Anda di halaman 1dari 20

Makalah

MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH

Dosen Pengampu : GUSMARILA EKA PUTRI, SE., M.Ak


Kelompok 3 :
1.ANDRIANI SUSANTI ( 2162201139 )
2. INDAH PURNAMA SARI ( 2162201056 )
3. RIA ANGKASIH ( 2162201151 )
4.LISMA YANI MENDROFA ( 2162201123 )
5.RIJAL LUMBAN TORUAN ( 2162201124 )
6.RONI FARDIAN ( 2162201121 )
KELAS 5.4
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami Kelompok 3 melalui diskusi bersama dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas mata
kuliah Akuntansi Syariah.
Kami Kelompok 3 mengucapkan terima kasih kepada Ibu GUSMARILA EKA PUTRI,
SE., M.Ak , selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.Namun
terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Hormat kami

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbankan syariah mengalami perkembangan yang pesat melalui berbagai produk
pembiayaan. Produk dimaksud, diantaranya: murabahan, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan
sebagainya. Makalah ini akan menguraikan pembiayaan mudharabah dan Musyarakah. Makalah
dimaksud sebagai bahan diskusi berkenaan aplikasi dalam dunia aktivitas sosial dalam masyarakat
Indonesia. Hal dimaksud, diuraikan sebagai berikut
Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Secara lebih
spesifik, pengertian memukul atau berjalan adalah tindakan menendang kaki seseorang saat sedang
menjalankan bisnis. Sedangkan dalam Mudharabah pihak pertama (pemilik dana) menyediakan
seluruh dana, pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai pengelola, keuntungan usaha
dibagikan sesuai akad antara mereka, sedangkan pembiayaan dibuat, itu adalah perjanjian
kerjasama bisnis antara dua pihak. Kerugian hanya ditanggung bersama dengan ditanggung oleh
pengelola dana.
Menurut Syafi'i Antonio, Mudharabah adalah akad kerjasama bisnis antara dua pihak, dimana
pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal (100%) dan pihak lainnya menjadi
pengurus. Keuntungan usaha dalam Mudharabah akan dibagikan sesuai kesepakatan dalam akad,
tetapi kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali kerugian itu karena kelalaian pengelola.
Apabila kerugian tersebut disebabkan oleh penipuan atau kelalaian pengurus, maka pengurus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al- ikhtilath (campuran)
atau gabungan dua hal atau lebih, sehingga sulit untuk membedakannya. Seperti asosiasi hak milik
atau asosiasi bisnis. Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan, percampuran atau
serikat. Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam bahasa Inggris disebut partnership.
Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani menulis sebagai
berikut, “(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di antara dua orang
atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu.
Modal bersama tersebut selanjutnya akan dikelola secara menguntungkan dengan syarat masing-
masing mendapat keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada silka tersebut.
Tetapi jika semua orang setuju dan senang, keuntungan akan dibagi rata di antara mereka, meskipun
jumlah modalnya tidak sama. Dalam hal itu, meskipun beberapa saham kecil dan lainnya besar
secara angka. hal itu dapat diterima. Tidak ada yang salah di mata syariah, karena bisnis yang
terpenting adalah berlandaskan keceriaan, toleransi, dan keterbukaan.
Musyarakah adalah akad kerjasama yang dilakukan antara pemegang modal (mitra musyarakah)
untuk menggabungkan modalnya untuk melakukan usaha secara kemitraan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah adalah :
1. Apa pengertian mudharabah dan bagai mana mekanismenya ?
2. Apa pengertian musyarakah pada Bagai mana implementasinya ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Mudharabah
a. Mudharabah Mutlaqah Mudharabah Mutlaqah
yaitu pemilik modal shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
mudharib untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai
dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf ) Misalnya Mudharib membuka warung
Tegal dan bisa juga membuka warung padang atau usaha lainnya
b.Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah
yaitu pemilik modal shahibul maal menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola
dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
Misalnya Mudharib membuka usaha warung Tegal berdasarkan kemauan pemilik modal shahibul
maal Hal itu berarti tidak bisa membuka warung padang
2.2 Karakteristik Mudharabah
Karakteristik Mudharabah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko dikemukakan
sebagai berikut :
A. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya pada pelaksanaan
akad
B. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh
imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
C. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari#hari. Hal dimaksud,
dikemukakan contoh Praktik Mudharabah dalam Perbankan Syariah

