Anda di halaman 1dari 5

Air Hangat untuk Wudhu atau Mandi

Assalamualaikum warahmatullah wa barakatuh. Saya adalah pembaca Rubrik Bahsul masa'il NU


yang dari penjelasan penjelesan itu sebagian saya pakai pedoman dalam amaliyah saya karena
secara kebetulan persis yang kita alami sehari hari yang masih ragu... Nah yang saya tanyakan
sekarang adalah:<>
Bagaimana hukumnya air yang dihangatkan dengan pemanas air baik melelui listrik atau LPG, jika
air tersebut saya gunakan mandi jinabat atau berwudhu? Apakah hukumnya syah apa tidak, atau
sekedar makruh saja? Sebab yang terjadi di zaman modern ini tidak hanya di hotel saja yang bisa
menyediakan air hangat buat mandi tetapi di rumah tangga pun sangat mudah peralatan itu
didapatkan dan terjangkau bagi yang mau. Terima kasih dan wassalam. (Hasan Basri, Surabaya)

Waaalaikum salam warahmatullah wabarakatuh.

Saudara penanya yang kami muliakan.


Mandi atau wudhu dengan menggunakan air hangat bagi sebagian besar orang dianggap sebagai
cara yang paling cepat untuk mengusir rasa dingin yang menusuk tubuh. Selain itu, mandi atau
wudhu dengan air hangat seolah menjadi terapi tersendiri bagi mereka yang sering diserang nyeri
rematik atau sekadar untuk melepas rasa penat setelah menjalankan aktifitas seharian penuh.
Hangatnya air yang membasuh tubuh juga dapat membantu melancarkan sirkulasi darah dan
memberikan efek rileks pada otot-otot maupun persendian manusia.
Berawal dari sebuah hadis riwayat Aisyah ra yang menyatakan bahwa menggunakan air panas
karena terik matahari dapat menyebabkan penyakit kusta, para ulama madzhab Syafii yang
dipelopori oleh imam Ar-Rafii berpendapat tentang penggunaan air panas untuk bersuci baik mandi
besar ataupun wudhu hukumnya makruh. Adapun hadis yang dimaksud adalah:






Artinya: bahwasannya Rasulullah saw melarang Aisyah ra untuk menggunakan air musyammasy
(air panas karena terik matahari) dan mengatakan bahwasannya air tersebut dapat mengakibatkan
penyakit barash (kusta).
Saudara Hasan Basri yang kami hormati.
Hadis diatas memang tidak dikategorikan oleh para ulama hadis dalam tingkatan shahih, namun
hadis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meraih kesempurnaan dalam beramal (fadhail al-
amal). Oleh karena itulah imam ar-Rafii menjadikan hadis ini sebagai acuan penetapan hukum
bersuci dengan menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya makruh. Pandangan ini
tentu berbeda dengan ketiga madzhab lain (selain madzhab Syafii) yang tidak menghukumi makruh
atas penggunaan air panas karena terik matahari untuk bersuci.

Pendapat dari salah seorang imam besar dalam madzhab Syafii ini adalah bentuk kehati-hatian
dalam menjalankan syariat dan ternyata selaras dengan pandangan para dokter yang menyebutkan
adanya efek samping penggunaan air panas seperti munculnya penyakit kulit dan penyakit-penyakit
lain. Sejatinya hukum kemakruhan dalam madzhab Syafii ini tidak serta merta disepakati secara
bulat, diantara mereka masih terdapat perbedaan pendapat. Imam Nawawi tidak sepakat dengan
pendapat yang menganggap bahwa bersuci dengan air panas akibat terik matahari hukumnya
makruh. Beliau berpendapat bahwa menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya boleh.
Begitu juga dengan air panas atau hangat karena alat pemanas listrik atau kompor gas.
Para ulama yang berpandangan mengenai kemakruhan penggunaan air panas atau hangat tersebut
juga memberikan banyak catatan sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Syafii
seperti Al-Bujairaimi, Kifayat al-Ahyar, Al-Bajuri dan lain-lain.
Diantara catatan yang menjadi titik tekan adalah apabila dalam penggunaan air tersebut berdampak
negatif atau berpotensi negatif bagi penggunanya, seperti penderita jenis penyakit tertentu yang
tidak diperkenankan menggunakan air panas atau akan bertambah sakit jika menggunakan air
hangat atau perubahan suhu tubuh yang begitu drastis pasca mandi maupun wudhu. Hukum
kemakruhan ini juga berlaku pula pada air yang sangat panas dan air yang sangat dingin meskipun
dengan perantara selain matahari sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bujairimi Ala al-Khatib:


.




.
Artinya: Jumlah air yang makruh digunakan ada delapan sebagaimana terdapat dalam penjelasan
Muhammad Ar-Ramli yaitu air musyammas (panas karena terik matahari), air sangat panas, air
sangat dingin, air kaum tsamud, air kaum Luth, air sumur Barahut, air Babilonia, dan air sumur
Dzarwan.
Saudara penanya yang dirahmati Allah.
Inti sari dari jawaban kami adalah apabila dalam penggunaan air hangat tersebut berpotensi
menimbulkan penyakit atau berdampak semakin berat penyakit yang diderita maka hukumnya
haram, namun apabila masih diperkirakan akan datangnya penyakit, hukumnya makruh, apabila
tidak ada efek samping dalam penggunaan air hangat maka hukumnya mubah, bahkan bisa menjadi
wajib seperti dalam kondisi sempitnya waktu shalat dan tidak ditemukan alat berwudhu selain air
hangat tersebut.
Mudah-mudahan jawaban ini dapat diterima oleh saudara penanya khususnya dan bermanfaat bagi
kita semua. Saran kami dalam kondisi tertentu, misalnya ketika udara terasa sangat dingin, tidak
masalah bersuci atau mandi menggunakan air hangat. Namun dalam kondisi normal lebih baik
memakai air biasa saja, agar anggota badan yang terkena wudlu maupun air mandi terasa segar
dan tentunya menyehatkan. Ketika badan kita segar dan sehat, maka kita bisa menjalankan ibadah
dan aktifitas dengan penuh semangat. Wallahu alam (Maftukhan)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hukum bersuci dengan air yang direbus

Pertanyaan :
Assalamu'alaikum
Bolehkah bersuci dengan air yang sudah direbus ?

