Alhamdullilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan
kesadaran, karena penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, pada waktu yang telah di
tentukan dan makalah ini sebagai salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
yang berjudul “Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam”.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait, dalam proses
pembuatan makalah ini, sehingga makalah dapat selesai tepat pada waktunya. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk semua orang khususnya pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.................................................................................................................3
A. Latar
Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................3
A. Pengertian Mu’amalah.......................................................................................4
B. Macam-macam Mualamah.......................................................................................4
C. Syirkah....................................................................................................................10
D. Mudarabah..............................................................................................................11
E. Musaqah.................................................................................................................12
G. Perbankan...............................................................................................................13
H. Asuransi Syariah.............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya
bagi umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan
sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak
perang dunia II yang memunculkan banyak Negara-negara Islam bekas jajahan imperialis.
Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif
memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non muslim untuk melakukan banyak
penggalian kembali berbagai ajaran Islam. Meskipun begitu, system ekonomi dunia saat ini
masih dikendalikan oleh system ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih
terpecah dalam hal bentuk implementasi ekonomi Islam dimasing-masing Negara. Kenyataan
ini oleh sebagian pemikir Islam masih diterima dengan lapang karena ekonomi Islam secara
implementasinya di masa kini relatif masih baru. Masih perlu dilakukan banyak sosialisasi
dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktifitas ekonominya
sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagai lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan
memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi
syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menrapkan
syariah dalam kebijakan-kebijakannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Pengertian Mu’amalah
Muamalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqih islam berarti
tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya,
seperti jual beli, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
B. Macam-Macam Mu’amalah
1. Jual Beli
Jual beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar menukar benda untuk memiliki
benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan Firman Allah
berikut ini :
َ ِالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ الرِّ بَا ال يَقُو ُمونَ ِإال َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذل
ُ ك بَِأنَّهُ ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا َوَأ َح َّل هَّللا
ُأ
ار هُ ْم فِيهَا ِ َّْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَى فَلَهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َم ْن عَا َد فَ ولَِئكَ َأصْ َحابُ الن
)٢٧٥( َخَالِ ُدون
Artinya : “...dan Allah Swt. Telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (Q.S.
al-baqarah/2:275).
ُ ب َك َما َعلَّ َمهُ هَّللاَ ُب َكاتِبٌ َأ ْن يَ ْكت َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن ِإلَى َأ َج ٍل ُم َس ّمًى فَا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل َوال يَْأ
ض ِعيفًا َأوْ ال يَ ْست َِطي ُع َ ْق َسفِيهًا َأو ُّ ق هَّللا َ َربَّهُ َوال يَ ْب َخسْ ِم ْنهُ َش ْيًئا فَِإ ْن َكانَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح ِ َّق َو ْليَت
ُّ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح
َضوْ نَ ِمن َ َْأ ْن يُ ِم َّل ه َُو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهُ بِ ْال َع ْد ِل َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َدي ِْن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم فَِإ ْن لَ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرَأتَا ِن ِم َّم ْن تَر
ص ِغيرًا َأوْ َكبِيرًا ِإلَى َ ُب ال ُّشهَدَا ُء ِإ َذا َما ُدعُوا َوال تَ ْسَأ ُموا َأ ْن تَ ْكتُبُوه َ األخ َرى َوال يَْأ ْ ض َّل ِإحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر ِإحْ دَاهُ َما ِ َال ُّشهَدَا ِء َأ ْن ت
َأ
ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح ال َ ض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي ِ َأ َجلِ ِه َذلِ ُك ْم َأ ْق َسطُ ِع ْن َد ِ َو ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َو ْدنَى ال تَرْ تَابُوا ِإال ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً َحا
َأ َأ َأ َأ هَّللا
ق بِ ُك ْم َواتَّقُوا هَّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم
ٌ ضا َّر َكاتِبٌ َوال َش ِهي ٌد َوِإ ْن تَ ْف َعلُوا فَِإنَّهُ فُسُو َ ُتَ ْكتُبُوهَا َوَأ ْش ِهدُوا ِإ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم َوال ي
)٢٨٢(
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nialainya,dan agar tidak
terjadi kekurangan dibelakang hari, al-Qur’an menyarankan agar dicatat, dan ada saksi,
lihatlah penjelasan ini pada Q.S. al-baqarah/2:282
a. Balig,
b. Berakal sehat,
a. Halal dan Suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan
berhala, termasuk lemak bangkai tersebut.
