Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG

“JUAL BELI SALAM DAN ISTISHNA”

DISUSUN OLEH :

NAMA : 1. TARMIZI TAHER

2. MUTTAQIN HAMDI

DOSEN PEMBIMBING : AHMA FAISAL, SH, MH.I

MATA KULIAH : FIQH KONTEMPORER

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM


MANDAILING NATAL
TA. 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Jual Beli Salam Dan Istishna” ini
dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Fiqh Kontemporer.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqh
Kontemporer, literatur hukum islam, dan dari hasil observasi wawancara
pada bank syariah serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan transaksi jual beli salam dan istishnâ’, tak lupa penyusun ucapkan
terima kasih kepada dosen mata kuliah fiqh kontemporer atas bimbingan
dan arahan dalam penulisan makalah ini. dan kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, Memang makalah ini masih jauh dari sempurna,
maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
menuju arah yang lebih baik.

Panyabungan, 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. PRAKTEK SALAM MENURUT FIQH KONTEMPORER .............. 3
1. Salam .............................................................................................. 3
a. Pengertian salam.......................................................................... 3
b. Landasan hukum salam. .............................................................. 4
c. Rukun dan syarat salam ............................................................... 4
d. Hukum-hukum dalam jual beli salam salam. .............................. 6
2. Istishnâ’ .......................................................................................... 6
a. Pengertian .................................................................................... 6
b. Landasan Syariah ........................................................................ 7
c. Syarat sah istishnâ’ ...................................................................... 7
3. Perbedaan Salam Dengan Istishnâ’ ............................................ 8
B. PERBANDINGAN PRAKTEK JUAL BELI SALAM DAN
ISTISHNÂ’ PADA BANK KONVENSIONAL DAN BANK
SYARIAH. ................................................................................................. 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 10
A. Simpulan.................................................................................................... 10
B. Saran .......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam
fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai
belasan bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak
itu, ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok
dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu
murabahah, as-salam, dan al-istishnâ’.
Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah
penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas
resiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual
beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga
atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang.
Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan salam dan
istishnâ’. Jual beli dengan salam dan istishnâ’ ini, akadnya sangat jelas,
barangnya jelas, dan keamanannya juga jelas. Maka jual beli salam dan
istishnâ’ wajar jika masih banyak diminati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktek jual beli salam dan isisna’ perspektif fiqh
kontemporer ?
2. Bagaimana praktek jual-beli salam dan istisna’ pada bank BTN
Syariah Cabang Panyabungan ?
3. Bagaimana perbandingan jual beli salam dan istisna’ dalam bank
Syariah dengan bank konvensional ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana praktek jual beli salam dan isisna’
perspektif fiqh Kontemporer?
2. Untuk mengetahui praktek jual-beli salam dan istisna’ pada bank
BTN Syariah Cabang Panyabungan ?
3. Untuk mengetahui perbandingan jual beli salam dan istisna’ dalam
bank Syariah dengan bank konvensional ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PRAKTEK SALAM MENURUT FIQH KONTEMPORER


1. Salam
a. Pengertian salam
Secara bahasa salam atau salaf berarti pesanan. Secara istilah salam
adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu yang akan diserahkan pada
waktu tertentu. Contohnya, orang muslim membeli komoditi tertentu
dengan ciri-ciri tertentu, misalnya: mobil, rumah makan, hewan, dan
sebagainya, yang akan diterimanya pada waktu tertentu. Ia bayar harganya
dan menunggu waktu yang telah disepakati untuk menerima komoditi
tersebut. Jika waktunya telah tiba, penjual menyerahkan komoditi tersebut
kepadanya.1
Dalam literatur lain salam diartikan sebagai transaksi jual beli
barang pesanan Siantar pembeli dan penjual. spesifikasi dan dan harga
pesanan harus sudah disepakati diawal transaksi, sedangkan pembayarannya
dilakukan Dwimuka secara penuh. Selanjutnya menurut para ulama’
syafiiyah dan hanabilah, salam iartikan sebagai transaksi atas pesanan
dengan spesifikasi tertentu yang di tangguhkan pembayarannya pada waktu
tertentu yang pembayarannya dilakukan secara tunai di majelis akad.
Umala’ malikiyah mengemukakan salam adalah transaksi jual beli yang
pembayarannnya dilakukan secara tunai dan komoditas pesanan diserahkan
pada waktu tertentu.2
Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan
bahwa pengertian salam adalah Jual beli barang dengan cara pemesanan
berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

