Anda di halaman 1dari 77

EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN

BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK


DI MTSN 13 ULUJAMI JAKARTA SELATAN

OLEH :

DELLA RAHMAH
NIM : 102011023494

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H / 2006 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA

PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK” telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 November 2006. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Strata Satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 15 November 2006


Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan I/


Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Prof. Dr. Rosyada, MA Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA


NIP. 150 231 356 NIP. 150 202 343

Anggota,

Penguji I Penguji II

Drs. H. Abdul Fatah Wibisono, MA Drs. H.M. Alisuf


Sabri NIP. 150 236 009 NIP. 150 034 454
EFEKTIVITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN
BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK

Skripsi
ajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pend

Oleh

DELLA RAHMAH Nim 102011023494

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP: 150 231 356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN JAKARTA

1427 H / 2006 M
KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang tidak pernah berhenti

mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, yang telah menjadikan iman itu indah dalam

hati hamba-Nya serta menjadikan kecintaan kepada risalah-Nya lebih dicintai dari

segala apapun di dunia ini. Dengan curahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan

program (S1) Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada insan mulia yang

menjadi tauladan agung sepanjang masa dan mashum akan dosa serta pemupuk

ukhuwah sesama manusia. Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabat

dan pengikut sunnahnya yang selalu istiqomah menyeru dengan sruannya dan

berpedoman dengan petunjuknya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tidak sedikit tentunya kendala,

hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, baik yang menyangkut pengaturan

waktu pengumpulan bahan-bahan ataupun kondisi obyektif di lapangan dan

sebagainya. Namun dengan pertolongan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang serta berkat kesungguhan hati dan kerja keras penulis dapat melewati

kesulitan yang dihadapi dan semua ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan serta

bantuan dari berbagai pihak yang selalu menyertai penulis. Untuk itu penulis

sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.
2. Bapak Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

4. Seluruh dosen serta asisten dosen yang telah memberikan ilmu serta bimbingan

kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta atas segala kasih sayangnya telah memberikan

dorongan baik moril maupun materil.

6. Ibu pimpinan MTs.N 13 Jakarta Selatan.

7. Bapak/Ibu guru MTs.N 13 Jakarta Selatan.

8. Para Siswa/siswi MTs.N 13 Jakarta Selatan.

9. Pimpinan perpustakaan utama dan tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Kakak dan adik tercinta.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya

Mita Laraswati, Sulastri Herawati, Ery Syafaati, Tuningsih, Suminar dan rekan-

rekan kelas B angkatan 2002 yang tidak dapat disebutkan yang saling

memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi para pembaca, Amin. Dan semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta membalas budi semua

pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis. Amin Yaa

Rabbal A’lamin …

Jakarta, 8 November 2006

Della Rahmah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

D. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis................................................................................. 9

1. Efektivitas Metode Bercerita .................................................... 9

a. Pengertian Efektifitas.......................................................... 9

b. Pengertian Metode, Strategi dalam Memilih Metode dan

Peranannya................................................................................10

c. Pengertian Metode Bercerita, Aspek-aspek dalam Bercerita,

Tujuan dan Fungsi serta Penyampaian Isi Cerita.....................17

2. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak......................................................29

a. Pengertian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak..............................29

b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Aqidah Akhlak........................30

c. Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlak.............................31

B. Skenario Gaya Metode Bercerita..........................................................32


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian ............................................................................ 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 36

C. Variabel Penelitian.......................................................................... 36

D. Populasi dan Sampel ....................................................................... 37

E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 38

F. Teknik Analisa Data........................................................................ 38

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Sejarah Berdirinya MTs.N 13 Ulujami Jakarta

Selatan dan Perkembangannya........................................................ 40

B. Analisis dan Interprestasi Data ....................................................... 46

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 64

B. Saran-saran...................................................................................... 65

DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR TABEL

1. Tanggapan siswa mengenai pendapatan mereka mengikuti pelajaran bidang

studi aqidah akhlak................................................................................................46

2. Tanggapan siswa mengenai metode apakah yang sering digunakan oleh

guru bidang studi aqidah akhlak dan menyampaikan materi pelajaran.................48

3. Tanggapan siswa mengenai metode apakah yang tepat digunakan oleh guru

dalam mengajarkan materi tentang kitab suci al-Qur’an dan perilaku

sahabat...................................................................................................................49

4. Tanggapan siswa mengenai apakah guru aqidah akhlak sering menggunakan

materi tentang kitab suci al-Qur’an dan prilaku sahabat.......................................50

5. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka senang mendengar cerita yang

disampaikan oleh guru aqidah akhlak dalam menyampaikan materi

pelajaran.................................................................................................................51

6. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka memperhatikan ketika guru sedang

mengajar dengan metode bercerita........................................................................52

7. Tanggapan siswa mengenai berapa lama biasanya guru aqidah akhlak dalam

menyampaikan cerita.............................................................................................53

8. Tanggapan siswa mengenai apakah bahasa yang digunakan oleh guru dalam

bercerita dapat dipahami........................................................................................54

9. Tanggapan siswa mentgenai apakah cerita yang disampaikan oleh guru sesuai

dengan materi yang sedang dibahas......................................................................55


10. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat memahami tentang materi

kitab suci al-Qur’an dan prilaku yang disampaikan oleh guru dengan

menggunakan metode bercerita.............................................................................56

11. Tanggapan siswa mengenai apakah guru mereka memberikan kesempatan

kepada mereka untuk bertanya usai menyampaikan cerita....................................57

12. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengingat kembali cerita

yang telah disampaikan oleh guru.........................................................................58

13. Tanggapan siswa mengenai apakah usai menyampaikan cerita guru

menyimpulkan kembali cerita tersebut..................................................................59

14. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengambil pesan baik dan

mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari dari sebuah cerita yang

telah disampaikan oleh guru..................................................................................60

15. Tanggapan siswa mengenai pelaksanaan metode bercerita pada pengajaran

mengenai kitab suci al-Qur’an dan prilaku sahabat...............................................61


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di


antara makluk ciptaanNya yang lain di alam semesta ini, karena manusia
dilengkapi dengan akal. Yang dengan akal itu manusia dapat mengembangkan
segala potensinya melalui bimbingan pengajaran dan latihan melalui suatu proses
pendidikan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Rama
Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.1
Dengan demikian pendidikan adalah proses yang terdiri dari usaha-usaha
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap si terdidik, baik berupa bimbingan,
pengarahan, pembinaan ataupun latihan yang tujuannya adalah membawa si
terdidik ke arah terbentuknya kepribadian yang utama baik jasmani maupun
rohani bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang.
Sedangkan arti dari pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah
mengarahkan, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.2
Dengan demikian pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih
siswa sedemikian rupa, sehingga dalam prilaku mereka terhadap kehidupan,
langkah-langkah dan keputusan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam. Dalam
hal ini dapat ditempuh melalui bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

1
Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalm Mulia, 1994), h. 1
2
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, h. 10
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Atau dengan kata lain pendidikan Islam merupakan
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran
agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Adapun tujuan dari pendidikan Islam yaitu mewujudkan insan kamil
dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat
hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena ketaqwaan kepada Allah
SWT. Dan ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu berguna bagi dirinya
dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya, dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup
di dunia dan akhirat nanti.3
Berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia merupakan salah satu
komponen dari tujuan pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan akhlak atau yang
lebih dikenal dengan pendidikan aqidah akhlak adalah salah satu mata pelajaran
yang merupakan rumpun dari pendidikan agama Islam. Akhak secara terminology
diartikan sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.4 Kalau
melihat definisi akhlak tersebut maka pendidikan akhlak perlu dilakukan sejak
dini karena kalau kita keliru dalam mendidik anak didik maka yang tertanam
dalam jiwa mereka pun perbuatan yang keliru pula. Aqidah akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang bagaimana kita berprilaku yang sesuai dengan keyakinan
dan ajaran agama yang dianut atau norma dan etika yang berlaku dalam Islam.

3
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, h. 28
4
H. Abudin Nata, MA., Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. Ke-2,
h. 3
Oleh sebab itu, pendidikan aqidah akhlak sudah menjadi salah satu bagian
dari pendidikan Islam yang dierikan oleh lembaga-lembaga pendidikan kepada
peserta didik dimulai dari madrasah Ibtidaiyh, Tsanawiyah, Aliyah bahkan sampai
ke perguruan tinggi. Karena kebesaran agama Islam antara lain terletak pada
kaidah-kaidah moralitas atau akhlak yang diajarkannya, yang meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia, dan di dalam ajaran agama Islam tidak ada aktivitas
manusia yang terlepas dari tuntunan akhlak seperti tata cara bergaul, tingkah laku,
perasaan atau aspek apapun dari aktivitas manusia, baik politik, sosial, ekonomi,
kesenian dan lain-lain. Semuanya harus selaras dengan akhlak islamiyah dan
berdasarkan kepada tuntunan ibadah kepada Allah SWT.
Adapun tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia
berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang
telah digariskan oleh Allah SWT.5
Untuk mencapai dari tujuan pendidikan akhlak tersebut yang juga
merupakan bagian dari tujuan pendidikan Islam maka seorang guru harus
memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien mengena
kepada tujuan yang diharapkan. Karena guru sebagai pendidik dan pengajar
dalam hal ini bertanggung jawab terhadap kesuksesan proses belajar mengajar.
Seorang guru pun juga harus bisa memilih dalam penggunaan metode yang
disesuaikan dengan materi situasi, kondisi serta pesan yang ingin disampaikan.
Karena penggunaan metode yang tidak tepat akan menjadi penghambat jalannya
proses belajar mengajar sehingga tenaga dan waktu akan terbuang sia-sia.
Metode yang merupakan salah satu pendukung dalam kesuksesan proses

belajar mengajar diartikan sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk

mencapai suatu tujuan.6 Atau dapat juga diartikan sebagai suatu cara yang

5
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. Ke-1, h,
159
6
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-4, h. 61
dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa

sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah dan yang menjadi tujuan

dari pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik.

Banyak sekali macam-macam metode yang dipergunakan guru dalam

menyampaikan materi pelajaran. Salah satu di antaranya adalah metode bercerita.

