Anda di halaman 1dari 3

Pada siang hari ini, marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt

dengan selalu melaksanakan segala perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-


laranganNya. Dan hendaknya kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala kenikmatan
yang telah diberikanNya kepada kita secara gratis. Walau terkadang ada kenikmatan yang
diperoleh melalui usaha, perjuangan keras untuk mencapai kenikmatan tersebut. Salah satu
diantara kenikmatan tersebut adalah kenikmatan kemerdekaan.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia,

Setiap kali kita memperingati Hari Pahlawan, setiap kali itu pula kita diingatkan dengan
peristiwa yang sangat heroik yang terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pada saat itu
tentara Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia dengan memanfaatkan kehadiran
tentara sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan atas Kepulauan Nusantara ini dari pihak
Jepang yang baru saja mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II setelah Hirosima dan
Nagasaki dihancurkan dengan bom atom oleh Amerika.

Rakyat Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya tiga bulan


sebelumnya, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan sendirinya tidak dapat menerima
kehadiran tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda tersebut. Dengan persenjataan
yang serba sederhana tetapi dengan semangat yang tinggi untuk mempertahankan
kemerdekaan para pejuang melancarkan perlawanan habis-habisan terhadap tentara sekutu
yang menyerbu Surabaya dengan persenjataan yang jauh lebih modern, baik dari laut, udara
maupun darat.

Fatwa para ulama Jawa Timur yang menyatakan bahwa perang untuk mengusir penjajah
adalah jihad fi sabilillah mengobarkan semangat tempur para pejuang. Ribuan arek-arek
Surabaya gugur dan menjadi syuhada’ dalam pertempuran itu. Namun pertempuran tersebut
telah membuka mata dunia internasional bahwa bangsa Indonesia yang berdaulat masih ada
dan putra putri Indonesia telah bertekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan hingga
titik darah penghabisan.

Tanggal 10 Nopember ini, kita diingatkan akan sebuah hari yang bersejarah tersebut, yakni
hari Pahlawan. Kepahlawanan dalam Islam, khususnya dalam konteks keindonesiaan
merupakan sebuah tema yang menarik untuk dikaji, mengingat sebagian bangsa kita
cenderung mereduksi (mengurangi) dan mempersempit makna pahlawan.

Pengertian Pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang
berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Atas rujukan tersebut, menjadi
pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi setiap orang, tidak mengenal latar belakang
sosial, siapapun dapat menjadi seorang pahlawan. Dalam konteks kenegaraan/kebangsaan,
seorang pahlawan yang beriman kepada Allah swt yang memperjuangkan kemerdekaan
bangsa ini di dalam al-Qur’an adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah (fî sabîl-i ‘l-
Lâh).

Seperti yang tercatat dalam QS al-Baqarah: 154:

َ‫ات بَلْ أَحْ يَا ٌء َولَ ِك ْن ال تَ ْش ُعرُون‬


ٌ ‫َوال تَقُولُوا لِ َم ْن يُ ْقتَ ُل فِي َسبِي ِل هَّللا ِ أَ ْم َو‬
"Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang
(terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak merasakan".

Sesungguhnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kita
tahu maupun yang tidak kita tahu, mereka hidup di sisi Allah dan hidup di hati kita.

Hadirin Jamaah Jum’ah yang dirahmati oleh Allah

Alkisah, seorang raja Persia yang bernama Kisrâ Anû Syirwân melakukan observasi ke
rumah-rumah para penduduk kerajaannya. Ketika ia tiba di satu rumah, di sana ia
menemukan seorang kakek yang menanam pohon di halaman rumah tersebut. Sang raja
tertawa dan bertanya, "Wahai kakek, kenapa kau menanam sebuah pohon yang akan berbuah
10-20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun ke depan, sedangkan kau mungkin tahun depan
sudah mati dan kau tidak dapat menikmati buah-buahan dari pohon yang telah kau tanam?".
Dengan penuh senyum dan optimisme sang kakek menjawab, "Wahai raja, laqad gharas-a
man qabla-nâ fa akal-nâ orang-orang sebelum kita telah menanam pohon dan buah-buahan
dari pohon tersebut kita nikmati sekarang wa naghris-u nahn-u li-ya’kul-a man ba‘da-nâ, dan
kita menanam kembali pohon yang buah-buahannya akan dinikmati oleh orang-orang setelah
kita".

