Anda di halaman 1dari 12

AL IMAM ISA AR-RUMI

Abu Muhammad Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin


Imam Jafar al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang imam
besar ilmu agama, dibesarkan dan di didik ilmu hadits, ilmu
fiqih dan ilmu agama lain oleh ayahnya Imam Muhammad bin
Ali al-Uraidhi.
Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih
kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna,
sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah
adalah putih kemerah-merahan.
Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib, karena beliau
mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang
berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib
disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif
yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama
beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa
alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena
beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin
Muhammad wafat sekitar tahun 270 hijriyah di Basrah, Iraq.
Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan
lima orang anak perempuan, diantaranya adalah Imam Ahmad
al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di
Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rummi adalah :
a.
Abdullah, Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah alAhwal, Abdullah al-Asghor, Daud, Yahya, Ali, Abbas,
Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai
keturunan
b.
Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa,
Ibrahim, Jafar, Ali al- Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah,
Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.
AL IMAM AHMAD AL MUHAJIR

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir (820-924) Juga dikenal


dengan panggilan Al-Imam Ahmad bin Isa merupakan keturunan
Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra. Nama lengkapnya
adalah Ahmad bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali
al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan bahwa ia lahir
pada tahun 241 Hijriyah (820 Masehi) walaupun ada pula yang
menyebut 260 Hijriyah.
Hijrah ke Hadramaut
Imam Ahmad bin Isa dinamakan Al-Muhajir karena ia
meninggalkan Basrah, Irak pada zaman pemerintahan Khalifah
Abbassiyah yang berpusat di Baghdad, pada tahun 317H (896
M). Mula-mula ke Madinah dan Mekkah, kemudian pada tahun
318 H dari Mekkah ke Yaman kurang lebih sekitar tahun 319 H.
Beliau berhijrah disebabkan karena banyaknya fitnah yang
terjadi di Irak pada waktu itu. banyak para Ahlul Bait keturunan
Rasulullah diburu atau bahkan dibunuh karena pemerintah
khawatir kalau mereka mau mengambil-alih kekuasaan. Imam
al-Muhajir adalah orang pertama yang datang ke Hadramaut
berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta
dalam perjalanan adalah anaknya yang bernama Ubaidillah dan
ketiga cucunya; Alwi, Jadid dan Basri.
Ia wafat pada tahun 345h (924 M) di Husayyisah, sebuah
kota antara Tarim dan Sewun, Hadramaut. Makamnya di atas
sebuah bukit umumnya salah-satu yang pertama kali diziarahi
oleh para pengunjung yang datang ke Hadramaut.
Keturunan dan status
Imam Ahmad al-Muhajir wafat pada tahun 345 Hijriyah, dan
dikarunia keturunan:
1. Muhammad (Keturunannya tersebar di negri Baghdad )

2.

Abdullah / Ubaidillah (Abu Alawy). Lahir di Basrah dan


meninggal pada 383 H di Somal, Yaman.
1. Basri
2. Jadid
3. Alwi al-Awwal
1. Muhammad
1. Alwi ats-Tsani
1. Salim
2. Ali Khali' Qasam
1. Muhammad Shahib Mirbath
2. Abdullah
3. Husain

Semua para sayyid dari keluarga BaAlawi, Hadramaut


bernasab kepadanya. Sebagian besar para Walisongo di
Indonesia juga adalah keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
Isa.
Imam Ahmad Al-Muhajir ialah seorang Imam Mujtahid, yang
lebih banyak diikuti daripada mengikuti.
Gelar al-Muhajir.
Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya
kepada Imam Ahmad bin Isa sejak hijrahnya dari negeri Iraq ke
daerah Hadramaut. hanya Imam al-Muhajir yang khusus
menerima gelar tersebut meskipun banyak pula orang-orang
dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamannya yang
berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai
macam gerakan yang timbul.
Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke
Hadramaut karena sebab-sebab perbaikan yang diperlukan,
diantaranya adalah mencari ketenangan demi menyelamatkan
agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman.
Hijrah yang dilakukan oleh al-Muhajir bukanlah sesuatu yang
baru, tetapi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sepuluh
pemimpin dari kalangan keluarga Nabi saw, seperti Rasulullah
saw dan keluarganya yang hijrah dari Mekkah ke Madinah,
Imam Ali bin Abi Thalib hijrah dari Hijaz ke Iraq, yang diikuti oleh
anak dan cucunya setelahnya seperti Imam al-Husein bin Ali,
Zaid bin Ali bin Husein, Muhammad al-Nafsu al-Zakiyah bin
Abdullah al-Mahdh bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin
Abi Thalib serta saudaranya Ibrahim dan Idris, kakek Bani
Adarisah di Maghrib dan lainnya.