Metode bercerita adalah salah satu metode atau cara yang dilakukan oleh guru

dalam menyampaikan materi atau pesan yang disesuaikan dengan kondisi anak

didik. Guru yang mampu memberi informasi dalam penyampaian cerita akan

menimbulkan semangat dan minat belajar pada diri anak didik. Karena

penggunaan metode yang monoton akan menimbulkan kebosanan pada anak

didik. Karena anak didik itu akan selalu tertarik pada sesuatu yang baru, oleh

sebab itu metode bercerita salah satu variasi metode yang membantu guru dalam

menyampaikan materi pelajaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi

dengan judul EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA PROSES

PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH

TSANAWIYAH NEGERI 13 ULUJAMI JAKARTA SELATAN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan dalam pembahasan pada penulisan skripsi ini,


maka penulis membatasi masalah yang dibahas, sebagai berikut:
1.1. Yang akan dijadikan objek penulisan skripsi ini pada sekolah Madrasah

Tsanawiyah Negeri 13 (MTsN 13) Ulujami Jakarta Selatan adalah kelas 1

(satu) tahun pelajaran 2005/2006.

1.2. Karena ruang lingkup bidang studi Aqidah Akhlak itu cukup luas maka

penulis lebih mengarah kepada keberhasilan penggunaan metode bercerita

dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak terutama pada materi kitab

suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

2.1. Apakah metode bercerita efektif digunakan dalam proses pembelajaran

Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan

sahabat di Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan.

2.2. Bagaimana pelaksanaan metode bercerita dalam pembelajaran Aqidah

Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat di

Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan.

2.3. Sejauh mana keberhasilan metode bercerita dalam kegiatan pembelajaran

Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan

sahabat.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


a. Untuk mengetahui apakah metode bercerita efektif digunakan dalam proses

pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an

dan prilaku sahabat.

b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode bercerita dalam proses

pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an

dan prilaku sahabat.

c. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan metode bercerita yang

digunakan dalam proses pembelajaran Aqidah Akhlak.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini tersusun dalam lima Bab yang berisi

serangkaian pembahasan yang saling berkaitan satu sama lain sebagai satu kesatuan.

Adapun urutannya sebagai berikut:

BAB PERTAMA: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB KEDUA: Kajian Teori, yang terdiri dari efektifitas metode bercerita

yang meliputi: pengertian efektifitas, pengertian metode, strategi dalam memilih

metode dan peranannya. pengertian metode bercerita, aspek-aspek yang terdapat dalam

cerita, fungsi dan tujuan bercerita serta pengertian tentang mata pelajaran aqidah

akhlak dan fungsi pendidikan aqidah akhlak, ruang lingkup, serta tujuan

pendidikan aqidah akhlak. Kemudian skenario gaya metode bercerita, kerangka

berfikir dan hipotesis.


BAB KETIGA: Metodologi Penelitian, terdiri dari tempat dan waktu penelitian, variable penelitian, populasi d
BAB KEEMPAT: hasil penelitian terdiri dari gambaran umum dan sejarah berdirinya tempat penelitian (sejar
BAB KELIMA: Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN TEORITIS

1. Efektifitas Metode Bercerita

a. Pengertian Efektifitas

Kata “efektifitas” merupakan kata sifat dari kata efektif yang

berarti ada efeknya (akibat, pengaruh, kesan), manjur atau mujarab, dapat

membawa hasil, berhasil guna.7 Sedangkan kata efektifitas yang terdapat

dalam ensiklopedi Indonesia berarti tercapainya suatu tujuan, suatu usaha

dapat dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya.8

Dalam bukunya, pengantar studi ilmu administrasi dan manajemen

Suwarno Handayaningrat sebagaimana ia mengutip dari pendapat A.

Emerson menjelaskan arti dari efektifitas (effectivenss) “sebagai berikut”:

effectiveness is measuring in term of attaining pres cribbed goals or

objective” (efektifitasi ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran

atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya). Jelasnya bila sasaran atau

tujuan telah tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya

7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), cet. ke-8, h. 961
8
Hasan Sadhili, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve), jilid 2, h. 883
adalah efektif. Jadi kalau tujuan atau sasaran itu tidak selesai sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif.9

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

efektifitas berarti tercapainya atau terlaksananya suatu tujuan apa yang

sudah direncanakan atau diinginkan sebelumnya sehingga membawa hasil

yang baik.

b. Pengertian Metode, Strategi dalam Memilih Metode dan Peranannya

1. Pengertian Metode

Metode merupakan salah satu faktor penduduk dalam proses

belajar mengajar. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar mengajar

tidak terlepas dari sebuah metode.

Membahas tentang metode belajar, bisa ditinjau dari dua aspek,

etimologi dan terminologi. Secara etimologi, dalam buku yang ditulis

oleh Ramayulis menerangkan bahwa: “Metode berasal dari Bahasa

Yunani yaitu Metha yang berarti melalui hodos yang berarti jalan atau

cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai

tujuan tertentu. Atau secara sederhana dalam termonologi pendidikan

berarti, cara yang harus ditempuh untuk mengajar supaya dapat

mencapai tujuan belajar mengajar.10

9
Suwarno Handayani Ningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta:
PT. I Dayau Press dan Yayasan Masagung, 1990), cet. ke-10, hl. 16
10
Ramasulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet. ke-2, h.
2
Sedangkan Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya metodik

khusus pengajaran Agama Islam, memberikan pengertian metode

sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara-cara

kerja ilmu pengetahuan.11 Sementara itu Dr. Ahmad tafsir mengartikan

metode sebagai cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan

sesuatu.12 Dan ada pula yang mengartikan metode merupakan bagian

dari didaktik yang membicarakan tentang pelaksanaan cara belajar

atau cara guru menyajikan bahan pelajaran kepada murid.13

Dari beberapa pengertian metode di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa metode ialah suatu cara yang sistematik yang

digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar

tercapainya tujuan dari pembelajaran tersebut.

2. Strategi dalam memilih metode

Pemiilhan metode secara tepat menjadi keharusan, karena

mengingat metode banyak sekali ragamnya, mungkin suatu metode

sangat efektif digunakan untuk suatu mata pelajaran tertentu, tapi tidak

efektif untuk mata pelajaran yang lainnya. Atau suatu metode efisien

11
Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 1
12
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1997), h. 1
13
H. Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.
10
untuk suatu kondisi tertentu, tapi tidak efisien untuk kondisi yang lain.

Bahkan metode yang cocok digunakan untuk menyajikan pokok

bahasan tertentu belum tentu sesuai untuk menyajikan pokok bahasa

yang lain dalam mata pelajaran yang sama.

Oleh sebab itu, agar memperoleh metode yang tepat diperlukan

strategi di dalam memilihnya. Dan dalam memilih metode ada

beberapa faktor yang harus diperhatikan, di antaranya.14

a. Tujuan yang akan dicapai

Setiap proses belajar mengajar tentu mempunyai tujuan. Dan

setiap pendidik harus mengerti dengan jelas tujuan pendidikan

yang akan menjadi sasaran dan menjadi pengarah daripada

tindakan-tindakannya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Di samping itu, tujuan pendiidkan dan pengajaran juga berfungsi

sebagai kriteria bagi pemilihan dan penentuan alat dan sarana

(termasuk metode) yang akan digunakan dalam mengajar.

b. Siswa/Pelajar

Siswa yang akan mempelajari bahan pelajaran yang disajikan guru,

harus pula diperhatikan dalam memilih metode mengajar. Ini perlu

sebab metode mengajar itu ada yang menurut pengetahuan dan

kecekatan tertentu, misalnya metode diskusi menuntut

14
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet. ke-2, h.
107-109
pengetahuan yang cukup luas dan penguasaan bahasa serta

keterampilan mengemukakan pendapat. Demikian pula dengan

metode ceramah yang menuntut penguasaan bahasa pasif dan

siswa, sebab siswa harus dapat menangkap isi dari yang

dikemukakan guru melalui ceramah.

c. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran yang menurut kegiatan penyelidikan oleh siswa

hendaknya disajikan melalui Metode Eksperimen. Sedangkan

bahan pelajaran yang terdiri dari latihan disajikan melalui Metode

Drill.

d. Guru/Pendidik

Seperti telah dikemukakan bahwa pendidik harus mengerti tentang

metode, baik ragamnya, efektifitasnya, kebaikan dan

kelemahannya serta terampil menggunakan metode itu. Guru yang

kurang berbahasa dengan baik dan tidak bersemangat dalam

berbicara kurang tepat apabila ia menggunakan Metode Ceramah.

Demikian juga guru yang kurang memahami tentang peran (action)

sebaiknya tidak menggunakan metode sosiodrama atau Bramain

Peran.

e. Srana/Fasilitas

Yang dalam factor fasilitas antara lain, alat peraga, ruang, waktu,

kesempatan, tempat, alat-alat praktikum, buku-buku perpustakaan


dan lain sebagainya. Fasilitas ini turut menentukan metode

mengajar yang akan digunakan oleh guru. Misalnya metode

demonstrasi dan Eksperimen tidak dapat dipakai karena tidak

tersendirinya alat-alat dan bahan-bahan untuk mengadakan

demonstrasi dan percobaan. Apabila fasilitas kurang, maka guru

cenderung menggunakan metode ceramah karena metode ini tidak

menuntut adanya banyak fasilitas.

f. Situasi

Situasi adalah keadaan para pelajar menyangkut kelelahan dan

semangat mereka, keadaan guru, dan lingkungan kelas. Apabila

siswa dalam keadaan lelah atau jenuh maka sebaiknya tidak

menggunakan metode ceramah akan tetapi menggunakan metode

sisiodrama. Demikian pula sebaliknya.

g. Kebaikan dan Kelamahan Metode

Tidak ada suatu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam

segala situasi. Setiap metode mempunyai kelebihan dan

kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan sesuatu metode tepat

digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode-

metode lain. Guru seharusnya memilih metode yang paling banyak

mendatangkan hasil.
h. Waktu

Alokasi waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan pelajaran

juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode.

Seorang pendidikan tidak hanya harus pandai dalam

memilih metode tetapi perlu diperhatikan juga di dalam penerapan

metode. Karena meskipun metode belajar yang dipiilh telah sesuai,

namun apabila dalam penerapan kurang benar, maka tidak akan

didapatkan Efektifitas di dalam proses pembelajaran. Oleh sebab

itu hendaklah seorang pendidik di dalam menerapkan metode

mampu menciptakan suasana belajar menjadi suasana yang

menyenangkan karena dengan suasana tersebut belajar akan lebih

efektif.

