pemuka agama dan pewaris
kepala dari segala utusan (Muhammad Saw), mereka yang mengikutinya dengan
perkataan, perbuatan, niat, dedikasi, keinginan, ibadah dan kebenaran serta kekokohan
keyakinan. Beserta para keluarga yang agung, para sahabat dan para pengikut mereka
hingga hari kiamat.

Para pembaca yang budiman, kali ini saya tampilkan figur dari para tokoh madrasah
Hadramaut, salah seorang pemuka Islam yang mengamalkan pedoman dakwah
Rasulullah Saw. Yang adil dan kokoh. Sosok yang dikaruniai Allah SWT ilmu, amal, obsesi
dan tingginya cita-cita. Di zaman itu sosoknya bagaikan tetesan air hujan yang berguna.

Setiap tanah tumbuh subur di mana mereka berada laksana hujan yang menyirami
bumi. Beliau menancapkan tiang untuk para murid, dan mengangkat cita-cita pencari
ilmu, menyadarkan pikiran orang-orang yang lalai, untuk mengerti dakwah pemuka
para utusan (Muhammad Saw). para pencari kebenaran dari beberapa penjuru
bersimpuh di depan pintunya, keberadaanya membangkitkan semangat ahli ibadah,
para ahli zuhud, dan para pemimpin, menuju sebaik-baiknya ajaran dan pedoman.

Dengannya Allah menghilangkan bid`ah sampai ke akarnya, dan menghidupkan sunnah


dan menumbuhkannya. Imam al Aidrus hidup di era persimpangan penting terhadap
eksistensi madrasah Hadramaut, baik dari segi pengokohan kaidahnya, maupun dari
aspek penyebaran tarekat ke segala penjuru, selamat menikmati sajian kami tentang
riwayat hidup tokoh ini, wabillahittaufik.
Silsilah Keturunan

Al Musthafa Rosulullah Saw.


Imam Ali dan Fatimah az Zahro Ra.
Iman Husain
Imam Ali Zainal Abidin
Muhammad al Baqir
Ja`far Shadiq
Ali al Uraidy
Muhammad al Naqib
Isa Al Rumi
Ahmad al Muhajir
Abdullah
Alawi
Muhammad
Alawi
Ali Khali` Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Ali
Muhammad al Faqih al Muqaddam
Alawi
Muhammad Maula ad Dawilah
Abdurrahman as Segaf
Abu Bakar al Sakran
(Abdullah al Aidrus)
Abu Bakar al Adani Syekh Alawi

Sekilas Tentang Imam Al Aidrus

Beliau adalah panutan yang diakui kapabilitasnya, pemimpin para wali yang disepakati
kewaliannya, pembawa bendera orang-orang arif, peletak dasar ilmu orang-orang yang
benar, kepala para Sadah Alawiyin, pemegang tali simpulnya dan pemilik kharisma dan
keagungannya.
Disebutkan dalam “al Musyri`” : (al Idrus) gelar terhadap pimpinan para wali. Sebagian
orang mengatakan : (al Itrus) diambil dari nama singa, Jauhari berkata : (al Itrasah)
menempuh jalan kekerasan, ciri dari harimau. Al Allamah Muhammad bin Umar Bahraq
berkata : “Bisa saja huruf ta’ dalam kalimat (al aidrus) diganti dengan huruf dal karena
berasal dari satu makhraj (tempat keluarnya huruf di mulut), kita ketahui bahwa singa
adalah pemuka dari hewan buas, sedangkan al Idrus merupakan pemuka dari para wali
di zamannya.

Kelahiran dan Riwayat Hidup

Lahir –semoga Allah meridoinya– pada sepuluh awal dari bulan dzulhijjah tahun 811.
Ketika kakeknya Syekh Abdurrahman As segaf mendengar kabar kelahirannya, beliau
berkata : “Ia adalah seorang sufi di zamannya”, hafal al quran al karim , memperoleh
kesempatan hidup bersama kakeknya Syekh Abdurrahman selama 8 tahun . Beliau
telah melihat dan memberkatinya, sempat belajar kepada kakeknya, dan pernah
dikatakan bahwa ia akan memilki kelebihan tertentu.
Beliau tumbuh dalam kemulyaan di bawah bimbingan ayahnya Imam Abu Bakar yang
bergelar “al Sakran”. Sangat menyayanginya di masa kecil, mengayominya dengan kasih
sayang. Kharismanya ia salurkan kepadanya. Sang ayah meninggal ketika beliau
berumur 10 tahun. Setelah itu beliau dirawat dan dibimbing oleh pamannya Syekh al
Imam al Mighwar al Syekh Umar al Muhdar. Menempatkannya sebagai anak bimbingan
kerohaniannya. Senantiasa dalam pantauannya, dibimbing bersama saudaranya yang
lain dengan budi pekerti mulya dan amal perbuatan sesuai dengan ajaran al Quran dan
Sunnah. Rahasia kebapakan seluruhnya dilimpahkan kepadanya sehingga dirinya
mendapat kedamaian, keimanan, keyakinan, dan ihsan. Sedari kecil tumbuh dalam
lingkungan ilmu, amal, mempelajari alquran, hadis, bahasa Arab, dan bersungguh-
sungguh menekuninya. Dikirim ke beberapa Syekh kala itu untuk mendapatkan berkah
yang banyak, menempa diri bersama mereka dan mempelajari ilmu baik yang
berhubungan dengan lahir maupun batin.

Dari para Syekh yang pernah menjadi gurunya antara lain :

Al Faqih Said bin Abdullah Ba Abid

Syekh al Allamah Abdullah Ba Marawan

Al Alim al Rabbani Syekh Ibrahim Ba Harmaz.