skema mudharabah bank syariah


Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan
untuk pembiayaan bagi hasil atau pembiayaan mudharabah kepada bank syariah. Selanjutnya, Bank
bertindak selaku shahibul maal,Sedangkan pihak nasabah bertindak selaku pengelola mudharib
dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh sahibul
maal Sebaliknya, bila kerugian itu terjadi dari akibat kelalaian mudharib maka kerugian itu
ditanggung oleh mudharib. Misalnya. Mudharib membuka warung kopi. Warung kopi dimaksud,
dibuka pada jam 10.00 pagi karena ia bangun jam 08.00 pagi. Padahal banyak peminum kopi antara
jam 07.00 sd 09.00. Akibat kerlambatan warung kopi dibuka pada setiap hari mengakibatkan
kerugian pengelola dana ( mudharib ), Lain halnya, bila kerugian itu diakibatkan oleh bencana
alam. Misalnya terjadi hujan disertai angin putih beliung yang mengakibatkan warung kopi itu
ditimpa pohon sehingga alat - alat warung kopi hancur sehingga terjadi kerugian. Kerugian
dimaksud, ditanggung oleh pemilik dana ( sahibul maal )

2.3 . Dasar Hukum Pembiayaan Mudharabah


Dasar hukum pembiayaan Mudharabah dalam hukum Islam dikemukakan sebagai berikut.
a. Al Qur'an
 Surat Al baqorah ayat 273
Yang artinya : (Apa pun yang kamu infakkan) diperuntukkan bagi orang-orang fakir yang
terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah dan mereka tidak dapat berusaha di bumi.
Orang yang tidak mengetahuinya mengira bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena
mereka memelihara diri dari mengemis. Kalimah Dharban fil ardhi Penafsiran Ibnu Katsir :
Maksudnya berjalan untuk berdagang dalam mencari penghidupan. Penafsiran Abu Bakr
Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya,
berjalan di bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang - orang fakir yang terikat
( oleh jihad )di jalan Allah Swt
 Surat Ali Imron ayat 156
Yang Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang kafir yang
mengatakan kepada saudara-saudaranya apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi atau
berperang, "Sekiranya mereka tetap bersama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh."
(Dengan perkataan) yang demikian itu, karena Allah hendak menimbulkan rasa penyesalan di hati
mereka. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan..
Penafsiran Ibnu Katsir : Mereka berpergian untuk berdagang dan lainnya. Penafsiran Abu Bakr
Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi dengan jalan kaki dan terkadang berjalan untuk kebaikan
orang-orang muslim. Di antara ayat - ayat Al Qur’an dimaksud, terdapat kata yang di jadikan oleh
sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi menunjukkan arti perjalanan atau berjalan
di bumi yang di maksud perjalanan untuk tujuan dagang.
b. Al Hadits
Sementara dalam hadits di katakan bahwa nabi dan beberapa sahabat pun terlibat dalam
perseroan mudharabah. Hal ini tampak dalam beberapa hadits yang artinya sebagai berikut :
1. Hadits yang pertama yang artinya: Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas
bin Abdull Mutholib & jika memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasululloh SAW dan Rosululloh pun membolehkannya.( HR Thabrani)
2. Hadits yang kedua yang artinya: ;Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rosulloh SAW
bersabda,”Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
muqoradhah ( mudharabah ) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah, bukan untuk di jual.” (HR bnu Majah No.2280 At-'ijarah )