3. Peranan Metode

Ada beberapa peranan metode menurut para pakar pendidikan

di antaranya:

a. Menurut H. M. Arifin, metode merupakan alat yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi

ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan monopragmatis.”15

b. Metode, sebagai strategi mengajar. Karena “di dalam proses

belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat

15
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. ke-5, h. 97
belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang

diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah

harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut

metode mengajar.”16

c. Metode sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan

belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan

siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata

lain tercipta interaksi edukatif dapat menumbuhkan kegiatan

belajar siswa.”17

d. Menurut Hadisusanto metode adalah seni mengajar. Sebagai suatu

seni, metode belajar harus menimbulkan kesenangan dan kepuasan

bagi anak didik. Kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu

faktor yang dapat menimbulkan gairah semangat belajar bagi anak

didik.18

Dari pendapat para pakar pendidikan di atas jelaslah bahwa

peran metode itu sangat penting tidak hanya sebagai alat dan strategi

dalam pembelajaran tetapi juga metode berperan sebagai seni

Roestiyah NK, Strategi Beljar Mengajar, Salah Satu Unsur Pelaksanaan Belajar Mengajar;
16

Teknik Penyajian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-4, h. 1


17
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), cet. ke-
2, hl. 76

Dirto Hadisusanto, Kapita Selekta Pendiidkan, Pendidikan dan Masalah-masalah Pokoknya,


18

(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP, 1977), h. 92


mengajar sehingga dapat menimbulkan kesenangan dan kepuasan serta

gairah semangat untuk belajar bagi anak didik.

c. Metode Bercerita

1. Pengertian Metode Bercerita

Metode bercerita terdiri dari dua kata, yaitu metode dan

bercerita. Sedangkan pengertian metode telah dibahas di atas yang

mana dapat disimpulkan pengertiannya yaitu suatu cara yang

digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar

apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai.

Sementara itu kata bercerita berasal dari kata cerita dalam kamus

Sastra Indonesia dikatakan bahwa cerita adalah: “Karangan yang

mengisahkan terjadinya peristiwa, kejadian, perbuatan. Pengalaman

atau penderitaan seseorang baik yang benar-benar terjadi maupun

hanya bersifat khayalan belaka.19

Sedangkan menurut Soekamto, cerita adalah suatu kegiatan

yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya. Ayah kepada anak-

anaknya juru cerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat

seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada

kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.20

19
Syamsir Arifin, Kamus Sastra Indonesia, (Jakarta: Balai PUstaka, 1991), cet. ke-10, h. 26
20
Soekanto, Seni Bercerita Islami, (Jakarta: Bina Mitra Press, 2001), cet. ke-2, h. 9
Adapun pengertian cerita dalam kamus umum Bahasa

Indonesia adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengamalan,

atau penderitaan orang, baik yang sungguh-sungguh terjadi ataupun

yang hanya rekaan belaka. Sedangkan bercerita artinya menuturkan

suatu cerita.21

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan metode bercerita adalah suatu cara yang digunakan

oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik

dengan menuturkan cerita atau suatu peristiwa, kejadian atau

pengalamannya yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pelan-

pesan yang baik dan dapat dijadikan suatu pelajaran.

Jadi, metode bercerita merupakan salah satu metode yang

dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pesan atau materi pelajaran

kepada anak didik. Guru yang mampu memberikan informasi dalam

penyampaian cerita akan menimbulkan semangat dan pemahaman

anak terhadap pelajaran yang diterima dari cerita tersebut.

Oleh sebab itu, sebaiknya cerita diberikan secara menarik dan

membuka kesempatan kepada anak didik untuk bertanya dan

memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Jadi, dalam hal

ini metode juga harus bervariatif. Dan cerita juga harus disesuaikan

21
Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai PUstaka, 1976), h. 186
dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Sehingga akan

menimbulkan semnagat dan pemahaman anak didik terhadap pelajaran

tersebut.

Dan biasanya sumber-sumber cerita bisa di dapat dari Al-

Qur’an, hadits, buku-buku cerita keagamaan pengamatan dan

pengalaman guru. Buku-buku yang berisi cerita kisah, hikayat dan

sejarah sangat bermanfaat bagi anak didik karena dari kisah tersbut

mereka dapat mengambil pelajaran dan kesan yang baik. Sehingga

mereka dapat meniru dari apa yang baik yang terdapat dalam kisah

tersebut.

2. Aspek yang perlu diperhatikan dalam metode bercerita

Salah satu unsur yang terpenting dalam sebuah cerita adalah

tema. Oleh sebab itu seorang pendidik harus bisa memilih tema cerita

yang baik untuk disampaikan anak didik.

Tema adalah pokok, dasar cerita yang dipercakapkan, sebagai

dasar mengarang.22 Atau bisa juga diartikan sebagai ide yang

mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak

pengarang dalam memaparkan karya fisik yang diciptakannya23 dan

22
W.J.S. Poerwadarminta., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982)
23
Aminuddin, M.Pd, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV. Sinar Baru, Sinar
Baru, 1987), cet. ke-1, h. 93
adapula yang mengartikan tema sebagai gagasan, ide atau pokok

persoalan yang menjadi dasar cerita.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tema

adalah pokok/ide yang mendasari suatu cerita atau pokok persoalan

yang terdapat dalam sebuah cerita.

Tema-tema yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh

masyarakat dan tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada anak

didik. Oleh karena itu pilihlah tema cerita yang senantiasa

mengandung nilai pendidikan, nilai-nilai dan tujuan lainnya yang

bermanfaat, di samping sebagai sarana hiburan.

Pada saat sekarang ini banyaksekali cerita yang diterbitkan dan

diantaranya yang banyak itu banyak pula tema cerita yang diterbitkan

yang tidak memiliki nilai pendidikan dan moral. Tema cerita yang

demikian patut disisihkan secara teoritis, ada beberapa aspek yang

harus diperhatikan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut

diantaranya adalah :

a. Aspek Religius (Agama)

Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini

tidak dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih

merupakan sarana pembntukan moral.

Jika aspek agama ini kurang diperhatikan keberadaannya,

maka dikhawatirkan anak akan memperoleh informasi-informasi


merusak yang terkandung di dalam cerita yang temanya tidak baik,

bahkan ada kemugkinan cerita yang demikian dapat merusak

moral anak yang sudah baik.

Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita yang dipilih

tidak hanya karena daya tarik ceritanya saja, melainkan harus sarat

dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini memang tugas orang tua

untuk bisa menghidangkan cerita agamis pada anak dalam upaya

menenggelamkan pengaruh cerita yang ternyata tidak baik dan

dapat merusak aqidah dan akhlak anak.24

b. Aspek Paedagogis (Pendidikan)

Perhitungan aspek pendidikan dalam pemilihan tema cerita

juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan,

yaitu menghibur dan mendidik anak dalam waktu yang bersamaan.

Di sinilah letak pencerita untuk dapat memilih tema cerita

dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita.

Pendapat ini didukung oleh ayat Al-Qur’an yang berbunyi

َ ‫ﻦ ِ ﺑ َﻤﺎ َأ ْو َﺣ َْﻴﻨﺎ ِإ ْ َﻟ‬


‫ﻴﻚ‬ َ ‫ﺴ‬
َ ‫ْﺣ‬ ‫َﻧ َ ﻧﻘُﺺﱡ َﻋ ْﻠَﻴ َﻚ‬
‫َه َﺬا‬ ِ‫ﺼﺺ‬ َ ‫اْﻟَﻘ‬ ‫َأ‬ ُ ‫ْﺤ‬
‫ﻦ‬
َ ِ‫ﻣﻦ ْﻗَﺒﻠِ ِﻪ ﻟَ ِﻤ َﻦ ْاﻟ َﻐﺎﻓِﻠ‬
‫ﻴﻦ‬ ْ ِ ‫ْاﻟُﻘ ْﺮَءانَ ُ ْآﻨ‬
‫ﺖ‬ َ ‫َوِإ ْن‬
Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik

dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Dan sesungguhnya

24
J. Abdullah, Memilih Dongeng Islam Pada Anak, (Amanah: 1997), h. 2
kamu sebelum (Aku Mewahyukan) adalah termasuk orang-orang

yang lalai” (Q.S. Yusuf [12] : 3).

ِ ‫ﻷْﻟَﺒﺎ‬
‫ب‬ َ ‫ﻷوﻟﻲ ْا‬
ُ ِ‫ﺼ ِﻬ ِْﻋﺒَﺮٌ\ة‬ َ ‫َآ‬
َ َ‫ﺎن ﻓِﻲ ﻗ‬
ِ ‫ﺼ‬ ‫ﻟَﻘَ ْﺪ‬
‫ْﻢ‬
Artinya: “Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka terdapat

ibarat bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Yusuf [12] 111).

Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada

dalam Al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang

mengandung nilai paedagogis.

c. Aspek Psikologis

Mempertimbangkan aspek psikologis dalam memilih tema

cerita sangat membantu perkembangan jiwa anak. Mengingat anak

adalah manusia yang sedang berkembang, maka secara kejiwaan

tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan

emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan

pengetahuan anak dalam menghayati berita tersebut. Cerita yang

baik dapat mempnegaruhi perkembangan anak.

3. Tujuan Metode Bercerita

Dengan metode bercerita ini diharapkan siwa dapat megambil

pelajaran atau pesan-pesan baik dari sebuah cerita yang telah

disampaikan dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-

hari. Serta dapat membedakan antara perubahan baik dan buruk.


Menurut Abdul Aziz Abdul Madjid, tujuan metode bercerita

sebagai berikut :25

a. Menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan bercerita yang

baik.

b. Menambah pengetahuan siswa secara umum.

c. Mengembangkan imajinasi.

d. Mendidik akhlak.

e. Mengasah rasa.

Menurt Hapidin dan Winda Gunarti, tujuan metode bercerita adalah

sebagai berikut :26

a. Melatih daya tangkap dan daya berfikir.

b. Melatih daya konsentrasi.

c. Membantu perkembangan fantasi.

d. Menciptakan suasana menyenangkan di kelas.

Sementara itu menurut Asnelli Ilyas, bahwa tujuan metode

bercerita dalam pendidikan anak adalah, “menanamkan akhlak

Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak dengan harapan

melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa merenung

dan berfikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.27

25
Abdul Aziz Abdul Madjid, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001),
cet. Ke-1, h. 64
26
Hapidin dan Winda Gunarti, Pedoman Perencanaan, Pengelolaan dan Evaluasi Pengajaran
di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: PGTK Darul Kalam, h. 62
27
Asnelli Ilyas, Mendambakan Anak Saleh, (Bandung: Al-Bayan, 1995), cet. Ke-2, h. 13
Jadi jelaslah metode bercerita disajikan kepada anak didik

bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dan

menambahkan rasa cinta anak-anak kepada Allah, Rasul dan Al-

Qur’an.

4. Fungsi Metode Bercerita

Metode tidak hanya berfungsi sebagai alat dalam mencapai

sesuai tujuan tetapi dalam penerapannya metode dapat disampaikan

dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan dan

motivasi sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat dengan

mudah diberikan. Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan

tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam

mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan.

