Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

IHTIKAR (REKAYASA DALAM SUPPLY)

Ditulis sebagai bentuk pemenuhan tugas kelompok pada mata kuliah

FIKIH RIBA DAN GHARAR

Dosen Pengampu :
Muhammad Azam Shidqi, Lc. M.Si

Disusun oleh :
Khoyri Auliya Nur Hidayat (41904026)
Langgeng Maulana (41904002)
Luthfiah Fajrianti (41904014)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINNGI EKONOMI ISLAM SEBI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas semua
limpahan rahmat,nikmat serta karunianya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang kita selalu nantikan syafaatnya di
akhirat kelak.

Dengan banyaknya nikmat serta doa Alhamdulillah,dengan begitu makalah yang


berjudul “ihtikar (rekayasa dalam supply)” ini bisa tersusun dengan lancar. Penyusunan
makalah ini didukung bantuan berbagai pihak tentunya, dan teman-teman yang sangat
membantu serta mendukung sehingga memperlancar dalam proses penyusunannya. Tidak
lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu, juga mendukung dalam merampung makalah ini. Namun tak lepas dari semua itu,
kami sangat menyadari tentunya bahwa masih banyak sekali kekurangan dan juga kesalahan
dari berbagai aspek dalam makalah yang kami susun baik dari segi penyusunan
,bahasa,materi,penulisan ataupun informasi yang kurang tepat.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami meminta maaf yang sedalam-dalamnya
juga kepada para pembaca untuk memberikan kritik serta sarannya demi memperbaiki serta
meningkatkan makalah ini agar lebih memberikan wawasan yang lebih luas lagi. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk pembelajaran terutama untuk kami
sendiri dan salahsatu tugas dalam bidang studi Fiqih Riba dan Gharar yang dibimbing
langsung oleh Ustadz Muhammad Azam Shidqi, Lc. M.Si. selain itu diharapkan makalah ini
juga bisa menambah wawasan bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah.........................................................................................


B. Rumusan masalah..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Substansi Ihtikar....................................................................................................
B. Ketentuan Hukum dan Dalil Pelarangan Ihtikar..............................................
C. Maqashid dan Illat Larangan Ihtikar.............................................................
D Kriteria Ihtikar yang Diharamkan ................................................................
E. Penjelasan Ihtikar Dalam fatwa DSN............................................................
F. Monopoli Dalam Persfektif Ekonomi............................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Menjadi pelaku dagang tentu saja membutuhkan kekreatifitasan dan inovasi dalam
berdagang. persaingan yang semakin ketat terkadang membuat sebagian pedagang melakukan
segala cara untuk merebut konsumen. Mendapatkan keuntungan yang besar pasti sudah
menjadi target utama pedagang. Dalam parkteknya, pedagang sering kali melakukan yang
namanya penimbunan, yaitu menyimpan barang dengan tujuan akan dijual ketika barang
tersebut langka di pasar sehingga membuat harga barang tersebut menjadi mahal dan
pedagang menjadi untung.

Hal seperti ini dilarang dalam Islam karena akan menimbulkan kerusakan di pasar
berupa, rusaknya harga pasar dan jumlah persediaan yang tidak menentu. Namun tidak semua
jenis penimbunan dilarang, jenis penimbunan yang tidak dilarang adalah penimbunan untuk
digunakan sendiri dan tanpa maksud untuk merusak harga pasar, dimana barang tersebut
digunakan sebagai persediaan pribadi untuk waktu tertentu.

Pada kesempatan kali ini kami akan mencoba untuk menjelaskan mengenai penimbunan yang
dilarang dalam Islam “ihtikar”, dan apa dalil yang digunakan dalam hal tersebut serta fatwa-
fatwa DSN yang membahas mengenai ihtikar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Substansi Ihtikar?


