Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI DALAM ISLAM

PENGARANG:
BAYU RAFI PUTRA
OKTO SAFITRI
DEVI
FITRIANI 2
FATMAWATI
SUSILIA

MAPEL AGAMA ISLAM


KATA PENGANTAR
Alhamdullilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan
kesadaran, karena penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, pada waktu yang telah di
tentukan dan makalah ini sebagai salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
yang berjudul “Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam”.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait, dalam proses
pembuatan makalah ini, sehingga makalah dapat selesai tepat pada waktunya. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk semua orang khususnya pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.................................................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................3
BAB II PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM.................................................... 4
A. Pengertian Mu’amalah.............................................................................................4
B. Macam-macam Mualamah.......................................................................................4
C. Syirkah....................................................................................................................10
D. Mudarabah..............................................................................................................11
E. Musaqah.................................................................................................................12
F. Muzara’ah dan Mukhabarah...................................................................................12
G. Perbankan...............................................................................................................13
H. Asuransi Syariah.....................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................16
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang,
khususnya bagi umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme
dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama
sejak perang dunia II yang memunculkan banyak Negara-negara Islam bekas jajahan
imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi
alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non muslim untuk melakukan
banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam. Meskipun begitu, system ekonomi dunia
saat ini masih dikendalikan oleh system ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri
masih terpecah dalam hal bentuk implementasi ekonomi Islam dimasing-masing Negara.
Kenyataan ini oleh sebagian pemikir Islam masih diterima dengan lapang karena ekonomi
Islam secara implementasinya di masa kini relatif masih baru. Masih perlu dilakukan banyak
sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktifitas
ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagai lainnya menilai bahwa faktor
kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau
ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum
menrapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian Mu’amalah!.
2. Jelaskan macam-macam Mu’amalah!.
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Syirkah!.
4. Jelaskan yang dimaksud Mudarabah!.
5. Jelaskan yang dimasud Musaqah!.
6. Jelaskan yang dimaksud Muzaraah dan Mukharabah!
7. Jelaskan beberapa macam perbankan!.
8. Jelaskan asuransi syariah!.
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Mu’amalah.
2. Mengetahui macam-macam Mu’amalah.
3. Mengetahui yang dimaksud dengan Syirkah.
4. Mengetahui yang dimaksud Mudarabah.
5. Mengetahui yang dimaksud Musaqah.
6. Mengatahui yang dimaksud Muzaraah dan Mukharabah.
7. Mengetahui beberapa macam perbankan.
8. Mengetahui asuransi syariah.
BAB II
PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

1. Pengertian Mu’amalah
Muamalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan
(pergaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqih islam berarti tukar menukar barang
atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual beli, pinjam
meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa- menyewa, utang- piutang, dan
pinjam-meminjam, islam melarang beberapa hal diantaranya seperti berikut :

1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.

2. Tidak boleh melakukan perbuatan riba.

3. Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya).

4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.

5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.

6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.

B. Macam-Macam Mu’amalah

Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’amalah disini akan dijelaskan lebih
lanjut sebagai berikut.

1. Jual Beli

Jual beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar menukar benda untuk memiliki benda
tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan Firman Allah berikut ini :

‫اَّلِذيَن َي ْأُك ُلوَن الِّر َب ا ال َي ُقوُموَن ِإال َك َم ا َي ُقوُم اَّلِذي َي َتَخ َّب ُط ُه الَّش ْي َط اُن ِمَن اْلَم ِّس َذ ِلَك ِبَأَّن ُهْم َقاُلوا‬
‫ِإَّن َم ا اْلَب ْيُع ِم ْث ُل الِّر َب ا َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَب ْي َع َو َح َّر َم الِّر َب ا َفَم ْن َج اَء ُه َم ْو ِع َظٌة ِم ْن َر ِّبِه َفاْن َت َه ى َفَلُه َم ا‬
)٢٧٥( ‫َس َلَف َو َأْمُرُه ِإَلى ِهَّللا َو َم ْن َع اَد َفُأوَلِئَك َأْص َح اُب الَّن اِر ُه ْم ِفيَه ا َخ اِلُد وَن‬
Artinya : “...dan Allah Swt. Telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. al-
baqarah/2:275).