Di bawah ini beberapa fungsi metode cerita yang juga

merupakan salah satu bentuk metode pendidikan yaitu :

a. Memahami konsep ajaran Islam secara emosional28

Cerita yang bersumber dari Al-Qur’an dankisah-kisah

keluarga muslim diperdengarkan melalui cerita, diharapkan anak

didik tergerak hatinya untuk mengetahui lebih banyak agamanya

dan pada akhirnya terdorong untuk beramal di jalan yang lurus.

28
Bahroni S., Mendidik Anak Saleh Melalui Metode Pendekatan Seni Bermain, Cerita dan
Menyanyi, (Jakarta: t.pn, 1995), h. 24
b. Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik

Melalui metode bercerita ini dapat sedikit demi sedikit

ditanamkan hal-hal yang lebih baik kepada anak didik, yang

berupa cerita para Rasul atau umat yang terdahulu yang memiliki

kepatuhan dan keteladanan. Cerita hendaknya dipilih dan

disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

pengajaran.

c. Mempengaruhi perasaan sikap dan tingkah laku

Metode bercerita dapat mempengaruhi perasaan, sikap dan

tingkah laku anak, karena dengan secara tidak langsung cerita itu

menciptakan lahirnya keinginan berbuat sperti dalam cerita itu

menciptakan lahirnya keinginan berbuat seperti dalam cerita atas

dasar inisiatif sendiri tanpa paksaan orang lain.

d. Dapat mengembangkan imajinasi anak29

Kisah-kisah yang disajikan dalam sebuah cerita dapat membantu

anak didik dalam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan hasil

imajinasinya diharapkan mampu bertindak seperti tokoh-tokoh

dalam cerita yang disajikan guru.

29
Diah Syukrisnawati, Seni Islam sebagai Media Pendidikan, (Jakarta: PGTK Darul Qalam,
1994), cet-1, j. 24
e. Membangkitkan rasa ingin tahu30

Sikap ingin tahu hal-hal yang baik adalah harapan dari

sebuah cerita, sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak

berupaya memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja

akan membawa pengaruh terhadap anak didik dalam menentukan

sikap.

Dari penjelasan di atas semakin jelaslah bahwa bercerita

bukan hanya sebagai hiburan dan teman dikala tidur tetapi juga

memiliki fungsi yang sangat penting baik dalam pendidikan

maupun dalam pembentukan kepribadian anak.

5. Penyampaian Isi Cerita dan Menyimpulkan Pokok Isi Cerita

a. Penyampaian Isi Cerita

Setiap guru bisa bercerita, namun cerita yang mereka

sampaikan kepada anak didik akan semakin menarik kalau mereka

terampil, kreatif serta penuh penghayatan. Maka, sebaiknya dalam

membawakan/menyampaikan isi cerita perlu diperhatikan hal-hal

berikut:

1) Bayangkan setiap kejadian seolah-olah anda berada di tengah-

tengah peristiwa tersebut.

30
Ibid
2) Jangan menggunakan kata sifat, melainkan gunakanlah kata kerja.

Untuk menerangkan sifat dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalam

cerita hendaknya dijelaskan melalui segala perbuatannya, agar

anak-anak bisa mengambil kesimpulan sendiri.

3) Gunakanlah percakapan (dialog), agar cerita menjadi hidup.

4) Gunakanlah alat peraga untuk menunjang penyajian cerita.

5) Gunakanlah mimik dan peraga untuk menunjang penyajian cerita.

Jika cerita tersebut bersifat gembira, ungkapan kegembiraan

tersebut melalui wajah dan gerak-gerik yang tidak berlebihan,

sehingga anak bisa memahami melalu perasaannya.

6) Gunakanlah intonasi suara, tekanan kata, tinggi rendahnya nada

untuk menghidupkan cerita sesuai dengan karakteristik dari tokoh-

tokoh yang terlibat di dalam cerita.

7) Gunakanlah kata-kata yang dapat dipahami anak. Pakailah kalimat

pendek yang sederhana.

8) Jangan terlalu lama dalam bercerita, karena daya konsentrasi anak

sangat terbatas.

9) Perhatikan anak tatkala bercerita, agar fokus perhatian tidak

beralih, dan untuk mengetahui apakah cerita yang kita sajikan

menarik atau tidak.31

31
Diah Syukrisnawati, Seni Sebagai Media Pendidikan Islam, (Jakarta: Lembaga Pembinaan
dan Pembinaan Pengembangan TKKQ BKPMI, 1993), h. 27
b. Menyimpulkan Pokok Isi Cerita

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan seorang guru atau

pencerita dalam menyampaikan cerita yaitu ia harus bisa

menyimpulkan cerita karena anak didik masih memerlukan bantuan

pencerita untuk menyimpulkan pokok isi cerita. Sehingga seorang guru

dalam menyampaikan cerita kepada anak didik tidak hanya

menggambarkan, menguraikan isi atau alur cerita tetapi harus

disertakan juga kesimpulan, agar anak memperoleh kesan/pesan yang

jelas diri isi cerita yang disampaikan, dan mampu memahami inti

cerita tersebut sesuai dengan harapan pencerita. Karena menurut

Wilson Nadeak dalam bukunya cara-cara bercerita menjelaskan bahwa

kesimpulan pokok isi cerita itu banyak memuat bagian-bagian

terpenting dari unsur cerita. Cara yang demikian akan memudahkan

anak memahami isi cerita secara utuh. Anak dapat mengenal tokoh

yang baik dan tokoh yang jahat. Pertentangan-pertentangan dan

ketegangan-ketegangan yang dihadapi tokoh dapat diselesaikan

dengan baik, menggerakkan pikiran dan hati sehingga mereka

memasuki dunia cerita itu seniri dan setelah puncak cerita dicapai

mereka merasa terhibut atau budi nurani mereka menjadi luhur.32

Dalam menyimpulkan isi cerita juga harus dikaitkan dengan

norma-norma ajaran Islam yang bertujuan agar dalam menyimpulkan

32
Wilson Nadeak, Cara-cara Bercerita, (Bandung: Bintang Cipta, 1987), cet. ke-1, h. 40
pokok-pokok isi cerita, pencerita selalu berpedoman kepada norma

ajaran Islam yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan hadits, serta

dalam menyimpulkan cerita, pencerita juga menyertakan nasehat-

nasehat moral yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

2. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

a. Pengertian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Dalam pendidikan formal, aqidah akhlak menjadi salah satu mata

pelajaran yang meupakan rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam

yang secara etimologi kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu “ ‫“ ﻋﻘﺪ‬
yang berarti kepercayaan atau keyakinan.33

Sedangkan kata akhlak atau khuluq secara kebahasaan berarti budi

pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah

menjadi tabiat.34

Sedangkan pengertian pendidikan Aqidah Akhlaq dalam buku

pedoman khusus aqidah dan akhlak adalah upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, menghayati dan

mengimani Allah SWT. dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak

mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan,

Ahmad Warsain Munawwir, Kamus Al-Munawar Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya:


33

Pustaka Progresif, 1997), h. 1024


34
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), cet. ke-2, h. 3
pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan

pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang

keagamaan, pendidikan ini juga diarahkan pada peneguhan aqidah di

satusisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan

penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan

bangsa.35

b. Fungsi dan Tujuan

1. Fungsi

Mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah berfungsi untuk:

(a) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (b) Pengembangan keimanan

dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta akhlaq mulia peserta didik

seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam

lingkungan keluarga; (c) Penyesuaian mental peserta didik terhadap

lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak; (d) Perbaikan

kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam

keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-

hari; (e) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-

35
Departemen Agama RI, Pedoman Khusus Aqidah dan Akhlak, (Jakarta, 2004), h. 21
hari; (f) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan

akhlak, serta sistem dan funsionalnya; (g) Penyaluran peserta didik

untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.36

2. Tujuan

Mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan

dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam

akhlaknya yang terpuji, melalu pemberian dan pemupukan

pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta

didik tentang aqidah dan akhlaq Islam, sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan

ketaqwaannya kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam

kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta

untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.37

c. Ruang Lingkup

Cakupan kurikulum Pendidikan Aqidah Akhlaq di Madrasah

Tsanawiyah meliputi:

36
Ibid., h. 22
37
Ibid.
1. Aspek Aqidah terdiri atas keimanan kepada sifat wajib, mustahil dan

jaiz Allah, keimanan kepada kita Allah, Rasul Allah, sifat-sifat dan

mu’jizatnya, dan hari akhir.

2. Apek akhlaq terpuji yang terdiri atas khauf, taubat, tawadlu, ikhlas,

bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, ta’aruf,

ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji, dan

bermusyawarah.

3. Aspek akhlaq tercela meliputi kufur, syirik, munafik, namimah, dan

ghibah.38

B. Skenario Gaya Metode Bercerita

Langkah-langkah dalam metode bercerita meliputi perencanaan,

pelaksanaan, yang melibatkan guru dan murid yang kemudian evaluasi. Langkah

pertama adalah perencanaan, perencanaan metode bercerita yaitu :

1. Merupakan tujuan yang hendak dicapai dan materi yang akan disampaikan.

2. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah metode yang sesuai dengan

materi yang akan dibahas.

3. Memperhitungkan apakah kondisi siswa memungkinkan untuk diadakan

metode bercerita.

38
Ibid., h. 23
4. Memperhitungkan waktu yang akan diperlukan, termasuk waktu siswa untuk

bertanya, berkomentar dan mencatat hal-hal yang penting.

5. Menetapakan rencana untuk mengadakan evaluasi.

Apabila perencanaan telah tersusun, maka langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan atau penerapan metode bercerita, yaitu pertama-tama seperti biasa

seorang guru diawal memulai kegiatan belajar mengajar maka terlebih dahulu

melakukan apersepsi, memberikan motivasi dan baru kemudian kepada kegiatan

inti yaitu menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas dengan

menggunakan metode bercerita. Pertama guru menyuruh siswanya secara

bergantian untuk membaca materi yang akan dibahas point perpoint setelah

selesai membaca kemudian guru menjelaskan materi tersebut dengan diselangi

cerita-cerita menarik yang masih berhubungan dengan materi yang dibahas.

Setelah guru selesai menyampaikan materi dengan metode bercerita tadi lalu guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomentar berkaitan

dengan materi dan cerita yang telah disampaikan dan apabila waktunya masih

memungkinkan maka guru menyuruh satu/dua orang untuk menceritakan dan

menjelaskan kembali mengenai materi dan cerita yang telah disampaikan. Lalu

guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi dan cerita yang telah

disampaikan.