Sedangkan al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadramaut


disebabkan timbulnya fitnah, bencana dan kedengkian yang
telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli
bidah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif
Alawiyin, dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan,
banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan
perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin
serta banyaknya pembunuhan, di samping itu mereka juga
mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan
Muawiyah, maka pada tahun 317 hijriyah, Imam al-Muhajir
hijrah ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70
orang.[4] Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang
bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri.
Anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di
Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai
beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.
Dalam majalah al-Rabithah, jilid 5 halaman 296 dijelaskan
bahwa, .Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk
mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada
sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang
negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayid Ahmad
bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang
subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya
banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga
dan anaknya karena menjaga diri dan agamanya dari fitnah dan
kekejaman bala tentara kerajaan.
Sebelum ke Hadramaut, beliau melakukan perjalanan
melalui Hijaz pada tahun 317 hijriyah, bersama sebagian maula
dan anak pamannya seperti kakek dari keluarga al-Ahadilah dan
al-Qudaim, dan pada tahun 318 hijriyah ke Madinah melalui
Syam, disebabkan jalan ke Makkah dan Madinah dari Iraq
kurang aman. Mereka tinggal di Madinah sampai musim haji
untuk menunaikannya dan saat itu kaum Qaramithah telah
mengambil Hajar al-Aswad dari tempatnya. Dalam perjalanan
haji, al-Imam al-Muhajir bertemu dengan rombongan haji
Hadramaut.
Setelah itu al-Muhajir berangkat ke Yaman dan memilih
sayid Muhammad bin Sulaiman bin Ubaidillah bin Isa bin Alwi
bin Muhammad bin Dhohman bin Auf bin al-Imam Musa alKadzim untuk tinggal di Wadi Saham, sebagaimana al-Muhajir
memilih seorang dari keluarga al-Qudaim untuk tinggal di Wadi
Surdud.

Ketika sampai di Wadi Duan, al-Muhajir tinggal di Jubail,


kemudian pindah lagi ke Hajrain daerah yang mempunyai
pemandangan yang indah. Dengan ilmu dan bukti-bukti beliau
memberikan pemahaman kepada ahlu bidah dan ahlu sunnah
di sana sehingga Allah swt mempertemukan kedua kelompok
yang bertikai itu di bawah kemuliaan al-Muhajir.
Menurut Muhammad bin Salim al-Bijani, daerah yang
pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana
penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka
menerima dengan senang hati kedatangan Imam al-Muhajir.
Negeri Jubail terletak di Wadi Duan yang penduduknya
bermadzhab Ahlussunnah dan Syiah yang dikelilingi oleh
penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku
Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah
ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain
beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 1.500 dinar
dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya.
Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke
Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat.
Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320
hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman
Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah
Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau
memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa
senjata.
Kemudian beliau pindah ke Husaisah, yang jaraknya
setengah marhalah dari Tarim, dan ditempat itu beliau
menghabiskan sisa umurnya untuk berdawah menuju kesatuan
pandangan dan kekuatan madrasah alquran dan sunnah
berdasarkan manhaj ahlu sunnah wal jamaah. Beliau adalah
seorang mujtahid dalam ilmu ushul, maka kuatlah manhaj yang
membawa kebahagiaan di Hadramaut atas usahanya, sehingga
muncul madzhab Imam Syafii yang kemudian menjadi madzhab
anak keturunannya dalam bidang furu. Al-Muhajir wafat dan
dikuburkan di Husaisah tahun 345 hijriyah.

