Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian dan Landasan Hukum Zakat Emas dan Perak


Emas dan perak merupakan logam galian yang berharga dan merupakn
karunia Allah swt. Ia merupakan hasil bumi yang banyak manfaatnya kepada manusia
sehingga dijadikan pula sebagai nilai tukar uang bagi segala sesuatu. Sementara
syariat mengibaratkan emas dan perak sebagai sesuatu kekayaan alam yang hidup dan
berkembang. Syariat juga telah mewajibkan kedua-duanya boleh digunakan dalam
bentuk uang atau kepingan, bekas bejana, cendera mata, ukiran atau perhiasan. Zakat
diwajibkan kepada pihak yang memiliki emas dan perak apabila telah mencapai satu
nisab dan telah cukup haul (setahun).
Pembahasan mengenai zakat emas dan perak perlu dibedakan antara sebagai
perhiasan atau sebagai uang (alat tukar). Sebagai perhiasan emas dan perak juga dapat
dibedakan antara perhiasan wanita dan perhiasan lainnya, misalnya ukiran, souvenir,
perhiasan pria, dan lain-lain. Dangkalnya pemahaman fungsi emas dan perak sebagai
alat tukar atau mata uang menyebabkan banyaknya simpanan uang dikalangan umat
islam tidak tertunaikan zakatnya.1
Dasar hukum wajib zakat bagi harta kekayaan yang berupa emas, perak dan
uang adalah surah at-taubah ayat 34-35:

ٍ ‫شرْ ُه ْم ِب َع َذا‬
‫ب‬ ّ ِ َ‫ َفب‬،‫وَ الَّ ِذيْنَ يَ ْك ِنزُوْ نَ ال َّذ َهبَ وَ ا ْل ِفضَّ َة وَ اَل يَ ْن ِف ُقوْ َن َها ِفيْ س َِبيْ ِل اللّ ِه‬
‫ َه َذا‬،‫ار َج َهنَّ َم َفتُ ْكوَ ى ِب َها ِجبَا ُه ُه ْم وَ ُجنُوْ بُ ُه ْم وَ ظ ُ ُهوْ ُر ُه ْم‬ ِ َ‫ يَوْ َم ي ُْحمَى عَ لَيْ َها ِفيْ ن‬.‫َالي ٍْم‬
َ‫مَا َكنَزْ تُ ْم أِل َ ْنف ُِس ُك ْم َف ُذوْ ُقوْ ا مَا ُك ْنتُ ْم تَ ْك ِنزُوْ ن‬.
“….Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksaan yang pedih, pada hari dipanasakan emas dan perak
itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan
punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “inilah harta bendamu yang
kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan.”