Langkah selanjutnya yaitu langkah terakhir adalah evaluasi. Evaluasi ini

dilakukan dengan tujuan mengetahui hasil yang telah dicapai siswa dari

penggunaan metode bercerita tersebut. Adapun pelaksanaan evaluasi ini dengan


cara memberikan beberapa pertanyaan kepda siswa secara langsung dan dijawab

secara langsung satu persatu.

Pada saat melakukan evaluasi seorang guru harus benar-benar

memperhatikan dari seluruh siswa berapa persenkah siswa yang dapat menjawab

dan berapa persenkah tujuan yang telah tercapai.

C. Kerangka Berfikir

Efektifitas adalah tercapainya atau terlaksananya suatu tujuan apa yang

sudah direncanakan atau diinginkan sebelumnya.

Keberhasilan dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari yang

namanya metode. Metode diartikan sebagai suatu cara yang sistematik yang

digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar tercapainya

tujuan dari suatu pembelajaran.

Adapun peranan metode tidak hanya sebagai alat yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan pendidikan akan tetapi mempunyai peranan lain

diantaranya: metode berperan sebagai strategi mengajar, metode sebagai seni

dalam mengajar dan metode sebagai alat untuk menciptakan proses belajar

mengajar.

Karena metode merupakan salah satu faktor pendukung dalam

keberhasilan proses belajar mengajar maka pemilihan metode yang tepat menjadi

suatu keharusan mengingat metode banyak sekali ragamnya.


Metode bercerita merupakan salah satu bentuk dari macam-macam

metode yang digunakan oleh guru. Metode berceritaadalah suatu cara yang

digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik

dengan menuturkan cerita atau suatu peristiwa, kejadian atau pegalamannya yang

dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik dan dapat

dijadikan suatu pelajaran.

Metode bercerita memiliki fungsi diantaranya: agar dapat memahami

konsep ajaran Islam secara emosional, menanamkan nilai-nilai pendidikan yang

baik, dapat membangkitkan imajinasi anak membangkitkan rasa ingintahu dan

mempengaruhi perasaan sikap dan tingkah laku. Oleh sebab itu dalam memilih

tema cerita harus diperhatikan beberapa aspek berikut: aspek religius, aspek

paedagogis dan aspek psikologis.

Selain memiliki fungsi metode bercerita juga memiliki tujuan yaitu agar

anak didik memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an

dalam kehidupan sehari-hari dan menambahkan rasa cinta anak kepada Allah,

Rasul, dan Al-Qur’an. Maka, sangat diperlukan metode bercerita ini pada proses

pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak terutama pada materi tentang kitab suci

Al-Qur’an dan prilaku sahabat yang dengan metode bercerita tersebut diharapkan

anak didik lebih dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran

Al-Qur’an serta berprilaku seperti prilaku sahabat Rasul di dalam kehidupan

sehari-hari.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan hal yang umum dilakukan dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, yang berguna dalam menjawab

permasalahan yang dihadapi. Metodologi ini dimaksudkan untuk mendapatkan data

yang kurat, valid dan signifikan dengan permasalahan.

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektifitas metode

bercerita dalam kegiatan pembelajaran aqidah akhlak pada materi kitab suci Al-

Qur’an dan perilaku sahabat, bagaimana pelaksanaannya, serta kendala – kendala

dan hal – hal apa sajakah yang menunjang pelaksanaan metode bercerita.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dan uji coba adalah sejak tanggal 6 Februari sampai

dengan 29 April 2006, dan tempat penelitian adalah di sekolah Madrasah

Tsanawiyah Negeri 13 Ulujami Jakarta Selatan.

C. Variable Penelitian

Variable adalah karakter dari unit observasi yang mempunyai variasi.

Atau segala sesuatu yang dijadikan objek penelitian. Adapun variable pada judul

penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu:


Efektifitas metode bercerita pada proses pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak.
Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Butir Soal


Metode Pelaksanaan - Mengetahui tingkat kesenangan 1
bercerita metode siswa dalam mengikuti pelajaran
bercerita aqidah akhlak
- Mengetahui metode yang tepat dan 2-4
sering digunakan guru akidah
akhlak dalam menyampaikan materi
pelajaran
- Respon sisiwa terhadap penggunaan 5-6
metode bercerita
- Pelaksanaan metode bercerita yang 7, 8, 9, 11,
dilakukan guru dalam proses belajar 13
mengajar
- Tingkat pemahaman siswa setelah 10, 14, 15
menggunakan metode bercerita

D. Populasi dan Sample

Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakterisik yang sama sehingga

betul-betul mewakili populasi.

Dan yang menjadi target dalam penelitian ini adalah keseluruhan

siswa/siswi kelas 1 Madrasan Tsanawiyah Negeri 13 Ulujami Jakarta Selatan

angkatan tahun 2005/2006. Jumlah keseluruhan siswa/siswi kelas 1 MTs. Negeri

13 adalah sebanyak 150 orang dari 4 kelas. Kemudian penulis hanya mengambil
sample sebanyak 50 orang responding dari keseluruhan jumlah siswa yang

diambil secara acak (random sampling).

E. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data ini ditempuh melalui beberapa teknik antara lain:

1. Observasi, yaitu cara pengumpulan data dengan mengamati secara langsung

dan penulis mengadakan pencatatan bahan-bahan atau data-data yang

dibutuhkan dalam pembahasan ini.

2. Angket, yaitu berupa lembaran pernyataan mengenai sesuatu hal yang

berkaitan dengan penelitian yang harus dijawab dan diisi oleh responden.

3. Dokumentasi, yaitu doukmen-dokumen tentang sejarah berdirinya madrasah

tsanawiyah Ulujami Jakarta Selatan dan perkembangannya srta data-data

lainnya yang seusai dengn masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Beberapa tahapan yang dilalui penulis dalam pengolahan data, yaitu:

1. Editing atau ferifikasi

Setelah angket yang sudah diisi oleh responden dikembalikan oleh

penulis, penulis segera meneliti angket satu per satu mulai dari nomor pertama

sampai dengan nomor terakhir. Dan apabila ditemukan jawaban yang


meragukan atau tidak dijawab, penulis menghubungi responden yang

bersangkutan untuk dibetulkan dan disempurnakan agar jawaban tersebut sah.

2. Tabulating

Langkah selanjutnya adalah pemindahan jawaban yang terdapat dalam

angket ke dalam tabulasi. Kemudian setelah data diolah, sehingga hasil angket

dinyatakan sah. Maka penulis selanjutnya melakukan analisa data dengan

menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan menggunakan rumus statistik

kai kuadrat sebagai berikut:


foft  fo  ft  fo  ft 2
Χ2   
 ft ft ft

Keterangan:

fo = Frekuensi yang diobservasi = frekuensi yang diperoleh dalam

penelitian = frekuensi sebagaimana yang tampak di hadapan

kita.

ft = Frekuensi yang diharapkan jika seandainya tidak terdapat

perbedaan frekuensi = perbedaannya tidak ada atau sama

dengan no.

Kemudian setelah itu penulis memberikan interpretasi terhadap kai

kuadrat hasil perhitungan tersebut. Apakah terdapat signifikansi atau tidak

antara frekuensi yang diobservasi dan frekuensi teoritis. Dan setelah itu baru

penulis menarik sebuah kesimpulan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum dan Sejarah Berdirinya MTs. N 13 Ulujami Jakarta

Selatan

Ditinjau dari periode kelahirannya MTs. N 13 Jakarta lahir satu periode

dengan lainnya beberapa MTs. N hasil pemekaran beberapa MTs. Negeri Filian dan

kelas-kelas di DKI Jakarta, di antaranya MTs. N Johar Baru, MTs. N Jelembar, MTs.

N 12 Kebon Jeruk. Pemekaran tersebut dalam rangka peningkatan kwalitas madrasah

menyongsong eraglobalisasi.

Kebijakan ke arah itu adalah menjadikan madrasah sebagai penyelenggara

pendidikan umum, walalu tetap di bawah naungan Depag. Madrasah dijadikan

sekolah umum bercirikan agama Islam, artinya kurikulum pengajaran di Madrasah

sama dengan kurikulum sekolah umum di bawah Depdiknas.

MTs. N 13 Jakarta lahir dan tumbuh di era globalisasi yang mau tidak mau

dituntut berperan ganda dalam menghadapi dampak modernisasi. Di satu sisi harus

dapat mencetak generasi yang memahami teknologi, namun di sisi lain tetap

menyandang nama madrasah yang tetap dianggap sebagai sekolah agama.

Embrio MTs. N 13 Jakarta adalah MTs. N KJ (kelas tujuh) petukangan yang

berlokasi di belakang komplek Pesanggrahan Mas dan di apit Komplek Tangkas

Permai, berdiri di tengah hamparah sawah dan tanah lapang di belakangnya.


Madrasah menempati gedung Pemda DKI yang sebenarnya gedung MI yang

dibangun dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Bentuk fisik dan sarana madrasah

cukup memadai, terdiri dari ruang belajar, ruang serba guna, ruang kepala, guru

laboratorium IPA, perpustakaan, WC, gudang dan rumah dinas guru serta lapangan

olah raga yang cukup luas.

Dengan sarana yang cukup memadai sebenarnya sangat kondusif terjadinya

proses belajar mengajar yang maksimal, namun hambatan alam dan geografis

madrasah sering mengganggu situasi konduktif tersebut. Hambatan letak geografis

madrasah yang jauh dari pemukiman penduduk, sehingga rawan terjadinya tindak

kejahatan yang menimpa madrasah seperti hilangnya berbagai investasi madrasah.

Bahkan yang lebih menghawatirkan lokasi madrasah dijadikan markas para pelaku

tindak kriminal. Hambatan lain adalah posisi bangunan diapit dua anak sungai yang

bertempat sebelah kiri depan halaman madrasah, dan karena lokasi madrasah lebih

rendah, maka di musim hujan terjadi arus balik yang menggenangi madrasah dan

tidak jarang masuk ruang belajar. Hal ini menyebabkan rusaknya sarana fisik dan

sulitnya guru dan siswa memasuki lokasi madrasah, karena jauhnya jarak jalan

dengan lokasi madrasah yang harus melewati hamparan sawah yang licin akibat

genangan air hujan.

Namun demikian hambatan tersebut tidak pernah dan tidak akan menyerutkan

semangat pengabdian para pendidik dan siswa terdidik. Pimpinan madrasah terus

berusaha meminimalisir keadaan dengan perkerasan halaman madrasah dan jalan

secara gotong royong dengan melibatkan aparat madrasah dan para siswa dan yang
lebih penting pimpinan madrasah terus memompa semangat guru, karyawan terlebih

para siswa agar tidak pernah menyerah, dengan terus belajar dan tetep percaya diri.