1
Ismail Nawawi, fiqh muamalah klasik dan kontemporer, (Bogor, halia Indonesia:2012)
hlm.125
2
Wabah zuhaily, al-fiqh islami waadillatuhu, (Beirut. Darul fikri:1989 ) hlm. 598-599

3
b. Landasan hukum salam.
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282.
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِذَا تَدَايَ ْنت ُ ْم ِب َدي ٍْن إِلَى أ َ َج ٍل ُم‬
‫س ًّمى فَا ْكتُبُو ُه‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS.
Al-Baqarah : 282)3

Dalam hadis rasul bersabda :

‫س ِلفُونَ ِفي‬ ْ ُ‫ َو ُه ْم ي‬,َ‫ قَ ِد َم اَل َّن ِب ُّي صلى هللا عليه وسلم ا َ ْل َمدِينَة‬:َ‫ قَال‬-‫ع ْن ُه َما‬ َّ َ ‫ َر ِض َي‬- ‫اس‬
َ ُ‫للَا‬ ٍ َّ‫عب‬
َ ‫ع َِن اِب ِْن‬
‫ ِإ َلى أَ َج ٍل‬,‫وم‬
ٍ ُ‫ َو َو ْز ٍن َم ْعل‬,‫وم‬ ٍ ُ‫ف ِفي َك ْي ٍل َم ْعل‬ ْ ُ‫ف ِفي تَ ْم ٍر َف ْلي‬
ْ ‫س ِل‬ َّ ‫سنَةَ َوال‬
ْ َ ‫ ( َم ْن أ‬:َ‫ َفقَال‬,‫سنَتَي ِْن‬
َ َ‫سل‬ َّ ‫لث َم ِار اَل‬
ِ َ‫ا‬
ٍ‫ف فِي ش َْيء‬ ْ َ ‫ َم ْن أ‬:ِ‫ َو ِل ْلبُ َخ ِاري‬.‫علَ ْي ِه‬
َ َ‫سل‬ ٌ َ‫وم ) ُمتَّف‬
َ ‫ق‬ ٍ ُ‫َم ْعل‬
“Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke
Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa
setahun dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: "Barangsiapa meminjamkan
buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam takaran, timbangan, dan
masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari: "Barangsiapa
meminjamkan sesuatu."

Abdullah bin al-abbas r.a berkata “ ketika Rasulillah Faw. Tiba di


Madinah, orang-orang Madinah melakukan jual beli salam pada buah-
buahan selama setahun, atau dua tahun, atau tiga tahun, ( HR. Muttafaq
‘Alaih).

c. Rukun dan syarat salam


Pelaksanaan jual beli salam atau inden memuat rukun sebagai
berikut :
1) Pembeli (musalam).

3
QS. al-Baqarah (2):282

4
Adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang.
Harus memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan
berakal sehat) serta mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan)
2) Penjual (musala ilaih).
Adalah pihak yang memasok barang pesanan. Harus
memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal
sehat) serta mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan
3) Ucapan (sighah).
Harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah
oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud
akad.
4) Barang yang dipesan (muslam fih).
Dalam hal ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut
 Dinyatakan jelas jenisnya
 Jelas sifat-sifatnya.
 Jelas ukurannya.
 Jelas batas waktunya.
 Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.

Sementara syarat jual beli salam adalah sebagai berikut :


a. Pembayarannya dilakukan dengan kontan, dengan emas, atau
perak, atau logam-logam, agar hal-hal ribawi tidak diperjual
belikan dengan sejenisnya secara tunda.
b. Komoditinya harus dengan spesifikasi yang jelas, misalnya,
dengan menyebut jenisnya dan ukurannya, agar tidak trjadi
konflik antara seorang muslim dengan saudaranya yang
menyebabkan dendam dan permusuhan Siantar keduanya.
c. Waktu penyerahan komoditi harus ditentukan, misalnya
setengah bulan yang akan datang atau lebih.

