Anda di halaman 1dari 11

https://islamiques.

net/

INSAN KAMIL DALAM PERSPEKTIF ABD


AL-KARIM AL-
JILI DAN PEMAKNAANNYA DALAM
KONTEKS KEKINIAN
Source : https://islamiques.net/
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

A. PENDAHULUAN Jakarta,1 Buku lainnya tentang kajian sepu-


Kajian konsep manusia dalam hal ini tentang tar insan kamil juga dilakukan oleh Yunasril
makna manusia sempurna (al-Insan al-Kamil) Ali dengan judul “Manusia Citra Ilahi yang
merupakan kajian yang sangat menarik, bukan diterbitkan oleh Paramadina Jakarta.2
hanya pada tempo dulu seperti apa yang dikaji Artikel John T. Little berjudul Al-Insan Al-
oleh para ulama sufi diantaranya Abu Yazid al- Kamil: The Perfect Man According To Ibn
Busthami, al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, al-Qunawi, al- Al-‘Arabi? Yang diterbitkan oleh The
Jili dan sebagainya, akan tetapi sampai saat ini Muslim World Journal Vol. 7 Tahun 1987.3
pun kajian tentang insan kamil masih tetap Rusdin, Insan Kamil Dalam Perspektif
penting untuk dikaji. Apalagi akhir-akhir ini Muhammad Iqbal,4 Mohsin Afzal Dar,
disekitar kita banyak sekali fenomena- Iqbal’s Concept of Insan-i-Kamil or Mard-
fenomena kearah tersebut—berloma-lomba i-Momin (Perfect Man),5 Nicholas Lo
mencapai derazat insan kamil—misalnya Polito, ‘Abd Al-Karim Al-Jili, Tawhid,
fenomena semaraknya masyarakat mengikuti Transcendence and Immanence.6
kegiatan zikir tarekat, maraknya masyarakat Dari beberapa penelitian yang dapat pe-
mengadakan zikir berjama’ah atau iztighosah nulis temukan di atas, fokus penelitian yang
akbar. Fenomena tersebut mengindikasikan berupaya secara khusus mengkaji pemi-
bahwa ternyata derazat insan kamil masih tetap kiran insan kamil perspektif al-Jili dengan
diharapkan. Benarkah?. Dalam penelitian ini menjadikan pemikiran insan kamil Ibn
akan disajikan sebuah gagasan insan kamil ‘Arabi sebagai pembanding dan upaya
yang datang dari seorang tokoh sufi terkenal pemaknaan dalam konteks kekinian di
yakni Syaikh Abd al-Karim al-Jili atau yang Indonesia sejauh penelusuran penulis
biasa disebut dengan al-Jili. Gagasan yang belum-lah ditemukan. Atas dasar itu, maka
disajikan oleh tokoh ini bisa dijadikan sebagai penelitian ini menarik untuk dilakukan.
pijakan untuk mereka yang saat ini giat berolah Penelitian ini merupakan jenis
spiritual demi merain insan kamil yang dengan penelitian Library Research. Sumber
Tuhan. data yang peneliti gunakan adalah karya
Mengkaji konsep insan kamil tentu tidak asli yang ditulis oleh al-Jilli dan Ibn
bisa dipisahkan dari kajian pemikiran Syaikh Arabi sebagai pembanding.
al-Akbar Muhyi al-Din Ibn ‘Arabi yang juga
Untuk menganalisis data yang telah
membawa ide lebih awal tentang insan kamil.
Karena itu, kajian pemikiran Ibn ‘Arabi seputar terkumpul, maka peneliti menggunakan
insan kamil juga disajikan sebagai pembanding beberapa metode sebagai berikut: conten
dari kajian insan kamil versi al-Jili. analisis, komparatif, hermeneutika.
Sejauh penelusuran penulis atas kajian
seputar insan kamil memang sudah banyak B. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan. Diantaranya sebuah buku yang 1. Mengenal Abd al-Karim al-Jili
ditulis oleh Murtadha Muthahari, Manusia Mengenai riwayat hidup al-Jili
Sempurna; Pandangan Islam tentang Hakikat menyangkut tempat dan tahun kelahiran-
Manusia yang diterbitkan oleh penerbit Lentera nya, pendidikan dan peranannya dalam

1
Murtadha Muthahari, Manusia Sempurna; Ushuluddin dan Filsafat 12, no. 2 (5 Februari 2018):
pandangan Islam tentang hakikat manusia, trans. oleh 251–71, https://doi.org/10.24239/rsy.v12i2.84.
M. Hasyem (Jakarta: Lentera, 1993). 5
Mohsin Afzal Dar, “Iqbal’s Concept of Insan-i-
2
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi (Jakarta: Kamil or Mard-i-Momin (Perfect Man),” Islam and
Paramadina, 1997). Muslim Societies: A Social Science Journal 6, no. 2
3
John T. Little, “Al-Insan Al-Kamil: The Perfect (2013): 49–56.
Man According To Ibn Al-‘Arabi?,” The Muslim World 6
Nicholas Lo Polito, “‘Abd Al-Karim Al-Jili,
77, no. 1 (Januari 1987): 43–54, Tawhid, Transcendence and Immanence”
https://doi.org/10.1111/j.1478-1913.1987.tb02785.x. (University of Briminghem, 2010).
4
Rusdin Rusdin, “Insan Kamil Dalam Perspektif
Muhammad Iqbal,” Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu

176 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

masyarakat secara utuh tidak dapat diketahui Persia, akan tetapi kiprah intelektualnya
dengan jelas. Hal tersebut disebabkan al-Jili lebih banyak dihabiskan di tanah Arab
tidak menuliskannya dalam berbagai karyanya yakni Yaman sekarang.11
juga para murid-muridnya pun tidak menjelas- Al-Jili—jika dilihat dari garis
kannya. Akan tetapi kegelapan yang keturunannya, dilahirkan di Bagdad. Hal
menyelimuti jati diri al-Jili bisa diungkap tersebut diperkuat menurut pengakuannya
dengan melacak beberapa uraian yang terdapat bahwa ia adalah keturunan Syekh Abd al-
dalam karyanya yang menjelaskan tentang Qadir al-Jilani (470-561 H) dari keturunan
keberadaannya. Sehingga dengan cara ini maka cucu perempuannya. Al-Jili dilahirkan pada
para peneliti dapat melakukan spekulasi awal bulan Muharam tahun 767 H. Tahun
seputar kehidupannya, baik terkait dengan kelahiran ini disepakati oleh para peneliti,
tahun kelahirannya, tempat ia dilahirkan, dan akan tetapi mengenai tahun wafatnya, para
kiprahnya semasa ia hidup. peneliti berbeda pendapat.12 Meskipun
Menurut Yaqut dalam kitabnya Mu’jam al- adanya perbedaan pendapat mengenai tahun
Buldan, nama lengkap al-Jili dijelaskan adalah wafatnya, namun ada pendapat yang cukup
‘Abd al-Karim ibn Ibrahim ibn ‘Abd al-Karim valid yakni yang diungkapkn oleh ‘Abd
ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili.7 Allah al-Habasyi yang ia kutip dari naskah
Penisbatan nama dengan al-Jili karena beliau yang masih di tulis tangan yakni Tuhfah al-
berasal dari daerah Jilian.8 Berbeda dengan Zaman fi Dzikr Sadat al-Yaman karya al-
Yaqut, Ighnaz Golziher, justru mengatakan Ahdal (w. 855 H). Kitab ini menjelaskan
sebaliknya bahwa penisbatan al-Jili adalah bahwa al-Jili wafat pada tahun 826 H.
pada sebuah desa yang ada pada distrik Bagdad Alasan pendapat ini dinilai kuat adalah
yakni “Jil”, bukan pada Jilan.9 Hipotesis Ighnaz bahwa al-Ahdal masih semasa dengan al-
Golziher di atas dibantah oleh Nicholson Jili.13
dengan bersandar pada penjelasan yang ada
dalam karya al-Jili sendiri,10 Menurutnya, al- 2. Guru dan Karya-karyanya
Jili mempunyai kekerabatan yang kuat dengan Di antara guru yang cukup berpengaruh
penduduk Jilan yang berasal dari kota Bagdad. baginya adalah Syekh Syaraf al-Din
Dari pendapat tersebut bisa diasumsikan bahwa Ismai’il ibn Ibrahim al-Jabarti (w. 806 H)14
al-Jili berasal dari dua darah, keturunan Arab- di antara sahabat yang cukup dekat

7
Berkat keluhuran ilmunya, maka pada saat ia masih diperkuat dengan data bahwa secara mayoritas,
hidup, al-Jili mendapatkan gelar kehormatan “syaikh”. karya-karya al-Jili ditulis dengan menggunakan
Dalam hirarkhi kesufi-an ia mendapatkan gelar bahasa Arab.
kehormatan yakni “Qutub al-Din (Poros Agama). 12
A.J Arbery, Sufism: An Account of the Mystic
8
Jillian adalah nama sebuah daerah yang berdekatan of Islam (London: George Allen & Unwin Ltd,
dengan Tabaristan. Orang-orang non-Arab biasa 1979). Dalam catatan yang terdapat dalam kitab
menyebut “Kilan”. Daerah ini kini termasuk provinsi insan kamil dijelaskan bahwa ia meninggal pada
dari Republik Islam Iran. Menurut Yaqut jika seseorang tahun 805 H. Berbeda dengan Nicholson, ia
di nisbatkan namanya kepada wilayahnya maka biasanya mengatakan bahwa al-Jili meninggal antara 1406
disebut dengan Jilani, akan tetapi jika dinisbatkan kepada dan 1417 M. Dalam keterangannya ia menjelaskan
penduduknya maka disebut dengan Yaqut, Mu’jam al- bahwa tahun 805 H/14-02-3 M bukanlah tahun
Buldan (Beirut: Dar al-Shadr, 1986). wafatnya akan tetapi tahun paling akhir dalam
9
Hipotesis ini dapat dibenarkan jika mengacu kepada tulisannya di Zabid. Pendapat yang berbeda datang
Yaqut yang mengatakan bahwa ada sebuah wilayah di dari Golzhiher dan Muhammad Iqbal yang
Bagdad yang dihuni oleh imigran asal Jilan yang diduga mengatakan bahwa al-Jili meninggal pada tahun 811
tempat al-Jili dilahirkan. Yaqut, Mu’jam al-Buldan. H atau antara tahun 811 H dan 820 H. Lihat, Ali,
10
Dalam karya al-Jili terdapat ungkapan “Al-Kilani Manusia Citra Ilahi, 34.
nasaban wa al-Bagdadi ashlan”. Dalam Nicholson, 13
Al-Habasyi, ‘Abd Allah, al-Shufiyah wa al-
Studies in Islamic Mysticicm (New Delhi: Idarah Fuqaha fi al-Yaman (Shan’a, 1969), 131.
14
Adabiyat Delhi, 1981). Besar pengaruhnya terhadap al-Jili membuat ia
11
Dengan asumsi itu maka dapat membantah bahwa menyebut gurunya (al-Jabarti) dengan sebutan
al-Jili adalah seorang pemikir dan sufi Persia. Asumsi ini Ustadz al-Dunya al-Quthb al-Kamil al-Muhaqqiq
al-Fadlil. Lihat Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186 177
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