)٢٧( اطي ِن َو َكانَ ال َّش ْيطَانُ لِ َربِّ ِه َكفُورًا §َ ِإ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِر
ِ َين َكانُوا ِإ ْخ َوانَ ال َّشي
c. Keadaan barang dapat diserah terimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak
dapat diserah terimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang
yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
e. Milik sendiri, sabda Rasulullah Saw., “tak sah jual-beli melainkan atas barang
yang dimiliki.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab,
“Baiklah saya beli.”
Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah Saw.
Bersabda, “sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (H.R Ibnu Hibban).
b. Khiyar
1. Pengertian khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara menerusakan jual beli atau membatalkannya. Islam
memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka,
tanpa ada unsur paksaan sedikitpun. Penjual berhak mempertahakan harga barang
dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang
diyakininya. Rasulullah Saw. Bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama
keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar-benar dan suka menerangkan
keadaan (barang)nya, maka jual beli akan memberkahi keduanya. Apabila keduanya
menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual
belinya.” (H.R Bukhari dan Muslim).
2. Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada ditempat
b. Khiyar syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual
mengatakan,”saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”
Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembeliannya tersebut dalam waktu tig hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang
tersebut sementara waktu (dalam masa khiyar) tidak ada pemiliknya, artinya, si penjual tidak
berhak menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak
jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah Saw. Bersabda kepada seorang
lelaki, “Engkau boleh khiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari
tigamalam.” (H.R Baihaqi dan Ibnu Majah).
c. Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembelikan barang yang dibelinya jika
terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas nilai barang tersebut, namun hendaknya
dilakukan sesegera mungkin.
c. Riba
1) Pengertian Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam
pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Riba, apapun bentuknya, dalam syari’at islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga
sangat berat. Diterangkan dalam hadist yang di riwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk
orang yang mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang
menyaksikannya. (H.R Muslim). Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba
sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.
c) Tunai
Apabila tidak sama jenisnya seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap
harus secara tunai dan diserah terimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis
dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana
barang-barang yang lain.
2) Macam-macam Riba
a) Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya, misalnya
cincin emas 22karat sebesar 10 gram ditukar dengan emas 22 gram kelebihannya itulah yang
termasuk riba.
b) Riba Qordi, adalah peminjaman dengan syarat harus memberikan kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp 100.000,00 asal si
B bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut
riba.
c) Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun
penjualan dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
d) Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu
kemudian.
2. Utang-piutang
a. Pengertian Utang-piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya.
Misalnya utang Rp100.000,00 dikemudian hari harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi
utang kepada seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.
b. Rukun Utang-piutang
Untuk menghindari keributan dikemudian hari, Allah Swt. Menyarankan agar kita mencatat
dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah
Swt. Menganjurkan memberinya kelonggaran.
Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu
sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)
Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri
tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan itu halal bagi yang berpiutang, dan merupakan suatu
kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu,
ialah yang sebaik-baiknya kita membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra.
Berkata, “Rasulullah saw. Telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang
lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. Bersabda, “Orang yang
paling baik ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi).
Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang
dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan
tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw. Berkata “Tiap-tiap piutang yang
mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)
3. Sewa-menyewa
a. Pengertian Sewa-menyewa
Sewa menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh
seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran,
tempat tinggal, atau hewan.
ُوف الِ ضا َعةَ َو َعلَى ْال َموْ لُو ِد لَهُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّن بِ ْال َم ْعر َ ض ْعنَ َأوْ ال َده َُّن َحوْ لَ ْي ِن َكا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن َأ َرا َد َأ ْن يُتِ َّم ال َّر ُ َو ْال َوالِد
ِ َْات يُر
اض ِم ْنهُ َما
ٍ صاال ع َْن ت ََر َ ِك فَِإ ْن َأ َرادَا ف َ ِث ِم ْث ُل َذل ِ ار ِ ضا َّر َوالِ َدةٌ بِ َولَ ِدهَا َوال َموْ لُو ٌد لَهُ بِ َولَ ِد ِه َو َعلَى ْال َو َ ُتُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ ِإال ُو ْس َعهَا ال ت
ِ ضعُوا َأوْ ال َد ُك ْم فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َما آتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعر
ُوف َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا ِ َْوتَ َشا ُو ٍر فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما َوِإ ْن َأ َر ْدتُ ْم َأ ْن تَ ْستَر
)٢٣٣( صي ٌر ِ َ َأ َّن هَّللا َ بِ َما تَ ْع َملُونَ بArtinya: ”...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain,maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut...” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah balig dan berakal sehat.