1
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: Uin Press. 2008. Hal. 124
Dua ayat diatas memperingatkan bahwa dalam emas dan perak terdapat hak
Allah secara menyeluruh.
Hadist yang diriwayatkan oleh muslim dari Abu Hurairah r.a bahwa
Rasulullah saw bersabda:
ْ ‫ض ٍة اَل ي َُؤ ِ ّد‬
‫ي ِم ْن َها َح َّق َها ِإاَّل ِإ َذا َكانَ يَوْ َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ َّ ‫ب وَ الَ ِف‬
ٍ ‫ب َذ َه‬ِ ‫مَا ِمنْ صَ ا ِح‬
‫ َفتُ ْكوَ ى ِب َها َج ْنبُ ُه وَ َج ِبيْنُ ُه‬،‫ار َج َهنَّ َم‬ ِ َ‫ي عَ لَيْ َها ِفيْ ن‬ َ ‫ َف ُأ ْح ِم‬،‫ار‬ٍ َ‫ت َل ُه صَ َفائِحُ مَنْ ن‬ ْ ‫ص ِف َح‬ ُ
‫ َحتَّى يُ ْقضَ ى‬،‫سنَ ٍة‬ َ َ‫َت لَ ُه ِفيْ يَوْ ٍم َكانَ ِم ْقدَا ُر ُه خَ مْ ِسيْنَ َأ ْلف‬ ْ ‫َت ُأ ِعيْد‬
ْ ‫ ُكلَّمَا بَرَ د‬،‫وَ ظ َ ْه ُر ُه‬
)‫(رواه مسلم‬ ِ ‫الجنَّ ِة وَ ِإمَّا ِإلَى الن‬
.‫َّار‬ َ ‫ َفيُرَ ى س َِبيْلُ ُه ِإمَّا ِإلَى‬،‫بَيْنَ ا ْل ِعبَا ِد‬
“Tiadalah bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya untuk
menzakatkan keduanya, melainkan di hari kiamat ia didudukkan diatas pedang batu
yang lebar dalam neraka, maka dibakar didalam jahannam, disetrika dengannya
pipi, kening dan punggungnya. Setiap api itu padam maka dipersiapkan lagi baginya
(hal serupa) untuk jangka waktu 50 ribu tahun, hingga selesai pengadilan umat
manusia semuanya, maka ia melihat jalannya, apakah ke surge ataukah ke neraka.
Semua ancaman ini akan dikenakan kepada barang siapa yang tidak
menunaikan kewajiban zakat emas dan perak.2
Ayat dan hadis tersebut menyatakan bahwa mengeluarkan zakat emas dan
perak wajib hukumnya. Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib
dizakati adalah emas dan perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun
dimilikidengan penuh nishabnya, terkecuali jika emas dan perak yang baru didapati
dari galian, maka tidak disyaratkan cukup satu tahun (haul). Adapun syarat-syarat
pengeluarannya adalah Islam, meredeka, milik penuh, mencapai nisab, dan cukup
satu tahun (haul).
Barang siapa memiliki satu nishab emas dan perak selama satu tahun penuh
maka ia berkewajiban mengeluarkan zakatnya bila syarat-syarat yang lain telah
terpenuhi artinya bila ditengah-tengah tahun, yang satu nishab tidak dimiliki lagi atau
berkurang tidak mencapai satu nisab lagi, karena dijual atau sebab lain, berarti
kepemilikan yang satu tahun itu terputus, kemudian kalau di kemudian hari genap
2
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa. 1987. Hal. 244
senisab kembali karena membeli atau sebab lain pada saat itu dimulai lagi tahun yang
baru, sebab tahun sebelumnya telah terputus dengan tidak genapnya satu tahun
artinya genapnya satu nishab kali ini merupakan kepemilikan baru.
Apabila seseorang telah memiliki emas sejumlah nishab dan telah cukup
setahun dimiliki, wajiblah atasnya mengeluarkan zakat. Dan jika tidak sampai senisab
maka tidak wajib atasnya untuk zakat, kecuali jika emas yang tidak sampai senisab
itu diperniagakan dan ada padanya yang menyampaikan nisabnya ataupun ada pada
barang yang lain, dan wajib atasnya zakat atas nama perniagaan.3

B. Nishab Emas dan Ukuran Zakatnya


Apabila seseorang telah memiliki sejumlah emas sejumlah senisab dan telah
cukup setahun dimiliki, maka wajib atasnya mengeluarkan zakat. Apabila tidak
sampai senisab, tidak wajib kecuali jika emas yang tidak sampai senisab tersebut
diperdagangkan dan ada perak yang menyampaikan nisabnya ataupun barang yang
lain, maka wajiblah zakat atasnama perdagangan barang yang lain.
Menurut Ibnu Mundzir sebagaimana dikutip oleh Hasbi al-Syiddiqi bahwa
para ulama telah berijma bahwa apabila ada 20 mitsqal, harganya 200 dirham, sudah
wajib zakat. Tegasnya nishab emas adalah 20 mitsqal. Madzhab Syafi’i, Maliki,
Hanafi dan Hambali juga berpendapat bahwa senisab emas 20 misqal atau 20 dinar
sama dengan 200 dirham. 4
Bagaimanapun juga, mata uang emas mempunyai dua nishab. Pertama adalah
20 dinar, dimana zakatnya adalah 2,5%. Jika kurang dari 20 maka tidak ada zakat,
walaupun sudah lewat masa satu tahun penuh. Sedangkan nishab kedua ialah 24
dinar. Berarti jumlah yang kurang dari empat, setelah dua puluh tidak terkena zakat.
Jika sudah mencapai 24, maka zakat yang dikeluarkan ialah 2,5% (24 dinar x 2,5%),
yaitu tiga perlima dinar. Jika emas itu bertambah lagi dari 24, maka tidak ada zakat
pada kelebihan itu sampai emas tersebut berjumlah 28 dinar. Jika sudah mencapai 28
maka zakatnya dihitung dengan cara sebagaimana tersebut diatas (yaitu dikalikan

