Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sejarah membuktikan bahwa agama islam di berbagai belahan dunia berkembang
berkat jasa para ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Allah, seperti di India,
Afrika Utara Dan Afrika Selatan bahkan di indonesia. Di Aceh terkenal dengan
serambi Mekkah, suatu gelar yang diberikan untuk menggambarkan betapa pesatnya
kemajuan ilmu-ilmu Islam di daerah itu. Demikian pula di Jawa, terkenal dengan
sebutan Walisongo sebagai ulama yang berjasa dalam pengembangan Islam. Karena
dimanapun tempat mereka berada, walaupun berbeda adat, budaya dan bahasa,
mereka dapat berbaur dengan hati dan jiwa yang suci sehingga dengan mudahlah
ajaran Allah dan Rasulnya untuk dipahami. Adalah merupakan suatu kenyataan
bahwa nilai-nilai sritual selama ini semakin mendapat tempat pada masyarakat
modern. Tarekat, tasawuf, dan dunia sufi barang kali bisa diibaratkan tempat
pencucian batin dan rohani. Seseorang yang masuk ke wilayah tarekat, tasawuf dan
sufi, biasanya mengalami pengembaraan spiritual yang seringkali menakjubkan dan
menggetarkan. Keindahan dan kelezatannya hanya bisa dikecap dengan mata batin.
Relung-relung tarekat, tasawuf dan dunia sufi, terutama ketika seseorang telah
“tenggelam” dalam pusaran ritualnya tak sepenuhnya bisa dianalisis dengan rasio
semata. Lebih dari itu, secara luas, tarekat, tasawuf, dunia sufi mempunyai makna
yang dalam dan kompleks.
Tarekat yang bisa dipahami sebagai “jalan” menuju spiritualitas, sebenarnya
bukan sekadar berisi ritual-ritual semata, tetapi juga menyangkut sikap dan
penghayatan manusia pada kehidupan yang kompleks dan fana ini. Seseorang yang
masuk ke dunia tarekat yang tentu saja otomatis bersentuhan dengan alam sufi dan
tasawuf, akan menyelam secara tuntas kepada Allah beserta nilai-nilai-Nya yang
sarat misteri. Seseorang yang masuk ke dunia tarekat akan terus menerus
memperdalam ajaran Islam dan mempergunakannya sebagai energi kehidupan yang
tak pernah lekang dan kering. Tarekat-tasawuf-sufi sebagai representasi dunia batin,
rohani, dan spiritual, akan mengajak sang manusia untuk mengatasi dan melampaui
benda-benda dan materi, bukan sebaliknya, dikendalikan dan diperbudak oleh
benda-benda dan materi. Bagi seseorang yang “tenggelam” ke dunia tarekat-
tasawuf-sufi, ruang batinnya dipenuhi oleh Allah semata, sehingga benda dan materi
yang fana, tidak perlu (terlalu) penting, bahkan bisa jadi menjadi halangan dan
penyakit. Namun, bukan berarti seorang yang masuk ke dunia tarekat hanya akan
menjalani ritual-ritual semata seringnya dalam bentuk zikir-zikir tanpa punya
kepedulian terhadap realitas sosial dan gerak sejarah umat manusia. Seorang
penganut tarekat biasanya memang menggarisbawahi “kehiduan akhirat” sebagai
capaian yang paling penting, tapi bukan berarti “lari” dari realitas (sosial) kehidupan
dan dunia yang riil ini. Seorang penganut tarekat yang baik dan tercerahkan akan
menggabungkan “ibadah ritual” dan “ibadah sosial”, dua hal yang tak terpisahkan
dalam hidup manusia untuk menuju Keindahan dan Keabadian-Nya. Tarekat pada
hakikatnya mengajarkan prinsip keseimbangan dan saling melengkapi antara
kehidupan dunia dan akhirat. Tarekat (juga sufi dan tasawuf) tidak hanya berurusan
dengan persoalan ritual-ritual personal saja, tapi juga mampu menggerakkan
perubahan sosial dalam arti yang seluas-luasnya.
2. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
perkembangan tarekat di Indonesia ?
3. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
perkembangan tarekat di Indonesia.
B. Pembahasan
1. Pengertian Tarekat
a. Secara bahasa (etimologi)
Berasal dari bahasa arab yaitu thariqah menurut bahasa artinya jalan, cara,
garis, kedudukan, keyakinan dan agama. Tarekat berarti jalan, yaitu jalan
menuju Tuhan. Secara khusus, tarekat di artikan sebagai metode praktis untuk
membimbing seseorang dengan jalan berpikir, merasa dan bertindak melalui
tahap-tahap kesinambungan ke arah pengalaman tertinggi yaitu hakikat.1
1 Hasbi, 1983, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara).
2 Mizwar dkk, Akhlak Tasawuf , (Medan:Cita Pustaka Media Perintis,2013).
2. Tujuan tarekat
Adapun tujuan tarekat adalah sebagai berikut.
a. Cara untuk Mendekatkan diri kepada Allah dengan mengamalkan ilmu fikih,
tauhid dan tasawuf.
b. Cara untuk mengerjakan suatu amalan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Macam-macam tarekat
a. Tarekat wajib
yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ‘ain dan fardhu kifayah yang wajib
dilaksanakan oleh setiap muslim. Contohnya adalah shalat, zakat, puasa, haji
dll.
b. Tarekat sunah
yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah untuk membuat
pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak
mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib.