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas
oleh kedua belah pihak. Misalnya, ada orang yang menyewa sebuah rumah. Si penyewa harus
menerangkan secara jelas kepada pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau
ditempati atau dijadikan gudang. Dengan demikian, si pemilik rumah akan
mempertimbangkan boleh atau tidak disewa. Sebab risiko kerusakan rumah antara dipakai
sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai sebagai gudang. Demikian pula jika
barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan
disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah
borongan?
C. Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih
sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakuakan oleh dua pihak atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidni). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus
memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taasarruf (pengelolaan harta).
2) Objek akad yang disebut juga ma’qud’alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun
syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam
agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3) Akad atau disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa
tasarruf , yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
b) Macam-macam Syirkah
1) Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi
konstribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil
sunah dan ijma ‘sahabat.
2) Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing, hanya
memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (amal). Kerja kerja itu dapat
berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperi tukang batu). Syirkah
ini juga dise.but syirkah ‘amal.
3) Syirkah Wujuh
Syrikah wujuh adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau
keahlian (wujud) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua
pihak yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang
memberikan konstribusi modal (mal).
D. Mudarabah
Mudarabah adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang/pihak atau lebih dan
salah satu orang/pihak,diantara mereka bersedia mengeluarkan sejumlah modal uang atau
barang untuk diperdagangkan oleh pihak lainnya dengan ketentuan pembagian laba sesuai
kesepakatan. Hukum mudarabah adalah jaiz(boleh)selama tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebagai firman Allah Swt. Berikut
ُار َعلِ َم َأ ْن لَ ْن تُحْ صُوه َ ك تَقُو ُم َأ ْدنَى ِم ْن ثُلُثَ ِي اللَّ ْي ِل َونِصْ فَهُ َوثُلُثَهُ َوطَاِئفَةٌ ِمنَ الَّ ِذينَ َم َع
َ َك َوهَّللا ُ يُقَ ِّد ُر اللَّي َْل َوالنَّه َ َِّإ َّن َربَّكَ يَ ْعلَ ُم َأن
ِ ض يَ ْبتَ ُغونَ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا
ِ ْضى َوآخَ رُونَ يَضْ ِربُونَ فِي األر َ َْاب َعلَ ْي ُك ْم فَا ْق َر ُءوا َما تَيَ َّس َر ِمنَ ْالقُرْ آ ِن َعلِ َم َأ ْن َسيَ ُكونُ ِم ْن ُك ْم َمرَ فَت
َوآخَ رُونَ يُقَاتِلُونَ فِي َسبِي ِل هَّللا ِ فَا ْق َر ُءوا َما تَيَ َّس َر ِم ْنهُ َوَأقِي ُموا الصَّالةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوَأ ْق ِرضُوا هَّللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا َو َما تُقَ ِّد ُموا
)٢٠( أل ْنفُ ِس ُك ْم ِم ْن َخي ٍْر تَ ِجدُوهُ ِع ْن َد هَّللا ِ هُ َو خَ ْيرًا َوَأ ْعظَ َم َأجْ رًا َوا ْستَ ْغفِرُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم
Artinya: Dan yang lain berjalan dibumi mencari sebagian karunia Allah.(Q.S. Al-
Muzzammil,73;20)
Mudarabah ini telah terjadi di Zaman Rasulullah saw.,bahkan beliau sendiri pernah
melakukannya dengan Siti khadijah sebelum beliau menikahinya. Rasulullah saw. Pergi ke
negeri Syam dengan membawa modal dagangan dari Siti Khadijah,dan sepulangnya dari
perniagaan beliau segera menyerahkan modal pokoknya dan membagi keuntungan sesuai
kesepakatan.