Syekh al Allamah Abdullah Ba Qusyair

Beliau menyimak hadis dari beberapa ahli hadis dan para rawi di Hadramaut serta
beberapa tempat di Yaman, kemudian dari hasil kepergiaannya ke Hijaz.
Beliau mempunyai perhatian khusus dengan kitab “al Tanbih”, “al Khulashoh”, dan“al
Minhaj”, dengan senantiasa mempelajari, menganalisis dan mengkaji dengan teliti.
Belajar ilmu tasawuf kepada Sayyid al Jalil Muhammad bin Hasan Jamalullail, dan
kepada paman-pamannya Ahmad, Syekh, Muhammad dan Hasan.
Belajar bahasa Arab kepada al Allamah al Adib Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba
Fadal. Sedangkan ilmu Nahwu dan Shorrof mempelajarinya dari Syekh al Allamah
Muhammad bin Ali Ba Ammar dan lainnya.

Mujahadah dan Riyadhah

Dari keterangan yang terdapat di beberapa kitab mengenai mujahadahnya sebagai


berikut : “Mujadahnya laksana lautan yang tak bertepi, bagaikan bendera perang di
tangan prajurit sejati, paman sekaligus pembimbingnya Syekh Umar al Muhdar
membimbingnya ke dalam mujahadah semenjak kecil, beliau bertutur : “keponakanku
menempuh mujahadah di saat berusia tujuh tahun, berpuasa dan berbuka hanya dengan
tujuh korma dan tidak makan selain itu. Selama setahun ia tidak pernah makan kecuali
hanya dengan lima mud”.

Mengenai dirinya beliau berkata : “Tatkala tahap permulaanku, aku mengkaji buku-buku
kaum sufi dan menguji diriku dengan mujahadah mereka, senantiasa berlapar, dan
meninggalkan tidur dari usia 20 tahun.
Beliau senantiasa bersama pamannya Syekh Umar al Muhdar dalam menempuh tahapan
ajarannya. Kemudian mengawinkan Imam al Idrus dengan putrinya dan menempatkan
dalam posisinya. Syekh Umar al Muhdar berkata : “Aku akan mengawinkan putriku
dengannya walau dengan sedikit harta benda, dan tidak akan mengawinkan selain dia
walaupun dunia yang melimpah (harta benda) diberikan kepadaku”. Beliau memakaikan
kepadanya khirqah tasawuf dan mentahkimnya serta menyatukan auranya dengan sang
paman Umar al Muhdar, yang darinya mendapatkan banyak ilmu lahir maupun batin.
Pamannya mendudukkannya sebagai pengganti sesuai dengan kamampuannya,
melampaui derajat para Syekh yang agung, dan mendapatkan posisi yang sulit untuk di
capai, para ulama mengakui akan ketinggian derajatnya dari dahulu hingga sekarang.

Kedudukan Sebagai Pemuka Umat Sepeninggal Pamannya

Disebutkan dalam kitab :”Al Kawakib al Durriyah” : “Sosok – Syekh al Idrus – suka
menyepi, karena dengannya dapat sampai kepada Allah SWT. Figur Syekh al Akbar
pamannya Syekh Umar al Muhdar seorang Syekh yang memiliki kharisma dan
kepribadian yang agung dan pemuka dari Bani Alawi, ketika wafat usia Imam al Aidrus
25 tahun, para Syarif sepakat Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail-yang berada di
Barughah- untuk menggantikan posisinya akan tetapi beliau menolak, mereka berkata :
“Tunjukkanlah pada kami siapa yang berhak kedudukannya diantara kita”. Setelah shalat
istikharah, Allah meyakinkan hatinya untuk menjadikan Imam al Aidrus sebagai
pengganti, sambil memegang tangannya beliau berkata kepada Imam al Aidrus :
“Engkau adalah pemuka dari mereka dan penunjuk bagi setiap syarif dan yang bukan
syarif”. Imam al Aidrus menampik karena usianya yang masih belia dan
ketidakmampuan dirinya ditambah paman-pamannya yang lain masih ada. Namun
mereka terus membujuknya untuk menerima posisi itu, sejak itu, semuanya sepakat
untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin dan namanya kesohor ke penjuru dunia,
beliau menyibukkan dirinya dengan pengajaran dalam tarikan nafasnya yang sangat
berharga.

Posisinya Sebagai Tumpuan Murid dalam Pengajaran dan Penempatan Diri

Imam al Aidrus figur yang mumpuni dalam pengajaran, apabila ia mengajar di bidang
tafsir maka ialah yang paling mengusai bidang itu, dalam ilmu hadis ia adalah pemegang
rawinya, dalam ilmu fiqh ia adalah tolak ukur pemahamannya, atau selain itu semuanya
menyimak pada pelajarannya. Ajaran tasawufnya membuat para hadirin menangis,
dalam hal tarekat beliau menyampaikan dengan metode yang menakjubkan dan sistem
yang luar biasa, ajaran yang mudah dicerna. Dalam dirinya terkumpul ilmu, amal,
hal,obsesi, dan wejangan, sebagaimana dituturkan oleh Syekh Kabir Muhammad bin
Ahmad Ba Qusyair :

1. Setiap hati mengakui akan kewaliannya, dan setiap sanubari penuh dengan rasa
cinta kepadanya.
2. Semua milik Allah, betapa tinggi keutamaannya, betapa banyak limpahan yang
diberikan Allah kepada siapa yang berada dalam asuhanNya.

3. Sungguh ia adalah pemuda beruntung, yang keagungannya tak diragukan lagi,


katakanlah sesukamu pada keutamaan yang diperolehnya.
Murid-muridnya
Banyak dari tokoh mulya dan para mujtahid yang belajar kepada Imam al Aidrus, antara
lain :

Saudaranya Syekh Ali bin Abu Bakar.

Syekh Umar bin Abdurrahman Shahib al Hamra.

Syekh Abdullah bin Ahmad Ba Kastir.

Syekh Ahmad Qasam bin Alwi al Syaibah.

Syekh Muhammad bin Afif al Hijrani.

