Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GHARAR DAN MAISIR

Diajukan Kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah

Fiqh Muammalat 1

Bapak Muhammad Wardany Anwar, SH. MH

Disusun Oleh:

Tahsyarul Adharun

Rifky Dian Pratama

PRODI PERBANKAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL MA’ARIF

KALIREJO LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan Hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai salah satu tugas pada mata
kuliah Fiqih Muamalah 1, mahasiswa Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Ma’arif Kalirejo. Maksud dan tujuan dalam dalam penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi nilai mata kuliah Fiqih Muamalah 1. Selain itu, penyusun berharap
dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam makalah ini.

Untuk itu demi kesempurnaan penyusunan makalah kedepannya, kami


mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Kalirejo, 09 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 2
C. TUJUAN ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. GHARAR .............................................................................................. 3
1. PENGERTIAN GHARAR ........................................................... 3
2. DASAR HUKUM GHARAR ....................................................... 3
3. JENIS-JENIS GHARAR ............................................................. 4
4. PRAKTIK GHARAR DI ERA MODERN ................................. 6
B. MAISIR ................................................................................................ 7
1. PENGERTIAN GHARAR ........................................................... 7
2. DASAR HUKUM GHARAR ....................................................... 7
3. JENIS-JENIS GHARAR ............................................................. 8
4. PRAKTIK GHARAR DI ERA MODERN ................................. 8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam merupakan agama yang sesuai dengan perkembangan zaman, Islam


mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, bukan hanya terkait aspek ibadah
tetapi juga muamalah. Bahkan ayat terpanjang dalam al-Qur’an ayat 282 surah al-
Baqarah, yang mengandung kurang lebih 52 hukum atau masalah ekonomi.
Pendapat Ibnu Taimiyah jelas bahwa Allah swt. dan Rasulullah Saw tidak
melarang tiap-tiap jenis risiko, sama halnya juga tidak melarang semua jenis
transaksi yang di dalamnya mendapatkan kemungkinan untung dan rugi ataupun
netral dalam artian tidak untung dan tidak rugi. Melainkan yang dilarang dari
kegiatan atau transaksi semacam itu ialah memakan harta orang lain secara tidak
benar, bahkan apabila terdapat risiko, bukan risiko tersebut yang dilarang.

Seiring berkembangnya teknologi di era modern ini ikut juga


berkembangnya dari segi transaksi muamalah seperti hadirnya aplikasi-aplikasi
baru yang merubah akad yang sebelumnya dilakukan secara langsung kini bisa
dilakukan secara online dan dianggap lebih mempermudah, kecanggihan
teknologi tersebut juga bisa berdampak kepada transaksi yang mengandung unsur
kecurangan, penipuan, taruhan dan lain-lain oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab.

Alasan gharar dilarang dikarenakan keterkaitannya dengan memakan


harta orang lain dengan cara tidak benar. Maisir atau ketidakpastian sering disebut
juga gambling (game of change), karena hal ini akan mengakibatkan merugikan
pihak lain. Pelarangan gharar dan maisir semakin relevan untuk era modern ini
karena pasar modern banyak mengandung usaha memindahkan risiko (bahaya)
pada pihak lain yang mengandung unsur perjudian. Sistem inilah yang dihapus
oleh Islam agar proses transaksi tetap terjaga dengan baik dan persaudaraan tetap
terjalin dan tidak menimbulkan permusuhan bagi yang melakukan transaksi dan
terlepas dari tipuan.

Pada aktivitas muamalah modern, terdapat praktik gharar dan maisir yang
dilakukan beberapa pihak, Hadirnya transaksi-transaksi yang serba canggih pada
era modern ini membuat penggunanya tidak sadar apakah transaksi tersebut
terdapat unsur seperti gharar (ketidakjelasan) dan maisir (judi) dalam perangkat
atau transaksi tersebut. Oleh karena itu melalui artikel ini akan membahas praktik
gharar dan maisir di era modern.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka adapaun rumusan masalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian gharar dan jenis-jenisnya?
2. Bagaimana pengertian maisir dan jenis-jenisnya?

