Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

EKONOMI ISLAM

UANG, BUNGA, DAN RIBA DALAM ISLAM

Dosen Pengampu :
WASTI REVIANDANI, S.E, M.M

Oleh :
ACHMAD MISBACHUL MUBAROK (190301140)
HANJAYA AMIN SURYA CAHYONO (190301012)
ADE TRISNA PRASETIYO (190301167)
MUHAMMAD AINUL YAQIN (200301120)

PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN AKADEMIK 2021 – 2022
MAKALAH
EKONOMI ISLAM

UANG, BUNGA, DAN RIBA DALAM ISLAM

Dosen Pengampu :
WASTI REVIANDANI, S.E, M.M

Sebagai salah satu syarat


Untuk Menempuh Mata Kuliah Ekonomi Islam

Oleh :
ACHMAD MISBACHUL MUBAROK (190301140)
HANJAYA AMIN SURYA CAHYONO (190301012)
ADE TRISNA PRASETIYO (190301167)
MUHAMMAD AINUL YAQIN (200301120)

PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN AKADEMIK 2021-2022

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga Peresume dapat menyelesaikan sebuah makalah
Ekonomi Islam dengan judul : “Uang, Bunga, dan Riba Dalam Islam”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
perkuliahan pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Gresik.
Dengan tersusunnya makalah ini, pemakalah berharap kepada Ibu Pengampu Mata
Kuliah Ekonomi Islam berkenan meluangkan waktu untuk membina dan membimbing
pembuatan makalah yang ditugaskan kepada Mahasiswa. Untuk itu pemakalah mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Tumirin, S.E, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Muhammadiyah Gresik.
2. Ibu Maulidyah Amalina Rizqi S.E, M. SM selaku Ka Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Gresik.
3. Wasti Reviandani, S.E, M.M selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Ekonomi Islam yang
dengan telaten dan sungguh-sungguh dalam menyampaikan materi dan bimbingannya.
4. Rekan-rekan seangkatan Tahun Akademik 2021-2022 yang selalu saling memberikan
semangat dalam menyelesaikan tugas.
Pemakalah menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk
itu dengan kerendahan hati Pemakalah mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian untuk menjadikan periksa dan pmakalah berharap atas kritik dan saran, guna
perbaikan dalam penulisan makalah ini, Amin.

Gresik, 26 April 2022

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv
BAB I : MEMAHAMI KONSEP TENTANG UANG MENURUT ISLAM,
ECONOMIC VALUE OF TIME
………………………………………………………………………. 1

1.1 Pengertian Uang Menurut Islam .........................................................................1


1.2 Economic Value of Time......................................................................................3

BAB II : MEMAHAMI DAN MEMBEDAKAN ANTARA BUNGA DAN RIBA,


SERTA MEMAHAMI BERBAGAI BENTUK RIBA
………………………………………….. 2

2.1 Pengertian Bunga dan Riba Menurut Islam.........................................................6


2.2 Bentuk – Bentuk Riba..........................................................................................7

KESIMPULAN………………………………………………………………………………….....12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................14