Kisah lainnya
Al Imam Ahmad Al-Muhajir berasal dari negara Irak,
tepatnya di kota Basrah. Ketika mencapai kesempurnaan di
dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, bersinarlah mata
batinnya dan memancarlah cahaya kewaliannya, sehingga
tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat,
mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk.
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Irak adalah seorang yang
mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang
makmur. Akan tetapi ketika mulai melihat tanda-tanda
menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih
mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk
tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi
itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan
niat mengikuti perintah Allah, "Bersegeralah kalian lari kepada
Allah..."
Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk
berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya,
dikarenakan tersebarnya para ahlul bid'ah dan munculnya
gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya
intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul
sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh
dan menganiaya.
Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah
sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum
muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan

menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah


membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. AshShuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum
muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak
1.500.000 jiwa.
Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir
dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin
Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak
ada. Ia suka mencaci Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib,
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Siti Aisyah dan
Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij.
Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H,
berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari
Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan
tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan
anak-anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba'alawy), Bashri
(kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid).
Mereka semua adalah ulama yang mengamalkan ilmunya,
orang-orang sufi dan saleh. Termasuk juga yang ikut dalam
rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau,
serta termasuk didalamnya adalah kakek dari keluarga Al-Ahdal.
Dan juga ikut diantaranya adalah kakek keluarga Bani Qadim
(Bani Ahdal dan Qadim adalah termasuk keturunan dari pamanpaman beliau).
Pada tahun ke-2 hijrahnya beliau, beliau menunaikan
ibadah haji beserta orang-orang yang ikut hijrah bersamanya.
Kemudian setelah itu, melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju
ke Hadramaut. Masuklah beliau ke daerah Hajrain dan menetap
disana untuk beberapa lama. Setelah itu melanjutkan ke desa
Jusyair. Tak lama disana, lalu melanjutkan kembali
perjalanannya dan akhirnya sampailah di daerah Husaisah
(nama desa yang berlembah dekat Tarim). Akhirnya beliau
memutuskan untuk menetap disana.
Semenjak menetap disana, mulai terkenallah daerah
tersebut. Disana beliau mulai menyebarkan-luaskan As-Sunnah.
Banyak orang disana yang insyaf dan kembali kepada AsSunnah berkat beliau. Beliau berhasil menyelamatkan
keturunannya dari fitnah jaman.
Masuknya Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut dan
menetap disana banyak mendatangkan jasa besar. Sehingga
berkata seorang ulama besar, Al-Imam Fadhl bin Abdullah bin

Fadhl, "Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah.


Barangsiapa yang tidak menaruh rasa husnudz dzon kepada
keluarga Ba'alawy, maka tidak ada kebaikan padanya."
Hadramaut menjadi mulia berkat keberadaan beliau dan
keturunannya disana. Sulthanah binti Ali Az-Zabiidy (semoga
Allah merahmatinya) telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW,
dimana di mimpi tersebut Rasulullah SAW masuk ke dalam
kediaman salah seorang Saadah Ba'alawy, sambil berkata, "Ini
rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta."
AL IMAM UBAIDILLAH BIN AHMAD AL MUHAJIR

Beliau adalah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin


Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Jafar Ash-Shodiq, dan
terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW. Beliau
seorang imam yang agung dan dermawan, alim dan berakhlak
mulia, penuh dengan sifat-sifat kebaikan dan kemuliaan.
Beliau juga seorang yang sangat tawadhu (rendah diri).
Karena begitu tawadhunya, beliau tidak menamakan dirinya
dengan nama Abdullah, akan tetapi di-tasghir1-kan menjadi
Ubaidillah, semata-mata untuk mengagungkan Allah dan
berendah diri di hadapan-Nya.
Beliau adalah seorang yang Allah memberikan
keistimewaan sifat-sifat yang terpuji pada dirinya. Berkata ASSayyid Ali bin Abubakar mengenai diri beliau, Abdullah, orang
yang menjaga dirinya dalam agama,paling terkemuka dalam
kedermawanan dan keagungan ilmunya.Datuk para keturunan
mulia, sumber kedermawanan,dan lautan ilmu, itulah tuan kami
yang mulia.