2. Syarat-syarat Mudarabah
a. Modal yang akan dimudarabah harus jelas dalam bentuk uang tunai,bukan
barang,emas,perak batangan,atau barang barang berharga lainnya.
b. Jumlah modal yang akan dimudarabahkan harus jelas jumlah nya agar dapat dibedakan
dengan keuntungan yang didapatkannya.
c. Keuntungan yang akan didapatkan oleh pemilik modal dan bekerja harus dijelaskan
dalam transaksi sesuai kesepakatan,misalnya dengan sistem paruhan,sepertiga,atau
seperempat.
d. Mudarabah harus bersifat mutlak,artinya sipemilik modal tidak boleh ikut campur dalam
pelaksanaan usaha yang akan dijalankan oleh pihak pekerja.
Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi,mudarabah tidak dapat dijalankan.
Artinya,mudarabah menjadi batal dengan sendirinya manakala ditengah perjalanan ada
syarat-syarat yang dilanggar oleh salah satu pihak yang bertransaksi.
3. Rukun Mudarabah
Rukun mudarabah adalah ijabdan kabul,yaitu suatu transaksi atau timbang terima yang
dilakukan oleh kedua belah pihak. Dalam melakukan ijab kabul tidak disyaratkan
mengucapkannya dengan bahasa atau lafal-lafal tertentu,tetapi cukup dengan bahasa dan
ungkapan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang melakukan ijab kabul. Hikmah
disyariatkannya investasi mudarabah dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Mudarabah akan menampakkan sifat dan semangat kebersamaan serta keadilan.Hal ini
terbukti melalui kebersamaan menanggung kerugian yang dialami suatu usaha,dan
membagikan keuntungan yang besar(sesuai dengan perjanjian)di saat ekonomi sedang
booming.
E. Musaqah
Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun menyerahkan
kepada petani agar dipelihara panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang
ditentukan padawaktu akad.
Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua
belah pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu
luang untuk merawat perkebunannya. Sementara dipihak lain ada petani yang memiliki lahan
yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerja sama musaqah,setiap pihak akan sama-sama
mendapatkan manfaat.
Muzara’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan
Petani penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari petani. Sementara
mukhabarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani
penggarap. Dalam kerja sama ini,benih tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muzara’ah
memang sering kali diindentikkan dengan mukharabah. Namun demikian,keduanya
sebenarnya memilki sedikit perbedaan. Muzara’ah benihnya berasal dari petani
penggarap,sedangkan mukhabarah benihnya berasal dari pemilik lahan.
Muzara’ah dan mukhabarah merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal
ini,pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan pembagian persentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia,Khusunya di
kawasan pendesaan,kedua model penggarapan tanah itu sama-sama dipraktikkan oleh
masyarakat petani. Landasan syariahnya terdapat dalam hadis dan ijma’ulama.
G. Perbankan
1. Pengertian perbankan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat
dan disalurkan kembali dengan menggunakan sistem bunga. Hakikat dan tujuan bank ialah
untuk membantu masyarakat yang memerlukan. Bank membantu masyarakat dalam bentuk
penyimpanan maupun peminjam,baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan
imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya,dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu seperti
berikut.
a. Bank Konvensional
Bank konversional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan
kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha. Penghimpun dana
digunakan untuk mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.
bank islam atau bank syari’ah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat
islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak dalam bank islam. Bank syari’ah
menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya sebagai berikut.
1) Mudarabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian
bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam
sistem mudarabah,pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajamen perusahaan.
4) Qardul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam
keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh
tempo biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank
tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
5) Murabahah, yaitu istilah dalam fiqih islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan
dimana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah
jumblah keuntungan tertenteu diatas biaya produksi. Disini, penjual mengungkapkan biaya
sesungguhnya yang dikeluarkan dan beberapa keuntungan yang hendak di ambilnya.
Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang
disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan
pengusaha untuk dijual lagi. Kemudian, bank meminta tambahan harga atas harga
pembeliannya tersebut. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan
harga pembelian yang sebenarnya.
H. Asuransi Syari’ah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, Assuranite yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan at-Ta’min yang berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan,
ketenangan atau bebas dari perasaan takut. Si penanggung (Assuradeur) disebut Mu’ammin
dan tertanggung (grasrurrerde) disebut musta’min.