Upaya ini tidak sia-sia, sehingga proses belajar tetap berlangsung dengan lancar dan

kepercayaan masyarakat terus meningkat seiring makin eksisnya madrasah ini di hati

masyarakat.

Hal ini terbukti dari sumbangan masyarakat yang makin besar. Tahun

pelajaran pertama 1986/1987 terjaring 2 kelas, ini luar biasa untuk ukuran sekolah

yang masih baru. Bahkan pada tahun berikutnya rombongan belajar kelas satu

mencapai 4 kelas dan bahkan di akhiri menempati lokasi lama (KJ Petukangan)

rombongan belajar kelas satu baru mencapai 5 kelas.

Kepercayaan yang begitu besar tentunya berkat upaya madrasah menawarkan

program yang bersentuan langsung dengan masyarakat, misalnya di masukkannya

ketrampilan menjahit sebagai program pilihan samping ketrampilan lain, mengingat

mayoritas masyarakat sekitar bermata pencaharian usaha bidang konveksi. Program

lain adalah setiap tahun diadakan peringatan hari besar keagamaan yang mengambil

tempat di desa tertentu, tempat banyak siswa berdomisili dan tempat tersebut

memang membutuhkan sentuhan rohani seperti itu. Dalam ingatan penulis beberapa

kali diadakan program itu di antaranya di kampung Pabuaran Pondok Karya dan di

kampung Pondok Jengkol Pondok Aren.

Memang untuk semua itu diperlukan kesamaan visi dan pembuatan program

yang realistis, kreatif, dan inovatif berdasarkan masukan berbagai pihak, termasuk

guru, siswa dan orang tua serta yang lebih menentukan adalah jiwa kepemimpinan
dari pimpinan Lokasi (Pinlok). Pimpinan madrasah pertama setelah MTs. N 3 KJ

dibuka adalah Bapak Drs. E. Komaruddin kepala MTs. N 3 Pondok Pinang dan

Pinloknya Bapak Drs. Asep Saefuddin. Duet keduanya terkenal disiplin yang

terkadang tanpa kompromi sehingga pada awalnya berat untuk diterima, namun

akhirnya menjadi ciri khas beliau dan itu dapat diterima pihak, terbukti tingkat

disiplin madrasah yang baru itu tidak kalah dengan sekolah negeri lainnya. Setahun

kemudian Drs. Komaruddin dimutasi ke MTs. N Jakarta Barat dan digantikan Bapak

Drs. Lukman Hakim dengan pimpinan lokasi tetap Bapak Drs. Asep Saefuddin.

Dalam menjalankan program madrasah beliau dibantu beberapa pembina di

antaranya Bapak Fakih Syukri sebagai guru Olah Raga dan Pembina Kesiswaan. Pada

tahun pelajaran 1990/1991 beliau diangkat menjadi Pinlok MTs. N 3 KJ petukangan

menggantikan Bapak Drs. Asep Saefuddin yang ditarik ke MTs. N 3 Pusat pembina

OSIS bersama beberapa pembina lainnya seperti Bapak Syarifuddin, Bapak Bahroji

dan penulis sendiri. Tidak kalah pentingnya peran wali kelas dan guru yang dapat

berperan aktif di samping mengajar juga menjadi pembina kegiatan di luar jam

belajar, misalnya olah raga, belajar tambahan, simulasi dan lain-lain.

Deretan guru di atas di topang petugas Administrasi ketatausahaan y aitu

Bapak M. Yusuf dan Ibu Resnawati (Alm) serta pembantu madrasah merangkap

penjaga malam Bapak Ade Rasyid Posisi TU sekolah sama pentingnya dengan guru

mengingat walaupun berbeda tugas namun sama tujuannya yaitu mendidik siswa di

sekolah. Siswa dan orang tua menganggap siapapun yang berada di madrasah mereka
adalah guru layak disapa pak atau guru, sehingga dalam tindakan dan penampilan

keduanya harus memperhatikan aspek pendidikan ahlakuk karimah.

Dalam menjalankan tugasnya pimpinan madrasah dibimbing MTs. N 3 Pusat

Pondok Pinang dan Bapak Drs. H. Hizbullah yang membimbing MTs. N 3 KJ

petukangan. Beliau sangat disiplin dalam membimbing dan tentunya dengan gaya

masing-masing yang berbeda.

Dalam bidang kesiswaan, keterlibatan guru dan karyawan dalam membina

siswa tidak dapat dianggap kecil terutama bidang ekstra kurikuler. Sebagai contoh

pimpinan madrasah mewajibkan guru dan karyawan hadir di madrasah, bila ada

kegiatan ekstra kurikuler misalnya ada pelantikan, perkemahan, pertandingan olah

raga, dan kegiatan siswa lainnya.

Buah ini semua adalah kekompakan dan prestasi bidang kesiswaan utamanya

pramuka dan Volly yang selalu mendapat nomor pada Porseni tingkat DKI.

Menurut heman penulis paling tidak ada tiga faktor yang mendukung keadaan

di atas:

1. Visi dan Misi Madrasah

Pada saat itu visi dan misi madrasah baru diarahkan pada upaya secepat

mungkin madrasah ini dikenal masyarakat, melalui berbagai program yang

dibutuhkan dilihat langsung oleh masyarakat pada saat itu, melalui kegiatan

sosial, keagamaan, kepramukaan, olah raga dan lain-lain. Pelaksanaan visi dan

misi ini tentu juga bergantung pada faktor kebijakan pimpinan yang konsisten

sesuai dengan visi dan misi ditetapkan, misalnya dalam hal penetapan perlunya

fairah olah raga di madrasah dengan menetapkan hari Jum’at sebagai wajib

berolah raga bagi guru, karyawan, dan siswa.


2. Partisipasi Guru dan Siswa

Semua guru utamanya wali kelas ditopang pembina OSIS bebas membuat

program di kelasnya, mulai dari paparan tugas sehari-hari wali kelas termasuk

“home visit” sampai harus menjadi manajer team olah raga di kelasnya. Semua

wali kelas bersaing untuk menjadi yang terbaik, baik bidang akademik terlebih

ekstrakurikulernya.

3. Kemandirian Siswa

Motivasi dan rasa percaya diri terhadap kemampuannya dapat memacu

kreatifitas dan kemandirian siswa dalam mengorganisir kegiatan. Tahun pelajaran

1992/1993 OSIS di bawah komando ketua OSIS Doni Romdoni berhasil

menampilkan sosok OSIS yang cukup mandiri, dengan bukti banyaknya prestasi

OSIS saat itu.

Pada awal tahun pelajaran 1992/1993, sudah mulai terdengar kabar bahwa

gedung yang ditempati MTs. N 3 KJ akan kembali difungsikan sebagai

penyelenggara MI yang memang tahun pelajaran itu sudah menerima siswa kelas

satu dengan pimpinan sementara Drs. Fakih Syukri, Pinlok MTs. N KJ

Petukangan. Sedang siswa MTs. N 3 KJ yang menurut kabar bakal dinegerikan

dipindahkan ke lokasi baru di daerah Ululami, tepatnya di Jalan H. Dilun kurang

lebih satu kilometer dari ja’an ulujami Raya depan Pesantren Darunnajah

Ulujami.
Akhirnya pada pertengahan tahun pelajaran itu madrasah dipindahkan ke

gedung baru di Ulujami tepat di belakang Komplek Ulujami Indah, di pinggir

sungai Pesanggrahan yang terkenal rawan banjir itu.

Namun pada saat sekarang ini setelah Dra. Hj. Farida Daulay, M.Pd.

menjadi kepala sekolah kendala banjir yang menjadi masalah sekolah sudah tidak

ada lagi karena setelah beliau diangkat menjadi kepala sekolah beliau melakukan

pembenahan terhadap sekolah termasuk masalah banjir yang disebabkan letak

sekolah yang dekat dengan sungai. Akan tetapi sungai itu sekarang sudah ditutup

dan sekolahpun dipagar sehingga tidak ada masalah lagi apabila musim hujan

tiba. Bahkan sekarang MTs. N 13 mempunyai 2 gedung karena semakin

banyaknya jumlah murid yang ada. Dan letak gedung 2 MTs. N 13 berlokasi di Jl.

H. Liun Joglo Jakarta Barat.

B. Analisis dan Interpretasi Data

Tabel 1
1. Tanggapan siswa dalam mengikuti pelajaran bidang Aqidah Akhlak

Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Sangat Senang 17 12,5
b. Senang 28 12,5
c. Kurang Senang 5 12,5
d. Tidak Senang 0 12,5
Jumlah 50 50
2
fo  fo  fo  fo - ft 2
   ft
ft  ft  ft 
2 2 2

ft ft ft
  
17  28  5  0 
 12,52 12,5
2
12,5
2
12,5
2

12,5 12,5 12,5 12,5


4,52 15,52  7,52  12,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 1,62  19,22  4,50  12,5
 37,84
db  df - 1
41
3

Dengan menggunakan df sebesar 3, diperoleh X2, sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Maka dapat diperoleh hasil bahwa kai kuadrat observasi atau X2 jauh lebih

besar daripada
t
X 2
yaitu 7,815 < 37,84 > 11,345, dengan demikian hipotesis nihil

ditolak.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan siswa memilih

jawaban senang dalam mengikuti pelajaran Aqidah Akhlak yaitu sebanyak 28 orang

siswa dari 50 responden ini bertanda bahwa minat belajar siswa sudah cukup baik.

Walaupun ada beberapa siswa yang memilih jawaban kurang senang, mungkin

kekurang senangan mereka dalam mengikuti pelajaran Aqidah Akhlak disebutkan

karena kesulitan mereka dalam memahaminya, oleh sebab itu sudah seharusnya

seorang guru sebelum memulai pelajaran memberikan motivasi kepada siswa-

siswanya agar mereka mempunyai minat yang tinggi dalam mengikuti pelajaran

Aqidah Akhlak dan seorang guru juga harus kreatif dalam memilih metode agar

mereka tertarik dalam mengikuti pelajaran dan mudah untuk memahaminya.