4.
‫َي ا َأُّي َه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ِإَذ ا َت َد اَي ْنُتْم ِبَدْي ٍن ِإَلى َأَج ٍل ُم َس ًّم ى َفاْك ُتُبوُه َو ْل َي ْكُتْب َب ْي َن ُك ْم َك اِتٌب‬
‫ِباْلَع ْد ِل َو ال َي ْأَب َك اِتٌب َأْن َي ْك ُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه ُهَّللا َفْلَي ْك ُتْب َو ْلُيْم ِلِل اَّلِذي َع َلْي ِه اْلَح ُّق‬
‫َو ْلَي َّت ِق َهَّللا َر َّبُه َو ال َي ْب َخ ْس ِم ْن ُه َش ْي ًئ ا َفِإْن َك اَن اَّلِذي َع َلْي ِه اْلَح ُّق َس ِفيًها َأْو َض ِعيًفا َأْو ال‬
‫َي ْس َت ِط يُع َأْن ُيِمَّل ُه َو َفْلُيْم ِلْل َو ِلُّيُه ِباْلَع ْد ِل َو اْس َت ْش ِه ُد وا َش ِه يَدْي ِن ِم ْن ِر َج اِلُك ْم َفِإْن َلْم‬
‫َي ُك وَن ا َر ُج َلْي ِن َفَر ُجٌل َو اْم َر َأَت اِن ِم َّمْن َت ْر َض ْو َن ِمَن الُّش َه َداِء َأْن َت ِض َّل ِإْح َداُه َم ا َف ُتَذ ِّك َر‬
‫ِإْح َداُه َم ا األْخ َر ى َو ال َي ْأَب الُّش َه َداُء ِإَذ ا َم ا ُد ُعوا َو ال َت ْس َأُموا َأْن َت ْكُتُبوُه َص ِغ يًر ا َأْو‬
‫َك ِبيًر ا ِإَلى َأَج ِلِه َذ ِلُك ْم َأْق َس ُط ِع ْن َد ِهَّللا َو َأْق َو ُم ِللَّش َه اَد ِة َو َأْد َن ى َأال َت ْر َت اُبوا ِإال َأْن َت ُك وَن‬
‫ِتَج اَر ًة َح اِض َر ًة ُتِديُر وَن َه ا َب ْي َن ُك ْم َفَلْي َس َع َلْي ُك ْم ُج َن اٌح َأال َت ْك ُتُبوَه ا َو َأْش ِه ُد وا ِإَذ ا َت َب اَي ْع ُتْم‬
‫َو ال ُيَض اَّر َك اِتٌب َو ال َش ِه يٌد َو ِإْن َت ْف َع ُلوا َفِإَّن ُه ُفُسوٌق ِبُك ْم َو اَّتُقوا َهَّللا َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهَّللا َو ُهَّللا‬
)٢٨٢( ‫ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم‬
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nialainya,dan agar tidak terjadi
kekurangan dibelakang hari, al-Qur’an menyarankan agar dicatat, dan ada saksi, lihatlah penjelasan
ini pada Q.S. al-baqarah/2:282

a. Syarat- syarat jual-beli

Syarat-syarat adalah sebagai berikut.

1) Penjual dan pembelinya haruslah :


a. Balig,
b. Berakal sehat,
c. Atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah :
a. Halal dan Suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak
bangkai tersebut.
b. Bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan
harta atau pemboros
c. Keadaan barang dapat diserah terimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserah
terimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan
sebab semua itu mengandung tipu daya.
d. Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembelinya.
e. Milik sendiri, sabda Rasulullah Saw., “tak sah jual-beli melainkan atas barang yang dimiliki.”
(H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah
saya beli.”

Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah Saw. Bersabda,
“sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (H.R Ibnu Hibban).
2. Khiyar
1. Pengertian khiyar

Khiyar adalah bebas memutuskan antara menerusakan jual beli atau membatalkannya. Islam
memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa
ada unsur paksaan sedikitpun. Penjual berhak mempertahakan harga barang dagangannya,
sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya. Rasulullah Saw.
Bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila
keduanya berlaku benar-benar dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual beli akan
memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku
dusta, maka dihapus keberkahan jual belinya.” (H.R Bukhari dan Muslim).

2. Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada ditempat berlangsungnya
transaksi atau tawar-menawar. Keduanya berhak memutuskan atau membatalkan jual-beli.
Rasulullah Saw. Bersabda, “ dua orang yang berjual beli, boleh memilih akan meneruskan atau
tidak selama keduanya belum berpisah.” ( H.R Bukhori dan Muslim).
b. Khiyar syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual
mengatakan,”saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”
Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembeliannya tersebut dalam waktu tig hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang
tersebut sementara waktu (dalam masa khiyar) tidak ada pemiliknya, artinya, si penjual tidak
berhak menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak
jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah Saw. Bersabda kepada seorang
lelaki, “Engkau boleh khiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tigamalam.”
(H.R Baihaqi dan Ibnu Majah).
c. Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembelikan barang yang dibelinya jika terdapat
cacat yang dapat mengurangi kualitas nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan
sesegera mungkin.
3. Riba
1) Pengertian Riba

Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam
pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.

Riba, apapun bentuknya, dalam syari’at islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat.
Diterangkan dalam hadist yang di riwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil
riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya. (H.R Muslim).
Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi, terkena
dosanya juga.

a) Sama timbangan ukurannya atau

b) Dilakukam serah terima saat itu juga,

c) Tunai

Apabila tidak sama jenisnya seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap harus
secara tunai dan diserah terimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan
perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang
yang lain.

2) Macam-macam Riba

a) Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya, misalnya cincin
emas 22karat sebesar 10 gram ditukar dengan emas 22 gram kelebihannya itulah yang termasuk
riba.

b) Riba Qordi, adalah peminjaman dengan syarat harus memberikan kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp 100.000,00 asal si B
bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut riba.

c) Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjualan dan
pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.

d) Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

7.

2. Utang-piutang

a. Pengertian Utang-piutang

Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya
utang Rp100.000,00 dikemudian hari harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada
seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.

b. Rukun Utang-piutang

Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:

1) Yang berpiutang dan yang berutang,

2) Ada harta atau barang,

3) Lafadz kesepatan. Misal: “saya utangkan ini kepadamu.”Yang berutang menjawab, “Ya,
saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas” atau jika sudah punya akan saya
lunasi.”
Untuk menghindari keributan dikemudian hari, Allah Swt. Menyarankan agar kita mencatat dengan
baik utang-piutang yang kita lakukan.

Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah Swt.
Menganjurkan memberinya kelonggaran.

)٢٨٠( ‫َو ِإْن َك اَن ُذ و ُعْس َر ٍة َفَن ِظ َر ٌة ِإَلى َم ْي َسَر ٍة َو َأْن َت َص َّد ُقوا َخ ْيٌر َلُك ْم ِإْن ُكْنُتْم َت ْع َلُموَن‬
Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai
dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)

Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa
perjanjian sebelumnya, kelebihan itu halal bagi yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan
bagi yang berutang. Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-
baiknya kita membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra. Berkata, “Rasulullah saw.
Telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang
beliau utang itu, dan Rasulullah saw. Bersabda, “Orang yang paling baik ialah orang yang dapat
membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang dan
telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak
halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw. Berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat
maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)

8.

3. Sewa-menyewa

a. Pengertian Sewa-menyewa

Sewa menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang
atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau
hewan.

Dasar hukum ijarahdalam firman Allah Swt.