iv
BAB I

MEMAHAMI KONSEP TENTANG UANG MENURUT ISLAM,


ECONOMIC VALUE OF TIME

1.1 Pengertian Uang Menurut Islam

Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, seperti


kapitalisme, sosialisme, ekonomi campuran, komunisme dan sistem ekonomi tradisional.
Perbedaan itu terdapat dalam berbagai aspek, salah satu diantaranya adalah perbedaan
pandangan terhadap fungsi uang. Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban
perekonomian dunia, posisinya sangat strategis dalam sistem ekonomi, dan sulit untuk
diganti dengan media lainnya. Uang berhasil memudahkan dan mempersingkat waktu
transaksi pertukaran barang dan jasa. Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi
yang lebih mudah dan efisien daripada barter. Efiseiensi yang didapatkan dengan
menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga
kerja yang kemudian akan meningkatkan produktivitas dan kemakmuran.
Pada awalnya fungsi uang masih pada fungsi utamanya yaitu sebagai alat tukar.
Namun dalam perkembangannya, fungsi utama itu mulai mengalami pergeseran. Sistem
ekonomi kapitalis memandang fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga
dijadikan sebagai sebuah komoditas/barang, sehingga uang bisa diperjualbelikan atau
diperdagangkan. Uang dalam islam pada mulanya dicerminkan dalam dirham sebagai
alat tukar dan alat nilai, kemudian berkembang menjadi uang emas dan perak dengan
nama dinar (uang Arab). Dalam ekonomi Islam uang yang direkomendasikan adalah emas
dan perak atau biasa disebut dengan dinar dan dirham. Dipilihnya mata uang emas dan
perak paling tidak karena empat alasan, yaitu Pertama, dalam Al-Quran dan As Sunnah
banyak menyebutkan harta dan kekayaan dengan istilah emas dan perak (dinar dan
dirham). Kedua adalah dalam upaya menegakkan rukun Islam yaitu membayar zakat dan
menegakkan hukum Islam yaitu hukuman bagi pencuri yang ukuran standarnya adalah
dinar dan dirham. Ketiga, bahwa uang emas bersifat universal dan dapat diterima oleh
setiap manusia karena bahannya adalah emas dan relatif lebih sulit untuk
dipalsukan. Keempat, uang emas dapat digunakan sebagai alat simpanan yang nilainya
relatif stabil.

1
Dalam Islam juga dijelaskan bahwa fungsi uang hanya sebatas pada uang sebagai
alat tukar (medium of exchange) dan kesatuan hitung (unit of account). Uang itu sendiri
tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan
kegunaan. uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika
digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang
yang dapat diperdagangkan. Islam juga melarang penumpukan atau penimbuanan uang.
Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi
jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika
seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan
menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat
34-35 tentang pelarangan penimbunan harta :

ٍ ِ‫ب َأل‬
‫يم‬ ٍ ‫ل هَّللا ِ فَبَش ِّْر ُه ْم بِ َع َذا‬Fِ ‫سبِي‬
َ ‫ضةَ َواَل يُ ْنفِقُونَ َها فِي‬
َّ ِ‫َب َوا ْلف‬ َّ َ‫َوالَّ ِذينَ يَ ْكنِ ُزون‬
َ ‫الذه‬

‫يَ ْو َم يُ ْح َمى َعلَ ْي َها فِي نَا ِر َج َهنَّ َم فَتُ ْك َوى بِ َها ِجبَا ُه ُه ْم َو ُجنُوبُ ُه ْم َوظُ ُهو ُر ُه ْم َه َذا َما َكنَ ْزتُ ْم‬
ِ ُ‫ َأِل ْنف‬.
‫س ُك ْم فَ ُذوقُوا َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكنِ ُزون‬

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya
di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) azab yang pedih”. (34) “(ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan
dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka
(seraya dikatakan) kepada mereka “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (35)

Oleh karena itu, dalam Islam diwajibkan untuk mengeluarkan zakat setidaknya
sekali dalam setahun, agar menghindari dari bentuk penimbunan harta. Sebagaimana
Hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi :

‫ ِإ َذا‬:‫ َأ َك ْن ٌز ه َُو؟ فَقَا َل‬: ْ‫سلَّ َم فَقَالَت‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫سَألَتْ عَنْ َذلِ َك النَّبِ َّي‬
َ َ‫ف‬
َ ‫ت َز َكاتَهُ فَلَ ْي‬
‫س بِ َك ْنز‬ ِ ‫َأ َّد ْي‬

Artinya : “Setiap harta yang ditunaikan zakatnya, walaupun (disimpan) di bumi lapis
ketujuh, bukanlah disebut menimbun harta. Dan yan tak ditunaikan zakatnya, jelas
disebut menimbun. Walaupun tampak di permukaan”. (HR. Al-Baihaqi)