Tabel 2
2. Tanggapan siswa mengenai metode yang sering digunakan guru bidang studi Aqidah Akhlak d

Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Metode ceramah dan cerita 43 12,5
b. Metode Tanya Jawab 5 12,5
c. Metode Diskusi - 12,5
d. Tidak Hafalan 2 12,5
Jumlah 50 50

fo  ft 2 fo  ft 2 fo  ft 2 fo - ft 2


2    
ft ft ft ft
43  12,52 12,5
5  12,520  12,522  12,52
   
12,5 12,5 12,5
 30,5 2   7,52   12,52   10,52
12,512,512,5 12,5
 74,42  4,5  12,5  8,82
 100,24
db  df - 1
41
3

Dengan menggunakan df sebesar 3, maka diperoleh X2 sebagai berikut :

Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815


Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2, yaitu: 7,815

< 100,24 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Dari hasil tersebut disimpulkan, meskipun jawaban terbanyak siswa-siswi adalah

metode ceramah dan cerita yang sering digunakan guru Aqidah Akhlak dalam

menyampaikan materi pelajaran. Tetapi perlu juga diperhatikan oleh seorang guru
bahwa perlulah pengunaan metode yang bervariatif yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondi
Tabel 3
3. Tanggapan siswa mengenai metode yang tepat digunakan guru bidang studi Aqidah Akhlak me

Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Metode Cerita 31 12,5
b. Metode Diskusi 1 12,5
c. Metode Ceramah 8 12,5
d. Tidak Tanya Jawab 11 12,5
Jumlah 50 50

fo  ft 2 fo  ft 2 fo  ft 2fo - ft 2


2    
ft ft ft ft
31  12,52 12,5
1  12,528  12,5211  12,52
   
12,5 12,5 12,5
 18,5 2   11,52   4,52   1,52
12,512,512,512,5
 27,38 10,58  1,62  0,18
 39,76
db  df - 1
41
3

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 39,76 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.


Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari siswa menjawab metode bercerita adalah m
Tabel 4
4. Tanggapan siswa mengenai apakah guru Aqidah Akhlak sering menggunakan metode cerita ke
prilaku sahabat

Frekuensi yang Frekuensi Teoritis


Jawaban diobservasi (ft)
(fo)
a. Sering 33 16,67
b. Kadang-kadang 17 16,67
c. Tidak Pernah - 16,67
Jumlah 50 50

fo  ft 2 fo  ft 2 fo  ft 2


2   
ft ft ft
33  16,67 217  16,67 2 0  16,67 2 16,67
  
16,67 16,67
 16,33 2  0,332   16,672
12,512,5 12,5
 16  0,01  16,67
 32,68
db  df - 1
31
2

Dengan menggunakan df 2, maka diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 5,991

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 9,210

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 5,991

< 32,68 > 9,210, hipotesis nihil ditolak.


Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, kecenderungan siswa menjawab bahwa

guru Aqidah Akhlak sering menggunakan metode bercerita ketika menyampaikan

materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat akan tetapi alangkah baiknya

apabila pengguna metode bercerita tersebut divariasi dengan metode lain seperti:

metode tanya jawab agar terjadi dialog antar siswa dan guru juga lebih menghidupkan

suasana belajar.

Tabel 5
5. Tanggapam siswa mengenai apakah mereka senang mendengarkan cerita
yang disampaikan oleh guru Aqidah Akhlak mengenai materi kitab suci Al-
Qur’an dan
prilaku sahabat

Frekuensi yang
diobservasi Frekuensi Teoritis
Jawaban
(ft)
(fo)
a. Sangat Senang 10 12,5
b. Senang 34 12,5
c. Kurang Senang 6 12,5
d. Tidak Senang - 12,5
Jumlah 50 50

2 
fo  fo  fo  fo -
ft  ft  ft  ft 
2 2 2 2

ft  ft  ft  ft
10 34 6 0
  12,52 12,5 12,5
12,502
2 2
12,5 12,5  12,5  12,5
 2,52 21,52  6,52 12,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 0,5  36,98  3,38  12,5
 53,36
db  df - 1
4 1
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 53,36 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa 34 orang dari 50 responden menjawab senang

mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru Aqidah Akhlak akan tetapi ada

pula yang menjawab kurang senang mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru

Aqidah Akhlak. Hal ini mungkin disebabkan karena alur cerita yang disampaikan

kurang menarik atau juga dalam menyampaikan cerita guru kurang berekspresi.
Tabel 6
6. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka memperhatikan dengan baik
ketika guru sedang mengajar dengan menggunakan metode cerita
Frekuensi yang Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi (ft)
(fo)
a. Selalu Memperhatikan 38 12,5
b. Cukup Memperhatikan 10 12,5
c. Kurang Memperhatikan 2 12,5
d. Tidak Memperhatikan - 12,5
Jumlah 50 50

2
fo  fo  fo  fo - ft 2
ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft

ft  ft  ft 

38  10  2  0  12,52


  12,5
2
12,5
2
12,502 12,5
12,5 12,5  12,5 
25,52  2,52  10,52  12,52
 12,5  12,  12,5  12,5
5
 52  0,5  8,82  12,5
 73,82
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815


Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345
Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2 yaitu 7,815

< 73,82 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Dapat disimpulkan, mayoritas siswa menjawab selalu memperhatikan ketika guru sedang mengajar dengan
Tabel 7
7. Tanggapan siswa mengenai berapa lamakah biasanya guru Aqidah Akhlak dalam menyampaika

Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. 15 menit 10 12,5
b. 20 menit 17 12,5
c. 35 menit 20 12,5
d. 40 menit 3 12,5
Jumlah 50 50

fo  ft 2 fo  ft 2 fo  ft 2 fo - ft 2


2    
ft ft ft ft
10  12,50217  12,5220  12,523  12,52
   
12,5 12,5 12,5 12,5
 2,52 4,52 7,52  9,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 0,5 1,62  4,5  7,22
 13,84
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :
Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815
Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345
Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt yaitu 7,815
< 13,84 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.
2

Mayoritas siswa menjawab bahwa lamanya guru bercerita 35 menit. Dan sebaiknya bagi seorang guru d
Tabel 8
8. Tanggapan siswa mengenai apakah bahasa yang digunakan oleh guru dalam bercerita dapat dip

Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Dapat Dipahami 32 12,5
b. Cukup Dipahami 16 12,5
c. Kurang Dipahami 2 12,5
d. Tidak Dapat Dipahami - 12,5
Jumlah 50 50

fo  ft 2 fo  ft 2 fo  ft 2fo - ft 2


2    
ft ft ft ft
32  12,50216  12,522  12,52 0  12,52
   
12,5 12,5 12,5 12,5
19,52 3,52  10,52  12,52
 12,5  12,5 12,5  12,5
 30,42  0,98  8,82  12,5
 52,72
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X t2 yaitu 7,815

< 52,72 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya bahwa bahasa yang digunakan guru Aqidah Akhlak dalam

menyampaikan cerita sudah baik dapat dipahami. Hal ini terlihat dari mayoritas

jawaban siswa sebanyak 32 orang dari 50 responden.

Tabel 9
9. Tanggapan siswa apakah cerita yang disampaikan oleh guru sesuai
dengan materi yang sedang dibahas dan menarik dari segi isi dan
temanya
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Sesuai 34 12,5
b. Cukup Sesuai 14 12,5
c. Kurang Sesuai 2 12,5
d. Tidak Sesuai - 12,5
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


 ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft
ft  ft  ft 

34  14  2  0  12,52


  12,5
2
12,5
2
12,502 12,5
12,5 12,5  12,5 
21,5 2
 10,52  12,52
 1,52 
 
12,5 12, 12,5 12,5
5
 36,98  0,18  8,82  12,5
 58,48
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 58,48 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Terlihat mayorita jawaban siswa (34) responden menjawab bahwa cerita yang

disampaikan oleh guru sesuai dengan materi yang sedang dibahas, dan memang

sudah seharusnya seperti itu agar apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Tabel 10
10. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat memahami materi
tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat yang disampaikan oleh
guru dengan
menggunakan metode cerita
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Paham 39 12,5
b. Cukup Paham 9 12,5
c. Kurang Paham 2 12,5
d. Tidak Paham - 12,5
Jumlah 50 50

2
fo  fo  fo  fo -
ft  ft  ft  ft 
2 2 2 2

ft  ft  ft  ft
39  9  2  0  12,52
  12,52 12,5
2
12,502 12,5
12,5 12,5  12,5 
26,52  3,52  10,52  12,52
 12,5  12,5  12,  12,5
5
 56,18  0,98  8,82  12,5
 78,48
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 78,48 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya, mayoritas responden (39) menjawab bahwa mereka dapat

memahami materi mengenai kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat yang

disampaikan oleh guru dengan menggunakan metode bercerita. Hal ini menunjukkan

bahwa metode bercerita tepat digunakan pada materi tersebut.

Tabel 11
11. Tanggapan siswa mengenal apakah guru memberikan kesempatan
kepada mereka untuk bertanya usai menyampaikan cerita
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Sering 32 12,5
b. Cukup Sering 7 12,5
c. Kadang-kadang 11 12,5
d. Tidak Pernah - 12,5
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


 ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft
ft  ft  ft 

32  7  11  0  12,52


  12,5
2
12,5
2
12,502 12,5
12,5 12,5  12,5 
19,52  5,52  1,52  12,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 30,42  2,42  0,18  12,5
 45,52
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 45,52 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya, mayoritas siswa menjawab bahwa mereka diberikan

kesempatan untuk bertanya usai guru menyampaikan cerita. Dalam hal ini terlihat

bahwa adanya interaksi antar siswa dan guru dan hal ini bagus karena menghidupkan

suasana belajar.

Tabel 12
12. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengingat kembali
cerita yangtelah disampaikan oleh guru
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Ya 41 25
b. Tidak 9 25
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft

ft  ft  ft 
41  9 
 252  252
25 25
16  16
2 2
 25  25
 10,24 10,24
 20,48
db  df - 1
21
1
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 3,841

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 6,635

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 3,841

< 20,48 > 6,635, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya bahwa dengan metode bercerita dapat melatih daya tangkap

siswa dan melatih daya konsentrasi. Hal ini terlihat dari jawaban mayoritas siswa

bahwa mereka dapat mengingat kembali cerita yang telah disampaikan oleh guru.

Tabel 13
13. Tanggapan siswa mengenai apakah usai menyampaikan ceritaguru
sering menyimpulkan kembali cerita yang telah disampaikan
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Sering 17 12,5
b. Cukup Sering 6 12,5
c. Kadang-kadang 27 12,5
d. Tidak Pernah - 12,5
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


 ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft
ft  ft  ft 

29 12,502 5  16  0 


 12,5  12,5
2
12,5
2
12,5
2

12,5  12,5  12,5


16,52  7,52 3,52  12,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 21,78  4,5  0,98  12,5
 39,76
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 39,76 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya, mayoritas siswa menjawab bahwa usai bercerita guru sering

menyimpulkan kembali cerita yang telah disampaikan. Hal ini perlu dilakukan agar

menambah pemahaman siswa mengenai cerita tersebut.

