Disusun Oleh :
1. Dendi Gunawan
2. Mutia Fitriatul Gozali
3. Raina Roedi
4. Shifa
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad
saw. Salah satu nikmatnya yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah "Fiqih II" Penulis pun menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan, baik dari segi isi penulisan
maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut akan penulis terima dengan senang hati.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia didunia merupakan dari Allah SWT. Dengan segala pemberiaannya
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan
anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah yang telah memberikannya. Untuk
hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga didalam kehidupannya dapat
berbuat sesuai dengan bimbingan Allah swt.
Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan "As-sulhu" secara harfiah atau secara
etimologi mengandung pengertian "memutus pertengkaran / perselisihan" yang dimaksud dengan
al-sulhu adalah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan.
Perdamaian dalam syariat islam memiliki dasar hukum yang kuat, yakni terdapat didalam Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Serta ijtihad para ulama. Didalam perdamaian tidak terjadi secara
begitu saja namun ada rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
1. Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan tentang
ash-sulhu (perdamaian) dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua serta untuk
memenuhi nilai tugas.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan "As-Shulhu" dan secara etimologi
mengandung pengertian "memutus pertengkaran/ perselisihan " sedangkan menurut istilah atau
terminologi di definisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1) Menurut Imam Taqiy al-Din Abi Bakribn Muhammad al-Husaini dalam kitab
Kifayatu al-Akhyar yang dimaksud sulhu yaitu "akad yang memutuskan
perselisihan dua pihak yang berselisih."
2) Hasbi Ash-Shidieqy dalam bukunya pengantar fiqih muamalah berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan Al-Shulhu adalah "akad yang disepakati dua orang yang
bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang
perselisihan."
3) Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shulhu adalah akad
perjanjian untuk menghilangkan dendam, permusuhan, dan perbantahan.
4) Menurut Sayyid Sabiq yaitu al-sulhu adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri
perlawanan antara dua orang yang berlawanan.
) :ص ْل ُح َخ ْي ٌر ( النساء
ٌّ َوال
2
Sabda Rasullah Saw:
) ص ْل ًحا ا َ َح َّل ح ََرا ًما ا َ ْوح ََّر ًم َحالَ الً ( رواه ابن حبان والترمذي ْ ص ْل ُح جَائِ ٌر بَ ْينَ ا ْل ُم
ُ َّسلِمِ ْينَ اِال ُّ َوال
"perdamaian harus (boleh) antara muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan barang yang
haram atau mengharamkan yang halal." ( HR. Ibnu Hibban dan Tirmidzi )
Dari pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan al-shulhu
adalah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persepakatan.
Perdamaian dalam syariat islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan
terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara
pihak-pihak yang bersebgketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur'an, sunnah rasul
dan ijma.
“Para ulama telah membagi ash-shulhu (perdamaian) menjadi beberapa macam; perdamaian
antara muslim dan kafir, perdamaian antara suami isteri, perdamaian antara kelompok yang
bughat dan kelompok yang adil, perdamaian antara dua orang yang bertahkim kepada qadhi
(hakim), perdamaian dalam masalah tindak pelukaan seperti pemberian maaf untuk sanksi harta
yang mestinya diberikan, dan perdamaian untuk memberikan sejumlah harta kepada lawan
sengketa jika terjadi pada harta milik bersama (amlaak) dan hak-hak. Pembagian inilah yang
dimaksud di sini, yakni pembagian yang disebut oleh para fuqoha pada bab ash-shulhu
(perdamaian).” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 4/247)
3
Mengenai hukum sulhudiungkapkan juga dalam berbagai hadis nabi, salah satunya yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Imam Tirmidzi yang artinya "perdamaian dibolehkan
dikalangan kaum muslimin, kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau mengharamkan
yang haram. Dan orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada syarat-
syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan yang halal atau
mengahalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Tirmudzi)."
Pesan terpenting yang dapat dicermati dari hadits diatas bahwa perdamaian merupakan
sesuatu yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali tidak
dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas didalam islam. Orang-orang islam
yang terlibat didalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan perdamaian tidak berisikan
hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum: yang halal menjadi haram atau
sebaliknya.