2
1.2 Economic Value of Time

Economic Value of Time adalah konsep yang menyatakan waktu (khususnya yang
produktif) akan menghasilkan dan menambah nilai ekonomi. Dengan konsep ini maka
jika kita ingin menghasilkan dan menambah nilai ekonomi, maka kita harus
memanfaatkan waktu sebaik dan seproduktif mungkin.
Sedangkan, Konsep Time Value of Money adalah konsep yang menerangkan
bahwa nilai uang pada saat sekarang lebih berharga jika dikomparasikan di masa yang
akan datang. Sehingga dengan waktu yang terus berjalan, nilai nominal uang HARUS
ditingkatkan agar nilai riilnya sama. Konsep ini menganggap bahwa nilai uang harus
selalu bertambah (konsep ini tidak peduli dengan cara-cara untuk menambah nilai uang
tersebut). Maka dari itu konsep ini sangat identik dengan riba. Perbedaan antara Konsep
EVT dan TVM :
A. Konsep Uang
Pada konsep Time Value of Money (TVM) uang dianggap sebagai komoditas
yang bisa diperjual-belikan. Maka sebagai salah satu konsekuensinya adalah jika
kita ingin menggunakan atau meminjam uang tersebut maka akan ada biaya (cost)
yang harus dibayar si pengguna atau si peminjam uang tersebut, yang berupa
bunga.
Konsep diatas adalah suatu dosa besar (riba) dalam agama Islam, dikarenakan
adanya “biaya” dalam harga atas uang yang diperjanjikan. Dan dalam Islam jjuga
uang bukanlah komoditas yang bisa ditetapkan “harganya” di depan, karena uang
adalah hanya sekedar alat tukar. Serta bertindak sebagai medium dari transaksi
pada sektor riil.
B. Kontrak Kerja Sama
Dengan konsep yang sudah dijelaskan diatas, adanya “biaya” atas penggunaan dan
peminjaman uang akan menimbulkan tambahan yang dinamakan bunga pada saat
pengembaliannya. Dan lagi-lagi ini adalah dosa besar dalam Islam, karena
teranalogikan dengan riba.
Pada Islam sendiri, penghargaan atas investor / shahibul maal yang memberi
“pinjaman” tidak berupa bunga, tapi berupa nisbah bagi hasil yang dinilai lebih
adil. Karena investor mempunya andil dalam merasakan proses dan hasil kerja
sama tersebut (minimal ikut turut berdoa supaya hasil kerjasamanya bisa sukses).
C. Manajemen Resiko

3
Pada konsep TVM, investor atau pemilik dana menginginkan keuntungan yang
pasti sesuai kesepakatan di depan, tanpa peduli tergadap apapun yang terjadi pada
usaha atau bisnis yang disuntikkan dana. Padahal sudah menjadi hukum alam
jikalau pada usaha atau bisnis terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu untung dan
rugi. Mereka tidak peduli akan hal itu.
Sedangkan pada konsep EVT si investor atau shahibul maal ikut menanggung
semua kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan terjadi, baik itu berupa
keuntungan maupun kerugian, dan hal ini secara naluriah adalah suatu konsep
yang sangat adil.
D. Orientasi
Dengan hanya berfokus pada keuntungan atau modal semata, dan tak peduli
dengan apapun yang terjadi, “pokoknya” harus untung apapun yang terjadi. Bisa
kita simpulkan konsep TVM ini sangat identik sekali dengan paham kapitalisme.
Kebalikan dari hal tersebut, dengan konsep risk-sharing atau bagi untung maupun
rugi, hal ini mendorong semangat gotong royong dan rasa keadilan bersama,
sesuai dengan tanggung jawab dan peran masing-masing pihak.
E. Tujuan
Konsep TVM benar-benar hanya berfikir kesejahteraan dia seorang saja, dia tidak
peduli apapun yang terjadi. Walaupun si peminjam dana rugi atau matipun, dia tak
peduli, yang penting untung, untung dan untung. Nilai moral pun sering dilibas,
apalagi nilai agama yang sering kali tidak dianggap, bahwa konsep TVM adalah
dosa besar.
Konsep EVT bertujuan sangat integral dan komperhensif, karena memikirkan
kesehateraan dunia (yang berupa keuntungan pribadi plus keadilan bersama dan
gotong royong) dan juga kesejahteraan akhirat, melalui keberkahan dan keridhoan
Allah SWT karena kita bertaqwa dengan menjauhi larangan-larangannya (riba).

Dalam islam sangat menghargai adanya waktu. Nilai waktu antara satu orang
dengan yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi faktor yang menentukan
nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat
guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan
efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya.