Putranya Syekh Abu Bakar al Adeny bin Abdullah al Aidrus..

Putranya Syekh Husain bin Abdullah al Aidrus.

Putranya Syekh Syaikh bin Abdullah al Aidrus.

Disebutkan dalam kitab : “al Kawakib al Durriyah” : “Imam al Arif Billah Muhammad bin
Ali Shahib Aidid, dan Tajul Abidin Saad bin Ali, dan Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba
Wazir dengan derajat yang di milikinya dan ketinggian kedudukannya senantiasa
menemani dan mengikutinya serta mengambil ajarannya, karena mereka menyadari
akan ketinggian kedudukan dan maqam Imam al Aidrus.

Pola Pandang dalam Bimbingan dan Keilmuan

Imam al Aidrus berkata : “Kita tidak mempunyai sistem dan metode kecuali al quran dan
Sunnah. Di mana semua itu telah dipaparkan oleh Hujjatul Islam al Ghazali dalam karya
monumentalnya yang sangat berharga yakni :”Ihya Ulumuddin” yang merupakan
penjelasan dari al Quran dan Hadis yang awal ataupun yang akhir, yang konkrit maupun
yang abstrak, yang berkenaan dengan suri tauladan maupun keyakinan.
Beliau melarang sahabatnya untuk mempelajari kitab “al Futuhat al Makkiyah” dan kitab
“al Fushus” dan menganjurkan untuk berbaik sangka kepada penyusunnya dan
meyakini bahwa ia salah seorang wali besar yang arif billah. Adapun karyanya yang
kontroversi dikarenakan kedalaman pemahaman yang tidak dapat dimengerti oleh
masyarakat umum, berbeda dengan karya-karya Hujjatul Islam yang dapat diterima oleh
pemahaman akal, dapat dipelajari oleh masyarakat umum, orang-orang khusus maupun
orang awam.

Beliau –semoga Allah meridloinya– berkata : “ketahuilah bahwa tarekat adalah takut
kepada Allah SWT. Sedangkan hakekat adalah pencapaian tujuan dan persaksian
cahaya penampakan (Nuruttajalli). Hakekat dari maqamat adalah tempat-tempat
yang bersemayam dalam hati. Yang awalnya berupa pelaksanaan perintah dan
meninggalkan segala bentuk larangan, dan terakhir mengetahui cela diri,
menyucikannya dari sifat-sifat yang tercela, menghiasinya dengan sifat yang
terpuji, serta senantiasa berdzikir kepada tuhannya.
Celanya hati sangatlah banyak, dan yang paling besar adalah kebanggaan seseorang
terhadap amal taatnya (ujub). Seorang salik (penempuh jalan Allah) tidak akan
berpindah kepada maqam yang lebih tinggi kecuali telah memenuhi semua kriteria
dalam maqam sebelumnya.

Adapun ahwal adalah tarb (keasyikan) atau qabd (penangkapan) atau bast
(pelepasan/kelapangan) atau syauq (kerinduan), atau dzauq (rasa), atau haibah
(wibawa), atau uns (ketenangan jiwa), atau wajd (kegembiraan/cinta) , atau tawajud
(kesan dari cinta) atau jamak (berkumpul) atau farq (berpisah) atau fana’ (ketiadaan)
atau baqa` (tetap ada) atau ghaibah (tidak sadar) atau sakr (mabuk) atau sahw (keadaan
sadar) atau sarb maknawi (minuman jiwa) sebagaimana juga akan menemukan
kedekatan dengan Allah SWT, cahaya penampakan, mukasyafah (penyingkapan hal
abstrak), siraman nurani, atau mahw (penghapusan), atau istbat (penetapan) atau
penutupan tabir atau penampakan atau kehadiran atau muhadarah (penghadiran) atau
lawaih (penampakan tulisan) atau secercah cahaya atau kenaikan atau penciptaan atau
pengokohan atau lainnya.

Adapun tarikan nafas (dzikir) dan ketenangan hati dengan kelembutan-kelembutan


yang ghaib. Pemilik nafas ini lebih murni (lebih sempurna) dari pemilik ahwal, pemilik
ahwal lebih murni dari pemilik maqam, dan pemilik maqam lebih murni seorang dari
seorang abid (ahli ibadah), dan abid yang mengamalkan ilmu dzahir (fiqh) lebih murni
dari orang awam yang beribadah dengan menggunakan rukhsah (keringanan dalam
syariat), dan pengamal syariat dengan menggunakan keringanan ini lebih murni dari
mereka yang lalai.

Dan orang yang mencapai kesempurnaan adalah mereka yang pada dirinya terdapat
semua ciri-ciri di atas. Mereka adalah para ulama Allah SWT dan yang tahu segala
perintah Allah dalam syariat, tarekat, dan hakekat. Para pewaris (nabi). Ulama adalah
pewaris para Nabi.

Pandangannya Terhadap Ulumul Kaum (istilah ilmu tasawwuf di Hadhramaut)

Di antara bidang keilmuan yang termasuk ulumulqaum antara lain : ilmul yakin, ainul
yakin, haqqul yakin. Ilmul yakin dimiliki oleh para pengguna akal, ainul yakin terdapat
pada kalangan ahli ilmu, sedangkan haqqul yakin dimiliki ahli makrifat dan pesaksian.
Bentuk persaksian banyak, antara lain persaksian hati dari pengaruh yang meliputinya
dari persaksian terhadap ilmu, ahwal, dan mukasyafah.