Ijab kabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya ijab
Kabul yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar
utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah aku terima”.
4
Dengan adanya perdamaian (al-shulh), penggugat berpegang kepada sesuatu yang disebut
badal al-shulh dan tergugat tidak berhak meminta kembali dan menggugurkan gugatan, suaranya
tidak didengar lagi.
Apabila rukun itu telah terpenuhi maka perdamaian di antara pihak-pihak yang bersengketa
telah berlangsung. Dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah suatu ikatan
hukum, yang masing-masing pihak untuk memenuhi / menunaikan pasal-pasal perjanjian
perdamaian.
Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan
kepada:
Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap
bertindak menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang
mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang
dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan atau
wewenang itu seperti :
c.Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.
5
2) Menyangkut obyek perdamaian
a.Untuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda tidak berwujud
seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan, dan
bermanfaat.
b.Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan, yang
pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang sama.
Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah hanyalah
sebatas menyangkut hal-hal berikut :
6
b) Perdamaian antara penguasa (imam) dengan pemberontak, yakni membuat perjanjian-
perjanjian atau peraturan-peraturan mengenai keamanan dalam Negara yang harus ditaati,
lengkapnya dapat dilihat dalam pembahasan khusus tentang bughat.
c) Perdamaian antara suami dan istri dalam sebuah keluarga, yaitu membuat perjanjian
dan aturan-aturan pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan
haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.
Ikrar adalah mengakui kebenaran sesuatu yang bersangkutan dengan dirinya untuk orang
lain, umpamanya seorang berkata, " saya mengaku bahwa saya telah minum arak." Atau "saya
mengaku bahwa saya berutang kepada orang ini."
Artinya:" jadilah kamu orang-orang yang benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri." (surat An-nisa: 135)
Kata ahli tafsir, saksi atas diri sendiri itulah yang dimaksud dengan ikrar. Ikrar tersebut
berguna untuk membuktikan kebenaran, melahirkan budi pekerti yang baik, dan menjauhkan diri
dari sesuatu yang batil.
7
2.6 Rukun ikrar dan syarat-syarat ikrar
Hak yang diakui tadi, kalau hanya hak yang bersangkutan dengan Allah semata-mata, minum
arak umpamanya, maka yang mengaku itu boleh membatalkan pengakuan yang sudah diakuinya.
Umpamanya dia berkata sesudah dia mengaku, " saya sebenarnya tidak minum arak". Apabila
dia sudah membatalkan pengakuan yang sudah diakuinya, siksaan minum tidak dilakukan
kepadanya.
Adapun bila hak yang diakui tadi adalah hak manusia, tidak sah dibatalkan. Kalau hak yang
diakui itu kurang jelas, hendaklah diminta penjelasan, dan penjelasan itu hendaklah diterima.
1) Baligh. Sehingga tidak sah pengakuan anak kecil walaupun hamper baligh dan
walaupun seizin walinya.
2) Berakal. Sehingga tidak sah pengakuannya orang gila, orang pingsan dan orang yang
hilang akalnya sebab sesuatu yang ditolelir.
3) Atas kemauan sendiri. Sehingga tidak sah pengakuan orang yang dipaksa terhadap
apa yang dipaksakan pada dirinya.
8
2.7 Pengertian berwakil
Berwakil adalah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar
dikerjaannya (wakil) semasa hidupnya (yang berwakil).
Hukum berwakil ini sunat, kadang-kadang menjadi wajib kalau terpaksa, haram kalau
pekerjaan yang diwakilkan itu pekerjaan yang haram, dan makruh kalau pekerjaan itu makruh.
Artinya:" maka suruhlah salah seorang diantara kamupergi kekota dengan membawa
uang prangmu ini." (suart Al-Kahfi: 19).
Dari Abu Hurairo RA berkata:" Nabi SAW, telah mewakilkan kepada saya untuk memelihara
zakat fitrah, dan beliau telah member seekor kambing kepada Uqbah bin Amir agar dibagikan
kepada sahabat-sahabat beliau." (H.R Bukhari)
• Ada yang berwakil dan wakil. Keduanya hendaklah memang sah mengerjakan pekerjaan
itu dengan sedirinya (untuk setiap pekerjaan yang boleh dikerjakan sendiri, dia boleh
berwakil untuk mengerjakannya, dan dia boleh menjadi wakil pada pekerjaan yang lain).