dengannya adalah Syihab al-Din Ahmad al- Angele Culme Seymour dengan judul
Raddad (w. 821 H). Universal man. Keunggulan kitab ini juga
Al-Jili adalah seorang ulama yang sangat diakui oleh para ulama sesudahnya, sehing-
produktif. Akan tetapi jumlah karyanya tidak ga para ulama merasa perlu untuk memberi-
dapat diketahui dengan pasti. Para pemikir pun kan komentar (syarah) atas kitab al-Jili
silang pendapat dalam menentukan jumlah tersebut. Di antara syarah-syarah tersebut
karyanya. Muhammad Iqbal mengatakan adalah:1). Mudlihat al-hal fi ba’dl
bahwa karya al-Jili hanyalah tiga dan ketiganya Masmu’at al-Dajjal, komentar atas bab ke
hanyalah merupakan ulasan dari karya Ibn 50 dan 54, oleh Ahmad ibn Muhammad al-
‘Arabi,15 Haji Khalifah mengatakan bahwa Madani (w. 1071 H/1660 M). Pernyataan
karya al-Jili berjumlah enam buah kitab,16 al-Madani ini sangat disayangkan sampai
penelitian ini kemudian di sempurnakan oleh sekarang belum dicetak, naskahnya kini
Isma’i Pasya al-Baghdadi, ia mencatat bahwa tersimpan dalam perpustakaan library of
ada lima karya al-Jili di samping yang telah India Of Fice, nomor katalog 667. 2). Kasy
disebutkan oleh haji Khalifah.17 Berbeda al-Bayan ‘an Asrar al-Adyan fi kitab al-
dengan pendapat di atas, Carl Brockelmann Insan al-kamil wa kamil al-Insan oleh al-
sebagaimana yang dikutip oleh Yunasril Ali Ghani al-Nabulsi 9w. 1143 H). 3). Syarah
mencatat bahka karya al-Jili berjumlah 29 ‘Ali zadah ‘Abd al-baqi ibn ‘Ali. 4). Syarah
buah.18 Berbeda dengan apa yang ditulis oleh Syekh ‘Ali ibn Hijazi al-Bayumi (w. 1183
Carl Brockelmann, Yunasril Ali menambahkan H).20
sebagaimana yang ia tulis dalam buku
”Manusia Citra Ilahi” bahwa karya al-Jili 3. Makna Insan kamil
berjumlah 34 buah.19 Secara bahasa istilah insan kamil (al-
Berkaitan dengan pembahasan dalam insan al-kamil) terdiri adari dua kata: kata
makalah ini yakni Insan Kamil versi Abd al- al-insan yang diartikan sebagai manusia
Karim ibn Ibrahim ibn ‘Abd al-Karim ibn dan kata al-kamil yang berarti sempurna.
Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili, maka Jika mengulas istilah kata “sempurna”
akan sedikit diuraikan mengenai kitab al-Jili, sebagaimana diungkapkan oleh Murtada
al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir wa al- Mutahari tidak sama dengan kata tamam
Awa’il. Kitab ini merupakan kitab unggulan (lengkap), meskipun keduanya terlihat
dari al-Jili, terdiri dari dua jilid, mengandung sama. Kata tamam atau lengkap adalah
63 bab; jilid pertama 41 bab dan jilid kedua 22 istilah yang mengacu kepada sesuatu yang
bab. Kitab ini diterbitkan oleh beberapa disiapkan menurut rencana, seperti
penerbit yakni Dar al-Kutub al-Mishriyah bangunan rumah atau masjid. Bila
Kairo, Maktabah Shabih dan Mushthafa al-babi sebagiannya belum selesai, maka bangunan
al-halabi di Kairo, dan Dar al-Fikr di Beirut. itu disebut bangunan yang belum jadi atau
Keunggulan kitab ini dibandingkan dengan belum lengkap. Meskipun begitu, sesuatu
kitab al-Jili lainnya adalah pada edisi penter- mungkin saja dianggap lengkap, meskipun
jemahan. Kitab ini diterjemahkan ke dalam masih ada kelengkapan lain yang nilainya
berbagai bahasa, diantaranya ke dalam bahasa lebih tinggi, itulah yang disebut dengan
Prancis oleh Titus Burckhardt dengan judul De kamil (sempurna).21
l’Homme Universal, dalam bahasa Inggris oleh

al-Awakhir wa al-Awa’il (Beirut: Dar al-Fikr, 1975), 39. 17


Isma’i Pasya Al-Baghdadi, Idlah al-Maknun fi
15
Untuk mengetahui karya-karya al-Jili yang al-Dzail ‘ala Kasyf al-Zhunun fi Asami al-Kutub wa
dimaksud oleh Muhammad Iqbal dapat dilihat dalam al-Funun (Beirut: al-Maktabah al-Mutsanna, t.th.).
18
bukunya Muhammad Iqbal, The Development of Ali, Manusia Citra Ilahi, 38-39.
19
Metaphysica in Persia (London: Luzac & Co., 1903). Ali, Manusia Citra Ilahi.
16 20
Haji Khalifah, Kasyf al-Zhunun fi Asami al-Kutub Ali, Manusia Citra Ilahi, 41.
21
wa al-Funun (Beirut: al-Maktabah al-Mutsanna, 1525). Muthahari, Manusia Sempurna; pandangan
Islam tentang hakikat manusia, 33.