(Faedah) Hati adalah tempat dari segala sifat yang terpuji, dan ruh merupakan
kelembutan hati nurani, ia memiliki peningkatan maknawiyah di saat tidur ketika
sukma meninggalkan raga kemudian kembali lagi kepadanya. Manusia terbina dari
ruh/sukma dan raga, sebab Allah SWT menjadikan pada susunan itu keterkaitan antara
satu dengan lainnya, kebangkitan berada dalam susunannya sendiri, pahala dan adzab
berada dalam lingkupnya sendiri, arwah diciptakan, ruh sumber kebajikan, nafsu
sumber kejahatan, akal tempat bersemayamnya arwah, dalam nafsu bersemayam hawa,
dan sirr (rahasia Allah SWT yang dititipkan pada seorang wali) adalah cahaya
maknawiyah tempat dari persaksian, arwah tempat cinta dan kasih sayang, dan hati
merupakan bejana makrifat. Salah seorang ahli makrifat berkata : “Sirr sesuatu yang
dirimu masih menyadarinya, sedangkan sirrussir apa yang tidak dapat terlihat kecuali
yang Haq. Dan sirr lebih agung dari arwah, ruh lebih agung dari hati, sedangkan dada
dari orang yang merdeka (dari hawa nafsunya) adalah tempat (kuburan) dari rahasia-
rahasia Allah.

(Masya Alloh)

Pandangannya Tentang Praktek Menempuh Ajaran Tarekat Al Qaum

Tahapan awal dari tarekat ini adalah taubat, yakni tingkatan pertama dalam maqam,
syaratnya tiga, yaitu :

Penyesalan terhadap dosa yang pernah dilakukannnya.

Meninggalkan kemaksiatan seketika.

Keinginan kuat untuk selamanya tidak mengulanginya lagi.

Apabila memiliki tanggungan dengan sesama, maka harus memenuhi syarat ke empat
yaitu menyelesai tanggungannya tersebut. jika setelah bertaubat, melakukan dosa lagi,
kemudian bertaubat, maka taubatnya diterima selama syarat-syarat taubat di atas
terpenuhi.

Pandangannya Tentang Mujahadah

Mujahadah adalah : Lapar, diam, menyendiri, jaga malam, membaca alquran.

Pandangannya Tentang Taqwa

Kata takwa berasal dari “ittiqa al syirk” (menghindari penyekutuan), kemudian “ittiqa al
maashi” (menghindari maksiat), setelah itu “ittiqa al syahawat” (menghindari syahwat),
selanjutnya “ittiqa al fadalat” (menghindari sesuatu yang sia-sia)

Pandangannya Tentang Khauf (Takut) dan Raja’ (Harapan)

Al Khauf (takut) adalah meninggalkan maksiat karena takut kepada Allah SWT.
Al Raja’ (harapan) adalah berbuat taat sebaik mungkin demi mengharap pahala.
Al Raja’ al Kadzib (harapan yang bohong) adalah terus menerus berbuat dosa.
Berangan-angan adalah takut, sedangkan harapan adalah syarat dari iman, barang siapa
yang tidak memiliki rasa takut dan pengharapan maka hatinya rusak.

Pandangannya Tentang Kesedihan yang Terpuji

Kesedihan yang terpuji adalah kesedihan terhadap hari akhir dan penyesalan terhadap
dosa. Kesedihan adalah keutamaan dan bekal tambahan bagi seorang mukmin jika tidak
disebabkan oleh maksiat.

Pendapatnya Tentang Hasud dan Ghibah

“Hasad” adalah tindakan seseorang yang menuntut hilangnya nikmat atas sesama umat
Islam. hasad adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap jauhnya dari Allah SWT.
Sebab orang yang hasad tidak rela dengan ketentuan Allah SWT. Para ahli makrifat
berkata : “Seorang yang hasad tidak akan dapat memimpin”. Adapun “ghibtah” maka
hukumnya boleh, yaitu seseorang yang melihat suatu kebaikan atau harta pada
saudaranya, kemudian berkeinginan agar seperti dia, dengan tidak mengharapkan
hilangnya nikmat tersebut.

Sedangkan “ghibah” , membicarakan yang tidak disenangi saudaramu di saat ia tiada,


walaupun hal itu benar-benar terjadi terhadapnya, apabila tidak demikian maka
dinamakan dengan “buhtan”. Dan itu lebih berbahaya dari ghibah. Kedua dosa tersebut
tidak dapat terhapus dengan hanya bertaubat, akan tetapi harus dengan meminta
kerelaan dari yang dighibahi/dibuhtani kemudian bertaubat untuk dirinya dan siapa
yang dighibai, lantas mendoakannya.

Pendapatnya Tentang Qona’ah

Menurut ahli makrifat qanaah adalah : “Merasa cukup dengan apa yang ada, dan tidak
berambisi dengan apa yang tidak ada”. Dikatakan pula : “Barang siapa yang qanaah maka
ia akan lapang terhadap ahli zamannya dan lebih tinggi dari saudaranya”.

Pandangannya Tentang Tawakal

Seorang yang bertawakal senantiasa menyandarkan urusannya kepada Allah SWT. Rela
dengan apa yang telah menjadi ketentuannya. Tawakal tempatnya di hati, sedangkan
aktivitas merupakan penyebab dan tidak kontradiksi dengan tawakal. Hal ini setelah
seorang hamba meyakini bahwa takdir dari Allah SWT, jikalau mengalami kesulitan
maka itu adalah takdirnya, apabila ia mendapat taufik terhadap sesuatu (tercapai
keinginannya) maka itu adalah kemudahan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Syarat
tawakal bagi ahli makrifat adalah : “menyibukkan raga dengan ibadah, menggantungkan
hati dengan Allah SWT. Tenang dengan merasa cukup, apabila diberi ia bersyukur, kalau
tidak mendapat ia bersabar”.