4
Demikian besar peranan waktu sehingga Allah Swt berkali-kali bersumpah
dengan menggunakan kata yang menunjukkan waktu-waktu tertentu seperti wa allayl
(demi malam), wa al-nahār (demi waktu siang), wa al-subẖ (demi waktu subuh), wa al-
fajr (demi waktu fajar), wa al-dhuha (demi waktu dhuha), wa al- ‘ashr (demi waktu
ashar). Untuk menegaskan pentingnya waktu dan keagungan nilainya,

Surat Al-Fajr [ 89 ] ayat 1 – 3 :

(3) ‫( َّوال َّش ۡف ِع َو ۡال َو ۡت ۙ ِر‬2)‫ال َع ۡش ۙ ٍر‬


ٍ َ‫( َولَي‬1)‫َو ۡالفَ ۡج ۙ ِر‬
Artinya : (1) Demi Fajar, (2) Demi Malam yang Sepuluh, (3) Demi yang Genap dan yang
ganjil.

Surat Al-Lail [ 92 ] ayat 1 – 2 :

ِ َ‫( َوالنَّه‬1) ۙ‫َوالَّ ۡي ِل اِ َذا يَ ۡغ ٰشى‬


ۙ‫ار اِ َذا تَ َجلّى‬
Artinya : (1) Demi Malam Apabila Menutupi (Cahaya Siang), (2) Demi Siang Apabila
terang Benderang.

5
BAB II

MEMAHAMI DAN MEMBEDAKAN ANTARA BUNGA DAN RIBA,


SERTA MEMAHAMI BERBAGAI BENTUK RIBA

2.1 Pengertian Bunga dan Riba Menurut Islam

Menurut ekonom konvensional, bunga (interest) adalah “harga” dari penggunaan


uang atau bisa juga dipandang sebagai “sewa” atas penggunaan uang untuk jangka waktu
tertentu. Bunga (interest) biasanya dinyatakan dalam bentuk % per satuan waktu yang
disepakati (hari, bulan, tahun, dan atau satuan waktu yang lain). Sebelum membicarakan
bunga lebih jauh, mari kita lihat sejarah munculnya bunga terlebih dahulu. Bunga ini
mulai muncul kurang lebih sejak 2.500 tahun sebelum Masehi dalam masyarakat Mesir
Purba dan Yunani Kuno, kemudian pada masa Romawi yang terwujud dalam bentuk
hutang piutang. Selanjutnya, kegiatan hutang piutang inilah yang menjadi cikal bakal
kegiatan perbankan modern yang dikelola dengan sistem administrasi yang lebih tertib
dan teratur yang muncul di Italia pada abad pertengahan dan hanya dikuasai oleh
beberapa keluarga yang pada waktu itu digunakan untuk membiayai kegiatan kepausan
dan produksi benang maupun kain wol. Seiring berjalannya waktu, perkembangan
perbankan mulai berkembang pesat pada abad ke 18 dan 19.

Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin tentu saja mengatur segala dimensi


kehidupan manusia, baik dalam dimensi ibadah maupun dimensi muamalah. Begitu juga
dengan fenomena bunga (interest) yang muncul dalam aktifitas ekonomi manusia yang
merupakan bagian dari muamalah sudah pasti juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, karena
istilah atau “kata” bunga (interest) baru muncul pada abad baru-baru ini, sedangkan Islam
sudah datang sejak 14 abad yang lalu, maka memang tidak ditemukan dalam suatu ayat
maupun hadist yang menyebutkan tentang bunga. Namun, istilah yang muncul dalam Al
Qur’an maupun hadist adalah riba yang ketika diterjemahkan dalam bahasa inggis
menjadi usury, bukan interest.
6
Secara istilah bahasa, riba adalah ziyadah atau tambahan. Sedangkan secara istilah
teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harga pokok (modal) secara batil. Secara
umum riba dapat juga diartikan sebagai penambahan terhadap pokok hutang. Artinya,
setiap penambahan dalam hutang baik kualitas maupun kuantitas, baik banyak maupun
sedikit, adalah riba yang diharamkan. Larangan mengambil harta sesama secara batil
terdapat pada surat An-Nisa ayat 29 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

2.2 Bentuk – Bentuk Riba

Secara garis besar, riba terbagi dalam dua jenis yaitu riba hutang piutang dan riba
jual beli. Riba hutang piutang juga masih terbagi dalam dua jenis lagi yaitu :

1. Riba Qord, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
kepada yang berhutang (Muqtaridh).
2. Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Sedangkan riba jual beli juga masih dibagi dalam dua jenis yaitu :

1. Riba Fadhl, yaitu kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjual belikan
dengan ukuran tertentu. Riba ini banyak berlaku dalam transaksi barter, barang
dengan barang.
2. Riba Nasi’ah, yaitu kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berhutang
kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakti jatuh tempo. Apabila dalam
transaski hutang piutang, pihak yang berhutang tidak mampu membayar hutang dan
tambahannya, hutang dapat diperpanjang dengan persyaratan hutang bertambah pula.

