Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HADIS EKONOMI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu : Dr. H. Syamsul Hilal, M. Ag

Disusun Oleh :
KELOMPOK XXII

Fatimah Shobiyatun Rosayanti 2251010350


Ria Maya Sari 2251010136

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala rasa puji syukur kepada Allah pemberi nikmat pemberi
kebahagiaan, pemberi kedamaian bagi manusia. Shalawat dan salam selalu dilafazkan
kepada nabi Muhammad SAW. keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya.
Rasa syukur yang tidak terhingga akhirnya makalah yang berjudul “IHTIKAR” ini
dapat kami selesaikan dengan baik.
Kami kelompok XXII berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca tentang ihtikar atau penimbunan. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT. berikan kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun dengan sebaik-baiknya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang kami jelaskan pada makalah ini, kami
mohon maaf. Kelompok XXII menerima kritik dan saran dari semua pembaca agar bisa
membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Bandar Lampung, 17 November 2023

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.Tujuan Masalah.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN IHTIKAR................................................................. 3
1. Syarat-Syatar dikatakan Menimbun................................................. 4
2. Komoditi yang Tidak Dapat di Ihtikar............................................. 5
3. Hikmah Larangan Ihtikar................................................................. 6

B.HUKUM IHTIKAR DALAM ISLAM.............................................. 7


1. Al-Qur’an......................................................................................... 7
2. Sunnah.............................................................................................. 7
3. Ijma.................................................................................................. 8

C.DALIL DAN HADIS TENTANG IHTIKAR................................... 8


1. Hadis Ahmad Nomor 8263............................................................ 8
2. Hadis Ahmad Nomor 4648............................................................. 9
3. Hadis Ibnu Majah Nomor 2146........................................................ 11

D.NATIJAH............................................................................................ 14
1. Natijah Hadis Ahmad Nomor 8263................................................ 14
2. Natijah Hadis Ahmad Nomor 4648................................................. 16
3. Natijah Hadis Ibnu Majah Nomor.................................................... 18

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ihtikar secara terminologi adalah jika seseorang membeli makanan pada
saat harga mahal, kemudian ia menimbunnya untuk dijual dengan harga lebih
mahal ketika kebutuhan terhadap makanan tersebut mendesak. Menimbun
dalam bahasa Arab adalah ihtikar dari kata ihtikarayahtakiru yang bermakna
secara bahasa adalah alhabsu (menahan) dan aljam’u (mengumpulkan) secara
etimologi ialah perbuatan menimbun, pengumpulan (barang-barang) atau
tempat untuk menimbun. Ihtikar ini sering kali diterjemahkan sebagai
monopoli dan atau penimbunan. Padahal sebenarnya Ihtikar tidak monopoli
dan atau penimbunan.1
Dalam Islam, siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-
satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stock barang
untuk keperluan persediaanpun tidak dilarang dalam Islam. Jadi monopoli itu
boleh saja, demikian pula menyimpan persediaan. Yang dilarang adalah
Ihtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara
menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah
ekonominya monopoly’s rent-seeking. Jadi dalam Islam, monopoli boleh.
Sedangkan monopoly’s rent-seeking tidak boleh. (Adiwarman A. Karim, :
185). Rasulullah telah melarang praktek ihtikar, yaitu secara sengaja menahan
atau menimbun barang, terutama pada saat terjadinya kelangkaan, dengan
tujuan untuk menaikan harga dikemudian hari. Akibat dari ihtikar ini
masyarakat luas akan dirugikan oleh sekelompok yang lain. Agar harga dapat
kembali ke posisi semula maka pemerintah dapat melakukan berbagai upaya
menghilangkan penimbunan ini. (Ulfa Jamilatul Farida, Jurnal Ekonomi
Islam La_Riba, Vol VI, No. 2, Desemeber 2012, : 265.)
Dalam pokok pembahasan materi Ihtikar terdapat tiga hadis utama dan
satu hadis pendukung. Hadis utama ada pada kitab Ahmad nomor 8263 dan