Oleh karenanya, anak kecil atau orang gila tidak sah berwakil dan tidak sah pula menjadi
wakil.
9
• Ada pekerjaan yang diserahkan. Syaratnya:
a. Pekerjaan itu boleh digantikan oleh orang lain. Karena itu, tidak sah berwakil
untuk mengerjakan ibadah.
b. Pekerjaan itu telah menjadi kepunyaan yang berwakil sewaktu dia berwakil. Oleh
sebab itu, tidak sah berwakil menjual barang yang belum dimilikinya.
c. Pekerjaan itu diketahui.
• Lafaz. Keadaan lafaz hendaklah kalimat yang menunjukkan rida yang berwakil, misalnya
orang yang berwakil itu berkata," saya wakilkan atau saya serahkan kepada engkau untuk
untuk mengerjakan pekerjaan ini". Tidak disyaratkan lafaz Kabul (jawab) karena
berwakil termasuk hukum memperbolehkan sesuatu, seperti memperbolehkan makan
makanan kepada orang yang hendak makan makanan itu.
Yang menjadi wakil tidak boleh berwakil pula kepada orang lain, kecuali yang izin dari yang
berwakil atau karena terpaksa, umpamanya pekerjaan yang diwakilkan itu amat banyak sehingga
tak dapat dikerjakan sendiri oleh wakil, maka dia boleh berwakil untuk mengerjakan pekerjaan
yang tidak dapat dia kerjakan.
Izin dari yang berwakil misalnya dengan mengatakan," carilah wakil dirimu sendiri." Maka
wakil kedua berarti wakil dari wakil yang pertama; bila wakil yang pertama itu berhenti, maka
dengan sendirinya wakil yang kedua pun berhenti. Kalau yang berwakil berkata." Berwakilah
dari saya" atau tidak diterangkan dari siapa, maka yang kedua adalah wakil dari yang berwakil.
Jadi, dia tidak berhenti apabila wakil yang pertama itu berhenti. Sewaktu wakil boleh berwakil
sebagaimana kemaslahatan yang berwakil terjaga dengan baik, kecuali apabila ditentukan oleh
yang berwakil, maka ia harus menuruti sebagai ketentuannya.
Berwakil akad yang tidak mesti diteruskan, berarti yang berwakil dan wakil boleh
memperhatikan perwakilan antara keduanya bila saja dikehendaki (sembarang waktu). Wakil
adalah seorang yang dipercaya dari pihak yang berwakil. Oleh karenanya, apabila sesuatu yang
diwakilkan rusak atau hilang, wakil tidak perlu mengganti, kecuali karena kelalaianya. Wakil
tidak boleh menjual atau membeli, kecuali dengan uang dan harga yang sudah biasa diwaktu itu,
tidak boleh pula menjual dengan rugi yang banyak. Dia pun tidak sah menjual barang yang
diwakilkan kepadanya, untuk dirinya sendiri.
10
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan "As-Shulhu" dan secara etimologi
mengandung pengertian "memutus pertengkaran/ perselisihan " sedangkan menurut istilah atau
terminologi di definisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1) Menurut Imam Taqiy al-Din Abi Bakribn Muhammad al-Husaini dalam kitab
Kifayatu al-Akhyar yang dimaksud sulhu yaitu "akad yang memutuskan
perselisihan dua pihak yang berselisih."
Dan adapun ikrar dan berwakil yaitu Ikrar adalah mengakui kebenaran sesuatu yang
bersangkutan dengan dirinya untuk orang lain, umpamanya seorang berkata, " saya mengaku
bahwa saya telah minum arak." Atau "saya mengaku bahwa saya berutang kepada orang ini."
3.2 Saran-saran
Demikanlah makalah yang dapat saya susun. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih ada kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat saya harapkan guna penyempurnaan makalah ini dan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
11
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid, H. S. (2021). Fiqih Islam. Bandar Lampung : Sinar Baru Algensindo Bandung .
12