Dalam islam, asuransi merupkan dari muamalah. Dasar hukum asuransi menurutfikih islam
adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut harus sesuai dengan
ketentuan hukum islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan
syariah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.
Asuransi dalam ajaran islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan
nilai tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya
apapun ketika menerima musibah dari Allah SWT., baik berupa kematian, kecelakaan,
bencana alam maupun takdir buruk yang lain untuk menghadapi berbagai musibah tersebut,
ada beberapa cara untuk menghadapinya. Pertama, menanggungnya sendiri. Kedua,
mengalihkan resiko ke pihak lain. Ketiga, mengelolanya bersama-sama.
ي َوال ْالقَالِئ َد َوال آ ِّمينَ ْالبَيْتَ ْال َح َرا َم يَ ْبتَ ُغونَ فَضْ ال ِم ْن َربِّ ِه ْم َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تُ ِحلُّوا َش َعاِئ َر هَّللا ِ َوال ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َوال ْالهَ ْد
ِّاونُوا َعلَى ْالبِر َ ص ُّدو ُك ْم ع َِن ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام َأ ْن تَ ْعتَدُوا َوتَ َع
َ َو ِرضْ َوانًا َوِإ َذا َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَادُوا َوال يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم َأ ْن
)٢( ب ِ اإلث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا
ْ َوالتَّ ْق َوى َوال تَ َعا َونُوا َعلَى
Artinya : “... dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah SWT... “ (Q.S Al-Maidah/5 : 2)
Banyak pula hadis Rasulullah saw. yang memerintahkan umat islam untuk
salingmelindungi saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al-Quran dan
riwayat hadis, dapat dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib
ditanggung bersama. Setiap individu bukan menanggungnya sendiri-sendiri dan tidak pula
dialihkan kepihak lain. Prinsip menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang
sesungguhnya esensi dari asuransi syariah.
Prinsip Asuransi Syari’ah tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem konvensional, yang
menggunakan prinsip transfer risiko. Sesorang membayar sejumblah premi untuk
mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata
lain, telah terjadi “jual beli atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Disinilah cacat
perjanjian asuransi konvensional. Sebab akad dalam islam mensyaratkan adanya sesuatu yang
bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.
Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensinal dikenal dana hangus, dimana peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum jatuh tempo.
Dalam konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang
baru masuk sekalipun, karena satu dan hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang
sebelumnya sudah dibayarkan
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/business/prinsip-dan-praktik-ekonomi-islam-pdf-file.html
http://neynafn.blogspot.co.id/2015/05/makalah-prinsip-prinsip-ekonomi-islam.html
MAKALAH
PRAKTIK DAN PRINSIP EKONOMI ISLAM
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Anzari Liupama
Elsa
Martina Sari
Muhammad Aqil Munir
Saskia Mega Putri
BAB III
KESIMPULAN
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-
nilai islam, bersumber dari Al-qur’an, As-Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Prinsip-prinsip kegiatan
ekonomi islam adalah sebagai berikut :
1. Kekuasaan milik tertinggi adalah milik allah dan allah adalah pemilik yang absolute
atas semua yang ada.
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah dibumi tapi bukan pemilik yang
sebenarnya.
3. Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizin Allah, oleh
karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian
kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5. Kekayaan harus diputar.
6. Eksploitasi ekonomi dalam segalah bentuknya harus dihilangkan.
7. Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dapat menghapuskan konflik antar
golongan dengan cara membagikan kepamilikan seseorang setelah kematiannya
kepada para ahli warisnya.
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan suka rela bagi individu termasuk bagi
anggota masyarakat yang miskin.
Muamalah ialah kegiatan tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara yang ditempuhnya, seperti jual beli, sewa-menyewa, utang piutang, pinjam-meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Syirka (perseroan) berarti suatu akad yang dilakukan oleh 2 pihak atau lebih yang bersepakat
untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Syirka ada beberapa
macam : Syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, dan syirka mufawadah .
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama
menyediakan semua modal (syahibul mal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau
pengusaha(mudarrib).
Musaqah adalah kerja sama antara pihak kebun dan petani dimana sang pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti dibagi dua menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.