1
Muhammad Deni Putra, Dampak Ihtikar Terhadap Mekanisme Pasar Dalam
Perspektif Islam, 2019, hal 184-185

1
4648. Selain itu hadis utama juga terdapat pada kitab Ibnu Majah nomor
2146. Sedangkan untuk hadis pendukung ada pada kitab Ibnu Majah nomor
130.
Para ulama Mazhab Al-Malikiyah mengharamkan ihtikar serta
menekankan bahwa pemerintah berkewajiban mencegahnya dengan segala
cara. Alasannya karena perbuatan itu memberikan mudharat yang besar
terhadap kehidupan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan negara. Ulama
Mahzab Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa ihtikar diharamkan oleh
syariat karena membawa mudarat yang besar terhadap masyarakat dan
negara. Asy-Syaukani menyebutkan bahwa ‘illat keharaman ihtikar adalah
kegiatan menimbun barang itu merugikan kaum muslinim. Namun, bila tidak
sampai merugikan, hukumnya tidak diharamkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ihtikar?
2. Bagaimana hukum ihtikar dalam Islam?
3. Bagaimana dalil dan hadis tentang ihtikar?
4. Bagaimana derajat hadis?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Untuk mengetahui apa itu ihtikar
2. Untuk mengetahui hukum ihtikar dalam Islam
3. Untuk mengetahui dalil dan hadis tentang ihtikar
4. Untuk mengetahui derajat hadis tentang ihtikar

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IHTIKAR
Ihtikar secara etimologi adalah penimbunan, pengumpulan (barang-
barang) atau tempat untuk menimbun. Sedangkan menurut Imam Fairuz
Abadi mengartikan ihtikar secara bahsa adalah nmengumpulkan, menhaan,
barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal.
Kata-kata Ihtikar adalah masdar adalah (kata kerja yang dibendakan)
yaitu dari fi’il madi Ihtikar, akar kata dari hakara. Hakara menurut bahasa
adalah istabadda yang artinya bertindak sewenang-wenangnya. Maka kalimat
Ihtikar al-syai’a yang artinya menumpukkan sesuatu dan menahannya dengan
menunggu naiknya harga lalu menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.2
Ihtikar atau penimbunan barang adalah membeli sesuatu dengan jumlah
yang besar, agar barang tersebut berkurag di pasar sehingga harganya (barang
yang ditimbun tersebut) menjadi naik dan pada waktu harga naik barulah
penjual melepas barang dagangannya (dijual) ke pasar, sehingga penjual
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. 3 Pendapat lain mengatakan
bahwa Ihtikar adalah membeli barang ketika harga sedang mahal, menyimpan
barang tersebut sehingga kurang persediaannya di pasar.4
Sedangkan menurut terminologis adalah menahan (menimbun) barang-
barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan
harganya serta menunggu lonjaknya harga dipasaran. Ulama fiqih dalam hal
ini berbeda-beda pendapat, mereka berpendapat sebagai berikut:

2
Abu Luis Ma’luf, Munjid Fi- Lughah Wa Al-Alam(beirut: Dar El Masyriq,
1986), 146
3
Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Islam
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 47.
4
Yusuf Ahmad Mahmud, Bisnis Islami dan Kritik Bisnis Ala Kapitalis (Bogor:
Al Azhar Press, 2009), 32

3
a. Ihtikar menurut Al-Ghazali mendefenisikan Ihtikar sebagai
Penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu
melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak.5
b. Ihtikar menurut ulama Hanafiyah adalah proses penahanan suatu barang
yaitu dengan melakukan Penyimpanan barang dagangan oleh produsen
baik berupa makanan pakaian, dan lainnya yang merupakan segala
barang yang dapat membahayakan pasar.
c. Ihtikar menurut ulama Syafi’iyah yaitu dengan menahan segala sesuatu
yang dibeli pada waktu melonjaknya harga jual suatu barang untuk
dijualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi manakala ketika
orang-orang sangat membutuhkannya.6

1. Syarat-Syarat dikatakan Menimbun


Meskipun Islam menjamin kebebasan individual dalalm melakukan
transaksi jual beli dan bersaing, namun Islam melarang sikap egois individual
dan keserakahan dalam menumpuk harta demi kepentingannya sendiri. oleh
karena itu, rasullah saw. Melarang menimbun barang yang menjadi
kebutuhan pokok masyarakat.7 Adapun syarat-syarat Ihtikar dikatakan
makruh yaitu:
a. Menimbun tanpa tujuan menunggu harga tinggi.
b. Menimbun pada waktu barang itu banyak.
c. Menimbun untuk keperluannyadan keluarganya.