2. Apa Saja Ketentuan Hukum dan Dalil Pelarangan Ihtikar
3. Apa Maqashid dan Illat Larangan Ihtikar?
4. Bagaimana Kriteria Ihtikar yang Diharamkan?
5. Bagaimana Penjelasan Ihtikar Dalam fatwa DSN?
6. Bagaimana Monopoli Dalam Persfektif Ekonomi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Substansi Ihtikar

1. Pengertian Ihtikar

Menurut Imam Fairuz Abadi mengartikan ihtikâr secara bahasa adalah mengumpulkan,
menahan barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal. Secara terminologis
adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan
dengan menaikkan harganya serta menunggu melonjaknya harga di pasaran.1

Beberapa definisi penimbunan barang (ihtikâr) menurut beberapa pendapat yaitu:

 As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan al-Ihtikar sebagai membeli


suatu barang dan menyimpannya agar barang tersebut berkurang di masyarakat
sehingga harganya meningkat sehingga manusia akan mendapatkan kesulitan akibat
kelangkaan dan mahalnya harga barang tersebut.2
 Imam al-Ghazali (Mazhab Syafi‟I) mendefinisikan ihtikâr sebagai penyimpanan
barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan
penjualannya ketika harga melonjak.
 Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan ihtikâr adalah penyimpanan barang oleh
produsen baik, makanan, pakaian, dan segala barang yang merusak pasar.
 Mazhab Syafi’i dan Hambali mendefinisikan ihtikar sebagai”Menimbun barang yang
telah dibeli pada saat harga bergejolak tinggi untuk menjualnya dengan harga yang
lebih tinggi pada saat dibutuhkan oleh penduduk setempat atau lainnya”.
 Adiwarman Karim mengatakan bahwa al-Ihtikar adalah mengambil keuntungan di
atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang
lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent.3

1
http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html
diakses tanggal 17 November 2021
2
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr,1981),162
3
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000),154
Ihtikar biasanya dilakukan dengan membuat entri barriers, yakni menghambat penjual atau
produsen lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli).

B. Ketentuan Hukum dan Dalil Pelarangan Ihtikar

1. Ketentuan Hukum
Menurut prinsip hukum Islam, barang apa saja yang dihalalkan oleh Allah SWT untuk
memilikinya, maka halal pula untuk dijadikan sebagai obyek perdagangan. Demikian pula
segala bentuk yang diharamkan untuk memilikinya maka haram pula untuk
memperdagangkannya. Namun terdapat ketentuan hukum Islam yang menyatakan bahwa
pada dasarnya barang tersebut halal menurut ketentuan hukum islam, akan tetapi karena sikap
dan perbuatan para pelaku atau pedagang bertentangan dengan syara, maka barang tersebut
menjadi haram seperti hal nya penimbunan barang yang banyak dilakukan oleh para
pedagang di pasar yang dapat merugikan orang banyak. Dasar hukum yang digunakan para
ulama fiqh yang tidak membolehkan adanya ihtikaar adalah kandungan nilai-nilai universal
Al-Qur’an yang menyatakan bahwa setiap perbuatan aniaya termasuk didalamnya ihtikaar
diharamkan oleh agama islam.

2. Dalil Pelarangan Ihtikar

 Al-Qur’an
a. QS. Al-Hasyr ayat 7

ٰ ‫هّٰللا‬
َّ ‫س ْو ِل َولِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن ال‬
‫سبِ ْي ۙ ِل َك ْي‬ ُ ‫َمٓا اَفَ ۤا َء ُ ع َٰلى َر‬
ُ ‫س ْولِ ٖه ِمنْ اَ ْه ِل ا ْلقُ ٰرى فَلِلّ ِه َولِل َّر‬
‫م الرسول فَ ُخ ُذوه وما نَ ٰهى ُكم َع ْنه فَا ْنتَهو ۚا واتَّقُوا هّٰللا ۗانَّ هّٰللا‬c ‫اَل ي ُكونَ دُولَةً ۢ بيْنَ ااْل َ ْغني ۤاء م ْن ُك ۗم ومٓا ٰا ٰتى ُك‬
َ ِ َ َ ُْ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ ْ ُ َّ ُ َ َ ْ ِ ِ َِ َ ْ ْ َ

ِ ۘ ‫ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ

“Apa saja harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta
itu
jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.”4

b. QS. Al-Maidah ayat 2


ۤ
‫ َد َوٓاَل ٰا ِّميْنَ ا ْلبَيْتَ ا ْل َح َرا َم‬cِ‫ْي َواَل ا ْلقَاَل ۤ ِٕٕى‬ َّ ‫ َر هّٰللا ِ َواَل ال‬cِ‫ش َع ۤا ِٕٕى‬
َ ‫ش ْه َر ا ْل َح َرا َم َواَل ا ْل َهد‬ َ ‫اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا اَل تُ ِحلُّ ْوا‬