c. Literatur Fiqh
Di dalam kitab – kitab fiqh Syafi’iyah (madzhab Syafi’i) tidak ditemukan istilah
mudharabah. Istilah mudharabah ini dipakai oleh madzhab Hanafi, Hambali& dan Zaydi (syi’ah),
sedang dalam madzhab Maliki dan As-Syafi’I dipakai istilah Qiradh.
Menurut para ulama fiqh perbedaan itu terletak dalam hal kebiasaan penyebutan dari tiap - tiap
daerah Islam. Jadi tidak di salahkan bahwa waktu pertama didirikan Bank Islam di Indonesia
banyak masyarakat dan ulama yang menentang dan ragu di karenakan pengetahuan mereka dalam
bidang fiqh muamalah kurang menguasai dan di binggungkan dengan istilah dan dogma fanatic
madzhab yaitu mayoritas Muslim Indonesia yang mereka ketahui hukum Islam adalah fiqh
Syafi’iyyah
Keraguan dan penentangan masyarakat dan ulama atau fuqaha ( ahli hukum) sebenarnya
telah terjadi masa - masa eksperimen awal untuk perbankan Islam berlangsung di Melayu pada
pertengahan tahun 1940 an, di Pakistan pada akhir 1950 an, melaui Jama’at Islami pada 1969,
Egypt’s Mit Ghamr Saving Bank (1963-1967) dan Nasser social Bank (1997 ) satu-satunya institusi
Islam yang bertahan pada periode awal ini adalah Nasser Social Bank (Mesir) dan Tabungan Haji
( ( Malasyia ) ,Hukum Mudharabah adalah boleh ( ja’iz ) menurut ijma (consensus). Ja’iz adalah
ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan ( akhlak atau moral ) pribadi. Kalau
mengenai benda misalnya makanan di sebut halal (bukan ja’iz) Mudharabah oleh ijma’ dihukumi
boleh atau jaiz karena berdasar pada kaidah Fiqh Al Masyaqqoh tajlibu at Taisir artinya Kesulitan
akan mendorong kemudahan, Lafadz masyaqqah secara bahasa berarti sulit, berat,dan yang searti
dengannya. /alam bahasa Arab,ketika dikatakan syaqqa alayhi al-syai berarti ada sesuatu yang telah
memberatkan seseorang. di dalam al Qur’an terdapat lafadz yang berasal dari akar yang sama
dengan masyaqqah yakni syiqq al-anfus, sebagaimana terdapat dalam surat al- Nahl ayat 7 Seperti
halnya musaqah qiradl (mudharabah )juga tetap di perbolehkan,walaupun mengandung gharar,
karena adanya hajat atau kebutuhan umum masyarakat yang sudah mendekati kadar darurat.
Gharar adalah sesuatu yang masih kabur atau tidak jelas akibatnya namun biasanya menimbulkan
kerugian.
d. Dewan Syari'ah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas SYari'ah (DPS)
Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/V/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah ( Qiradh). Dewan
syari2ah Nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga syari’ah yang bertugas mengayomi dan
mengawasi operasional aktivitas perekonomian Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS). Selain itu juga
untuk menampung berbagai masalah / kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan
dalam penangganannya oleh masing - masing LKS. DSN sebagai sebuah lembaga yang di bentuk
oleh MUI secara struktural berada di bawah MUI. Sementara kelembagaan DSN sendiri belum
secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan

2.4 Dasar Hukum Musyarakah


Musyarakah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Al-quran, sunnah, dan ijma’.
Al Qur’an Q.S An Nisa ayat 12ِ
Yang Artinya :“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu”. Q.S An Nisa : 12)
Q.S Shaad ayat 24َّ
Yang Artinya :“Dari sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada Sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini”.
(Q.S Shaad : 24)
Dalam Surah An-Nisa (4) ayat 12, pengertian syaruka’ adalah bersekutu dalam memiliki
harta yang diperoleh dari warisan. Sedangkan dalam Surah Shâd (38) ayat 24, lafal al-
khulathâ’ diartikan syarukâ’, yakni orang-orang yang mencampurkan harta mereka untuk
dikelola Bersama.
Sunnah
a. Hadis Abu Hurairah
b. Hadis As-Saib Al-Makhzumi
c. Hadis Abdullah bin Mas‟ud
Ijma’
Ibnu Qudamahdalam kitabnya, al Mughni, telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsensus
terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam
beberapa elemen darinya”.