7
Apabila memperhatikan definisi riba di atas dan memperhatikan praktik bunga
dalam perbankan konvensional pada saat ini, maka secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa bunga bank adalah riba. Menurut Imam Nawawi, salah satu bentuk riba yang
dilarang dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah penambahan harta pokok karena unsur
waktu. Dalam perbankkan konvensional hal ini disebut dengan bunga kredit sesuai
dengan lama waktu pinjaman. Prof. Dr. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa sebanyak
300 ulama dan pakar ekonomi dunia telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Mereka
terdiri dari ahli fiqih, ahli ekonomi, dan ahli keuangan dunia.Tidak ada seorang pun
ulama yang telah ijma’ tersebut membantah tentang keharaman bunga bank.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai representasi dari berbagai organisasi


Islam yang ada di Indonesia juga telah melakukan pengkajian yang mendalam mengenai
hukum bunga bank. Terdapat dua pertimbangan bagi MUI dalam melakukan pengkajian
terhadap bunga bank ini, yang pertama yaitu hukum asal bunga bank yang diidentikan
dengan riba pada jaman kehidupan Nabi SAW dahulu dan yang kedua yaitu
mempertimbangkan kondisi perbankan Indonesia saat ini yang sudah banyak terdapat
kantor bank syariah. Akhirnya pada bulan Januari 2004 MUI mengeluarkan fatwa haram
bunga bank. Isi utama dari fatwa MUI tesebut adalah sebagai berikut :

Pertama: Pengertian Bunga (interest) dan Riba

 Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman


uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/ hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara
pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
 Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan
dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba
Nasi’ah.

Kedua: Hukum Bunga (interest)

 Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada
jaman Nabi SAW, dan inilah Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan
uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba hukumnya haram.

8
 Praktek pembungaan tersebut hukumnya haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi,
Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangaan lainnya, maupun yang
dilakukan oleh individu.

Ketiga: Bermuamalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional

 Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah dan mudah
untuk dijangkau tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan pada
perhitungan bunga.
 Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syariah,
diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional
berdasarkan prinsip darurat/hajat.

Sebagai orang muslim, kita harus mengambil  sikap atas sistem perbankan
konvensional yang mengandung unsur riba. Tidak dipungkiri lagi bahwa sistem bunga
bank sudah mendarah daging di kalangan ummat Islam. Oleh karena itu, secara perlahan
namun pasti kita harus berubah haluan dari sistem perbankan yang mengandung riba
menuju sistem perbankan yang bebas dari riba.

Larangan Riba Dalam Al Qur’an :

1. Surat Ar Rum ayat 39

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang
berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

9
 Surat An Nisaa ayat 160-161

Artinya:  Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya,
dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Larangan Riba Dalam Hadits:

1. Hadits ini merupakan isi dari surat Rasulullah SAW kepada Itab bin Usaid, gubernur
Mekkah, agar kaum Thaif tidak menuntut hutangnya (riba yang telah terjadi sebelum
kedatangan Islam) dari Bani Mughirah :

Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung
amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu, hutang akibat
riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan
menderita ataupun mengalami ketidakadilan.

 H.R. Bukhari

Diriwayatkan oleh Samura bin Jundab bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Malam tadi
aku bermimpi, telah datang dua orang dan membawaku ke tanah suci. Dalam perjalanan,
sampailah kami ke suatu sungai darah, di mana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di

10
pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di tangannya. Laki-laki
yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki yang di pinggir sungai
tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku
bertanya, “Siapakah itu ?”, Aku diberitahu, bahwa laki-laki yang ditengah sungai itu ialah
orang yang memakan riba”.

 H.R. Muslim

Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang
membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau
bersabda, “Mereka itu semuanya sama”.

Wallahu’alam.