C. TUJUAN

Dengan melihat pokok permasalahan diatas, maka tujuan penulisan


makalah ini yaitu untuk memberikan wawasan serta pengetahuan kepada
mahasiswa tentang fiqih muamalah dan cara bermuamalah yang baik dan benar,
sesuai dengan syariat hukum islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gharar

1. Pengertian Gharar
Secara bahasa, arti gharār adalah keraguan, al-khidā’ (penipuan), al-
khāthr (pertaruhan) dan al-jahālāh (ketidakjelasan), yaitu suatu tindakan yang
di dalamnya terdapat unsur pertaruhan dan judi. Dengan demikian, jual beli
gharār adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan, seperti
pertaruhan atau perjudian karena tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya
atau tidak mungkin diserah terimakan.
Dari semuanya mengakibatkan atas hasil yang tidak pasti terhadap hak dan
kewajiban dalam suatu transaksi/jual beli. Secara istilah fiqh, gharar adalah
hal ketidaktahuan terhadap akibat suatu perkara, kejadian/peristiwa dalam
transaksi perdagangan atau jual beli, atau ketidakjelasan antara baik dengan
buruknya.

2. Dasar Hukum Gharar


a. Al-Qur’an

‫اَل ۡث ِم‬
ِ ۡ ‫اس ِب‬ ِ ‫َو ََل ت َ ۡاكُلُ ۡ ٓۡوا ا َ ۡم َوالَـكُمۡ بَ ۡينَكُمۡ ِب ۡالبَاطِ ِل َوت ُۡدلُ ۡوا ِب َها ٓۡ اِلَى ۡال ُحـک‬
ِ َّ‫َّام ِلت َ ۡاکُلُ ۡوا فَ ِر ۡيقًا ِم ۡن ا َ ۡم َوا ِل الن‬
َ‫َوا َ ۡنـت ُمۡ ت َ ۡعلَ ُم ۡون‬
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 188).

‫اض مِنكُ ْم ۚ َو ََل ت َ ْقتُلُ ٓۡو ۟ا‬ ۟ ُ‫يَٓۡأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ٍ ‫وا ََل تَأْكُلُ ٓۡو ۟ا أ َ ْم َولَكُم بَ ْينَكُم بِٱ ْلبَطِ ِل إِ َّ َٓۡل أَن تَكُونَ تِ َج َرةً عَن ت َ َر‬
‫ّلل كَانَ بِكُ ْم َرحِ ي ًما‬ َ ُ‫أَنف‬
َ َّ ‫سكُ ْم ۚ إِنَّ ٱ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa: 29)
b. Hadits

َ ‫سلَّ َم‬
ِ‫ع ْن بَيْع‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ص لَّى‬
َ ُ ‫َّللا‬ َّ ‫الزنَا ِد ع َْن ْاْل َ ْع َرجِ ع َْن أَبِي ه َُريْ َرةَ قَا َل نَهَى َرسُو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ع َْن أَبِي‬
‫الْغَ َر ِر‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw. bersabda yang
artinya: Rasulullah telah melarang (kita) dari (melakukan) jual beli
(dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang gharār”. (HR.
Abu Daud dan Muslim).
Hadist ini menjelaskan tentang larangan melakukan jual beli
ghārar dan jual beli secara melempar kerikil. Yang dimaksud dengan
ghārar di sini yaitu suatu objek yang tidak dapat dipastikan apakah akan
bisa diserahkan atau tidak. Menurut Imam Nawawi, jual beli secara
melempar kerikil terdapat tiga penafsiran, yaitu:
1) Seorang penjual berkata kepada pembeli, “ saya menjual Sebagian
dari pakaian ini, yang terkena lemparan batu saya”. Atau dia berkata
kepada pembeli, “saya menjual tanah ini dari sini sampai batasan
jatuhnya batu ini”.
2) Seorang berkata kepada pembeli, saya jual kepadamu barang ini
dengan catatan engkau mempunyai hak khiyar sampai aku melempar
batu kerikil ini.
3) Pihak penjual dan pembeli menjadikan sesuatu yang dilempar dengan
batu sebagai barang dagangan, yaitu pembeli berkata kepada penjual,
“apabila saya lempar pakaian dengan batu, maka ia saya beli darimu
dengan harga sekian”.