Beliau mengambil ilmu dari ayahnya. Selain itu, beliau juga


mengambil ilmu dari para ulama di jamannya. Di kota Makkah,
beliau berguru kepada Asy-Syeikh Abu Thalib Al-Makky. Dibawah
asuhan gurunya, beliau berhasil menamatkan pelajaran dari
kitab gurunya tersebut yang berjudul Guut Al-Guluub.
Tampak pada diri beliau berbagai macam karomah yang
dikaruniakan kepada dirinya. Beliau, Al-Imam Ubaidillah, jika
meletakkan tangannya pada orang yang sakit, lalu beliau
meniupnya dan mengusapkan di tubuhnya, maka sembuhlah si
sakit itu. Mengenai kedermawanannya, beliau jika menggiling
kurma miliknya dan meletakkannya di tempat penggilingan,
maka kurma-kurma itu semuanya beliau sedekahkan, meskipun
jumlahnya banyak.
Beliau mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya, baik itu di
dalam kezuhudannya, ilmunya ataupun ibadahnya. Setelah
ayahnya wafat, beliau pindah ke daerah Saml, dan memberikan
tanah miliknya ke budaknya yang telah dimerdekakannya yang
bernama Jafar bin Mukhaddam. Tinggallah beliau di kota Saml.
Beliau menikah dengan wanita dari daerah tersebut dan
dilahirkannya salah seorang anaknya yang bernama Jadid.
Sampai akhirnya beliau menutup mata untuk terakhir kalinya di
kota tersebut pada tahun 383 H.
kisah lain
Imam Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin
Muhammad bin Ali al-Uraidhi Jafar ash-Shodiq bin Muhammad
al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib
dilahirkan di Basrah, dibesarkan dalam lingkungan para ahli
ilmu. Dinamakan Ubaidillah karena bentuk tasghir dari Abdullah
dan beliau suka dipanggil dengan nama tersebut. Beliau hijrah
dari Iraq bersama ayahnya ke kota Madinah kemudian ke
Hadramut, bersama beliau ikut serta istri dan anaknya yang
paling besar bernama Basri yang mengikuti jejak ayahnya
dalam menyebarluaskan ilmu dan berdawah ke jalan Allah swt.
Guru beliau adalah ayahnya sendiri Imam Ahmad bin Isa. Pada
tahun 317 hijriyah beliau mengadakan perjalanan ke Makkah
dan sekaligus menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Imam
Ubaidillah bin Ahmad bin Isa seorang yang hafal hadits, para
ulama banyak meriwayatkan hadits darinya. Beliau juga
merupakan ulama kenamaan di zamannya. Harta kekayaan
beliau berupa perkebunan yang subur dan luas.

Beliau membeli tanah yang luas di Sumal dan Bait Jubair


untuk membantunya membiayai kegiatan dalam penyebaran
ilmu dan infaq ke jalan Allah swt. Beliau selalu menanamkan
kepada anak-anaknya dengan pelajaran atas dasar manhaj ahlu
sunnah. Beliau wafat setelah kaidah-kaidah yang dipelopori oleh
ayahnya telah tumbuh subur. Beliau wafat di Sumal tahun 383
hijriyah. Di lain riwayat beliau dikuburkan di daerah Najdi dekat
dengan kota Boor.
Awal Sufi Di Hadramaut.
Pendiri pertama madrasah bani Alawi yang hanya padanya
manhaj Saadah Bani Alawi melekat sebagaimana telah
disebutkan ialah al-Imam al-Muhajir yang pada saat itu beliau
hidup di tengah-tengah zaman yang penuh fitnah, beliau pula
yang pertama kali menumbuhkan dasar-dasar manhaj tersebut.
Setelah beliau wafat, manhaj beliau diteruskan oleh anaknya
Ubaidillah yang hidup di zaman ayahnya dengan menyaksikan
berbagai cara beramal dan dawah, beliau juga merupakan
orang pertama yang mengambil ijazah ilmu usul ahlu sunnah
wal jamaah di Mekkah dan Madinah. Beliau pergi ke Mekkah
diutus oleh ayahnya, dimana hal tersebut merupakan saksi
yang agung akan kecintaan al-Imam al-Muhajir terhadap usaha
mengembangkan wawasan dengan mengambil pemikiranpemikiran baru yang tercermin dalam cara berpikir anak-anak
dan cucunya sebelum manusia yang lain. Ubaidillah bin Ahmad
tidak saja cukup mempelajari ilmu usul dan hadits di Makkah
Mukarromah, bahkan beliau mempelajari ilmu tasawuf dan ilmu
akhlaq kenabian kepada guru besar ahlu sunnah a-Imam alAllamah al-Syekh Abu Thalib al-Makki yang wafat pada tahun
386 hijriyah, kepada gurunya beliau membaca kitab Quut alQulub, sebagaimana mempelajari ilmu fiqih beliau selalu
diijazahkan dari setiap periwayatan dan sanad. Dari sinilah
menyambung sanad keluarga Abi Alawi dan madrasah mereka
kepada sanad ahlu sunnah.
Untuk masalah ini para ahli sejarah menjelaskannya dalam
biografi Ubaidillah bin Ahmad, diantaranya : Ubaidillah bin
Ahmad, beliau orang yang pertama kali membawa ajaran
tasawuf di Hadramaut, beliau kembali ke Hadramaut pada
zaman ayahnya masih hidup, dan ayahnya memberikan izin
kepada beliau untuk menyebarkan ilmu yang bermanfaat
kepada manusia hingga ayahnya wafat pada tahun 345 hijriyah.
Maka kepemimpinan ayahnya berpindah kepadanya. Beliau