‫َو اْلَو اِلَداُت ُيْر ِض ْع َن َأْو الَدُهَّن َح ْو َلْي ِن َك اِم َلْي ِن ِلَم ْن َأَر اَد َأْن ُيِتَّم الَّر َض اَع َة َو َع َلى اْلَم ْو ُلوِد َلُه‬
‫ِر ْز ُقُهَّن َو ِك ْس َو ُتُهَّن ِباْلَم ْع ُروِف ال ُتَك َّلُف َن ْف ٌس ِإال ُو ْس َعَه ا ال ُتَض اَّر َو اِلَد ٌة ِبَو َلِدَه ا َو ال َم ْو ُلوٌد َلُه‬
‫ِبَو َلِدِه َو َع َلى اْلَو اِر ِث ِم ْث ُل َذ ِلَك َفِإْن َأَر اَدا ِفَص اال َع ْن َت َر اٍض ِم ْن ُهَم ا َو َتَش اُو ٍر َفال ُج َن اَح َع َلْي ِه َم ا‬
‫َو ِإْن َأَر ْد ُتْم َأْن َت ْس َت ْر ِض ُعوا َأْو الَد ُك ْم َفال ُج َن اَح َع َلْي ُك ْم ِإَذ ا َس َّلْم ُتْم َم ا آَت ْي ُتْم ِباْلَم ْع ُروِف َو اَّتُقوا َهَّللا‬
)٢٣٣( ‫ َو اْع َلُموا َأَّن َهَّللا ِبَم ا َت ْع َم ُلوَن َبِص يٌر‬Artinya: ”...dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut...” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
‫َأْس ِك ُنوُهَّن ِم ْن َح ْي ُث َس َك ْنُتْم ِم ْن ُو ْج ِد ُك ْم َو ال ُتَض اُّر وُهَّن ِلُتَض ِّي ُقوا َع َلْي ِه َّن َو ِإْن ُك َّن ُأوالِت َح ْم ٍل‬
‫َفَأْن ِفُقوا َع َلْي ِه َّن َح َّت ى َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّن َفِإْن َأْر َض ْع َن َلُك ْم َفآُتوُهَّن ُأُجوَر ُهَّن َو ْأَت ِمُروا َب ْي َن ُك ْم‬
)٦( ‫ِبَم ْع ُروٍف َو ِإْن َت َع اَس ْر ُتْم َفَس ُتْر ِض ُع َلُه ُأْخ َر ى‬
Artinya: “...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya kepada
mereka...” (Q.S. at-Talaq/65: 6)

b. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa

1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah balig dan berakal sehat.

2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.

3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.

4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.

5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua
belah pihak. Misalnya, ada orang yang menyewa sebuah rumah. Si penyewa harus menerangkan
secara jelas kepada pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau ditempati atau dijadikan
gudang. Dengan demikian, si pemilik rumah akan mempertimbangkan boleh atau tidak disewa.
Sebab risiko kerusakan rumah antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai
sebagai gudang. Demikian pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan
untuk apa saja.

6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.

7) Harga sewa dan car pembayaannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati
bersama.

9.

Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati
bersama sebelumnya hal-hal berikut.

1) Jenis pekerjaan dan tenaga kerjanya.

2) Berapa lama masa kerja.

3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah
borongan?

4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan,dan lain-lain, kalau ada.

C. Syirkah

Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut
istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakuakan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk
melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

a) Rukun dan Syarat Syirkah


1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidni). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki
kecakapan (ahliyah) melakukan taasarruf (pengelolaan harta).

2) Objek akad yang disebut juga ma’qud’alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat
pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan
pengelolaannya dapat diwakilkan.

3) Akad atau disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasarruf , yaitu
adanya aktivitas pengelolaan.

b) Macam-macam Syirkah

1) Syirkah ‘Inan

Syirkah ‘inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing--masing memberi konstribusi
kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma ‘sahabat.

2) Syirkah ‘Abdan

Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing, hanya memberikan
konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (amal). Kerja kerja itu dapat berupa kerja pikiran
(seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperi tukang batu). Syirkah ini juga dise.but syirkah
‘amal.

3) Syirkah Wujuh

Syrikah wujuh adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian
(wujud) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-
sama memberikan konstribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal
(mal).

10.