A. Syarat Musyarakah
Adapun yang menjadi syarat syirkah adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal/tertulis,
kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
b. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian.
c. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari asset perdagangan,
hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan sebagainya).
d. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak diperbolehkan bagi
salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut sertanya mitra lainnya. Namun porsi
melaksanakan pekerjaan tidak perlu harus sama, demikian pula dengan bagian keuntungan yang
diterima.6
B. Rukun Musyarakah
Musyarakah memiliki beberapa rukun, antara lain:
a. Ijab-qabul (sighat)
Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
b. Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta.
c. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau pekerjaan.
d. Nisbah bagi hasil.
C. Macam-macam Musyarakah
Secara garis besar syirkah terbagi kepada dua bagian:
 Syirkah Al-Amlak
 Syirkah Al-„Uqud
1. Syirkah Al-Amlak
Syirkah al-amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu benda kepada
yang lain tanpa ada akad syirkah. Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa syirkah milik adalah
suatu syirkah dimana dua orang atau lebih bersama-sama memiliki suatu barang tanpa melakukan
akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah ssebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut
dimiliki oleeh dua orang melalui hibah, tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah
tersebut.

Dalam syirkah al-amlak, terbagi dalam dua bentuk, yaitu:


a. Syirkah al-jabr
Berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa.
b. Syirkah Ikhtiyariyah
Yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang timbul karena perbuatan orang-orang yang
berserikat.
2. Syirkah Al-‘Uqud
Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya,
karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian
investasi bersama dan berbagi untuk dan risiko.
Syirkah al-Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Syirkah Mufawwadah.
Merupakan akad kerja sama usaha antar dua pihak atau lebih, yang masing-masing pihak harus
menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama dan bagi hasil atas usaha atau risiko ditanggung
bersama dengan jumlah yang sama. Dalam syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha
memiliki hak dan tangung jwab yang sama.
b. Syirkah Inan
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih, yang masing-masing mitra kerja
harus menyerahkan dana untuk modal yang porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian hasil
usaha sesuai dengan kesepakatan, tidak harus sesuai dengan kontribusi dana yang diberikan. Dalam
syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai saja,
akan tetapi dapat dalam bentuk aset atau kombinasi antara uang tunai dan asset atau tenaga.13
c. Syirkah Al-‘Amal
Syirkah al-‘amal adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaaan itu. Misalnya kerja sama
dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerjasama, dua orang penjahit untuk
menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan syirkah
abdan atau sanaa’i.
d. Syirkah Al-Wujuh
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prastise yang baik serta ahli
dalam bisnis, mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang
tersebut secara tunai. Mereka membagikan berdasarkan jaminan kepada penyedia barang yang
disiapkan oleh setiap rekan kerja. Sayyid Sabiq memberikan definisi syirkah al-wujuh yaitu dua
orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal, melainkan semata berdagang kepada nama
baik dan kepercayaan pada pedagang kepada mereka. Syirkah ini disebut juga syirkah tanggung
jawab tanpa kerja dan modal.
e. Syirkah Mudharabah
Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih yang mana satu pihak sebagai shahibul
maal yang menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan
modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha yang dijalankan, disebut mudharib.
D. Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan musyarakah ini, di antaranya sebagai berikut:
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara
tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah
mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan di
bagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di aman
bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan
yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
E. Fatwa DSN tentang Pembiayaan Musyarakah
Ketentuan pembiayaan musyarakah terdapat pada fatwa DSN-MUI No.08 Tahun 2000, sebagai
berikut18:
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai
wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-
masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seseorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
3) Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
1. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang lainnya sama. Modal dapat terdiri
dari asset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1. Partisipasi para mitra dealam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi,
kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih
banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi
dirinya.
2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing- masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
1. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa
pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secaram proporsional atas dasar seluruh keuntungan
dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan
atau prosentase itu diberikan kepadanya.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing
dalam modal.
F. Biaya operasional dan persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
BAB III
TRANSAKSI JURNAL
3.1 MUDHARABAH
Contoh kasus :
Pada tanggal 1 Juli 20 23 Bank Sukma Syariah (BSS) menyetujui pemberian fasilitas mudharabah
muthlaqah PT ASA yang bergerak di bidang SPBU dengan kesepakatan sebagai berikut :
Plafon : Rp 1.450.000.000
Objek bagi hasil : Pendapatan
Nisbah : PT ASA 70% dan BSS 30%
Jangka waktu :10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Mei 2024
Biaya administrasi : Rp 14.500.000 (dibayar saat perjanjian ditandatangani)
Pelunasan : pengembalian pokok di akhir periode
Keterangan : modal dari BSS diberikan secara tunai pada tanggal 10 Juli 2023. Pembayaran
dan pelaporan bagi hasil oleh nasabah dilakukan setiap tanggal 10 mulai bulan Agustus.
1. Penjurnalan Transaksi Mudharabah
a. Saat Penandatanganan Akad Mudharabah Jurnal pada tanggal 1 Juli 2023, ketika
ditandatanganinya akad mudharabah yang terdiri dari jurnal pembukaan rekening administratif
komitmen pembiayaan PT ASA dan jurnal pembebanan biaya administrasi
b. Saat Penyerahan Investasi Mudharabah Misalkan pada tanggal 10 Juli 2023, BSS mencairkan
pembiayaan sebesar Rp 1.450.000.000,- untuk investasi mudharabah.