Para ulama berbeda pendapat antara makruh dan haram bagi seseorang
yang menimbun makanan dan pakaian, masing-masing mempunyai dalil, jika
terpenuhi syara-syarat haram maka hukumnya haram, dan jika tidak terpenuhi
syarat-syarat haram maka hukumnya menimbun yang diperbolehkan atau
mubah yaitu:
5
Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fiqih Indonesia Muamalat (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2018), 42.
6
Abu Luis Ma‟luf, Munjid Fi-Lughah Wa Al-Alam (Beirut: Dar El Masyrid,
1986), 38.
7
Habiburrahim Dkk, Mengenal Pegadaian Syariah (Jakarta: Kuwais, 2012),

4
a. Menimbun sesuatu tanpa tujuan untuk menjualnya.
b. Boleh menimbun manisan, minyak, dan makanan hewan dalam keadaan
waktu yang lapang,dan menyimpan untuk kebutuhan keluarganya.

2. Komoditi yang Tidak Dapat di Ihtikar


Barang dagangan yang dilarang untuk di Ihtikar hanya pada komoditi
bahan makanan pokok saja yaitu bahan yaitu bahan makanan bagi manusia
dan bintang saja sedangkan seperti obat-obatan dan bahannya tidaklah
dilarang untuk menimbunnya. Menurut AlGhazali yang termasuk ke dalam
barang yang haram untuk dikategorikan. Ihtikar adalah bahan makanan pokok
yang bersifat kering, seperti:
a. Beras
b. Jagung
c. Terigu
d. Gandum8
Para Fuqaha’ bersepakat bahwa hukum Ihtikar adalah haram terhadap
komoditi bahan makanan pokok karena itu makanan manusia, seperti
gandum, jagung, beras, dan segala jenis yang bisa menguatkan badan
manusia.9 Pengharaman Ihtikar untuk setiap barang yang dibutuhkan
manusia, baik bahan makanan pokok, obat-obatan, pakaian, peralatan sekolah
perabotan rumah atau perabotan rumah atau pertukangan, dan lainnya.
Pelarangan tersebut juga menguatkan, hal itu karena dapat membahayakan
orang umum akibat penumpukkan dan penahanan baran dagangan saja,
khususnya di zaman sekarang ini. Manusia juga membutuhkan makanan dan
minuman, berpakaian dan bertempat tinggal, belajar, berobat, bergerak dan
berkomunikasi dengan yang lainnya melalui berbagai sarana transportasi dan
komunikasi.10

8
Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din,Jilid 1,Terj (indonesia: Dar El Ihya, n.d.),
22-23.
9
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Cet, Ke-3 Jilid 3 (Beirut: Dar
El Fikr, 2006), 585.
10
Yusuf Qordhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam (Jakarta:
Robbani Press, 2001), 233.

5
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa yang
tergolong sembako (Sembilan bahan pokok) ini tidak hanya terdiri dari
makanan pokok yang bersifat kering saja seperti, beras, jagung, dan gandum,
namun juga gula, susu telor, minyak, dan makanan-makanan lain yang bisa
menunjang kebutuhan hidup manusia. Jika kita kaitkan dengan kondisi
sekarang ini. Karena itu semua sangat penting bagi kebutuhan hidup manusia
karena sebagai penopang kehidupannya sehari-hari, tanpa makan manusia
tidak akan bisa beraktifitas atau bekerja dengan sempurna, untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Setiap tahun jumlah kebutuhan manusia semakin
bertambah, hal ini dikarenakan karena seiring dengan perkembangan zaman
yang selalu bergerak maju.

3. Hikmah Larangan Ihtikar


Imam Nawawi menjelaskan hikmah dari larangan Ihtikar adalah
mencegah hal-hal yang menyulitkan manusia secara umum, oleh karenanya
para ulama sepakat apabila ada orang memilik makanan lebih, sedangkan
manusia sedang kelaparan dan tidak ada makanan kecuali yang ada pada
orang tadi, maka wajib bagi orang tersebut menjual atau memberikan dengan
cuma-cuma makanannya kepada orang yang membutuhkan. Islam
mengancam mereka yang menimbunnya dengan siska yang pedih di hari
kiamat.
penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengatur
persaingan dalam pasar Islam. Dalam tingkat internasional, menimbun barang
menjadi penyebab terbesar dari krisis yang dialami oleh manusia sekarang,
yang mana beberapa negara kaya dan maju secara ekonomi memonopoli
produksi, perdagangan, bahan baku kebutuhan pokok. Negara-negara tersebut
memonopoli pembelian bahan-bahan baku dari negara yang kurang maju
perekonomiannya dan memonopoli penjualan komoditas industri.11 Menurut
beliau adapun selain bahan makanan, tidaklah diharamkan penimbunan
padanya dalam kondisi bagaimanapun sama dalam kondisi kekurangan atau

11
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah (Jakarta: Amzah, 2010), 273.