178 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

Dalam khazanah literatur Islam, istilah insan manusia biasa. Istilah hamba yang shalih
kamil baru muncul sekitar pada awal abad ke-7 kemudian disandarkan kepada seorang
H/13 M, atas ide Ibn ‘Arabi yang digunakannya tabi’in asal Yaman bernama Uways al-
untuk melebeli konsep ”manusia ideal” sebagai Qarni yang disebut sebagai Qutub atau
lokus penampakan dari Tuhan. Akan tetapi, ghauts (penolong). Meskipun konsep insan
apabila dicermati secara lebih mendalam kamil bukanlah hal yang baru23, akan tetapi
terutama dari segi substansinya, maka gagasan konsep ini mendapat perhatian yang sangat
ini sebenarnya adalah gagasan yang sudah lama khusus dan stimewa, hal tersebut dapat
muncul hanya saja pada masa sebelumnya tidak dilihat dari begitu intens-nya para tokoh sufi
memakai istilah insan al-kamil.22 membicarakan paham ini. Di antara mereka
Menurut Yusuf Zaidan, istilah ini muncul adalah Ibn ‘Arabi sebagai seorang tokoh
dari adanya pandangan tentang wali yang yang memberikan istilah pertama mengenai
mengacu kepada karakteristik manusi yang manusia sempurna dengan al-Insan al-
shalih. Hamba yang shalih tersebut dikenal Kamil. Kemudian disusul oleh al-Jili yang
oleh kalangan kaum muslimin sebagai istilah memberikan uraian yang cukup
untuk Nabi Khidir, karena ia dapat mengetahui komprehensif dalam karyanya al-Insan al-
segala rahasia yang tidak dapat diketahui oleh kamil.24 Dua tokoh ini yang kemudian akan
22
Ada banyak perbedaan di antara para pengamat babak berikutnya mendapat penyempurnaan setelah
atau peneliti mengenai kapan sebenarnya istilah ini datangnya al-Hallaj (w. 309 H/913 M) yang
muncul dan berasal. L. Masignon dan H.H. Shaeder mencetuskan doktrin al-Hullul. Dalam konsepsi al-
mengatakan bahwa konsep—al-insan al-kamil—pada Hulul manusia dipandang sebagai penampakan lahir
mulanya bukan berasal dari Islam. H.H Shaeder dari cinta Allah kepada zat-Nya yang mutlak dan
menganggap konsep ini pada mulanya berakal dari tidak mungkin untuk disifatkan. Setelah itu muncul
tradisi agama Persia Kuno. Beliau mengambil al-Hakim al-Tirmidzi (w. 320 H/932 M) yang
argumentasi dari nama Gayomard (Arab: Kitunarts). merumuskan tentang manusia ideal dengan memakai
Dalam agama Persia kuno merupakan istilah untuk istilah khatm al-awliya. Lihat Al-Tirmidzi, Al-
“manusia pertama” yang mempunyai daya ilahiyah dan Hakim, Adab al-Muridun, ed. oleh Abd al-fatah
mempunyai peranan penting dalam penciptaan alam ini. Barakah (Kairo: Maktabah al-Sa’adah, t.th.), 176.
Sedangkan Masignon memandang konsep insan kamil Setelah al-Tirmidzi disusul pada abad ke-6 H oleh al-
berasl dari bangsa Mongol tempo dulu yang kemudian Suhrawardi (w. 587 H/1190 M). Selanjutnya datang
berkembangkan pada agama Persia kuno lebih khusus Ibn Sab’in (w. 667 H/1268 M) yang mencetuskan ide
pada agama mazdak. Berbeda dengan dua peneliti tentang manusia sempurna dengan Muhaqqiq. Pasca
Orientalis di atas, Yusuf Zaidan memandang bahwa Ibn Sab’in datang-lah Muhyi al-Din Ibn ‘Arabi yang
konsep insan kamil adalah murni berasal dari Islam. juga membawa ide tentang insan kamil. Konsep
Pendapat ini dilandasi oleh beberapa alasan: Pertama, tentang manusia sempurna Ibn ‘Arabi nampaknya
meski menurut peneliti orientalis tersebut bahwa konsep dipengaruhi oleh al-Hallaj pendahulunya. Bedanya
insan kamil sudah terdapat pada tradisi persia kuno, Ibn ‘Arabi telah melangkah lebih jauh dalam
istilah-istilah itu tidaklah mesti menunjukan esensi yang memahami tentang hakikat manusia, lihat Ali,
sama dengan insan kamil dalam Islam. Kedua istilah Manusia Citra Ilahi, 13.), Setelah Ibn ‘Arabi, paham
tersebut tumbuh dan berkembang pada tradisi tentang insan kamil dikenal luas khususnya di antara
kebudayaan yang berbeda. Sebagaimana diungkapkan pengikut-pengikut Ibn ‘Arabi diantaranya Shadr al-
oleh Michel Foucault bahwa meskipun suatu istilah Din al-Qunawi (w. 667 H), Jalal al-Din al-Rumi (w.
sama, akan tetapi tumbuh dan berkembang pada 672 H), Muhmud Subistari (w. 710 H), dan pada
kebudayaan yang berbeda maka akan berbeda pula akhirnya konsep Insan kamil mendapat perhatian
maknanya. Kedua, meskipun ada kesamaan antara insan khusus dari al-Jili dalam bukunya al-Insan al-kamil.
24
kamil dalam tradisi Persia kuno dengan insan kamil Jika ditinjau berdasarkan waktu munculnya
dalam islam, hal ini tidak berarti menunjukan adanya atau keberadaan kedua tokoh ini, maka akan terlihat
keterpengaruhan antara satu dengan lainnya. Lihat Yusuf bahwa antara Ibn ‘Arabi dan al-Jili terdapat jarak
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim al-Jili waktu yang cukup lama yakni antara satu setengah
(Beirut: Dar al-Nahdlah al-‘Arabiyah, 1988). atau dua abad. Dengan jarak yang cukup lama
23
Pada babak berikutnya yakni abad ke- 3, muncul tersebut, maka dapat dimungkinkan antara al-Jili
seseorang yakni Abu Yazid al-Bustami yang dengan Ibn Arabi mempunyai gagasan tentang insan
menyuarakan ide tentang al-wali al-kamil. Istilah Wali kamil yang berbeda, meskipun al-Jili dalam
menurutnya adalah seseorang yang sudah mencapai menggagas konsep Insan kamil dipengaruhi oleh
kesempurnaan makrifat tentang Tuhan, ia telah fana dan gurunya secara tidak langsung yakni Ibn ‘Arabi.
terbakar oleh “api” Tuhan. Konsep insan kamil pada

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186 179
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