b. Saat Penyerahan Investasi Mudharabah Misalkan pada tanggal 10 Juli 2010, BSS mencairkan
pembiayaan sebesar Rp 1.450.000.000,- untuk investasi mudharabah.
c. Saat Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah Tabel di bawah ini adalah laba bruto PT ASA selama
10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

Transaksi di atas dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk, yaitu sbb:


1) Penerimaan dan pelaporan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan secara bersamaan
2) Penerimaan bagi hasil sewaktu pembayarannya tidak sama dengan tanggal pelaporan bagi
hasil. Sebagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola diakui sebagai piutang.

d. Saat Akad Berakhir


1) Alternatif pertama yaitu, Nasabah pembiayaan harus mampu mengembalikan modal
mudharabah. Misal pada tanggal 10 Mei 2024, pada saat jatuh tempo PT ASA melunasi
investasi mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000. Maka jurnal transaksi tersebut adalah sbb

2) Alternatif kedua yaitu, Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal


mudharabah. Misal pada tanggal 10 Mei 2024, pada saat jatuh tempo PT ASA tidak mampu
melunasi investasi mudharabah, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah sbb:
3.2 Musyarakah
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahsan yang telah di jelaskan dapat menyimpulkan bahwa:
1. Implementasi pembiayaan pada akad mudharabah pada segi akadnya telah terealisasi sesuai
dengan landasan hukum syariah dengan kesepakatan bersama suka sama suka, namun ketentuan
bagi hasil dan kerugian tidak sesuai dengan hukum syariah.
2. Implementasi pembiayaan pada akad musyarakah telah sesusai dengan hukum islam dari segi
akadnya, namun belum seutuhnya menerapkan konsep syariah.
Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yakni:
a. Jumlah taksiran nilai atas keuntungan yang didapatkan oleh nasabah telah ditetapkan di awal.
b. Kerugian yang terjadi tidak ditanggung secara bersama melainkan di tanggung oleh nassabah
secara menyeluruh.
c. Sifat maishir, gharar, dan riba masih tertanan di dalamnya.

3.2 DAFTAR PUSTAKA


 Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iriAisaru al- 'afasirli kalami al ali al Kabir Damanhur Daru Lina,
(1423 H 2002 M )
 Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani,al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai
 Beirut:Darul-Kitab al-Arabi, edisi ke 2 vol.VI
 Dr. Muammar Khaddafi., SE., M.Si dkk “AKUNTANSI SYARIAH” 2017
 Anang Kusuma, Opini Masyarakat Tentang Bank Syariah, Media Online (19 Desember
2016) http://www.kompasiana.com(Di akses tanggal 1 Maret 2019).
 Abu Dawud Sulaiman bin al Asy‟ats bin Basyir bin syadad, Musnad Abu dawud, Juz
 III. Cet: I; Beirut: al-Maktabatul Ashrih.

Anda mungkin juga menyukai