3
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 126
4
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 127
2,5%). Demikianlah disyaratkan pertambahan 4 dinar untuk setiap kewajiban zakat
berikutnya.5
Adapun uang emas (dinar) tidak terdapat hadis tentang nisabnya sekuat hadis
tentang perak. Oleh karena itu, nisab emas belum mencapai kesepakatan seperti
halnya perak. Hanya para jumhur terbesar dari fuqaha berpendapat bahwa nisab emas
adalah 20 dinar.
Hadis yang diriwayatkan dari para sahabat oleh Anas bin Malik, “saya
diserahi oleh Umar mengurusi zakat, lalu memerintahkan saya memungut dari setiap
20 dinar sebesar ½ dinar, sedangkan lebihnya yang sampai berjumlah 4 dinar
dipungut ½ dirham.
Hadis dari Ali bahwa kurang dari 20 dinar tidak dikenakan zakat dan cukup
20 dinar zakatnya ½ dinar, dan 40 dinar zakatnya 1 dinar, adalah hadis yang
diriwayatkan sebagian sahabat sebagai hadis marfu’.6
Adapun nishab emas tidak lain kecuali 85 gram dan itu karena langkahnya
kuang emas dipakai sekarang ini. Maka barang siapa memiliki uang atau leburan
logam emas atau uang yang menyamai 85 gram emas wajib dibersihkan atau
disucikan dengan dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%.7

C. Nishab Perak dan Ukuran Zakatnya


Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa tidak ada zakat pada perak hingga
berjumlah lima auqiyah. Satu auqiyah = 40 dirham. Sehingga kalu 5 auqiyah = 200
dirham. Para ulama’ sepakat dalam menetapkan nishab perak ini. Diriwayatkan oleh
Bukhari dari Said dari Nabi saw bersabda:

‫وال فى أقل من خمس أواق من الورق صدقة‬.


“Tak ada zakat perak yang kurang dari 5 auqiyah”.8

5
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja’far Shodiq. Jakarta: PT Lentera Basritama. 2001. Hal.
329
6
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 251
7
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 259
8
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 128
Dalam hadis muttafaq ‘alaih disebutkan “tidak ada pada selain 5 auqiyah
sedekah (zakat)”. Dalam Al-Quran surah al-Kahfi: “Maka suruhlah salah seorang
diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu”. Kata warq dalam hadis ini
berarti dirham. Auqiyah seperti kita ketahui adalah 40 dirham, sesuai dengan nash
yang masyhur dan kesepakatan kaum muslimin, sebagaimana Nawawi berkata: Lima
auqiyah sama dengan 200 dirham.
Terbukti bahwa uang perak banyak beredar dan dipakai di kalangan orang-
orang Arab pada masa Nabi. Oleh karena itu, hadis-hadis yang masyhur
menyebutkannya dan menetapkan ukuran zakat yang dikeluarkan dan jumlah
nisabnya. Maka menjadi jelaslah dirham yakni 200, atau nishab perak adalah 200
dirham.9
Menurut fuqaha mata uang perak memiliki dua nisab. Pertama, 200 dirham,
maka zakatnya ialah 5 dirham, yaitu 2,5%. Sedangkan yang kurang dari 200 dirham
tidak terkena zakat. Nisab kedua ialah 40 dirham (setelah 200). Berarti jumlah yang
kurang dari 40, setelah 200, tidak terkena zakat. Jika seluruhnya telah mencapai 240
maka zakatnya dikeluarkan setelah dikalikan 2,5%. Demikianlah disyaratkan bahwa
setiap kelebihan harus mencapai 40. Dan zakatnya dihitung dengan cara sebagaimana
tersebut diatas.10