َ ْ‫شنَ ٰانُ قَ ْو ٍم اَن‬


ْ ‫صد ُّْو ُك ْم َع ِن ا ْل َم‬
‫س ِج ِد‬ ْ َ‫ض َوانًا ۗ َواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬
َ ‫اصطَاد ُْوا ۗ َواَل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم‬ ْ َ‫يَ ْبتَ ُغ ْونَ ف‬
ْ ‫ضاًل ِّمنْ َّربِّ ِه ْم َو ِر‬

َ َ ‫ان َۖواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِنَّ هّٰللا‬


‫ش ِد ْي ُد‬ ِ ‫اونُ ْوا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َوا ْل ُعد َْو‬ َ ‫ا ْل َح َر ِام اَنْ تَ ْعتَد ۘ ُْوا َوتَ َع‬
َ ‫اونُ ْوا َعلَى ا ْلبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َع‬

‫ا ْل ِعقَاب‬

“Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah,
dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu
(hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan
(pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia
dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah
kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas
(kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada
Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

c. QS. Al-Hajj ayat 78

َ ‫ج ِملَّةَ اَبِ ْي ُك ْم اِ ْب ٰر ِه ْي ۗ َم ُه َو‬


‫س ٰ ّمى ُك ُم‬ ٍ ۗ ‫اجتَ ٰبى ُك ْم َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِى ال ِّد ْي ِن ِمنْ َح َر‬ َّ ‫َو َجا ِهد ُْوا فِى هّٰللا ِ َح‬
ْ ‫ق ِج َها ِد ٖ ۗه ه َُو‬

َ‫ص ٰلوة‬ ِ ۖ ‫ش َهد َۤا َء َعلَى النَّا‬


َّ ‫س فَاَقِ ْي ُموا ال‬ ُ ‫ش ِه ْيدًا َعلَ ْي ُك ْم َوتَ ُك ْونُ ْوا‬ ُ ‫سلِ ِميْنَ ەۙ ِمنْ قَ ْب ُل َوفِ ْي ٰه َذا لِيَ ُك ْونَ ال َّر‬
َ ‫س ْو ُل‬ ْ ‫ا ْل ُم‬
‫هّٰلل‬
ِ َّ‫ص ُم ْوا بِا ِ ۗ ُه َو َم ْو ٰلى ُك ۚ ْم فَنِ ْع َم ا ْل َم ْو ٰلى َونِ ْع َم الن‬
‫ص ْي ُر‬ ِ َ‫َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوا ْعت‬

4
QS. Al-Hasyr (59): 7
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah)
agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim
sejak

dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi
atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah
salat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia
sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.”

 Hadist Nabi

a. Diriwayatkan Sa’id bin Musayyab

ْ ‫احتَ َك َر فَ ُه َو َخا ِط ٌئ»(رواه ُم‬


( ‫سلِ ٌم‬ ْ ‫ « َم ِن‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬،‫عن َم ْع َم ِر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬

“Dari Ma’mar  ia berkata, Rasul SAW bersabda: barang siapa yang menimbun barang,
maka ia bersalah (berdosa)” (HR. Muslim).

‫سلَّ َم أَنْ يُ ْحتَ َك َر الطَّ َعا ُم‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫س ْو ُل هَّللا‬
ُ ‫نَ َهى َر‬

“Rasulullah saw. telah melarang makanan ditimbun.” (HR al-Hakim dan Ibnu Abi Syaibah).

َ ‫ إِنَّ هَّللا‬:‫ فَقَا َل‬, َ‫سعَّ ْرت‬ ُ ‫ يَا َر‬:‫سلَّ َم فَقَالُوا‬


َ ‫ لَ ْو‬,ِ ‫سو َل هَّللا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ِّ ‫َغاَل ال‬
ُ ‫س ْع ُر َعلَى َع ْه ِد َر‬

‫س ِّع ُر َوإِنِّي أَل َ ْر ُجو أَنْ أَ ْلقَى هَّللا ُ َوالَ يَ ْطلُبُنِي أَ َح ٌد بِ َم ْظلِ َم ٍة ظَلَ ْمتُ َها إِيَّاهُ فِي‬ ُ ‫سطُ ال َّر َّزا‬
َ ‫ق ا ْل ُم‬ ِ ‫ض ا ْلبَا‬
ُ ِ‫ق ا ْلقَاب‬
ُ ِ‫ا ْل َخال‬

‫د ٍَم َواَل َما ٍل‬

Harga melonjak pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja
Anda mematok harga.” Beliau bersabda, “Sungguh Allah-lah Yang Menciptakan, Yang
Menggenggam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki, dan Yang Menetapkan Harga.
Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan
kezaliman yang aku lakukan kepada dia dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR Ahmad).
 Pendapat Ulama :5