Para ahli makrifat selalu berbekal jarum, benang, bejana, alat pemotong, dan sedikit
bekal, dengan menggantungkan hatinya kepada Allah SWT, bertawakal kepada-Nya serta
menyadari bahwa segala sesuatu dari-Nya dan kembali kepada-Nya.
Seharusnya bagi seorang yang bertawakal tidak takut kecuali kepada Allah SWT,
walaupun hujan tidak turun bertahun-tahun. tidak sedih karena rizki, jikalau ia bersedih
karena untuk menutupi kekurangan dirinya dan keluarga maka hal itu adalah
penghapus dari segala dosa-dosanya. Jika hujan tidak turun maka ia memohon rahmat
dari Allah SWT. Karena tidak turunnya hujan adalah adzab Allah SWT terhadap manusia.

Pendapatnya Tentang Syukur

Arti “syukur” yang sebenarnya menurut ahli hakekat adalah : “Pengakuan terhadap
nikmat Allah SWT dengan bentuk kepatuhan. Allah SWT telah menyifati dzatnya
dengan “Syakur”. Yang berarti anugerahnya yang banyak sebagai balasan amal
perbuatan yang sedikit.

Jikalau anda rindu terhadap kelezatan syukur maka lihatlah siapa yang dibawahmu
dalam segala urusan. Dan jangan sekali-kali melihat terhadap siapa yang berada di
atasmu. Pengakuanmu terhadap ketidakmampuan dalam mengungkapkan rasa syukur
adalah bentuk dari syukur.

Pendapatnya Tentang Keyakinan


Menurut ahli makrifat keyakinan adalah kokohnya iman, dikatakan : “setelah makrifat
adalah keyakinan kemudian pembenaran, setelah itu keihklasan, selanjutnya persaksian,
kemudian ketaatan, yang hasilnya adalah pengamalan perintah dan menjauhi segala
bentuk larangan serta mengikuti apa yang ada dalam alQuran dan sunnah.

Pendapatnya Tentang Kesabaran

Menurut ahli makrifat kesabaran adalah menjauhkan diri dari segala pelanggaran,
tenang ketika ditimpa lara, menampakkan kecukupan dengan kekurangan hidup yang
dijalaninya. Menurut ahli makrifat : “Merasakan kepahitan tanpa bermuram wajah,
sebaik-baiknya kesabaran adalah kesabaran seorang hamba dalam meninggalkan segala
bentuk dosa, mengamalkan seluruh perintah dalam ketaatan dan senantiasa berpegang
teguh pada alQuran dan sunnah.

Pendapatnya Tentang Muraqabah (Instospeksi)

Muraqabah (pengawasan) adalah : Pengetahuan (kesadaran) terhadap pengawasan


Allah SWT bagi dirinya secara berkesinambungan. Siapapun yang memiliki pengetahuan
ini maka hendaknya senantiasa menjaga amal perbuatan, perkataan, dan apapun yang
terbersit dalam sanubari dari hal-hal yang tidak disukai Allah SWT. Hendaknya ia
merasakan pengawasan ini dengan terus menerus perintah dan larangan Allah SWT.
Menurut ahli makrifat : “Jikalau anda bersama manusia maka jadilah penasehat
(memperhatikan) hati dan nafsumu, jangan sampai keberadaan mereka melalaikanmu,
sesungguhnya mereka memperhatikanmu dari segi lahiriah saja, sedangkan Allah SWT
mengawasi sisi batinmu.

Pandangannya Tentang Kerelaan (Ridho)

Menurut sebagian pendapat : Kerelaan adalah kasby (dapat ditempuh dengan usaha),
pendapat lain mengatakan : Kerelaan adalah sesuatu yang bersemayam dalam hati
seperti halnya ahwal (istilah dalam kesufian mengenai suasana hati), kerelaan adalah
meninggalkan segala bentuk penentangan (ketidakpuasan) terhadap ketentuan Allah
SWT.

Pandangannya Tentang Ubudiyah (Penghambaan diri)

Menurut ahli makrifat ubudiyah (penghambaan) terbagi kepada empat bagian yaitu :
“Menepati janji, menjaga segala had (keputusan, hukum agama), rela dengan apa yang
ada, sabar terhadap apa yang tidak ada.

Pandangannya Tentang irodah (Keinginan)

Iradah (keinginan, obsesi) adalah meninggalkan kebiasaan dalam mengikuti hawa nafsu,
menumpuk harta, cinta dunia dsb. Hakekat iradah adalah kebangkitan hati dalam
menuntut hak Allah SWT.

Pandangannya Tentang Istiqomah


Istiqamah adalah kekokohan dalam berpijak di atas jalan yang lurus. Yaitu dengan
mengikuti alquran dan sunnah dan senantiasa berpegang teguh dengan adab-adab
syariat, takwa kepada Allah SWT. Lahir batin tidak terombang-ambing. Tanda para
pemula (dalam suluk) adalah dengan tidak mengotori amal perbuatannya (dengan
dosa) walau sekejap. Tanda dari ahli tawasut (tahapan pertengahan) tidak adanya
kesulitan mengenai hubungannya (dengan Allah) walau sesaat, sedangkan tanda dari
ahli nihayaat (tahapan akhir) kemampuan tidak mencampur-adukkan segala bentuk
pertimbangan dalam agama (hujjah).

Sebagian ahli makrifat berkata : “Jadilah orang yang istiqamah bukan pencari karamah,
sesungguhnya nafsumu mengajak untuk menuntut karamah, sedangkan Tuhanmu
menuntutmu untuk beristiqamah.

Pandangannya Tentang Keikhlasan

Keikhlasan adalah : menjadikan ketaatan hanya untuk Allah SWT. Yaitu keinginan
menjadikan amal taatnya hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan untuk
yang lainnya seperti kepura-puraan terhadap manusia, mencari pujian, cinta sanjungan
manusia. Para ahli makrifat berkata : “Riya’ tidak dapat diketahui oleh orang yang ikhlas.
Dan sidq (kebenaran dalam bertindak) adalah pedang Allah SWT, apabila diletakkan di
atas sesuatu maka ia akan memotongnya.

Pandangannya Tentang Haya’ (Malu)

Menurut ahli makrifat haya’ (perasaan malu) terbagi kepada hal berikut :

Malu karena perbuatan salah, seperti malunya Adam as.