D. Campuran Emas dan Perak


Hasbi al-Shiddiqy menutip beberapa pendapat imam madzhab tentang emas
dan perak yang digabung, yaitu:
1. Menurut Abu Hanifah dan Malik; apabila digabung perak dengan emas,
sampailah dia senishab, wajiblah zakat terhadapnya.
2. Menurut Syafi’i, Abu Tsaur, Daud dan Ahmad; tidak digabungkan emas
kepada perak. Begitu juga sebaliknya, masing-masing dihitung nisabnya
sendiri-sendiri.

9
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 249
10
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja’far Shodiq. Hal. 330
3. Menurut dzahir hadis, masing-masing dari emas dan perak, dihitung sendiri-
sendiri, tidak digabungkan salah satu dari keduanya dengan yang lain.11
Jika seseorang memiliki mata uang emas dan mata uang perak, dimana
masing-masingnya belum mencapai nishab, tetapi jika satu dengan yang lain
digabungkan maka keseluruhannya akan mencapai nisab, makadalam keadaan
demikian tetap belum terkena zakat, sebab disyaratkan masing-masing emas dan
perak itu mencapai nisab sendiri-sendiri.
Disyaratkan didalam nishab itu kemurnian emas atau perak dari segala macam
campuran, bukan sembarang mata uang emas atau perak. Jika seseorang mempunyai
uang emas atau perak yang masing-,asingnya telah mencapai nisab atau lebih, akan
tetapi tercampur dengan selain emas dan perak, maka: apabila yang murninya
mencapai nishab maka terkena zakat; bila tidak, maka tidak.12

E. Syarat-Syarat Wajibnya Zakat Uang


Syariat Islam tidaklah mewajibkan zakat dalam semua bilangan daripada
uang. Sedikit atau banyak. Dan tidaklah dalam setiap masa, pendek atau panjang. Dan
tidak atas setiap pemiliki uang tanpa memandang tujuan dan kebutuhannya. Tapi
mensyaratkan kewajiban zakat pada uang dengan syarat-syarat tertentu, seperti
halnya pada syarat-syarat semua harta yang wajib dizakatkan:
1. Sampai Nisab
Syarat pertama adalah hendaklah uang itu mencapai nisab. Kurang dari itu
dianggap harta yang sedikit dan dimaafkan. Kita ketahui di halaman sebelumnya
ukuran nishab uang untuk masa sekarang ini. Dan kita telah memilih bahwa nisab
uang adalah apa yang menyamakan nilai 85 gram emas, yang sama dengan 20
dinar seperti yang telah disebut oleh hadis Nabi.
2. Waktu wajib mengeluarkan zakat
Syarat kedua untuk mengeluarkan zakat ialah sampainya satu tahun (haul).
Hal ini telah dibahas sebelumnya. Ini berarti bahwa uang tidak dikeluarkan