 Macam – Macam Bunga Bank :

Dalam perbankan ada 2 macam bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya, yaitu:

1. Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank. Contohnya adalah bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga Pinjaman, yaitu bunga yang dibebankan kepada nasabah oleh bank khusus untuk
nasabah yang memiliki pinjaman di bank, contohnya adalah bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank
konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman saling mempengaruhi satu
sama lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman ikut naik
dan demikian pula sebaliknya.

Bunga bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Riba
bisa saja terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun pinjaman yang bersifat
produktif. Dan pada hakikatnya  riba dalam bunga bank memberatkan peminjam.

11
KESIMPULAN

Pada awalnya fungsi uang masih pada fungsi utamanya yaitu sebagai alat tukar.
Namun dalam perkembangannya, fungsi utama itu mulai mengalami pergeseran. Sistem
ekonomi kapitalis memandang fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga
dijadikan sebagai sebuah komoditas/barang, sehingga uang bisa diperjualbelikan atau
diperdagangkan. Uang dalam islam pada mulanya dicerminkan dalam dirham sebagai
alat tukar dan alat nilai, kemudian berkembang menjadi uang emas dan perak dengan
nama dinar (uang Arab). Dalam ekonomi Islam uang yang direkomendasikan adalah emas
dan perak atau biasa disebut dengan dinar dan dirham. Dipilihnya mata uang emas dan
perak paling tidak karena empat alasan, yaitu Pertama, dalam Al-Quran dan As Sunnah
banyak menyebutkan harta dan kekayaan dengan istilah emas dan perak (dinar dan
dirham). Kedua adalah dalam upaya menegakkan rukun Islam yaitu membayar zakat dan
menegakkan hukum Islam yaitu hukuman bagi pencuri yang ukuran standarnya adalah
dinar dan dirham. Ketiga, bahwa uang emas bersifat universal dan dapat diterima oleh
setiap manusia karena bahannya adalah emas dan relatif lebih sulit untuk
dipalsukan. Keempat, uang emas dapat digunakan sebagai alat simpanan yang nilainya
relatif stabil.
Economic Value of Time adalah konsep yang menyatakan waktu (khususnya yang
produktif) akan menghasilkan dan menambah nilai ekonomi. Dengan konsep ini maka
jika kita ingin menghasilkan dan menambah nilai ekonomi, maka kita harus
memanfaatkan waktu sebaik dan seproduktif mungkin.
Secara istilah bahasa, riba adalah ziyadah atau tambahan. Sedangkan secara istilah
teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harga pokok (modal) secara batil. Secara
umum riba dapat juga diartikan sebagai penambahan terhadap pokok hutang. Artinya,
setiap penambahan dalam hutang baik kualitas maupun kuantitas, baik banyak maupun
sedikit, adalah riba yang diharamkan.

Secara garis besar, riba terbagi dalam dua jenis yaitu riba hutang piutang dan riba
jual beli. Riba hutang piutang juga masih terbagi dalam dua jenis lagi yaitu :

12
1. Riba Qord, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan kepada yang berhutang (Muqtaridh).
2. Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Sedangkan riba jual beli juga masih dibagi dalam dua jenis yaitu :

1. Riba Fadhl, yaitu kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjual
belikan dengan ukuran tertentu. Riba ini banyak berlaku dalam transaksi
barter, barang dengan barang.
2. Riba Nasi’ah, yaitu kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang
berhutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakti jatuh tempo.
Apabila dalam transaski hutang piutang, pihak yang berhutang tidak mampu
membayar hutang dan tambahannya, hutang dapat diperpanjang dengan
persyaratan hutang bertambah pula.

13
Daftar Pustaka

https://www.cermati.com/artikel/mengenal-riba-dan-kaitannya-dengan-bunga-bank. Diakses
Pada Tanggal 26 April 2022
https://bmtelbummi373.com/apakah-sama-bunga-bank-dengan-riba/. Diakses Pada Tanggal
26 April 2022
https://retizen.republika.co.id/posts/18899/uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam. Diakses
Pada Tanggal 26 April 2022
https://yusufkurniawan.com/apa-beda-time-value-of-money-dengan-economic-value-of-
time/. Diakses Pada Tanggal 26 April 2022

14

Anda mungkin juga menyukai