Malu karena kekurangan diri dalam berbuat, seperti malunya para malaikat, mereka
berkata : “Kami belum mampu untuk menyembah engkau (wahai Allah SWT) dengan
sebenarnya.

Malu karena keagungan, sebagaimana Israfil as saat merendahkan sayapnya karena


malu kepada Allah SWT.

Malu karena dermawan, seperti malunya Rasulullah Saw. Beliau malu terhadap para
tamunya untuk keluar, Allah berfirman : ‫ ول مستأنسسسين لحسسديث‬Artinya : “Tanpa asyik
memperpanjang percakapan”.

Malu karena kesopanan, seperti malunya Ali Ra. Tatkala malu untuk bertanya kepada
Rasulullah Saw. Tentang hukumnya madzi karena keberadaan Fatimah Ra.

Malu karena kehadiran Allah SWT. Seperti malunya Musa as. Saat berkata kepada
tuhannya : “Sesungguhnya aku punya keinginan akan tetapi malu untuk meminta
kepadaMu”. Allah berfirman : “Mintalah kepadaku walaupun air adonan rotimu dan
makanan hewanmu”.

Malu karena kemulyaan, sebagaimana malunya Allah SWT terhadap hambanya ketika
menghadirkan kitab tentang keputusan keberadaan seorang hamba setelah melewati
shirat (jembatan neraka), di dalamnya terdapat apa yang telah engkau perbuat, maka
Aku malu untuk memperlihatkannya kepadamu, pergilah, engkau sudah Aku ampuni.
Pandangannya Tentang Hurriyah (Kebebasan)

Al hurriyah (kebebasan) secara bahasa berarti al khulus (pelepasan). Kebebasan dzat


berarti pelepasan dirinya dari sesuatu yang tercela. Menurut ahli hakekat kebebasan
merupakan kemurnian dzat dari cinta dunia, cinta martabat, kemasyhuran atau
ketergantungan perasaan kepada selain Allah SWT.

Pandangannya Tentang Dzikir

Dzikir terbagi menjadi dua : Dzikir dengan lisan, kemudian dzikir dengan hati,
ketahuilah bahwa dzikir adalah tahap pertama dalam tarekat yang diawali dengan dzikir
dengan lisan, kemudian dzikir hati dengan bersusah payah, kemudian secara naluriah,
kemudian objek dzikir meliputi hati secara naluriah. Dan petunjuk Allah SWT terdapat
setelah tahapan tersebut.

Pendapatnya Tentang Futuwah (Kerendahan Diri)

Para ahli makrifat berkata: “Futuwah adalah berlapang dada terhadap kesalahan
saudara sesamanya”. Dikatakan pula :”Futuwah adalah dengan tidak melihat dirimu
lebih mulya dari orang lain. Sedangkan muruah (keperwiraan) merupakan bagian dari
futuwah”.

Pandangannya Tentang Firasat

Firasat berasal dari kuatnya iman. Dalam hadist diriwayatkan: “Takutlah kalian terhadap
firasat seorang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan nur (cahaya petunjuk)
Allah SWT.” Para ahli makrifat berkata: “Firasat adalah bersitan dari cahaya ghaib dalam
hati, dan penetapan pengetahuan terhadap makna yang terkandung dari hal yang
tersembunyi dari ghaib kepada yang ghaib, sehingga dapat menyaksikan segala sesuatu
yang dipersaksikan Allah SWT kepadanya”.

Para ahli makrifat berkata: “Barang siapa yang menundukkan matanya dari segala yang
tidak diperbolehkan agama, dan menahan dirinya terhadap segala bentuk syahwat dan
senantiasa memakmurkan hatinya dengan muraqabah (menyadari pengawasan Allah
SWT), mengikuti sunnah dalam tindakannya, membiasakan dirinya mengansumsi
makanan halal, maka firasatnya tidak akan meleset.

Pandangannya Tentang Akhlak yang Terpuji

Yaitu berbuat baik terhadap siapa yang menyakitimu, mengasihi makhluk Allah SWT
walaupun ia musuhmu. Tingkatan paling rendah dari akhlak yang terpuji adalah
memikul segala derita. Dan akhlak yang terpuji adalah sebagian dari iman.

Pandangannya Tentang Al Jud (Kemurahan Hati) dan Al Sakha’ (Kedermawanan)

Al Sakha’ menurut ahli makrifat adalah tingkatan pertama, baru kemudian al Jud, dan
tingkatan selanjutnya adalah al istar (pengutamaan yang lain). Barang siapa yang
memberi sebagian dan menyisakan sebagian maka ia disebut orang yang sakha’, siapa
yang mengeluarkan yang lebih dan menyisakan lebih sedikit untuk dirinya maka ia
disebut orang yang jud, dan barang siapa yang menginfakkan seluruh hartanya dan
bersabar dengan rasa lapar maka ia disebut orang yang itsar.
Pandangannya Tentang Al Ghirah (Kecemburuan)

Ghirah dari seorang hamba terhadap Allah SWT adalah dengan tidak menjadikan
sedikitpun dari keadaannya, nafasnya untuk selain Allah SWT.
Jikalau Allah SWT menyifati dzatNya dengan ghirah maka berarti tidak rela adanya
sekutu terhadap hakNya dari ketaatan hambanya.

Pendapatnya Tentang Kewalian

Tanda seorang wali tiga perkara yaitu : kesibukannya dengan Allah SWT, pengembalian
segala urusannya kepada Allah SWT, keinginannya hanya Allah SWT.

Pendapatnya Tentang Doa

Rasulullah Saw. Bersabda : “Doa adalah otak dari ibadah”. Dan doa adalah tanda
kepahaman terhadap ibadah. Sebagian kalangan berpendapat doa adalah diam tiada
bergeming di bawah ketentuan hukum, kemudian rela dengan apa yang telah menjadi
pilihan Allah SWT, dan itu lebih utama.