( Dari : Restu Iboe )

Jawaban :
Wa'alaikum slam warohmatullohi wabarokatuh

Mayoritas ulama', termasuk madzhab syafi'i berpendapat bahwa bersuci dengan menggunakan air
yang dipanaskan dengan selain menggunakan sinar matahari, seperti dengan api itu diperbolehkan
dan tidak makruh, pendapat berbeda diriwayatkan dari Imam Mujahid yang menyatakan hukum
penggunaannya adalah makruh.

Alasan yang dikemukakan oleh mayoritas ulama' diantaranya adalah tidak adanya dalil yang
melarang penggunaan air yang dipanaskan dengan api dan dikarenakan panas yang ditimbulkan
oleh api mampu menghilangkan unsur unsur dari perabot yang terbuat dari tembaga yang katanya
menguap apabila terkena panas. Dua hal ini yang membedakan air yang dipanaskan dengan api
dan air yang dipanaskan dengan panas sinar matahari yang menurut sebagian ulama' makruh untuk
digunakan karena adanya riwayat yang melarang penggunaannya dan karena panas yang
ditimbulkan oleh sinar matahari akan menguapkan unsur-unsur yang berasal dari perabot yang
terbuat dari logam yang membahayakan kulit.

Diantara dalil yang menguatkan diperbolehkannya menggunakan air yang dipanaskan dengan
selain menggunakan sinar matahari adalah beberapa riwayat yang menjelaskan penggunaan air
yang direbus oleh para sahabat dan tabi'in. Antara lain :

1. Aslam, budak sayyidina Umar, meriwayatkan ;






"Sesungguhnya Umar bin Al-Khoththob rodhiyallohu 'anhu direbuskan air didalam qumqumah
(wadah untuk merebus air), lalu beliau mandi dengan menggunakan air tersebut." (Sunan Kubro lil-
Baihaqi, no.11 dan Sunan Daruquthni, no.85)

2. Diriwayatkan dari Ayyub, ia berkata ;


:

"Aku bertanya pada Nafi' mengenai (penggunaan) air yang dipanaskan, beliau menjawab : "Ibnu
Umar berwudhu dengan menggunakan air panas." (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, no.256)

3. Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia berkata ;



:



"Ibnu Abbas berkata : "Kami (para sahabat) menggunakan minyak wangi yang dimasak diatas api,
dan kami juga wudhu dengan air panas yang direbus diatas api" (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah,
no.258)

4. Diriwayatkan dari Qurroh, ia berkata ;

:




"Aku bertanya pada Al-Hasan, mengenai wudhu dengan air yang direbus, beliau menjawab : "Tidak
apa apa". (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, no.259)
Sebagai tambahan, diperbolehkannya menggunakan air yang direbus untuk bersuci tersebut
selama tidak digunakan pada saat airnya masih terlalu panas, apabila digunakan saat masih terlalu
panas hukumnya makruh, sebab bersuci dengan menggunakan air yang terlalu panas dikhawatirkan
membahayakan kulit dan akan menyebabkan bersucinya tidak sempurna. Wallohu a'lam.

( Dijawab oleh : Amien Rowie, Muhammad Fatkhurozi Rozi, Kudung Khantil Harsandi
Muhammad dan Siroj Munir )

Referensi :
1. Al Majmu', Juz : 1 Hal : 91
2. Al Hawi Al Kabir, Juz : 1 Hal : 41
3. Al Bayan, Juz : 1 Hal : 14
4. Nihayatul Muhtaj, Juz : 1 Hal : 71
5. Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 39 Hal : 364
6. Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, Juz : 1 Hal : 31
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bolehkah Wudhu dengan Air Hangat?

Tanya:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Ustadz, ana mau tanya, bolehkah seseorang berwudhu menggunakan air hangat? Apakah
sah wudhunya? Begitu juga karena seseorang itu sakit sehingga harus mandi dengan air
hangat/dokter tidak menyarankan dengan air dingin, bolehkah mandi besar menggunakan
air hangat? Sahkah mandi besarnya? Berikut dalilnya ya Ustadz. Jazakallahu khairan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

(Desri Wardani, Yogyakarta).

Jawab:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.

Boleh bagi seseorang berwudhu atau mandi dengan air yang dihangatkan dan wudhunya
sah karena tidak ada dalil shahih yang melarangnya. Bahkan datang atsar-atsar dari para
salaf yang menunjukkan bolehnya berwudhu dan mandi dengan air yang dihangatkan.
Dari Aslam Al-Qurasyiy Al-Adawy, Maula Umar bin Al-Khaththab bahwasanya Umar dahulu
mandi dari air yang dihangatkan. (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-
Mushannaf 1/174 no: 675, dan sanadnya dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary 1/299)

Berkata Nafi:

Dahulu Ibnu Umar berwudhu dengan air yang dihangatkan (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah di Al-Mushannaf 1/47 no: 257, dan Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf 1/175 no:
676 dan sanadnya dishahihkan Syeikh Al-Albany di Irwaul Ghalil no: 17)

Ibnu Abbas juga berfatwa tidak m

Anda mungkin juga menyukai