6
berlebih dalam pasar. Kesimpulannya ihtikar diharamkan ke atas bahan
makanan pokok saja ketika bahan itu kurang dipasar sehingga masyarakat
sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka.

B. HUKUM IHTIKAR DALAM ISLAM


1. Al-Qur’an
Para ahli fiqh menghukumkan Ihtikar sebagai perbuatan terlarang dalam
agama. Dasar hukum pelarangan ini adalah kandungan Al-Qur’an yang
menyatakan bahwa setiap perbuatan aniaya, termasuk didalamnya kegiatan
Ihtikar diharamkan agama. Berikut ayat-ayat yang mengandung larangan
dalam Ihtikar adalah: Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29:

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن َجِتاَر ًة‬

‫۝‬٢٩ ‫َعْن َتَر اٍض ِّم ْنُك ْۗم َو اَل َتْق ُتُلْٓو ا َاْنُفَس ُك ْۗم ِاَّن الّٰل َه َك اَن ِبُك ْم َر ِح ْيًم ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allahadalah Maha Penyayang kepadamu.”

2. Hadis

‫ِل اِهلل َّل ا َل ِه‬ ‫ْن‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ِر ِن ِداِهلل ِض‬
‫َص ُهلل َع ْي‬ ‫ْن َرُسْو‬ ‫َع‬ ‫ُه‬ ‫َع‬ ‫ُهلل‬ ‫َو َعْن َم ْع َم ْب َعْب َر‬
)‫ َالْحَيَتِّك ُر ِاَالخَاِط ٌئ (رواُه مسلم‬: ‫َو َس َلَم قَاَل‬
“Dari Ma’mar bin Abdullah dari Rasullullah SAW. Sabdanya: tidak
menimbun melainkan orang berdosa” (HR. Muslim).

3. Ijma

7
Para ulama Mazhab Al-Malikiyah mengharamkan ihtikar serta
menekankan bahwa pemerintah berkewajiban mencegahnya dengan segala
cara. Alasannya karena perbuatan itu memberikan mudharat yang besar
terhadap kehidupan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan negara.
Ulama Mahzab Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa ihtikar
diharamkan oleh syariat karena membawa mudarat yang besar terhadap
masyarakat dan negara.
Asy-Syaukani menyebutkan bahwa ‘illat keharaman ihtikar adalah
kegiatan menimbun barang itu merugikan kaum muslinim. Namun, bila tidak
sampai merugikan, hukumnya tidak diharamkan.12

C. DALIL DAN HADIS TENTANG IHTIKAR


1. Hadis Ahmad 8263
a. Hadis Utama
Ahmad : 8263

‫َح َّد َثَنا ُس َر ْيٌج َح َّد َثَنا َأُبو َم ْع َش ٍر َعْن َحُمَّم ِد ْبِن َعْم ِر و ْبِن َعْلَق َم َة َعْن َأيِب‬

‫ِه‬ ‫ِه‬
‫َس َلَم َة َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َقاَل َقاَل َرُس وُل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َمْن‬
‫اِط‬ ‫ا َتَك ْك ًة ِر يُد َأْن ْغِل ا َلى اْل ِلِم‬
‫َخ‬
‫َفُه َو ٌئ‬ ‫َني‬ ‫ُي َي َهِب َع ُمْس‬ ‫ْح َر ُح َر ُي‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami Suraij berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu Ma'syar dari Muhammad bin 'Amru bin Alqomah dari
Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam Bersabda: "Barangsiapa menimbun (bahan makanan) dengan
maksud menaikkan harga atas kaum muslimin maka ia telah berdosa."13
b. Kosa Kata

12
Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2018), 34.
13
Kitab Ahmad, Nomor 8263

8
‫ حََّد َنا‬: Telah Menceritakan
‫َث‬

‫كنز‬ : Menimbun

‫ مسر‬: Harga
c. Asbabul Wurud
Telah menceritakan kepada kami Suraij berkata; telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Muhammad bin 'Amru bin
Alqomah dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Barangsiapa menimbun (bahan
makanan) dengan maksud menaikkan harga atas kaum muslimin maka
ia telah berdosa."
d. Kandungan Hadis
Hadis ini menceritakan mengenai penimbunan bahan makanan.
Barang siapa yang menimbun bahan makanan dengan maksud
meninggikan harga makan terhadap sesama muslim maka ia telah
berdosa.