Pendapatnya Tentang Kefakiran

Kefakiran perlambang para wali, hiasan orang-orang tulus, dan pilihan Allah SWT untuk
manusia pilihanNya dari para Nabi, orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang fakir,
hamba-hamba pilihanNya dan tempat penitipan rahasia-Nya.

Para ahli makrifat berkata : “Orang-orang membicarakan kefakiran dan kekayaan (tidak
butuh uluran tangan orang lain) apa yang lebih utama?” beberapa kalangan dari mereka
berkata: “Yang utama, seorang yang memenuhi kebutuhannya setelah itu menjaga diri
terhadapnya (harta kekayaan)”

Pandangannya Tentang Tasawwuf

Sufi berasal dari suf (kain wol) yaitu seorang yang memakai kain wol, dan maksudnya
saat ini adalah sekelompok individu tertentu yang menghiasi dirinya dengan ibadah dan
sibuk dengan penyucian hati, sedangkan hakekat dari tasawuf adalah ketika al Haq
(Allah SWT) mematikan dirimu dan denganNya dirimu hidup. Menurut para ahli
makrifat:”Tasawuf adalah memasuki setiap akhlak yang tinggi dan keluar dari setiap
akhlak yang rendah. Tanda seorang sufi yang agung adalah menjadikan dirinya laksana
bumi yang setiap kejelekan dilemparkan kepadanya akan tetapi sang bumi tetap
mengeluarkan yang manis.”

Pandangannya Tentang Adab

Hakekat adab adalah terkumpulnya setiap sifat yang terpuji, orang yang beradab adalah
orang yang terdapat pada dirinya segala sifat yang terpuji, seorang hamba dengan
ketaatannya dapat sampai kepada surga, dan dengan adab dalam ketaatannya dapat
sampai kepada Allah SWT.

Beberapa ahli makrifat berkata : Adab ahli dunia dalam kefasihan dan balagah
(keindahan tatanan bahasa Arab) adalah dengan menjaga ilmu-ilmunya, nama-nama
raja, dan syair-syair Arab. Sedangkan adab ahli akhirat adalah dengan melatih jiwa dan
menggembleng raga serta menjaganya dari hawa nafsu. Adapun adab orang-orang
khusus adalah penyucian hati, menjaga segala rahasia, menepati janji, menjaga waktu,
tidak sering melihat kepada kata perasaan, beradab baik dalam posisinya sebagai
seorang pencari. Dan waktu-waktu penghadiran terdapat dalam maqam-maqam
kedekatan.

Pandangannya tentang Safar (Bepergian)

Bepergian ada dua macam: Bepergian dengan badan, yaitu berpindah dari satu ke
tempat yang lain. Dan bepergian dengan hati, yaitu naiknya dari satu sifat kepada sifat
yang lain.

Pandangan Tentang Assuhbah (Bersahabat)

Bersahabat ada tiga macam: “Bersahabat dengan siapa yang berada di atasmu, hal ini
pada hakekatnya adalah keselamatan, kemudian bersahabat dengan siapa yang berada
di bawahmu, dalam hal ini seorang yang diikuti hendaknya senantiasa bersikap istar
(mengedepankan orang lain), kasih sayang, dan futuwah (kedermawanan).

Pandangannya Tentang Keadaan di Saat Kematian

Sebagian dari mereka yang tampak padanya adalah kewibawaan, sebagian lain tampak
padanya pengharapan, sebagian lagi tampak pada mereka keadaan yang menjadikan
dirinya diliputi dengan ketenangan dan kasih sayang.

Pandangannya Tentang Makrifat

Seorang yang Arif adalah yang mengetahui Allah SWT dengan asma dan Sifat-sifatNya.
Kemudian setiap tindak tanduknya benar-benar hanya untuk Allah SWT. Menghilangkan
akhlak yang hina serta segala faktor-faktor penyebabnya. Kemudian dalam waktu
panjang bersimpuh di depan pintu (Allah SWT), hatinya senantiasa bersamanya, lantas
segala penghaturannya diterima oleh Allah SWT, setiap keadaanya benar-benar untuk
Allah SWT, segala yang membahayakan jiwanya sirna, hatinya tidak mendengar apa
selain Allah SWT. Maka akhirnya, di antara para makhluk ia laksana orang asing,
terlepas dari segala yang membahayakan jiwanya, bersih dari segala keacuhan dan
perhatian, munajatnya terhadap Allah SWT terus-menerus secara tersembunyi, setiap
saat ia benar-benar mengembalikan segala urusannya kepada Allah SWT. Maka jadilah
ia orang yang kata-katanya bersumber dari Allah SWT, dengan pengetahuan munajat
dan rahasia-rahasiaNya yang terdapat dalam ketentuan kodrat-Nya, pada saat itulah ia
dinamakan seorang yang Arif, keadaannya dinamakan keadaan yang diliputi
pengetahuan. Dzun nun –semoga Allah SWT merahmatinya- berkata tanda orang Arif
ada tiga :

Cahaya makrifatnya tidak memadamkan cahaya wara’nya (kehati-haitannya)

Tidak meyakini adanya hikmah syariah dan ilmu secara batin, yang tidak sesuai dengan
tuntutan syariat secara lahiri. Maksudnya : tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan
syariat.
Banyaknya nikmat Allah SWT terhadapnya tidak menggiringnya kepada perbuatan yang
tidak diperbolehkan oleh Allah SWT.