Contohnya adalah shalat sunat, membaca Al Qur‟an, puasa sunat, wirid, zikir
dll.
b. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Syekh
Yusuf Al-Khalwati yang dibawakan dan disebarkan pada tahun 1670. Nama
khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi, ulama dan pejuang Makassar
4 Hidayat Siregar, 2013, Akhlak Tasawuf: tarekat doktrin dan sejarah (Medan: Cita Pustaka
Media perintis).
c. Tarekat Naqsabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Syekh Baha’uddin Muhammad bin Muhammad
al-Uwaisy al-Bukhari al-Naqsyabandy. Menurut para ahli, tarekat naqsabandi
berasal dari kata naqsabandi yang berarti “Lukisan”, karena Syekh Baha’uddin
ahli dalam lukisan terutama tentang kehidupan alam ghaib. Penyebaran tarekat
Naqsyabandiyyah di Indonesia dapat dilihat dalam ungkapan Bruinessen
berikut:
“Tarekat Naqsyabandiyyah mula-mula muncul di Indonesia
dalam paruh kedua abad ke-17 dan orang pertama yang diketahui
mengamalkan tarekat ini ialah Syekh Yusuf Makassar. Sejak
Syekh Yusuf di Sulawesi Selatan tampaknya tarekat ini telah
diamalkan orang walaupun mungkin hanya oleh sebahagian kecil
penduduk di banten tarekat ini diperkenalkan kurang
lebih bersamaan waktunya dan tampaknya mendapat tempat
terhormat dikalangan terpelajar. Seorang guru dari Banten
menyebarkan tarekat ini ke daerah Bogor dan Cianjur, kedua
tempat ini mengangkat khalifah. Belakangan tarekat ini di
temukan di Jawa Tengah dalam semua kasus ini tampaknya
tarekat Naqsyabandiyyah telah berpadu dengan satu atau lebih.
Tarekat Naqsyabandiyyah juga mempunyai pengikut di Aceh,
mungkin dalam hubungannya dengan tarekat Syattariyah”.
Adapun ajaran dasar tarekat ini yaitu: berpegang teguh dengan akidah ahli
sunnah, meninggalkan rukhshah, Tetap berhadapan dengan Tuhan, Senantiasa
berpaling dari kemegahan dunia, menghasilkan malakah hudur (kemampuan
menghadirkan Tuhan dalam hati), menyendiri di tengah-tengah ramai serta
menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah, mengambil faedah dari
semua ilmu-ilmu agama, berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin
biasa, zikir tanpa suara, Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW dll.5
C. Kesimpulan
Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam pada tahun 54
H/674 M ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui
5 Fuad Said, 1996, Hakekat Tarekat Naqsabandiyah, (Jakarta: Percetakan Mutiara Sumber
Widya).
perdagangan dan kegiatan dakwah. Meskipun begitu, kegiatan dakwah sudah ada dan
bangkit sejak awal abad 8 H/14 M dan terus berkembang di pelopori oleh kaum sufi.
Tarekat yang berkembang di Indonesia cukup banyak diantaranya adalah sebagai
berikut. Pertama, tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Al- jailani (470
- 561H/ 1077 – 1166) yang berasal dari daerah Jilandi Persi dan hidup di Baghdad.
Kedua, tarekat Khalwatiyah dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Syekh Yusuf
Al-Khalwati yang dibawakan dan disebarkan pada tahun 1670. Terakhir, Tarekat
Naqsyabandiyyah mula-mula muncul di Indonesia dalam paruh kedua abad
ketujuh belas dan orang pertama yang diketahui mengamalkan tarekat ini ialah Syekh
Yusuf Makassar.
Daftar Pustaka
Hasbi. 1983. Pengantar Ilmu Tasawuf. (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri Sumatera Utara).
Mizwar dkk. 2013. Akhlak Tasawuf. (Medan:Cita Pustaka Media Perintis).
Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. (Jakarta: Erlangga).
Siregar, Hidayat. 2013. Akhlak Tasawuf: tarekat doktrin dan sejarah (Medan: Cita Pustaka
Media perintis).
Said, Fuad Said. 1996. Hakekat Tarekat Naqsabandiyah. (Jakarta: Percetakan Mutiara
Sumber Widya).