11
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 128
12
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja’far Shodiq. Hal. 331
zakatnya kecuali sekali dalam setahun. Makanya setiap habis waktu setahun, harta
wajib dizakatkan.
Menurut madzhab Hanafi, sempurnanya nisab tersebut disyaratkan pada akhir
tahun saja, pada permulaan tahun untuk pengikat dan pada akhir tahun untuk
pewajiban zakat. Maka tidaklah menjadi masalah jika ada kekurangan antara
keduanya. Seandainya harta itu rusak atau hilang seluruhnya ditengah masa
tersebut maka hilanglah haul. Jika orang lain memanfaatkan maka dimulai
perhitungan haul yang baru.
Menurut ulama’ yang tiga, adanya nisab diibaratkan pada semua haul,
berdasarkan pada hadis “Tiada zakat harta sehingga sampai haul”, yakni
memaksudkan perjalanan haul secara keseluruhan, karena apa yang diibaratkan
pada akhir haul, dapat diibaratkan pada pertengahannya.
3. Bebas dari Hutang
Menjadi syarat bagi nisab uang yang diwajibkan zakatnya untuk bebas dari
hutang yang menghilangkan nisab atau menguranginya.
Menurut Abu Hanifah, hutang yang mencegah wajibnya zakat adalah hutang-
hutang yang padanya terdapat kebutuhan-kebutuhan dari sudut pandangan
manusia, baik untuk Allah maupun untuk manusia itu sendiri.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang hutang yang ditangguhkan; apakah
mencegah penunaian zakat atau tidak?
Menurut golongan Syafi’i seperti dikatakan Nawawi, hutang mencegah
penunaian zakat, baik hutang terhadap Allah maupun hutang terhadap manusia.
4. Kelebihan dari kebutuhan pokok.
Para fuqaha dari pihak madzhab Hanafi mensyaratkan nisab melebihi
kebutuhan-kebutuhan primer bagi pemiliknya. Kita menukilkan dari Ibnu Malik,
bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan primer adalah apa yang pada hakikatnya
dapat menghilangkan eksistensi manusia, seperti sandang, pangan, dan papan,
atau apa yang dapat diduga dapat menghilangkan eksistensi tersebut pada hutang,
karena sesungguhnya orang yang berhutang membutuhkan pelunasan hutangnya
dengan apa yang ada ditangannya (padahal sampai nisabnya), dalam rangka
mencegah (seandainya tidak membayarnya) akan dapat hilang rumah berikut
peralatan peralatannya. Maka seandainya ia memiliki dirham guna membayar
kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadilah ia seperti tidak mempunyai sesuatu,
seperti halnya orang yang mempunyai air tapi dipakai buat menghilangkan
dahaga maka boleh baginya tayammum.13

F. Zakat Perhiasan dan lainnya


Para ulama’ berbeda pendapat tentang emas dan perak yang dijadikan
perhiasan. Secara umum pendapat para ulama’ tersebut dapat dibagi dua, yaitu:
pendapat yang mewajibkan dan pendapat yang tidak mewajibkan.
1. Menurut Abu Hanifah, murid-muridnya, al-Auza’i, dan al-Hasan bin hay
mengatakan bahwa emas dan perak yang dijadikan perhiasan, maka wajib
dikeluarkan zakatnya.
Hadist khusus tentang kewajiban zakat perhiasan yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya :
“Bahwa seorang wanita bersama anaknya perempuan dating kepada
Rasulullah saw dan ditangan anak perempuannya itu ada dua gelang tebal
dari emas. Nabi bersabda kepada perempuan itu: Apakah anda telah
memberikan zakatnya ini? Perempuam itu menjawab: belum. Nabi
Muhammad saw bersabda: Apakah anda gembira Allah akan member gelang
anda besok pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka, sebab dua
gelang ini? Kemudian perempuan itu meninggalkannya kepada Rasulullah
saw seraya bersabda: Dua gelang ini untuk Allah dan Rasul-Nya”.
2. Menurut Imam Malik, Ahmad, Ishak bin Rahawaih dan pendapat yang lebih
tegas dari dua pendapat imam Syafi’i bahwa zakat perhiasan dari emas dan
perak tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
a. Asal segala sesuatu itu bebas dari tanggungan beban, selama belum
berlaku dalil syar’i yang shahih. Sedangkan dalil yang seperti itu tidak

13
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 273
ditemukan pada zakat perhiasan baik dari nash maupun qiyas terhadap
asal yang mempunyai nash.
b. Zakat itu diwajibkan pada harta benda yang berkembang atau disiapkan
untuk dikembangkan. Sedangkan perhiasan bukanlah harta yang
berkembang.
c. Bukti-bukti dari para sahabat. Mereka tidak mengeluarkan zakat perhiasan
seperti Aisyah r.a tidak menhgeluarkan zakat perhiasan anak
perempuannya dan budak-budak perempuannya.
d. Hadist dari Jabir yang diriwayatkan oleh Naihaqi, bahwa Nabi
Muhammad saw bersabda:

‫ليس في الحلي زكاة‬.