D. Mudarabah

1. Pengertian dan Hukum Mudarabah

Mudarabah adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang/pihak atau lebih dan salah satu
orang/pihak,diantara mereka bersedia mengeluarkan sejumlah modal uang atau barang untuk
diperdagangkan oleh pihak lainnya dengan ketentuan pembagian laba sesuai kesepakatan. Hukum
mudarabah adalah jaiz(boleh)selama tidak ada pihak yang dirugikan. Sebagai firman Allah Swt.
Berikut

‫ِإَّن َر َّب َك َي ْع َلُم َأَّن َك َت ُقوُم َأْد َن ى ِم ْن ُثُلَث ِي الَّلْي ِل َو ِنْص َفُه َو ُثُلَث ُه َو َط اِئَفٌة ِمَن اَّلِذيَن َمَع َك َو ُهَّللا ُيَقِّد ُر‬
‫الَّلْي َل َو الَّن َه اَر َعِلَم َأْن َلْن ُتْح ُصوُه َفَت اَب َع َلْي ُك ْم َفاْق َر ُءوا َم ا َت َي َّس َر ِمَن اْلُقْر آِن َع ِلَم َأْن َس َي ُك وُن‬
‫ِم ْنُك ْم َم ْر َض ى َو آَخ ُروَن َي ْض ِر ُبوَن ِفي األْر ِض َي ْب َتُغ وَن ِم ْن َفْض ِل ِهَّللا َو آَخ ُروَن ُيَقاِتُلوَن ِفي‬
‫َس ِبيِل ِهَّللا َفاْق َر ُءوا َم ا َت َي َّس َر ِم ْن ُه َو َأِقيُموا الَّصالَة َو آُتوا الَّز َك اَة َو َأْق ِر ُضوا َهَّللا َقْر ًضا َح َس ًن ا َو َم ا‬
‫ُتَقِّد ُموا ألْنُفِس ُك ْم ِم ْن َخ ْي ٍر َت ِج ُد وُه ِع ْن َد ِهَّللا ُه َو َخ ْيًر ا َو َأْع َظ َم َأْج ًر ا َو اْس َتْغ ِفُروا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َغ ُفوٌر‬
)٢٠( ‫َر ِحيٌم‬
Artinya: Dan yang lain berjalan dibumi mencari sebagian karunia Allah.(Q.S. Al-Muzzammil,73;20)

Mudarabah ini telah terjadi di Zaman Rasulullah saw.,bahkan beliau sendiri pernah melakukannya
dengan Siti khadijah sebelum beliau menikahinya. Rasulullah saw. Pergi ke negeri Syam dengan
membawa modal dagangan dari Siti Khadijah,dan sepulangnya dari perniagaan beliau segera
menyerahkan modal pokoknya dan membagi keuntungan sesuai kesepakatan.

2. Syarat-syarat Mudarabah

Sebelum melaksanakan mudarabah,terlebih dahulu harus terpenuhi syarat-syaratnya yaitu sebagai


berikut.

a. Modal yang akan dimudarabah harus jelas dalam bentuk uang tunai,bukan barang,emas,perak
batangan,atau barang barang berharga lainnya.

b. Jumlah modal yang akan dimudarabahkan harus jelas jumlah nya agar dapat dibedakan dengan
keuntungan yang didapatkannya.

c. Keuntungan yang akan didapatkan oleh pemilik modal dan bekerja harus dijelaskan dalam
transaksi sesuai kesepakatan,misalnya dengan sistem paruhan,sepertiga,atau seperempat.

d. Mudarabah harus bersifat mutlak,artinya sipemilik modal tidak boleh ikut campur dalam
pelaksanaan usaha yang akan dijalankan oleh pihak pekerja.

Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi,mudarabah tidak dapat dijalankan. Artinya,mudarabah


menjadi batal dengan sendirinya manakala ditengah perjalanan ada syarat-syarat yang dilanggar
oleh salah satu pihak yang bertransaksi.

11.