dijadikan sebagai pembahasan dalam tulisan ada, akan tetapi diciptakan dari ketiadaan
yang sederhana ini. (creatio ex nihilio) di dalam ilmu-Nya.
Dari ungkapan al-Jili di atas terlihat jelas
4. Insan Kamil versi al-Jili ia menjelaskan bahwa penciptaan itu
Al-Jili memandang insan kamil tidak berasal dari tidak ada (‘adam). Karena
berbeda dengan Ibn ‘Arabi yakni sebagai menurutnya jika alam ini diciptakan dari
wujud tajalli Tuhan. Pandangannya tersebut yang ada maka akan terdapat wujud lain
didasarkan pada asumsi bahwa segenap wujud selain wujud Tuhan. Bukankah Tuhan ini
yang ada ini hanya mempunyai satu realitas. qadim dan tidak ada yang menyamainya.
Dan realitas tersebut adalah Wujud Mutlak. Dari ungkapan al-Jili di atas, maka
Adanya keterbatasan panca indra, akal terlihat perbedaan antara al-Jili dan Ibn
manusia yang mempunyai kemampuan yang ‘Arabi. Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa alam
fana dan tidak pasti membuat manusia tidak ini bukan diciptakan dari sesuatu yang tidak
dapat menguraikan dan memahami dan tidak ada melainkan dari sesuatu yang telah ada,
dapat menguraikannya dengan kata-kata Esensi yakni yang terdapat dalam ilmu Tuhan.
Mutlak tersebut. Hal yang tidak pasti menutut Wujud yang ada dalam ilmu Tuhan itulah
al-Jili akan melahirkan ketidak pastian pula. yang kemudian muncul sebagai alam nyata.
Karena tidak mungkin manusia yang serba Pandangan Ibn ‘Arabi tersebut mendapat
terbatas akan dapat mengetahui sesuatu yang bantahan dari al-jili yang mengatakan
tidak terbatas yakni zat yang Maha Mutlak. Al- bahwa jika alam ini berasal dari sesuatu
Jili berkata ”Sesungguhnya saya telah yang ada dalam ilmu Tuhan, maka menurut
berusaha memikirkan-Nya, namun bersama itu al-Jili Tuhan tidak memiliki kekuasaan
pula saya bertambah tidak tahu tentang- dalam menciptakan alam, Tuhan hanya bisa
Nya”.25 menciptakan dari sesuatu yang telah ada
Sebagaimana diungkapkan oleh al-Jili: saja. Hal ini menurut al-Jili sangat berten-
”Allah swt memiliki wujud yang pertama tangan dengan ke Maha Kuasaan Tuhan dan
karena kebebasan-Nya yang mandiri, sementa- mustahil bagi Tuhan.27
ra makhluk memiliki wujud yang kedua karena Jika di tinjau lebih jauh, maka akan
ketergantungannya kepada Allah. Dalam muncul pertanyaan sebagai berikut: jika
wujud yang pertama makhluk ini tidak ada, lalu alam ini adalah wadah tajalli Tuhan, maka
Tuhan menciptakannya secara ilahiah dari apakah alam identik dengan Tuhan?. Untuk
ketiadaan sejati di dalam ilmu-ya, kemudian menjawab pertanyaan di atas, al-Jilli
dijelmakan-Nya dari ‘alam ‘ilmi (lingkup pe- mengumpamakan seperti air dan es. Tuhan
ngetahuan ilahi) ke alam nyata, dengan kodrat- menurut al-Jili diumpamakan seperti air dan
Nya; dan penciptaan-Nya akan makhluk alam diumpamakan seperti es. Akan tetapi
adalah penciptaan dari tidak ada, lalu ada es sebenarnya atau pada hakikatnya adalah
dalam imu Tuhan, dan kemudian ada dalam air sendiri.28
alam nyata”.26 Karena itu, menurut al-Jili, alam Pendapat al-Jili di atas, tentang asal dari
ini bukanlah diciptakan dari bahan yang telah penciptaan alam juga mempengaruhi

25
Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir penjelasan mengenai perumpamaan yang
wa al-Awa’il, 23. Jika melihat ungkapan al-Jili di atas, diungkapkan oleh al-Jili di atas, ia menjelaskan
nampaknya mempunyai kesamaan dengan ungkapan Ibn bahwa al-Jili menganggap bahwa wujud itu ada dua
‘Arabi “Tidak ada yang dapat mengetahui Allah selain bentuk; yakni wujud haqqi dan wujud khalqi. Wujud
Allah sendiri”, lihat Ibn ‘Arabi, Muhy al-Din, al-Futuhat khalqi adalah wujud yang dipinjam dari wujud
al-Makkiyah (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), 270. haqqi. Ia mencontohkan dengan Es yang pada
26
Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir dasarnya adalah perumpamaan dari wujud khalqi
wa al-Awa’il, 83. yang berupa pinjaman dari wujud haqqi. Dan wujud
27
Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir haqqi tersebut adalah air sendiri. Zaidan, Al-Fikr al-
wa al-Awa’il, 61. Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim al-Jili, 186.
28
Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir
wa al-Awa’il, 50-51. Yusuf Zaidan memberikan