telah meletakkan tasawuf dalam mimbar ilmu dan dawah


sebagaimana hal tersebut telah dilakukan oleh al-Imam alMuhajir, sehingga para ulama, ahli syair pada zamannya
memuji akan keutamaan ilmu dan kemuliaan serta
kedermawanannya, beliau telah berakhlaq seperti akhlaq
kakeknya Rasulullah saw.
Dan ketika ayahnya wafat di Husaisah pada tahun 345
hijriyah kekhilafahan ilmu dan dawah kembali kepadanya, dan
masyarakat sangat mengharapkannya di berbagai tempat, dan
ini menunjukkan bahwa beliau banyak berdawah ke pelosok
daerah, maka berangkatlah beliau ke desa Sumal dan
menghadiahkan semua tanah dan apa yang dimilikinya semua
kepada maulanya Jafar bin Makhdam sebagaimana hal tersebut
telah dilakukan oleh ayahnya al-Muhajir, yang membeli
perkebunan kurma ketika beliau tiba di Hajrain Hadramaut,
kemudian berpindah lagi ke daerah Bani Jusaib sebelum
akhirnya beliau menentap di Husaisah. Beliau menghadiahkan
semua harta dan perkebunannya kepada maulanya Suwaih
yang termasuk maula yang terdahulu ikut serta hijrah dari Iraq.
Di Sumal dan di Bait Jubair beliau mengusahakan sumber
kehidupan untuknya dan untuk para pengikutnya dengan
membeli sebidang tanah pertanian dan perkebunan kurma.
Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad telah mendirikan kaidahkaidah ilmu dan syariah dan dawah kejalan Allah swt
berdasarkan manhaj berpikir yang telah diterima bulat oleh
para ulama ahlu sunnah di Hadramaut, dimana saat itu terdapat
ulama dari keluarga Abi Fadhol dan dari keluarga al-Khatib di
negeri Tarim, sebagaimana sama halnya dengan kaum Khawarij
dan beberapa ulama mereka yang mengambil hujjah serta
keterangan-keterangan dari uslub yang diajarkan oleh ayahnya
dengan cara akhlaq yang mulia tanpa mendahulukan rasa
fanatik dan hawa nafsu, sehingga keadaan Hadramaut berubah
menjadi negeri ahlu sunnah dikarena beliau, begitu pula pada
zaman ayahnya.
Keturunan Imam Ubaidillah.
Silsilah Saadah Bani Alawi al-Husaini yang menetap di
Hadramaut sampai hari ini dan yang telah menyebar ke penjuru
alam semua bersumber kepada Sayid Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhajir. Beliau merupakan satu-satunya anak dari
keturunan Ubaidillah bin Ahmad yang mempunyai keturunan

yang bersambung hingga hari ini. Imam Ubaidillah bin Ahmad


mempunyai tiga orang anak : Basri, Jadid dan Alwi.
Basri dan Jadid mempunyai keturunan yang tinggal di
Hadramaut dan terputus pada awal tahun 700 hijriyah, hingga
tidak ada lagi dari keturunannya yang tercatat dalam silsilah
dan biografi keluarga Alawi.
Pengarang kitab Ghuror al-Bahau al-Dhowwiy menulis :
Sesungguhnya keluarga Bani Jadid terputus begitu pula
keluarga dari Bani Basri, yang hidup paling akhir dari keluarga
Jadid ialah seorang wanita di Zubaid yang bernama Jadidah.
Alwi bin Ubaidillah mempunyai banyak keturunan yang tersebar
di Hadramaut, Yaman, Hijaz, Mesir, Kholij, Indonesia, Afrika
Timur, India, Sailan dan negeri lainnya. Dalam hal ini telah
ditetapkan nisbah Saadah Bani Alawi kepada asalnya yang
diberkahi khususnya sesudah hijrahnya al-Imam Ali bin Jadid ke
negeri Iraq.

Anda mungkin juga menyukai