1. Ulama Mazhab Maliki

ihtikar hukumnya haram secara mutlak (tidak dikhususkan bahan makanan saja)

2. Ulama Mazhab Hanafi secara umum berpendapat, ihtikar hukumnya makruh tahrim.
Makruh tahrim adalah istilah hukum haram dari kalangan usul fiqh Mazhab Hanafi yang
didasarkan pada dalil zhanni (bersifat relatif). Dalam persoalan ihtikar, menurut mazhab ini,
larangan secara tegas hanya muncul dari hadits-hadits yang bersifat ahad (hadits yang
diriwayatkan satu, dua, atau tiga orang dan tidak sampai ke tingkat mutawatir). Ulama
Mazhab Hanafi tidak secara tegas menyatakan haram dalam menetapkan hukum ihtikar
karena dalam masalah ini terdapat dua dalil yang bertentangan, yaitu berdasarkan hak milik
yang dimiliki pedagang, mereka bebas melakukan jual beli sesuai kehendak mereka dan
adanya larangan berbuat mudharat kepada orang lain dalam bentuk apa pun.

3. Menurut Ulama‟ Syafi’i ihtikar hukumnya haram, berdasarkan hadist Nabi dan ayat al-
Qur‟an yang melarangnya melakukan ihtikar.

4. Ulama Mazhab Hanbali juga mengatakan ihtikar diharamkan syariat karena membawa
mudharat yang besar terhadap masyarakat dan negara, karena Nabi SAW telah melarang
melakukan ihtikar terhadap kebutuhan manusia.

C. Maqashid dan Illat Larangan Ihtikar

Pada hakikatnya 'illat diharamkannya ihtikar adalah karena ihtikar membahayakan


hajat dan kepentingan masyarakat umum. dikarenakan masyarakat umum tidak lagi
mendapatkan produk dan barang yang dibutuhkan oleh mereka.

Dalam Al-Qur’an QS. Al-Hasyr [59]: 7

‫َك ْي اَل يَ ُك ْونَ د ُْولَةً ۢ بَيْنَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم‬


“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”

5
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Op.Cit,157
Allah SWT menjelaskan bahwa salah satu tujuan harta adalah harta itu bisa beredar
(rawaj) dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. Maka sebaliknya, jika produk tertentu di
monopoli dan hanya dinikmati oleh beberapa orang, sehingga masyarakat tidak bisa
menikmatinya atau hanya bisa mendapatkan dengan harga yang tinggi adalah mafsadah dan
bertentangan dengan tujuan (maqshad) harta ini.

Di samping itu, monopoli juga menyebabkan harga barang menjadi mahal karena
jumlah barang ditarik dari pasar dan hanya dikuasai oleh pelaku monopoli. Dengan begitu
monopoli juga mengurangi produksi, pada saat yang sama mengurangi produktivitas pekerja
dan berakibat tertutupnya pintu persaingan sehat di pasar. Oleh karena itu, praktik monopoli
ini diharamkan.6 Ketentuan ini juga yang melandasi kebijakan sahabat Umar ra yang
melarang dengan tegas setiap praktik monopoli. Beliau menegaskan: "Tidak boleh ada
monopoli di pasar kita."7

Secara umum hikmah larangan perbuatan menimbun harta adalah mecegah dari
segala sesuatu yang dapat menyulitkan manusia, karena hal itu mempunyai kadar
kemudharatan yang pada akhirnya mengakibatkan haramnya perbuatan ini.

D. Kriteria Ihtikar yang Diharamkan

Banyak orang yang menyamakan ihtikar dengan monopoli dan penimbunan, padahal tidak
selalu orang monopolis itu melakukan ihtikar. Demikian pula tidak setiap penimbunan itu
adalah ihtikar.

Ihtikar diharamkan bila syarat-syarat berikut terpenuhi :

1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock atau entri barriers.

2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga sebelum munculnya
kelangkaan.

3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1


dan 2 dilakukan.

6
Tim IIIT, Mushtalahat al-Fiqh al-Mali al-mu’ashir, (Kairo, IIIT, 1997), hlm. 275.
7
Ismail Hasani, Nadzariyatu al-maqashid ‘inda al-imam ath-thahir bin ‘asyur hlm. 178
Menurut Yusuf al-Qardawi penimbunan itu diharamkan jika memiliki keriteria sebagai
berikut :8

1. Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya penimbunan
tersebut.

2. Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa susah dan supaya ia
dapat keuntungan yang berlipat ganda. Menurut para ulama Syafi‟i menyatakan bahwa
ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya
pada saat harga mahal dan menjualnya kembali. Ia tidak menjual saat itu juga, tapi ia simpan
sampai harga melonjak naik. Tetapi jika dia mendatangkan barang dari kampungnya atau
membelinya pada saat harga murah lalu ia menyimpannya karena kebutuhannya, atau ia
menjualnya kembali saat itu juga, maka itu bukan ihtikar dan tidak diharamkan. Adapun
selain bahan makanan, tidak diharamkan penimbunan dalam kondisi apapun juga.9

Unsur-unsur ihtikar :

• Mengupayakan adanya kelangkaan barang.

• Menjual dengan harga yang lebih tinggi.

•Mengambil keuntungan yang lebih tinggi.

Contoh Ihtikar :

Pada saat bulan maret kemarin saat di Indonesia muncul kasus covid-19 yang menyebabkan
permintaan masyarakat akan masker meningkat. Meningkatnya permintaan masker ini
membuat beberapa oknum melakukan penimbunan yang akhirnya membuat stock masker
menjadi langka dan oknum ini menjual masker dengan harga tinggi. Harga masker di saat
normal yang biasanya berkisar antara 20 ribu sampai 40 ribu rupiah untuk satu packnya
denagn isi 50 masker. Namun saat itu harga marketplace masker yang sama di jual dengan
harga 200 ribu sampai 375 ribu rupiah untuk satu packnya.

Hal ini merupakan salah satu mudharat dari ihtikar dimana seharusnya orang yang paling
membutuhkan malah tidak bisa mengakses barang tersebut.

8
Yusuf al-Qardawi, Halal Haram Dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000), hal358
9
http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html,diakses
tanggal 02 November 2021
E. Penjelasan Ihtikar Dalam fatwa DSN

1. Fatwa DSN tentang Mekanisme Perdagangan Efek

Dalam fatwa ini dijelaskan beberapa praktik terlarang, di antaranya adalah ihtikar
sebagaimana dijelaskan dalam fatwa:

Pelaksanaan Perdagangan Efek harus dilakukan menurut prinsip kehati hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi, dan tindakan lain yang di dalamnya
mengandung unsur dharar, gharar, riba, maysir, risywah, maksiat dan kezaliman, taghrir,
ghisysy, tanajusy/ najsy, ihtikar, bai' al-ma'dum, talaqqi al-rukban, ghabn, riba dan tadlis.10

2. Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal

Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut dijelaskan ihtikar sebagai salah satu praktik
terlarang, sebagaimana dijelaskan dalam fatwa :

Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maysir, risywah, maksiat, dan
kezhaliman meliputi :

a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;

b. Bai' al-ma'dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum
dimiliki (short selling);

C. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan
atas transaksi yang dilarang; menimbulkan informasi yang menyesatkan;

d. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman
berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan

e. Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek
Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan memengaruhi
pihak lain;

f. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur di atas.11

10
Fatwa DSN No: 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek.
11
Fatwa DSN No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Modal
3. Fatwa DSN tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas

Secara lebih detail, dalam fatwa ini dijelaskan beberapa praktik ihtikar yang terjadi
dalam perdagangan efek bersifat ekuitas:

a. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori ihtikar antara lain:

1) Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan liquid, baik
disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya
diramaikan sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu (dalam pembelian maupun
penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu
dalam jumlah yang hampir sama dan/ atau dalam kurun periode tertentu aktivitas
transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya menciptakan kesempatan
untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau menjadikan aktivitas saham
tertentu dapat dijadikan benchmark.

2) Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan publik
yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk
menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan
menyebabkan investor publik melakukan shortselling. Kemudian ada upaya pembelian
yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat
pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau
mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.12

F. Monopoli Dalam Persfektif Ekonomi

Ihtikar sering kali diterjemahkan sebagai monopoli atau penimbunan. Padahal


sebenarnya ihtikar tidak identik dengan monopoli dan/penimbunan. Dalam Islam siapa pun
boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau penjual lain.
Pengertian monopoli dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah situasi
yang pengadaan barang dagangannya tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-
kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya
dapat dikendalikan. (Depdikbud, 1996: 664)

12
Fatwa DSN No: 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Menyimpan stock barang untuk keperluan persediaan pun tidak dilarang dalam Islam.
Jadi monopoli sah-sah saja. Demikian pula menyimpan persediaan. Yang dilarang adalah
ihtikar, mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit
barang untuk harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopoly's rent-seeking. Jadi
maknanya dalam Islam, monopoli itu dibolehkan dan harus berdasar pada kemaslahatan
bersama, sedangkan monopoly's rent seeking tidak boleh.