“Tidak ada zakat pada perhiasan”.
Namun apabila perhiasan tersebut digunakan untuk dikomersialkan dengan
pertimbangan bahwa harga emas itu akan selalu naik dan tentunya akan menghasilkan
uang, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun perhitungan zakatnya sebagai
berikut:
a. Terlebih dagulu memabatasi bulan pada setiap tahun yang pada akhir
bulan tersebut harus dapat mengeluarkan zakat.
b. Menghargakan perhiasan yang digunakan untuk dikembangkan itu sesuai
harga pasar, yaitu perhiasan ditimbang dalam harga pergram.
c. Membandingkan harga perhiasan itu dengan harga emas pasaran dan harus
dikeluarkan zakatnya sekitar 2,5% jika sudah mencapai nisab.14
Dalam kitab Yusuf Qardhawi menyimpulkan zakat perhiasan dan lainnya
sebagai berikut:
Barang siapa yang memiliki kekayaan dari emas atau perak untuk simpanan
maka wajib mengeluarkan zakatnya, karena merupakan sumber untuk pengembangan
dan hal itu sama aja dengan kekayaan lainnya seperti mata uang yang dikeluarkan
pajaknya.

14
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 129
Jika kekayaan emas atau perak tersebut untuk dipakai seseorang, maka
hukumnya dilihat pada macam penggunaannya; jika penggunaannya bersifat haram
seperti untuk tempat-tempat emas, perak, museum, patung-patung dan penggunaan
lainnya seperti untuk gelang atau kalung atau cincin atau yang lain wajib dikeluarkan
zakatnya; karena hal itu telah keluar dari asal kebolehan penggunaanya, maka
jatuhlah hukum kebolehannya.
Diantara pemakaian yang diharamkan adalah yang ada unsure berlebih-
lebihan yang menyolok perhiasan seorang perempuan. Hal itu dapat diketahui dengan
penyimpanan seorang perempuan tersebut dari kebiasaan lingkungan, zaman dan
kekayaan umatnya .
Jika perhiasan tersebut dipersiapkan untuk pemakaian yang mubah seperti
perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan, dan apa yang dipersiapkan untuk
mereka, serta cincin perak seorang laki-laki maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya,
karena perhiasan tersebut tidak merupakan harta yang berkembang, karena
merupakan diantara kebutuhan-kebutuhan manusia dan perhiasannya seperti
pakaiannya, peralatannya dan kenikmatannya, dan telah dipersiapkan untuk
pemakaian yang mubah maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya seperti binatang yang
dipekerjakan seperti unta dan sapi.
Tidak ada perbedaan antara perhiasan mubah tersebut dimiliki oleh seorang
perempuan dan dipakainya sendiri atau dipinjamkan dengan perhiasan tersebut milik
seorang laki-laki dan dipakainya sendiri atau dipinjamkan atau dipersiapkan untuk
itu.
Yang wajib dizakati dari perhiasan atau tempat-tempat atau museum adalah
sebesar ukuran mata uang dan dikeluarkan zakatnya, sebanyak 2,5% setiap tahun
dengan hartanya yang lain jika memiliki.
Hal ini dengan syarat mencapai nisab atau bersama dengan hartanya yang lain
memenuhi nisab, yaitu 85 gram emas, yang mu’tabar adalah nilainya dan bukan
ukurannya. Karena perbuatannya mempunyai pengaruh terhadap penambahan
nilainya.15

15
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 295

Anda mungkin juga menyukai