3. Rukun Mudarabah

Rukun mudarabah adalah ijabdan kabul,yaitu suatu transaksi atau timbang terima yang dilakukan
oleh kedua belah pihak. Dalam melakukan ijab kabul tidak disyaratkan mengucapkannya dengan
bahasa atau lafal-lafal tertentu,tetapi cukup dengan bahasa dan ungkapan yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak yang melakukan ijab kabul. Hikmah disyariatkannya investasi mudarabah
dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Mudarabah akan menampakkan sifat dan semangat kebersamaan serta keadilan.Hal ini terbukti
melalui kebersamaan menanggung kerugian yang dialami suatu usaha,dan membagikan keuntungan
yang besar(sesuai dengan perjanjian)di saat ekonomi sedang booming.

b. Mudarabah akan menyatukan modal dengan skill(keahlian)yang selama ini senantiasa terpisah
dalam sistem perekonomian konversional,sebab sistem tersebut memang diciptakan untuk
menunjang mereka yang memiliki modal.

c. Mudarabah dapat menggairahkan perekonomian umat islam,khususnya bagi para pemilik modal
yang selama ini masih ragu-ragu tentang hukum bunga bank konvensional. Secara
mudarabah,mereka yakin usahanya terhindar dari hal-hal yang meragukan dan tetap sesuai dengan
syariat islam.

E. Musaqah

Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun menyerahkan kepada
petani agar dipelihara panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan
padawaktu akad.

Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah
pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk
merawat perkebunannya. Sementara dipihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa digarap.
Dengan adanya sistem kerja sama musaqah,setiap pihak akan sama-sama mendapatkan manfaat.

F. Muzara’ah dan Mukhabarah

Muzara’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan

Petani penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari petani. Sementara mukhabarah
ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap. Dalam kerja
sama ini,benih tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muzara’ah memang sering kali diindentikkan
dengan mukharabah. Namun demikian,keduanya sebenarnya memilki sedikit perbedaan. Muzara’ah
benihnya berasal dari petani penggarap,sedangkan mukhabarah benihnya berasal dari pemilik lahan.

Muzara’ah dan mukhabarah merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal ini,pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan pembagian
persentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia,Khusunya di kawasan pendesaan,kedua model
penggarapan tanah itu sama-sama dipraktikkan oleh masyarakat petani. Landasan syariahnya
terdapat dalam hadis dan ijma’ulama.

12.

G. Perbankan

1. Pengertian perbankan

Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat dan
disalurkan kembali dengan menggunakan sistem bunga. Hakikat dan tujuan bank ialah untuk
membantu masyarakat yang memerlukan. Bank membantu masyarakat dalam bentuk penyimpanan
maupun peminjam,baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan bunga yang
harus dibayarkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa bank.

Bank dilihat dari segi penerapan bunganya,dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu seperti berikut.

a. Bank Konvensional

Bank konversional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada
yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha. Penghimpun dana digunakan untuk
mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.

b. Bank islam atau bank syari’ah


bank islam atau bank syari’ah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat islam. Istilah
bunga yang ada pada bank konvensional tidak dalam bank islam. Bank syari’ah menggunakan
beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya sebagai berikut.

1) Mudarabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi
hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam
sistem mudarabah,pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajamen perusahaan.

2) Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank dan pengusaha di manamasing-masing pihak
sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara
bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama pula.

3) Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari
pihak nasabah tersebut dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak unuk
menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu-
waktu pemiliknya memerlukan.

4) Qardul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan
darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo
biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut
sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.

13.

5) Murabahah, yaitu istilah dalam fiqih islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan dimana
penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumblah
keuntungan tertenteu diatas biaya produksi. Disini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya
yang dikeluarkan dan beberapa keuntungan yang hendak di ambilnya. Pembayaran dapat dilakukan
saat penyerahan atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini, bank
membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi. Kemudian, bank
meminta tambahan harga atas harga pembeliannya tersebut. Namun demikian, pihak bank harus
secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

H. Asuransi Syari’ah

1. Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah

Asuransi berasal dari bahasa Belanda, Assuranite yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa Arab
dikenal dengan at-Ta’min yang berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau
bebas dari perasaan takut. Si penanggung (Assuradeur) disebut Mu’ammin dan tertanggung
(grasrurrerde) disebut musta’min.

Dalam islam, asuransi merupkan dari muamalah. Dasar hukum asuransi menurutfikih islam adalah
boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum
islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan syariah dibolehkan dan
asuransi konvensional haram hukumnya.