Tabel 14
14. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengambil pesan atau
hikmah dan mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari – hari dari
sebuah
cerita yang telah disampaikan oleh guru
Frekuensi yang
Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi
(ft)
(fo)
a. Ya 45 25
b. Tidak 5 25
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft

ft  ft  ft 
45  5 
 252  252
25 25
202  202
 25 
25
 16 16
 32
db  df - 1
21
1
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :
- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 3,841
- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 6,635
Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 3,841

< 32 > 6,635, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya, mayoritas siswa menjawab bahwa mereka dapat mengambil

pesan dan mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari-hari dari sebuah cerita yang

telah disampaikan. Hal inilah yang menjadi tujuan yang telah disampaikan. Hal inilah

yang menjadi tujuan dari sebuah pembelajaran tidak hanya memahami, menghayati

tetapi juga mengaplikasikannya.


Tabel 15
15. Tanggapan siswa mengenai bagaimana pelaksanaan metode cerita pada
pengajaran bidang studi Aqidah Akhlak pada materi tentang kitab suci Al-
Qur’an
dan tentang prilaku sahabat
Frekuensi yang Frekuensi Teoritis
Jawaban diobservasi (ft)
(fo)
a. Sangat Baik 17 12,5
b. Baik 26 12,5
c. Cukup Baik 7 12,5
d. Kurang Baik - 12,5
Jumlah 50 50

 2 fo  fo  fo  fo - ft 2


 ft 
2
ft 
2
ft 
2 ft
ft  ft  ft 

17  26  7  0 
  12,52 12,5
2
12,5
2
12,50 2

12,5 12,5  12,5  12,5


4,52 13,52  5,52  12,52
 12,5  12,5  12,5  12,5
 1,62 14,58  2,42  12,5
 31,12
db  df - 1
41
3
Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut :

- Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada X 2t yaitu 7,815

< 31,12 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

Kesimpulannya, bahwa pelaksanaan metode bercerita yang dilakukan oleh

guru Aqidah Akhlak sudah baik. Hal ini terlihat dari jawaban mayoritas responden

sebanyak 26 orang dari 50 responden.

Dari hasil uji hipotesis di atas telah terlihat bahwa metode bercerita efektif

digunakan pada proses pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak khususnya pada

materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat. Dan pelaksanaan metode

bercerita yang telah diujicobakan sudah cukup baik. Akan tetapi pada pelaksanaannya

metode bercerita juga mengalami kendala-kendala di antaranya; 1. Kurang

tersedianya buku- buku cerita di perpustakaan sekolah sehingga guru mengalami

kesulitan dalam mencari buku cerita dan harus mengeluarkan sedikit biaya untuk

membelinya dan mencarinya sendiri di toko-toko buku, 2. Seorang guru juga agak

kesulitan dalam memilih cerita yang disesuaikan dengan materi yang akan dibahas,

karena apabila cerita yang disampaikan tidak sesuai maka apa yang menjadi tujuan

pembelajaran sulit tercapai, 3. Dan dari segi waktu, metode bercerita itu

membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga terkadang waktu yang disediakan

tidak cukup untuk melakukan evaluasi.


Adapun hal-hal yang dapat menunjang pelaksanaan metode bercerita adalah:

Penggunaan metode bercerita harus disesuaikan dengan materi yang akan dibahas, sehingga guru harus panda
Seorang guru harus mempersiapkan diri dengan cerita-cerita menarik yang didapatnya dari buku-buku cerita,
Mengingat waktu yang dibutuhkan untuk penggunaan metode bercerita cukup terbatas, maka hendaknya memb
Kerjasama yang baik antara guru dan anak didik.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang efektifitas metode cerita pada

mata pelajaran Aqidah di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dalam pelaksanaannya, metode bercerita ternyata efektif digunakan dalam

pengajaran bidang studi Aqidah Akhlak terutama pada materi mengenai kitab suci

Al-Qur’an dan prilaku sahabat. Akan tetapi metode bercerita ini pun pada saat-

saat tertentu membutuhkan dukungan metode lainnya seperti tanya jawab,

ceramah, diskusi dan sebagainya. Dan pemilihan atau penempatan metode

tersebut juga harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan,

tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga kondisi siswa. Hal ini juga

dimaksudkan agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh, karena penggunaan

variatif metode akan menimbulkan semangat dan motivasi siswa untuk belajar.

Dan pada pelaksanaannya metode bercerita yang diterapkan ternyata sangat

mendapatkan perhatian baik dari peserta didik atau siswa-siswi. Hal ini terlihat

dari perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dengan

menggunakan metode bercerita tersebut.


2. Dalam proses penerapannya metode bercerita meliputi perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi. Dan ternyata setelah diuji coba metode bercerita yang telah

dilakukan sudah cukup baik dan mendapat respon yang cukup baik pula dari

peserta didik.

3. Metode bercerita cukup membantu secara efektif, hal ini bisa dilihat dari hasil

nilai ulangan harian mereka yang menunjukkan cukup bagus. Dan dalam proses

pembelajaran pun metode bercerita mengaktifkan dan membangkitkan semangat

anak didik hal ini terlihat dari perhatian mereka mengikuti dan mendengarkan

cerita serta aktif dalam bertanya.

B. Saran

1. Kepada para guru hendaknya harus selalu aktif dan kreatif dalam menyampaikan

materi pelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran dapat

dicapai dan usahakan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga

tidak membosankan.

2. Seorang guru juga harus pandai dalam memilih metode yang disesuaikan dengan

materi pelajaran, tujuan pembelajaran dan kondisi siswa hal ini dimaksudkan agar

menimbulkan semangat dan motivasi siswa dalam belajar. Karena metode

merupakan salah satu pendukung kesuksesan belajar-mengajar dan penggunaan

metode yang tidak tepat akan menghambat proses belajar mengajar.

3. Apabila seorang guru ingin menggunakan metode bercerita sebaiknya disesuaikan

dengan materi dan memilih tema cerita yang menarik dan mendidik dan usai
bercerita sebaiknya diseling dengan penjelasan-penjelasan dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga mereka paham dan tidak bosan

serta menghidupkan suasana. Dan usahakan juga dalam bercerita jangan terlalu

lama dan berceritalah sesuatu yang baru yang belum pernah mereka dengar dan

juga cerita yang disampaikan harus disesuaikan dengan materi yang sedang

dibahas. Dalam bercerita juga seorang guru harus dapat mengekspresikan cerita

tersebut dengan gerakan misalnya mimik muka dan suara yang sesuaikan dengan

karakter fugure dalam cerita tersebut.

4. Kepada para guru hendaknya selalu memperhatikan mendidik siswa-siswinya

dengan baik. Dan memberikan perhatian yang lebih kepada siswa-siswi yang

mengalami kesulitan. Sharing kepada mereka kesulitan apa yang mereka dapati

dalam memahami pelajaran dan cari solusinya. Dan bagi para siswapun

hendaknya selalu memperhatikan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru

agar selalu dapat menangkap pelajaran dengan baik dan sempurna.

5. Pihak sekolah hendaknya menambah buku-buku cerita yang islami dan baru serta

menarik sehingga apabila ada waktu luang mereka dapat membacanya di

perpustakaan dan dapat menambah wawasan mereka serta guru pun lebih mudah

untuk mendapatkannya.
ANGKET SISWA

Petunjuk pengisian:
1. Sebelum mengerjakan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini hendaklah
membaca basmallah terlebih dahulu.
2. Bacalah terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan dengan seksama sebelum anda
menjawab.
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dengan memberi tanda X pada pilihan
jawaban anda.
4. Apabila telah selesai mengerjakan, taruhlah angket ini di meja anda akhir
dengan membaca hamdallah selanjutnya anda dipersilahkan meninggalkan
tempat.

Daftar Pertanyaan:
1. Bagaimana pendapat anda dalam mengikuti pelajaran bidang studi aqidah
akhlak
a. Sangat senang c. Kurang senang
b. Senang d. Tidak senang
2. Metode apa yang sering dilakukan oleh guru bidang studi Aqidah Akhlak
dalam menyampaikan materi pelajaran
a. Metode ceramah dan cerita c. Metode Diskusi
b. Metode tanya jawab d. Metode Hafalan
3. Menurut anda metode apa yang tepat digunakan guru dalam mengajarkan
materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan Prilaku Sahabat
a. Metode cerita c. Metode ceramah
b. Metode diskusi d. Metode tanya jawab
4. Apakah guru Aqidah Akhlak sering menggunakan metode cerita ketika
mengajarkan materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan Prilaku Sahabat
a. Sering c. Tidak pernah
b. Kadang-kadang d. Sangat sering
5. Apakah anda senang mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru
Aqidah Akhlak dalam menyampaikan materi pelajaran
a. Sangat senang c. Senang
b. Kurang senang d. Tidak senang
6. Ketika guru sedang mengajar dengan metode bercerita, apakah anda
memperhatikan
a. Selalu memperhatikan c. Cukup memperhatikan
b. Kurang memperhatikan d. Tidak memperhatikan
7. Berapa lama biasanya guru Aqidah Akhlak dalam menyampaikan cerita
a. 15 menit c. 20 menit
b. 35 menit d. 40 menit
8. Apakah bahasa yang digunakan oleh guru dalam bercerita dapat dipahami
a. Dapat dipahami c. Cukup dipahami
b. Kurang dipahami d. Tidak dapat dipahami
9. Apakah cerita yang disampaikan oleh guru sesuai dengan materi yang sedang
dibahas dan menarik dari segi isi dan temanya
a. Sesuai c. Cukup sesuai
b. Kurang sesuai
10. Apakah anda dapat memahami materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan materi
tentang prilaku sahabat yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan
metode bercerita
a. Paham c. Cukup paham
b. Kurang paham d. Tidak paham
11. Apakah guru anda memberikan kesempatan kepada anda untuk bertanya usai
menyampaikan cerita
a. Sering c. Cukup sering
b. Kadang-kadang d. Tidak pernah
12. Apakah anda dapat mengingat kembali cerita yang telah disampaikan oleh
guru
a. Ya b. Tidak
13. Usai menyampaikan cerita apakah guru sering menyimpulkan kembali cerita
yang telah disampaikan
a. Sering c. Cukup sering
b. Kadang-kadang d. Tidak pernah
14. Apakah anda dapat mengambil pesan baik atau hikmah dan
mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari dari sebuah cerita yang
telah disampaikan oleh guru
a. Ya b. Tidak
15. Bagaimana tanggapan anda dalam pelaksanaan metode cerita pada pengajaran
mengenai kitab suci Al-Qur’an dan tentang prilaku sahabat
a. Sangat baik c. Baik
b. Cukup baik d. Tidak baik

Anda mungkin juga menyukai