5
d. Penyerahan uang dilakuakan di dalam satu majelis.4

d. Hukum-hukum dalam jual beli salam salam.


Hukum-hukum yang terdapat dalam transaksi jual beli salam adalah
sebagai berikut:
1) Waktu penyerahan komoditi adalah masih lama, misalnya,
satu bulan atau lebih, karena penyerahan komoditi pada waktu
dekat itu seperti jual beli yang disyratkan melihat komoditi
dan memeriksanya.
2) Waktu penyerahan komoditi adalah waktu yang pada
umumnya komoditi tersebut telah ersedia pada waktunya.
Jadi, tidak sah waktu penyerahan kurma dimusim bunga atau
waktu penyerahan anggur dimusim dingin, karena itu bisa
menimbulkan perselisihan Siantar kaum muslimin.
3) Jika tempat penyerahan komoditi tidak disebutkan pada waktu
akad maka penyerahan komoditi harus dilakuakn ditempat
akad. Jika tempat penyerahannya dientukan ditempat khusus,
seperti disepakati pada waktu akad, dalam arti kedua belah
pihak sepakat melakukan serah terima ditempat tersebut maka
serah terima komoditi tersebut harus dilakuakn ditempat
tersebut, sebab kaum muslimin itu sesuai dengan syaratnya.

2. Istishnâ’
a. Pengertian
Istishnâ’ adalah akad bersama produsen untuk satu pekerjaan
tertentu dalam tanggungan atau jual beli satu barang yang akan dibuat oleh
produsen yang juga menyediakan barang bakunya, sedangkan jika barang
bakunya dari pemesan maka transaksi itu menjadi akad jarah (sewa),
pemesan hanya menerima jasa produsen untuk membuat barang.

4
Ismail Nawawi, fiqh muamalah klasik dan kontemporer, (Bogor, halia Indonesia:2012)
hlm.127

6
Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan
bahwa istishnâ’ adalah sebagai Jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang berdasarkan persyaratan tertentu, kriteria, dan pola
pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
b. Landasan Syariah
Mengingat istishnâ’ ini metodenya hampir sama dengan metode
pada salam maka Secaba umum landasan syariahnya yang berlakunya pada
salam juga berlaku pada istishnâ’.
Selanjutnya ulama’ Hanafi menggolongkan istishnâ’ termasuk akad
yang dilarang karena bertentangan dengan semangat bai’ secara qiyas.
Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok Montreal penjualan
harus ada dan dimiliki oleh penjual. Sementara dalam istishnâ’, pokok
kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian,
mazhab Hanafi menyetujui kontrak istishnâ’ atas dasar alasan-alasan
berikut.
1) Masyarakat telah mempraktekkan istishnâ’ secara luas dan terus
menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan
istishnâ’ sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.
2) Dalam Syariah dimungkinkan adanya kemungkinan adanya
penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma’.
3) Keberadaan didasarkan pada kebutuhan masyarakat, banyak orang
yang sering kali memerlikan barang yang tidak tersedia dipasar,
sehingga mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain
membuatkan barang untuk mereka.
4) Istishnâ’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan
kontrak selama tidak bertentangan dengan Nash atau Syariah5.

c. Syarat sah istishnâ’


Agar istishnâ’ menjadi sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
yaitu sebagai berikut.

5
Ismail Nawawi, fiqh muamalah klasik dan kontemporer, (Bogor, halia Indonesia:2012)
hlm.131

7
1) Barang (mashnu’)
Perincian barang yang sah untuk dijadikan objek istishnâ’ adalah
sebagai berikut:
a. Jenis, misal berupa mobil , rumah, pesawat atau yang lain.
b. Tipe, misal berupa mobil kijang , rumah tipe RSS.
c. Kualitas, bagaimana spesifikasi teknisnya dan hal lainnya.
d. Kuantitasnya, berupa jumlah unit.
2) Harga
Harga harus ditentukan berdasarkan aturan sebagai berikut:
a. Harus diketahui semua pihak.
b. Bisa dibayarkan sewaktu akad secara cicilan, atau
ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan
datang.