Contoh Monopoli :

 Kasus penimbunan beras bulog yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga
kestabilan harga dan pasokan. Demikian pula dengan negara, apabila memonopoli
sektor industri yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak bukan
dikategorikan ihtikar.
 Jika seorang pedagang minyak tahu bahwa kebutuhan minyak pada hari raya akan
meningkat. Oleh karena itu, jauh-jauh hari sebelum hari raya, ia menyimpan
sebagian minyaknya. Pada hari raya ia menjual minyaknya dengan harga pasar.
Maka apa yang dilakukan oleh pedagang tersebut tidak dikategorikan sebagai ihtikar
karena tidak mengupayakan kelangkaan barang dan menjualnya pun dengan harga
pasar. Hal yang sama terjadi pada bulog.13

Perbedaan antara monopoli dan ihtikar adalah:

 Bahwa monopoli terjadi jika seseorang memiliki modal yang besar dan dapat
memproduksi suatu barang tertentu di pasaran yang dibutuhkan oleh masyarakat,
sedangkan Ihtikar tidak hanya bisa dilakukan oleh pemilik modal besar namun
masyarakat menengah dengan modal seadanya pun bisa melakukannya.
 Suatu perusahaan monopolis cenderung dalam melakukan aktifitas ekonomi dan
penetapan harga mengikuti ketentuan pemerintah (adanya regulasi standard
pemerintah), sedangkan ihtikar dimana dan kapan pun bisa dilakukan oleh siapa
saja, sebab penimbunan sangat mudah untuk dilakukan.

13
Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004), Edisi ke-
3, hlm. 35.
 Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, dalam ihtikar kelangkaan barang
dan kenaikan harga suatu barang terjadi dalam waktu dan tempo yang tentitif dan
mendadak dan dapat mengakibatkan inflasi. Sementara dalam monopoli kenaikan
harga biasanya cenderung dipengaruhi oleh mahalnya biaya produksi dan
operasional suatu perusahaan walaupun kadang-kadang juga dipengaruhi oleh
kelangkaan barang.
 Praktek monopoli adalah legal dan bahkan di negara tertentu dilindugi oleh undang-
undang atau aturan suatu negara, sedangkan ihtikar merupakan aktifitas ekonomi
yang ilegal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ihtikâr secara bahasa adalah mengumpulkan, menahan barang dengan harapan untuk
mendapatkan harga yang mahal. Secara terminologis adalah menahan (menimbun) barang-
barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan harganya serta
menunggu melonjaknya harga di pasaran.

Hukum ihtikar diharamkan oleh agama, seperti dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa
setiap perbuatan aniaya termasuk didalamnya ihtikaar diharamkan oleh agama islam.
'Illat diharamkannya ihtikar adalah karena ihtikar membahayakan hajat dan kepentingan
masyarakat umum. dikarenakan masyarakat umum tidak lagi mendapatkan produk dan
barang yang dibutuhkan oleh mereka.

Ihtikar diharamkan bila syarat-syarat berikut terpenuhi :

1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock atau entri barriers.

2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga sebelum munculnya
kelangkaan.

3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1


dan 2 dilakukan.

Penjelasan Ihtikar Dalam fatwa DSN terdapat dalam fatwa DSN tentang Mekanisme
Perdagangan Efek, Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal, dan Fatwa DSN tentang
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
DAFTAR PUSTAKA

http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html
diakses tanggal 17 November 2021
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr,1981)
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000)
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Op.Cit,157
Tim IIIT, Mushtalahat al-Fiqh al-Mali al-mu’ashir, (Kairo, IIIT, 1997)
Ismail Hasani, Nadzariyatu al-maqashid ‘inda al-imam ath-thahir bin ‘asyur
Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004), Edisi ke-3
Yusuf al-Qardawi, Halal Haram Dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000)
http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html,diakses
tanggal 02 November 2021.
Fatwa DSN No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di
Bidang Modal
Fatwa DSN No: 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

Anda mungkin juga menyukai