3. Jenis-Jenis Gharar
Gharar yang dilarang ada 10 macam yaitu sebagai berikut:
a. Tidak dapat diserahkan
Yaitu tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada
waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada.
Misalnya: menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa
menjual induknya atau contoh lain yaitu menjual ikan yang masih dalam
air (tambak).
b. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
Yaitu apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan
kepada pembeli, maka pembeli itu belum boleh menjual barang itu kepada
pembeli lain. Akad semacam ini mengandung gharar, karena terdapat
kemungkinan rusak atau hilang obyek akad, sehingga akad jual beli
pertama dan kedua menjadi batal.
Tidak ada kepastian tentang jenis sifat tertentu dari barang yang dijual
Misalnya, penjual berkata: “saya jual sepeda yang ada di rumah saya
kepada anda”, tanpa menentukan ciri-ciri sepeda tersebut secara tegas.
Termasuk ke dalam bentuk ini adalah menjual buah-buahan yang masih di
pohon dan belum layak dikonsumsi.
c. Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar
Misalnya, orang berkata: “saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga
yang berlaku pada hari ini”. Padahal jenis beras itu banyak macamnya dan
harganya juga tidak sama.
d. Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar Misalnya, orang
berkata: “saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga yang berlaku
pada hari ini”. Padahal jenis beras itu banyak macamnya dan harganya juga
tidak sama.
e. Tidak diketahui ukuran barang Tidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya
tidak diketahui. Misalnya, penjual berkata, “aku jual kepada kamu
sebagian tanah ini dengan harga 10.000.000,-”
f. Jual beli mulamasah
Jual beli mulamasah adalah jual beli saling menyentuh, yaitu masing-
masing dari penjual dan pembeli pakaian atau barang lainnya, dan dengan
itu jual beli harus dilaksanakan tanpa ridha terhadapnya atau seorang
penjual berkata kepada pembeli, “jika ada yang menyentuh baju ini maka
itu berarti anda harus membelinya dengan harga sekian, sehingga mereka
menjadikan sentuhan terhadap obyek bisnis sebagai alasan untuk
berlangsungnya transaksi jual beli.
g. Jual beli munabadzah
Yaitu jual beli saling membuang, masing-masing dari kedua orang yang
berakad melemparkan apa yang ada padanya dan menjadikan itu sebagai
dasar jual beli tanpa ridha keduanya. Misalnya: seorang penjual berkata
kepada calon pembeli, “jika saya lemparkan sesuatu kepada anda maka
transaksi jual beli harus berlangsung di antara kita.”
h. Jual beli al-hashah
Jual beli al-hashah adalah transaksi bisnis di mana penjual dan pembeli
bersepakat atas jual beli suatu barang pada harga tertentu dengan lemparan
batu kecil yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang
dijadikan pedoman atas berlangsung tidaknya transaksi tersebut. Artinya:
“Rasulullah saw. melarang jual beli hashah (lempar batu) dan jual beli
gharar.”
i. Jual beli urbun
Yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Misalnya:
seseorang membeli sebuah komoditi dan sebagian pembayarannya
diserahkan kepada penjual sebagai uang muka (panjar). Jika pembeli jadi
mengambil komoditi maka uang pembayarannya termasuk dalam
perhitungan harga, akan tetapi jika pembeli tidak jadi mengambil komoditi
tersebut maka uang muka menjadi milik penjual. Di dalam masyarakat
dikenal dengan istilah “uang hangus” atau “uang hilang” tidak boleh
ditagih kembali oleh pembeli.