Pandangannya Tentang Mahabbah (Cinta)

Cinta berasal dari Allah SWT untuk hambaNya, terkadang dari hamba untuk Allah SWT,
adapun cinta Allah SWT terhadap hambaNya terdapat pada kehendakNya dalam
memberikan nikmat khusus terhadap hambaNya. Adapun cinta hamba terhadap Allah
SWT terjadi ketika seorang hamba mendapatkan dalam hatinya sebuah keadaan yang
sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, terkadang keadaan tersebut membawanya
kepada pengagungan dan mengedepankan ridlo Allah SWT, tidak dapat bersabar
terhadapNya dan sangat membutuhkanNya, tidak dapat berpisah dari-Nya, terdapat
ketenangan disaat hatinya mengingatNya, dan kerinduan melebihi sebuah cinta, dan
isytiyaq (merindukan) melebihi dari syauq (kerinduan). Syauq (Kerinduan) adalah
keinginan hati untuk bersua dengan dzat yang dicinta. Kerinduan terobati dengan
perjumpaan dan pandangan. Adapun isytiyaq (merindukan ) tidak dapat sirna dengan
perjumpaan.

Pandangannya Tentang Menjaga Hati Syekh

Seorang murid harus menjaga hati para syekhnya, meninggalkan pertentangan


terhadapnya. Seorang murid hendaknya menjaga hati guru pembimbingnya dan tidak
menentangnya. Menafsirkan segala perbuatan dan perkataannya dengan baik. Barang
siapa yang bersama Syekh kemudian hatinya menginkarinya maka ia telah melanggar
peraturan bersahabat dan bersamanya. Para ahli makrifat berkata : “Barang siapa yang
berkata kepada guru dan syekhnya : (kenapa?) maka ia tidak beruntung”.

Pandangannya Tentang Karomah Wali

Penampakan karamah para wali dapat terjadi, tidak ada yang melarang kebolehannya,
dan keberadaan karamah terhadap umat adalah kebenaran. Karamah tidak terdapat
kepada seluruh wali, siapa yang pada dirinya terdapat sifat-sifat kewalian dan tidak
tampak darinya karamah maka kewalian tidak tercemar karenanya. Para wali dalam
penampakan kewaliannya berbeda satu dengan yang lain, kebanyakan dari mereka tidak
menampakkannya, sebagian yang lain menampakkannya, agar kebenarannya tampak
dan tarekatnya dapat dijaga, sehingga umat manusia dapat mensuri tauladaninya dan
bertaubat dari segala maksiat dengan barokahnya.

Pandangannya Tentang Wasiat Ahli Makrifat Terhadap Murid

Seyogyanya bagi seorang murid untuk mengetahui ilmu dari kitab-kitab fiqih seperti “at
Tanbih” karya Abu Ishak, “Minhaj” karya Imam Nawawi, dan dari kitab-kitab suluk
(tasawuf) kitab-kitab karya Imam Ghazali seperti “Minhaj al Abidin”, “al Arbain al Ashl”,
“Ihya Ulumiddin”, “Nasyr al Mahasin” atau “al Irsyad” karya al Yafi’ie. Hal itu agar akidah
dan ibadahnya benar, dan mengikuti madzhab as Syafiie dalam bidang fiqh, yang
merupakan salah satu dari madzhab yang ada. Meninggalkan keringanan-keringanan
agama kecuali dalam keadaan mendesak, mengikuti seorang syekh dan menempuh jalan
ke surga. Dan hendaklah ia menyampaikan kepada syekhnya apa yang tersirat dalam
benaknya, serta apa yang dilihat dalam tidurnya untuk membedakan bisikan Allah SWT
dan bisikan syetan, menjelaskan kepadanya tentang maqam dan segala ilmunya juga
amalan yang ada di dalamnya.
Pandangannya Tentang Pakaian

Ketahuilah bahwa ijtihad mereka dalam hal pakaian berbeda satu dengan yang lain. Dari
mereka ada yang berpakaian seadanya tanpa memberatkan diri, dan menyuruh para
murid untuk memakai pakaian seadanya. Sebagian yang lain ada yang tidak suka
memiliki pakaian lebih dari satu, sebagian lagi ada yang memperbolehkan memiliki dua
pakaian untuk berhati-hati dalam bersuci, maksudnya: apabila pakaian satunya najis,
maka ia memakai pakain yang lain.

Pandangannya Tentang Assama’ (Mendengarkan)

Ketahuilah bahwa mendengar bait-bait syair dengan alunan nada yang indah dan enak
dalam pendengaran, jikalau bukan hal yang haram, atau tidak mendengar sesuatu yang
dicela syariat maka hukumnya secar global boleh. Sudah disepakati bahwa bait-bait
syair pernah dilantunkan di hadapan Nabi Muhammad Saw. Beliau menyimaknya dan
tidak menginkarinya.

Banyak kalangan ulama yang memiliki karya dalam bidang ini, Imam Hujjatul Islam Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumiddin” di akhir
pembahasan “al Sama’ wal Wajd” berkata: “Bahwasanya sama (menyimak) terkadang
hukumnya haram, terkadang mubah, bahkan kadang-kadang mustahab, atau makruh.
Adapun yang diharamkan adalah sama oleh kebanyakan para pemuda, dan siapapun
yang dirinya masih di pengaruhi oleh keduniaan, karena sama menggerakkan hati sesuai
dengan apa yang ada di dalam hatinya dari sifat-sifat yang tercela.
Sedangkan yang makruh adalah sama yang dilakukan atas dasar tradisi pada
kebanyakan waktu, sebagai hiburan dan main-main tidak ada kaitannya dengan keadaan
hati.

Hukumnya mubah bagi siapa yang asyik mendengarkannya karena lantunan suara yang
indah.

Adapun sama menjadi mustahab, bagi mereka yang dirinya dikuasai oleh cinta kepada
Allah SWT. Dan sama mengajak dirinya kepada sifat-sifat yang terpuji.

Wallohu a’lam

Riwayat hidup Al Aidrus Al Akbar (Syekh Abdullah bin Abu Bakar bin Syekh Abdurrahman
Assegaf) (Wafat: 671 H)

sumber: indo hadhramaut

Anda mungkin juga menyukai