3. Perbedaan Salam Dengan Istishnâ’


Jual beli istisna’ merupakan pengembangan dari jual beli salam,
walaupun demikian antara keduanya memiliki berbagai perbedaan Siantar
keduanya yaitu sebagai berikut:
a. Objek transaksi dalam salam merupakan tanggungan dengan
spesifikasi kualitas ataupun kualitas, sedang istishnâ’ berupa
zat/barangnya.
b. Dalam kontrak salam adanya jangka waktu tertentu untuk
menyerahkan barang pesanan, hal ini tidak berlaku dalam akad
ishtisna’.
c. Kontrak salam bersifat mengikat (lazim), sedangkan istishnâ’, tidak
bersifat mengikat (ghairu lazim).
d. Dalam kontrak salam persyaratan untuk menyerahkna modal atau
pembayaran saat kontrak dilakukan dalam majelis kontrak,
sedangkan dalam istishnâ’ dapat dibayar di muka, cicilan atau waktu
mendatang sesuai dengan kesepakatan.6

6
Wabah zuhaily, al-fiqh islami waadillatuhu, (Beirut. Darul fikri:1989 ) hlm. 634-635

8
B. PERBANDINGAN PRAKTEK JUAL BELI SALAM DAN
ISTISHNÂ’ PADA BANK KONVENSIONAL DAN BANK
SYARIAH.

Dalam produk pembiayaan pada bank Syariah, khususnya pada bank


BTN Syariah, yang menggunakan akad istishnâ’ adalah penerapan berupa
produk pembiayaan KPR (kredit pembiayaan rumah), dengan nama
pembiayaan KPR Indensya BTN iB. Yang di dalamnya nasabah melakukan
pembayaran secara tangguh atau cicilan siap bulannya selama maksimal 15
tahun.
Sedangkan dalam metode pembiayaan pada bank BTN konvensional
dengan nama produk kredit konsumer KPR BTN Platinum menggunakan
sistem pembiayaan kredit dengan asumsi bunga 11,50% pada tiap
bulannya.7
Hal inilah yang membedakan mekanisme pembiayaan antara bank
konvensional dan bank Syariah yakni adanya sistim bunga pada bank
konvensional, yang tidak diterapkan pada bank Syariah.

7
Bank Tabungan Negara, “ KPR BTN Platinum”, http://www.btn.co.id/Produk/Produk-
Kredit/Kredit-Perorangan/Kredit-Griya-Utama.aspx, diakses tanggal 31 Oktober 2017.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,
kami dapat menarik kesimpulan:
Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya
ditunda, pembayaran modal lebih awal. Rukun dan syarat jual beli as-salam
yaitu Mu’aqidain yang meliputi Pembeli dan penjual, Obyek transaksi,
Sighat ijab qabul, dan alat tukar.
Al-Istishnâ’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan
biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem
pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun dan
syarat istishnâ’ mengikuti bai’ as-salam. Hanya saja pada bai’ al-
istishnâ’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya
penentuan waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya
barang pada umumnya.
Perbedaan salam dan istishnâ’ adalah cara penyelesaian pembayaran
salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran
istishnâ’ tidak secara kontan bisa dilakukan di awal, tengah atau akhir.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan
arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan
makalah berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.
H. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. (Bandung. September 2012)
Abu Ubaidah yusuf bin Mukhtar as Sidawi. Fiqih Kontemporer. (Bandung.
Pustaka Alqur’an)
Aris Setyawan. Wawancara. (Malang. 03 Oktober 2014) .
http://www.btn.co.id/Produk/Produk-Kredit/Kredit-Perorangan/Kredit-
Griya-Utama.aspx
Kodifikasi produk perbankan Syariah. (Jakarta. 2007)
Kompilasi hukum ekonomi Syariah edisi revisi. (Jakarta. Kencana: 2009)
Nawawi,Ismail. Fikih muamalah klasik dan kontemporer.(Bogor. Halia
Indonesia:2012)

11

Anda mungkin juga menyukai