4. Praktik Gharar di Era Modern


1. Perbankan
Gharar dalam perbankan dapat dilihat dari sistem bunga yang dibebankan
pada setiap transaksi, baik dalam transaksi pinjaman maupun simpanan.
Beban bunga yang ditetapkan adalah merupakan jenis gharar yang
mempertukarkan kewajiban antara satu pihak dengan pihak yang lain.
2. Asuransi
Gharar terjadi dalam asuransi apabila kedua belah pihak (misalnya:
peserta asuransi, pemegang polis, dan perusahaan) saling tidak
mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa. Kontrak
yang dilakukan pada kondisi tersebut adalah suatu kontrak yang dibuat
berasaskan pada pengandaian (ihtimal) semata. Hal inilah yang disebut
gharar ’ketidakjelasan’ yang dilarang dalam syariat Islam. Karena bentuk
dari kontrak tersebut akan mengakibatkan terjadinya saling mendzalimi.
Meskipun kedua belah pihak saling meridhoi, kontrak tersebut secara
dzatnya tetap termasuk dalam kategori gharar yang diharamkan.
Walaupun nisbah/ persentase atau kadar bayarannya telah ditentukan agar
peserta asuransi/ pemegang polis maklum, ia tetap tidak tahu kapan
musibah akan terjadi, di sinilah gharar terjadi. Secara konvensional,
kontrak/ perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai akad
tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan
uang pertanggungan. Secara syariah, dalam akad pertukaran harus jelas
berapa yang dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan
menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima
(sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan
dibayarkan (jumlah seluruh premi). Di sinilah terjadinya gharar pada
asuransi konvensional. Gharar dalam akad asuransi termasuk gharar katsir
dikarenakan terdapat rukun asuransi yang memiliki ketidakpastian tinggi,
yaitu terjadinya kecelakaan. Asuransi tidak dilakukan kecuali untuk
mengantisipasi kecelakaan yang akan terjadi pada masa yang akan dating.
B. Maisir

1. Pengertian Maisir
Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maisir adalah qimar.
Menurut Muhammad Ayub, baik maisir maupun qimar dimaksudkan sebagai
permainan untung-untungan (game of cance). Dengan kata lain, yang
dimaksudkan dengan maisir adalah perjudian.
Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja. Yang biasa disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama diartikan
sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan
suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak
lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau
kejadian tertentu”. Agar bisa dikategorikan judi harus ada tiga unsur untuk
dipenuhi: pertama, adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak
yang berjudi. Kedua, adanya suatu permainan yang digunakan untuk
menentukan pemenang dan yang kalah. Ketiga, pihak yang menang
mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang menjadi taruhan, sedangkan
pihak yang kalah kehilangan hartanya. Contoh maisir ketika jumlah orang-
orang masing-masing kupon togel dengan ‘harga’ tertentu dengan menembak
empat angka. Lalu diadakan undian dengan cara tertentu untuk menentukan
empat angka yang akan keluar. Maka ini adalah undian yang haram, sebab
undian ini telah menjadi bagian aktivitas judi. Di dalamnya ada unsur taruhan
dan ada pihak yang menang dan yang kalah, di mana yang menang materi
yang berasal dari pihak yang kalah. Ini tidak diragukan lagi adalah karakter-
karakter judi.
2. Dasar Hukum Maisir
a. Al-Qur’an

ُ‫طـ ِن فَٱ ْجتَنِبُوه‬َ ‫ش ْي‬َّ ‫ع َم ِل ٱل‬ َ ‫َاب َوٱ ْْل َ ْزلَـ ُم ِر ْج ٌۭس ِم ْن‬ ُ ‫س ُر َوٱ ْْلَنص‬ ِ ‫يَـٓۡأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓۡو ۟ا إِنَّ َما ٱ ْل َخ ْم ُر َوٱ ْل َم ْي‬
‫ص َّدكُ ْم عَن‬ َ ‫طـنُ أَن يُوقِ َع بَ ْينَكُ ُم ٱ ْلعَ َد َوةَ َوٱ ْلبَ ْغ‬
ُ َ‫ضا ٓۡ َء فِى ٱ ْل َخ ْم ِر َوٱ ْل َم ْيس ِِر َوي‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫لَعَلَّكُ ْم ت ُ ْف ِل ُحونَ إِنَّ َما يُ ِري ُد ٱل‬
َ‫صلَو ِة ۖ فَ َه ْل أنت ُم ُّمنت َ ُهون‬
َ َّ ‫ّلل َوع َِن ٱل‬ ِ َّ ‫ِذك ِْر ٱ‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan
judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan shalat, maka tidaklah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Ma’idah
[5]: 90-91)

