Anda di halaman 1dari 3

TARAWIH

Secara bahasa, kata tarawih ( )adalah bentuk jama' dari bentuk tunggalnya,yaitu
tarwihah ().
Dalam salah satu kamus standar bahasa Arab yang banyak digunakan para peneliti dan
muhaqqiq, yaitu Kamus Lisanul Arab,disebutkan bahwa : Tarawih pada asalnya adalah
nama untuk duduk yang mutlak.
Duduk yang dilakukan setelah menyelesaikan 4 rakaat shalat di malam bulan Ramadhan
disebut tarwihah, karena orang-orang beristirahat setiap empat rakaat.
Istilah Secara syariah, Al-Imam An-Nawawi,salah satu mujtahid besar dalam sejarah ilmu
fiqih,di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa definisi shalat
tarawih adalah :





:Shalat sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan, dengan dua-dua
rakaat, dimana para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya.
Para ulama sepakat bahwa di sela-sela rakaat tarawih disyariatkan duduk untuk istirahat.
Bahkan nama tarawih itu sendiri diambilkan dari adanya pensyariatan untuk duduk istirahat.
Dan para ulama menjelaskan bahwa duduk istirahat itu dilakukan pada tiap empat rakaat,
meski pun shalat tarawih dilakukan dengan dua rakaat salam.

Hikmah dari duduk istirahat ini tentu amat penting.


Ada dua alasan kenapa disyariatkan untuk duduk istirahat.
1. Berdiri lama karena bacaan cukup panjang.
Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan durasi yang lebih panjang dari
umumnya shalat fardhu, namun harus berapa lama memang agak sedikit berbeda.
Sebagian ulama, di antaranya mazhab Al-Hanafiyah menekankan bahwa setidak-tidaknya
dalam shalat tarawih selama sebulan penuh bisa dikhatamkan 30 juz Al-Quran.
Dan seorang imam jangan menguranginya karena kemalasan jamaah.
Untuk itu bila imam membaca kira-kira 10 ayat, maka dalam satu malam akan bisa dibaca
200 ayat dan jika dikalikan 30 malam, jumlahnya kurang lebih 6.000 ayat.
Dan jumlah ini sudah mendekati jumlah total ayat Al-Quran.
Ada juga pendapat lain yang lebih berat, yaitu dalam sebulan mengkhatamkan Al-Quran
sampai tiga kali,pendapat ini sejalan dengan pendapat Sayyidina Umar bin Al-Khattab
Ra,yang memerintahkan agar dalam sebulan bisa dikhatamkan tiga kali.
Maka dalam satu rakaat imam membaca kurang lebih 30 ayat. Dan dalam satu rangkaian
shalat tarawih yang 20 rakaat bisa dibaca 600 ayat. Maka bisa dikhatamkan Al-Quran dalam
10 malam saja. Dan dalam sebulan penuh bisa khatam 3 kali.

Tetapi lepas dari perbedaan para ulama tentang berapa banyak ayat yang harus dibaca,
semua pasti sepakat bahwa duduk istirahat di sela-sela rakaat tarawih itu menjadi amat
mutlak diperlukan. Karena tidak mungkin semua ayat dibaca dengan cara berdiri terus-
terusan tanpa jeda istirahat.

2.Alasan kedua kenapa duduk istirahat dalam shalat tarawih multak dibutuhkan karena
umumnya para ulama sepakat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih itu terbilang banyak.
Meski tidak sepakat berapa jumlahnya, tetapi umumnya tidak kurang dari 20 rakaat.
Para pemuka ilmu fiqih Islam yang sudah sampai level mujtahid mutlak, yaitu mayoritas
ulama, baik dari mazhab Al-Hanafiyah, sebagian kalangan mazhab Al-Malikiyah, mazhab
Asy-Syafiiyah dan mazhab Al-Hanabilah telah berijma bahwa shalat tarawih itu berjumlah
20 rakaat menjadi 23 rakaat dengan witirnya.
Mazhab Al-Hanafiyah Pendapat 20 rakaat ini juga didukung oleh Ad-Dasuki yang
mengatakan bahwa para shahabat dan tabiin seluruhnya melakukan shalat tarawih 20
rakaat.
Ibnu Abdin mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh
seluruh umat baik di barat maupun di timur.
Ali As-Sanhuri mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amal yang dikerjakan
oleh semua manusia dari masa lalu hingga masa kita sekarang ini di semua wilayah Islam.

Mazhab Al-Malikiyah Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa jumlah rakaat


shalat tarawih selain 20 rakaat adalah 36 rakaat.
Dan Umar bin Abdul Aziz di Masjid Bani Umayyah menetapkan shalat tarawih 36 rakaat.
Alasannya biar pahalanya biar mendekati pahala para shahabat di Madinah yang shalatnya
20 rakaat.

Mazhab Asy-syafi'iyah lewat fatwa para ulamanya tegas menetapkan bahwa jumlah rakaat
shalat tarawih adalah 20 rakaat. Alasannya karena amalan para shahabat di masa khalifah
Umar bin Al-Khattab itu punya status kekuatan hukum syar'i yang qath'i. Statusnya adalah
ijma' yang merupakan salah satu sendi hukum dari empat sendi hukum Islam yang diakui
mutlak. Bahkan level ijma'nya berada pada titik paling tinggi, yaitu ijma' shahabi. Artinya
yang berijma' itu bukan orang sembarang, juga bukan sekedar ulama atau kiyai, tetapi
mereka yang berstatus para shahabat.
Hal itu lantaran tidak ada seorang pun dari mereka yang menyelisihi 20 rakaat ini.
Bahkan semua shahabat bukan cuma berpendapat 20 rakaat saja, tetapi mereka sendiri
melakukannya secara langsung.
Dan apa yang telah dilaksanakan para shahabat ini tidak pernah berubah, tetap menjadi
sunnah hingga diteruskan di masa tabi'in, tabi'ut-tabi'in, bahkan hingga abad 14 hijryah ini.

Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat dilakukan di hadapan


shahabat dan sudah mencapai kata ijma, dimana nash-nash tentang itu amat banyak.
Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa shalat tarawih jangan sampai kurang dari 20 rakaat,
dan tidak mengapa bila jumlahnya lebih dari itu.

Lepas dari perbedaan pendapat di kalangan para ulama, yang jelas bahwa duduk istirahat di
sela-sela rakaat tarawih yang banyak jumlahnya itu nyaris tidak bisa ditawar-tawar lagi
menjadi teramat penting. Karena itulah nama shalat ini disebut shalat tarawih, yaitu shalat
yang banyak diselingi dengan duduk istirahat.

Jadi Sholat tarawih cepat apalagi super cepat tidak ada tuntunannya dari para ulama sejak
dulu,baru belakangan ini sholat tarawih cepat dan super cepat di kerjakan,
Namun begitu karena masyarakat muslim Indonesia variannya banyak,maka jalan tengah
mutlak di perlukan yakni tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama.

Demikian semoga manfaat.

Daftar pustaka rujukan

Ibnul Mandzhur, Lisanul Arab jilid 2.


Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab jilid 4 hal. 30.
Badaius-shanai jilid 1 hal. 288.
Hasyiyatu Ad-Dasuqi jilid 1 hal. 315.
Raddul Muhtar jilid 1 hal. 474.
Syarah Az-Zarqani jilid 1 hal. 284.
Kasysyaf Al-Qina jilid 1 hal. 425.
Mathalib Ulin Nuha jilid 1 hal. 563.

Anda mungkin juga menyukai