Dari cerita tadi kita dapat memetik sebuah pelajaran bahwa kemerdekaan ibarat sebuah pohon
yang telah ditanam oleh para pahlawan bangsa ini kendati pun mereka tidak pernah
menikmatinya melainkan kenikmatan tersebut kita rasakan sekarang.

Begitu juga kita bisa memberi manfaat kepada para generasi penerus kita dengan menanam
sesuatu kebaikan pada saat ini. Atau dengan kata lain, kita mengisi kemerdekaan ini dengan
berbuat baik untuk negara dan masyarakat. Bukan merusak ataupun merugikan negara dan
masyarakat. Kita berbuat kebaikan semampu kita. Bila kita hanya mampu berbuat baik
dengan menggunaka harta, berbuat baiklah dengan menggunakan harta. Bila kita hanya
mampu berbuat baik dengan ilmu dan fikiran, berbuat baiklah dengan ilmu dan fikiran. Bila
kita hanya mampu berbuat baik dengan menggunakan kekuatan tenaga kita, berbuat baiklah
dengan menggunakan tenaga kita. Karena segala perbuatan baik akan mendapat kehidupan
yang baik dan pahala di sisi Allah.

Allah Ta'ala berfirman :

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS An Nahl : 97).
Begitulah, janji Allah. Bila kita berbuat baik untuk negeri ini, Allah akan memberikan
kehidupan kita kehidupan yang baik. Terjauh dari malapetaka, krisis segala lini, bencana, dan
lain sebagainya. Seperti para pejuang kemerdekaan yang telah berbuat baik dengan
mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan dan kita bisa menikmati hasilnya dengan
baik. Yaitu, bebas dari penjajahan. Lantas, sekarang adalah tugas kita untuk berbuat baik,
berkorban untuk negeri ini agar Allah menyediakan kehidupan yang baik pula untuk anak-
anak cucu kita besok. Apabila kita bersikap sebaliknya. Mengisi kemerdekaan dengan
perbuatan yang dilarang oleh Allah, maka kita hanya bisa berlindung dari segala murkaNya.

Hadirin Jamaah Jumat yang berbahagia.

Watak manusia adalah merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki. Kemudian
menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Mereka mengisi kemerdekaan ini dengan saling
sikut kiri-kanan padahal mereka adalah saudara sebangsa sendiri. Tujuannya hanya untuk
kepentingan pribadi atau golongan untuk memperkaya diri. Hal ini tentu tidak diajarkan oleh
Rasulullah Saw.

Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash Radiyallahu Anhu, Rasulullah Sallalah
alaihi wasallam bersabda :

ُ‫ق َكفَافًا َوقَنَّ َعهُ هَّللا ُ بِ َما آتَاه‬ ِ ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن أَ ْسلَ َم َور‬
َ ‫ُز‬

"Sungguh beruntunglah orang masuk kedalam Islam, diberi rezki yang cukup, dan merasa
cukup dengan apa yang Allah berikan".(HR. Muslim no. 1746. Ahmad no.6284).

Inilah kenapa dulu Bung Karno pernah mengatakan, "Perjuanganku lebih mudah karna
mengusir penjajah,Tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karna melawan bangsamu sendiri."

Hadirin Jamaah Jum’ah yang berbahagia,

Kiranya cukup sekian khutbah jum’at pada siang hari ini. Semoga momentum peringatan hari
pahlawan ini bisa menjadi bahan introspeksi kita sebagai warga negara dan umat beragama.

Karena Allah memerintahkan kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu untuk menatap
masa depan yang lebih cerah. Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyar ayat 18:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Anda mungkin juga menyukai