Asuransi dalam ajaran islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan nilai
tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya apapun
ketika menerima musibah dari Allah SWT., baik berupa kematian, kecelakaan, bencana alam maupun
takdir buruk yang lain untuk menghadapi berbagai musibah tersebut, ada beberapa cara untuk
menghadapinya. Pertama, menanggungnya sendiri. Kedua, mengalihkan resiko ke pihak lain. Ketiga,
mengelolanya bersama-sama.

Dalam ajaran islam, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah kelompok
walaupun musibah ini hanya menimpa individu tertentu. Apalagi jika musibah itu mengenai
masyarakat luas seperti gempa bumi atau banjir. Berdasarkan ajaran inilah, tujuan asuransi sangat
sesuai dengan semangat ajaran tersebut.

14.

Allah SWT. menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, di antaranya berikut ini :

‫َي ا َأُّي َه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ال ُتِحُّلوا َش َع اِئَر ِهَّللا َو ال الَّش ْه َر اْل َح َر اَم َو ال اْلَه ْد َي َو ال اْلَقالِئَد َو ال آِّميَن‬
‫اْلَب ْيَت اْل َح َر اَم َي ْب َتُغ وَن َفْض ال ِم ْن َر ِّب ِه ْم َو ِر ْض َو اًن ا َو ِإَذ ا َح َلْلُتْم َفاْص َط اُد وا َو ال َي ْج ِر َم َّنُك ْم َشَن آُن‬
‫َقْو ٍم َأْن َص ُّد وُك ْم َع ِن اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم َأْن َت ْع َت ُد وا َو َت َع اَو ُنوا َع َلى اْلِبِّر َو الَّتْق َو ى َو ال َت َع اَو ُنوا َع َلى‬
)٢( ‫اإلْث ِم َو اْلُع ْد َو اِن َو اَّتُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َش ِديُد اْلِع َقاِب‬
Artinya : “... dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah SWT... “ (Q.S Al-Maidah/5 : 2)

Banyak pula hadis Rasulullah saw. yang memerintahkan umat islam untuk salingmelindungi
saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al-Quran dan riwayat hadis, dapat
dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib ditanggung bersama. Setiap
individu bukan menanggungnya sendiri-sendiri dan tidak pula dialihkan kepihak lain. Prinsip
menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi dari asuransi syariah.

2. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional

Prinsip Asuransi Syari’ah tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem konvensional, yang
menggunakan prinsip transfer risiko. Sesorang membayar sejumblah premi untuk mengalihkan risiko
yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi “jual beli
atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Disinilah cacat perjanjian asuransi konvensional. Sebab
akad dalam islam mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang
ataupun jasa.

Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensinal dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum jatuh tempo. Dalam
konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk
sekalipun, karena satu dan hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang sebelumnya sudah
dibayarkan
BAB III

KESIMPULAN

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai
islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam
adalah sebagai berikut:

1. Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua
yang ada.

2. Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.

3. Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh karena itu
saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudara-saudaranya yang lebih beruntung.

4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.

5. Kekayaan harus diputar.

6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.

7. Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dapat menghapuskan konflik antar golongan
dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.

8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi
anggota masyarakat yang miskin.

Muāmalah ialah kegiatan tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara
yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, pinjam-meminjam, urusan
bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

Syirkah (perseroan) berarti suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Syirkah ada
beberapa macam: syirkah `inān, syirkah „abdān, syirkah wujūh, dan syirkah mufāwaḍah.

Muḍārabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama
menyediakan semua modal (ṡāhibul māl), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau
pengusaha (muḍarrib).

Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti dibagi dua menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.

Bank Islam atau bank syariah, yaitu bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam.

Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba,


misalnya: muḍārabah, musyārakah, waḍ³‟ah, qarḍul hasān, dan murābahah.
DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/business/prinsip-dan-praktik-ekonomi-islam-pdf-file.html

http://neynafn.blogspot.co.id/2015/05/makalah-prinsip-prinsip-ekonomi-islam.html

Anda mungkin juga menyukai