180 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

pandangan al-jili tentang Nur Muhammad. Al- seorang sufi telah disinari oleh perbuatan
Jili nampaknya berbeda pendapat dengan Ibn Tuhan.
‘Arabi yang mengatakan bahwa nur Muham- Tingkatan selanjutnya yang dimasuki
mad itu adalah qadim dalam ilmu Tuhan dan ia oleh sufi adalah tingkatan al-Syahadah
menjadi bukan qadim ketika ia menyatakan diri (penyaksian). Dalam tingkatan ini, sufi
pada makhluk. Nur Muhammad bagi al-Jili dituntut untuk meyakinkan kemauannya
adalah baru, karena bagi al-jili wujud Tuhan dalam mencintai Allah, dengan cara
adalah qadim dan selain wujud Tuhan adalah mengingat Allah dan menahan hawa nafsu.
baru. Setelah sufi menyelesaikan tingkatan
Dalam mencapai derazat insan kamil, tersebut, maka ia masuk pada tingkatan al-
seseorang harus memulainya dengan melaku- Shiddiqiyah (kebenaran). Dalam tingkatan
kan pengalaman rukun Islam secara baik dan ini, sufi mencapai tingkat makrifat dalam
dilakukan secara lahir dan batin. Dari segi lahir tiga bentuk: pertama; ‘ilm al-yaqin, Kedua,
hendaknya manusia dalam melakukan amalan- ‘ayn al-Yaqin, Ketiga, haqq al-yaqin. Pada
amalan tersebut dilakukan dengan merujuk tingkat yang pertama, sufi disinari oleh
pada ketentuan syari’at, sementara dari segi asma Tuhan; pada tingkat kedua, sufi
batin adalah dengan melakukan penghayatan disinari oleh sifat-sifatTuhan; pada sinar
terhadap amalan-amalan yang dilakukan ketiga, sufi disinari oleh zat Tuhan. Dengan
tersebut.29 demikian, diri sufi mengalami fana dalam
Jika kita bandingkan pendapat antara al-Jili asma, sifat, dan zat Tuhan.32
dan Ibn ‘Arabi di atas, nampaknya Ibn ‘Arabi Sebagai babak akhir, setelah sufi
mempunyai kedekatan dengan para failosuf, mengalami tingkat al-Shiddiqiyah, barulah
berbeda dengan al-Jili yang lebih cenderung sufi mencapai tahap qurbah, yakni berada
pada paham teologi. sedekat mungkin dengan Tuhan. Pada fase
Setelah sufi mengamalkan dan menghayati ini seorang sufi bisa dikatakan telah
rukun Islam, kemudian meyakini rukun Iman mencapai derazat sebagai insan kamil.33
secara mantap seperti meyakini sesuatu yang Upaya yang dilakukan oleh al-Jili di atas,
ditangkap oleh panca indra. Karena iman nampaknya adalah upaya penyederhanaan
menurut al-Jili adalah cahaya dari cahaya Ilahi, dan mensistematiskan tingkatan maqomat
melalui cahaya tersebut sufi dapat melihat yang telah di sajikan oleh Ibn ‘Arabi. Dari
sesuatu yang tidak terlihat oleh mata kepala.30 sistematika yang disusun oleh al-Jili
Fase selanjutnya—setelah menghayati tersebut, nampaknya ia berkeinginan
rukun Islam dan Iman—maka sufi masuk pada membangun tasawuf yang dilandasi dengan
tingkat al-Shalah (kesalehan). Pada fase ini ini, ajaran Islam yang paling asasi yakni rukun
sufi mengamalkan amalan-amalan ibadat kepa- Islam, rukun Iman, dan ajaran-ajaran etika
da Allah atas dasar khawf (takut) dan raja’ spiritual.
(harap). Setelah itu baru sufi masuk pada fase Tingkatan-tingkatan maqomat yang di-
al-Ihsan (kebajikan) dengan menempuh tujuh susun oleh al-Jii di atas, menurut Yunasril
macam maqam: yaitu maqam tobat, inabah, Ali, al-Jili telah membangun tiga kerangka
zuhud, tawakal, rela, tafwidl, dan ikhlas.31 tasawuf, yaitu tasawuf ‘amali, tasawuf
Pada maqam tawakal, sufi sebenarnya telah akhlaqi, dan tasawuf falsafi. Sebagai proses
masuk pada tingkat awal dari tajalli Tuhan dalam mencapai tingkat insan kamil.34
yakni tajalli al-af’al. Pada tingkatan ini Lebih lanjut al-Jili menjelaskan, meski-
pun manusia telah mencapai derazat sebagai

29
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim al- 32
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim
Jili, 134-137. al-Jili, 145.
30
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim al- 33
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim
Jili, 137-138. al-Jili, 132-134.
31
Zaidan, Al-Fikr al-Shufi ‘inda ‘Abd al-Karim al- 34
Ali, Manusia Citra Ilahi, 146.
Jili, 131..

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186 181
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

insan kamil, akan tetapi ia tidak akan dapat tersebut berbeda dalam memandang proses
menyamai kesempurnaan yang telah dicapai terjadinya tajalli dan taraqqi.
oleh nabi Muhammad saw.35 nabi Muhammad Menurut al-Jili, tajalli Tuhan berlang-
menurut al-Jili adalah puncak dari sung secara terus menerus pada alam
kesempurnaan dan ialah yang telah mencapai semesta dan terdiri atas lima martabat.
insan kamil secara hakiki. Penjelasan tersebut Pertama, martabat uluhiyah; Kedua, mar-
dilatarbelakngi oleh adanya pembagian tabat ahadiyah; Ketiga, martabat wahidi-
tingkatan yang dilakukan oleh al-Jili yang yah; Keempat, martabat rahmaniyah;
membagi insan kamil dalam tiga tingkatan: Kelima, martabat rububiyah.37
Pertama, al-bidayah atau tingkat permulaan, Dalam pembagian martabat, nampaknya
pada tingkat ini insan kamil mulai dapat al-Jili memberikan kedudukan penting pada
merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada martabat uluhiyah sebagai martabat per-
dirinya. Kedua, al-tawassuth atau tingkat tama dan tertinggi, hal tersebut disebabkan
menengah. Pada tingkat ini insan kamil sebagai dalam martabat uluhiyah tercakup segenap
orbit kehalusan sifat kemanusiaan yang terkait realitas dari segala sesuatu. Karena itu,
dengan realitas kasih Tuhan. Pada tingkat ini Martabat uluhiyah merupakan sumber
hal-hal yang gaib dapat dibukakan oleh Tuhan dasar atau primer dari segalanya, baik yang
padanya. Ketiga, al-khitam atau tingkat terak- wujud maupun yang ‘adam.38
hir. Pada tingkat ini insan kamil telah dapat Pandangan al-Jili di atas nampaknya
merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Pada mempunyai perbedaan dengan Ibn ‘Arabi
tingkat ini insan kamil dapat mengetahui yang jutru meletakan martabat ahadiyah
rahasia takdir.36 sebagai peringkat pertama dalam proses
Dalam pemahaman yang lain ada titik tajalli Tuhan. Hal tersebut dikarenakan
persamaan dan perbedaan antara Ibn ‘Arabi dan martabat ahadiyah merupakan zat murni,
al-Jili. Titik persamaan tersebut misalnya tidak berkolerasi dengan apapun, baik sifat
antara Ibn ‘Arabi dan al-jili membawa teori maupun asma. Martabat ahadiyah adalah
tajalli dan taraqqi adalah proses munculnya martabat tertinggi dalam tajalli Tuhan.
insan kamil. Akan tetapi antara dua tokoh

35 37
Penjelasan al-Jili tersebut berlandaskan pada ayat- Dalam bagian lain al-Jili membagi martabat
ayat dari al-Qur’an dan al-Hadit diantaranya: QS: Al- tersebut menjadi 40 termasuk yang lima di atas, lihat
Ahzab: 21, QS al-qalam: 4, hadits Rosul “Saya adalah Al-Jili, al-Kahf wa al-Raqim fi Syarh bi-Ism Allah
penghulu keturunan Adam pada hari kiamat…(HR. al-Rahman al-Rahim (Kairo: al-maktabah al-
Muslim dan Abu Daud). mahmudiyah al-Tijariyah, t.th.), 24-26.
36
Al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhir 38
Ali, Manusia Citra Ilahi, 130.
wa al-Awa’il.