b. Hadits

َ َ‫ تَعَال أُقَا ِم ُركَ فَ ْليَت‬: ‫َم ْن قَا َل ِلصَاحِ ِب ِه‬


ْ‫صدَّق‬

Artinya: “Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku


bertaruh denganmu’ maka hendaklah dia bersedekah”. (HR. Bukhari-
Muslim)
3. Jenis-Jenis Maisir
Maisir atau judi bisa dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam jenis,
yaitu:
a. Undian yaitu dalam bentuk lotre, loto, porkas, togel dan sebagainya di
mana mereka hanya memiliki nomor tertentu. Judi ini adalah judi masal
dimana bisa diikuti oleh jutaan orang di mana pun mereka berada.
b. Taruhan untuk judi ini biasanya dikaitkan dengan analisa pengetahuan dari
si penjudi; misalnya balapan kuda, pertarungan, sambung ayam, maupun
sepak bola.
c. Judi antar sesama penjudi lainnya, seperti permainan domino, poker, dadu,
dan lain-lain.
d. Judi antar manusia dan mesin, misalnya main jackpot, ding dong, pachinko
maupun permainan komputer lainnya.
4. Praktik Maisir di Era Modern
1. Judi Online
Saat ini semakin banyak yang melakukan praktik judi online seperti judi
sepak bola, kartu, domino dan judi melalui game.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gharar dan maisir yang berkembang sejak jaman jahiliyyah hingga era
perekonomian modern saat ini cenderung merefleksikan ketidakpastian dan
untung-untungan. Refleksi ini bisa dilihat dari hasil yang tidak jelas dan
keuntungan atau kerugian yang hanya berpihak kepada salah satu pihak. Transaksi
yang inheren dengan unsur gharar dan maisir berimbas pada ketidakadilan dan
ketidakrelaan. Oleh karena transaksi ini dilarang dalam Islam dan sebagai pelaku
ekonomi manusia harus lebih berhati-hati dan memilih-memilah agar terhindar
dari gharar dan maisir yang pada era modern ini telah berubah menjadi beberapa
bentuk seperti dalam perbankan, asuransi, bursa saham, judi online maupun game
online.
DAFTAR PUSTAKA

An Naisabury, Muslim Bin Hajjaj Abu Hasan Al Qusyairi, Musnad Shahih


Mukhtashar, Jilid 3, Cet Darul Ihya At Turats Bairut
Astutik Novita Dwi, “Hadis Tentang Larangan Menjual Barang Gharar Dalam
(Studi Ma’anil Hadis)”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013.
Bakry Nazar, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994.
Bugha, Musthafa Dib al, Buku Pintar Transaksi Syariah Menjalin Kerja Sama Bisnis
dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, Penerjemah
Fakhri Ghafur dari buku Fiqh al-Mu’awadhah, Jakarta: Hikmah, 2010.
Hosen, Nadratuzzaman, “Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi,”
Jurnal Al-Iqtishad No.1 Vol.1, 2009.
KhalafI Abdul Azim Bin Badawi Al-, Al-Wajiz Ensiklopedi Fiqih Dalam Al-Qur‟an
As-Sunnah As- Shahih, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006.
http://www.ahmadmuazin.com/read/karya-tulis/448/jual-beli-gharar/ akses tanggal
06 april 2023.

Anda mungkin juga menyukai