182 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

5. Konsep Insan Kamil Ibn ’Arabi Vs al-Jili


Tabel 1 merupakan perbandingan atara konsep Insan Kamil Ibn ’Arabi dans al-Jili.

Table 1 Perbandingan konsep Insan Kamil antara Ibn Arabi dan Al-Jili
No Konsep Ibn Arabi Al-Jili
1. Insan kamil Wadah tajalli Tuhan yang Wadah tajalli Tuhan yang
paripurna paripurna
2. Alam Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa Penciptaan itu berasal dari tidak
alam ini bukan diciptakan dari ada (‘adam). Karena menurut-
sesuatu yang tidak ada melainkan nya jika alam ini diciptakan
dari sesuatu yang telah ada, yakni dari yang ada maka akan
yang terdapat dalam ilmu Tuhan. terdapat wujud lain selain
Wujud yang ada dalam ilmu Tuhan wujud Tuhan.
itulah yang kemudian muncul
sebagai alam nyata
3. Nur Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa nur Al-Jili nampaknya berbeda
Muhammad Muhammad itu adalah qadim da- pendapat dengan Ibn ‘Arabi
lam ilmu Tuhan dan baru baru saat Nur Muhammad bagi al-Jili
menyatakan diri pada makhluk adalah baru, karena bagi al-jili
wujud Tuhan adalah qadim dan
selain wujud Tuhan adalah
baru.

4. Pembagian Ibn ‘Arabi yang jutru meletakan al-Jili memberikan kedudukan


Martabat martabat ahadiyah sebagai pering- penting martabat uluhiyah
kat pertama dalam proses tajalli sebagai martabat pertama dan
Tuhan. Hal tersebut dikarenakan tertinggi, hal tersebut disebab-
martabat ahadiyah merupakan zat kan dalam martabat uluhiyah
murni, tidak berkolerasi dengan tercakup segenap realitas dari
apapun, baik sifat maupun asma. segala sesuatu.
Martabat ahadiyah adalah mar-
tabat tertinggi dalam tajalli Tuhan
5. Teori Tajalli Ibn ‘Arabi membawa teori tajalli Teori tajalli dan taraqqi adalah
dan Taraqqi dan taraqqi adalah proses muncul- proses munculnya insan kamil.
nya insan kamil.
6. Corak Insan Insan kamil yang digagas oleh Ibn Insam kamil bercorak teologis
Kamil ‘Arabi bercorak falsafi
7. Insan Kamil Istilah insan kamil oleh Ibn ‘Arabi Modifikasi konsep insan kamil
digunakannya untuk melebeli kon- yang digagas oleh Ibn ‘Arabi
sep manusia ideal yang menjadi Disamping usaha modifikasi
lokus penampakan dari Tuhan. yang dilakukan oleh al-Jili, ia
juga memberikan uraian seba-
gai usaha untuk memperjelas
dan menyederhanakan konsep
insan kamil yang digagas oleh
sufi sebelumnya misalnya Ibn
‘Arabi.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186 183
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

6. Pemaknaan Konsep Insan Kamil Dalam sekelilingnya. Dengan kata lain, Insan Kamil
Konteks Kekinian merupakan pengganti (substitude) dari Allah
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa “Al baik dari segi zat maupun sifat-Nya. Kenapa
Insan Hayawan Al Nathiq” yang diartikan demikian? Jawabannya adalah karena Allah
secara tekstual berarti bahwa manusia adalah menciptakan manusia sesuai dengan citra-
“hewan” yang berakal. Berbeda dengan Nya Yang Maha Besar. Citra Allah dari
makhluk lain, dari segi intelegensi, manusia maknanya dapat berarti bahwa tiada satu
memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya makhluk pun yang sanggup meneri-
yaitu memiliki akal untuk berfikir. Kondisi ma tajalli Allah kecuali insan kamil. Dalam
ini menjadikan manusia sebagai ciptaan diri insan kamil tersimpan segala rahasia
Tuhan yang paling sempurna. Allah dengan segala sifat Jamal (Maha
Keberadaan akal sebagai alat untuk Indah) dan Jalal-nya (Maha Mulia).
berfikir menjadikan manusia memiliki Kemudian sifat tersebut diimplementasikan
potensi tinggi untuk menjadi sebaik-baik oleh insan kamil pada tingkah laku dalam
makhluk atau seburuk-buruk makhluk. Jika kehidupannya di dunia ini.
manusia mampu mengoptimalkan akalnya Tarik menarik di antara dualitas sisi
dan mengendalikan hawa nafsu dalam dirinya manusia sebagai makhluk dan manusia
sehingga cenderung mengarah kepa- sebagai substitude Allah, maka manusia
da kebaikan maka manusia memiliki potensi dituntut untuk selalu berupaya untuk menjaga
tinggi untuk menjadi muttaqin sejati di hada- keselarasan dalam bertindak. Baik itu tindak-
pan Tuhan. Ketika manusia telah sampai pada an dalam rangka melakukan komunikasi
level ini maka bukan tidak mungkin jika dengan sesama makhluk, maupun tindakan-
derajatnya lebih tinggi dari malaikat. nya saat berkomunikasi dengan Sang Khalik.
Sebaliknya jika manusia tidak dapat Posisi insan kamil hanya mampu diraih oleh
mengendalikan hawa nafsu sehingga pribadi manusia yang berfikir.
diperbudak olehnya maka sangat mungkin Dalam bukunya yang berjudul “Cita-Cita
jika saat itu derajat manusia lebih rendah dari Politik Islam Era Reformasi”, Nurcholish
hewan. Madjid memetakan bahwa yang akan mampu
A.Carrel dalam bukunya yang menangkap berbagai pertanda Allah di alam
berjudul Man The Unknown bahwa “sebera- raya adalah mereka yang; 1). berpikir men-
papun manusia mencurahkan perhatian dalam (ulul albab); 2). Memiliki kesadaran
untuk mengetahui hakikat dirinya, dia tidak akan makna dan tujuan hidup yang abadi; 3).
cukup memiliki perbendaharaan yang Menyadari penciptaan alam raya sebagai
memadai mengungkap siapa diri- manifestasi wujud transcendental; 4).
nya…..”. Berangkat dari problem itulah
39
Berpandangan positif dan optimis terhadap
maka dalam menemukan solusi aktif terhadap alam raya. 5). Menyadari bahwa kebahagiaan
persoalan yang mengitarinya, manusia dian- dapat hilang karena pandangan negative-
jurkan untuk mengamati dirinya sendiri pesimis terhadap alam.40
dalam posisi sebagai individu maupun seba- Jika memperhatikan makna insan kamil
gai anggota masyarakat. Manusia dianjurkan seperti yang diungkapkan oleh Al-Jili di atas,
untuk sering melakukan introspeksi diri. dan dikaitkan dalam konteks kekinian
Insan Kamil adalah manusia yang mampu setidaknya ada beberapa pemknaan yang bisa
menjadi sebaik-baik khalifah Allah di muka diaplikasikan pada manusia sekarang:
bumi. Yang dimaksud adalah manusia yang Pertama, konsep insan kamil bisa dimak-
sanggup mengemban misi untuk menciptakan nai sebagai dasar penguatan konsep personal-
tatanan moral yang baik dalam wilayah itas. Konsep kesempurnaan seorang individu
spiritual maupun kehidupan untuk alam sangatlah penting. Untuk mencapai tahap ini,

39 40
A. Carrel, Man The Unknown (New York: Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era
Harper & Brothers, 1939). Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1996).

184 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186
https://islamiques.net/

Kiki Muhamad Hakiki dan Arsyad Sobby Kesuma Insan Kamil dalam Perspektif Abd Al-Karim Al-Jili
dan Pemaknaannya Dalam Konteks Kekinian

maka dibutuhkan peran akal dan intuisi Di samping usaha modifikasi yang dila-
sebagai pembentuk konsep diri. Cara yang kukan oleh al-Jili, nampaknya ia juga
bisa dilakukan adalah dengan selalu memberikan uraian sebagai usaha untuk
menyadarii akan realitas diri, mencari memperjelas dan menyederhanakan konsep
tantangan dan pengalaman baru. Dengan insan kamil yang digagas oleh sufi
kondisi tersebut maka akan memberikan efek sebelumnya misalnya Ibn ‘Arabi. Antara Ibn
pembelajaran yang positif bagi pengembang- ‘Arabi dan al-Jili banyak sekali persamaan
an diri. dan perbedaan dalam menguraikan insan
Kedua, konsep insan kamil juga bisa kamil. Hal tersebut dipengaruhi oleh
dimaknai sebagai upaya pertumbuhan atau perbedaan setting historis yang melingkupi
pengembangan personality. Pengembangan kedua tokoh tersebut.
diri menuju kesempurnaan tentulah harus Jika memperhatikan makna insan kamil
dilakukan secara terus menerus. Pengem- seperti yang diungkapkan oleh Al-Jili di atas,
bangan diri memerlukan sikap kesungguhan dan dikaitkan dalam konteks kekinian seti-
atau ketekunan dan kesabaran dari waktu ke daknya ada beberapa pemknaan yang bisa
waktu. Konsep pengembangan dirii (self) diaplikasikan pada manusia sekarang:
bukanlah sesuatu yang instan, bukan sesuatu Pertama, konsep insan kamil bisa dimaknai
hal (pemberian), melainkan suatu yang sebagai dasar penguatan konsep personality.
didapatkan melalui proses jerih payah dan Kedua, konsep insan kamil juga bisa
perjuangan yang sungguh-sungguh dan dapat dimaknai sebagai upaya pertumbuhan atau
bertahan dari berbagai bentuk kekuatan yang pengembangan personality. Ketiga, Konsep
dapat merusak pengembangan diri. insan kamil juga dapat dimaknai sebagai
Ketiga, konsep insan kamil juga dapat pembelajaran bagaimana menyeimbangkan
dimaknai sebagai pembelajaran bagaimana keserasian antara jasmani dan ruhani.
menyeimbangkan keserasian antara jasmani Dari uraian di atas dapat disimpulkan
dan ruhani. Upaya pengembangan diri bahwa sebenarnya insan kamil adalah
seorang individu itu mengharuskan untuk kesempurnaan manusia yang tercermin
memaksimalkan kekayaan batin dari melalui sebuah proses perwujudan yang
eksistensinya. Jadi, tidak akan tercapai terjadi antara keseimbangan dan keselarasan
sebuah proses pengembangan diri dengan pola hidup manusia dalam mencapai tujuan
baik jika tidak dibarengi dengan upaya hidup yang hakiki antara kehidupan manusia
menyelaraskan jasmani dan ruhaninya. Untuk dalam konteks kemanusiaan dan konteks
menyelaraskan dua dimensi jasmani dan ketuhanan.
ruhani, seorang manusia diperlukan adanya
keaktifan intelektual dan kreatifitas ruhani.
Sehingga dengan demikian, maka akan
tercipta manusia yang mempunyai rasa
kepercayaan diri yang tinggi.

C. SIMPULAN
Sebagai kesimpulan akhir dalam penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa konsep yang
digagas oleh al-Jili mengenai insan kamil
adalah sebuah modifikasi dari konsep insan
kamil yang digagas sebelumnya misalnya
oleh Ibn ‘Arabi sebagai komparatif dalam
tulisan ini. Insan kamil yang digagas oleh al-
Jili bisa kita sebut insan kamil bercorak Allah al-Rahman al-Rahim. Kairo: al-
teologis sedangkan insan kamil yang digagas maktabah al-mahmudiyah al-Tijariyah,
oleh Ibn ‘Arabi bercorak falsafi. t.th.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 3, 2 (2018): 175-186 185

Anda mungkin juga menyukai