2. Hadis Ahmad 4648


a. Hadis Utama

Ahmad : 4648

‫َح َّد َثَنا َيِز يُد َأْخ َبَر َنا َأْص َبُغ ْبُن َز ْيٍد َح َّد َثَنا َأُبو ِبْش ٍر َعْن َأيِب الَّز اِه ِر َّيِة َعْن َك ِثِري ْبِن‬
‫ُمَّر َة اَحْلْض َر ِم ِّي َعِن اْبِن ُعَمَر َعْن الَّنِّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َمْن اْح َتَك َر َطَعاًم ا‬
‫ٍة‬ ‫ِم‬ ‫ِم ِه‬ ‫ِع‬
‫َأْر َب َني َلْيَلًة َفَقْد َبِر َئ ْن الَّل َتَعاىَل َو َبِر َئ الَّلُه َتَعاىَل ْنُه َو َأَمُّيا َأْه ُل َعْر َص‬
‫َأْص َبَح ِفيِه ْم اْم ُر ٌؤ َج اِئٌع َفَقْد َبِر َئْت ِم ْنُه ْم ِذَّم ُة الَّلِه َتَعاىَل‬
Terjemahan :

9
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada
kami Ashbagh bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari
Abu Az Zahiriyyah dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa menimbun makanan
hingga empat puluh malam, berarti ia telah berlepas diri dari Allah Ta'ala
dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki
harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada seorang yang
kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala telah terlepas dari
mereka.”14

b. Kosa Kata

‫م‬ ‫طما‬ : Makanan

‫َم ال‬ : Harta

‫ متضورجوًء ا‬: Kelaparan

c. Asbabul Wurud
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada
kami Ashbagh bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari
Abu Az Zahiriyyah dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa menimbun makanan
hingga empat puluh malam, berarti ia telah berlepas diri dari Allah Ta'ala
dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki
harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada seorang yang
kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala telah terlepas dari
mereka.”

d. Kandungan Hadis

14
Kitab Ahmad, Nomor 4648

10
Hadis ini menceritakan tentang penimbunan. Barang siapa yang
menimbun makanan sampai 40 hari dan bagi setiap orang yang memiliki
harta berlimpah sedangkan disekitarnya mereka ada seseorang yang
kelaparan, maka sengguh perlindungan Allah Ta’ala telah terlepas dari
mereka.

3. Hadis Ibnu Majah 2146


a. Hadis Utama

Ibnu Majah No. 2146

‫َح َّد َثَنا ْحَيىَي ْبُن َح ِكيٍم َح َّد َثَنا َأُبو َبْك ٍر اَحْلَنِف ُّي َح َّد َثَنا اَهْلْيَثُم ْبُن َر اِفٍع َح َّد َثيِن َأُبو‬
‫ِمَس‬
‫ْحَيىَي اْلَم ِّك ُّي َعْن َفُّر وَخ َمْو ىَل ُعْثَم اَن ْبِن َعَّف اَن َعْن ُعَمَر ْبِن اَخْلَّطاِب َقاَل ْعُت‬
‫ِلِم‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬
‫َرُس وَل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َيُقوُل َمْن اْح َتَك َر َعَلى اْلُمْس َني َطَعاًم ا َض َر َبُه‬
‫الَّلُه ِباُجْلَذ اِم َو اِإْل ْفاَل ِس‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr Al Hanafi berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Haitsam bin Rafi' berkata, telah
menceritakan kepadaku Abu Yahya Al Makki dari Farukh -mantan budak
Utsman bin Affan- dari Umar Ibnul Khaththab ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menimbun makanan atas kaum muslimin, maka Allah akan
menghukumnya dengan penyakit dan kerugian."15

b. Hadis Penguat

Sumber : Ahmad
Kitab : Musnad sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga
Bab : Awal musnad Umar bin Al Khattab Radliyallahu ‘anhu
15
Kitab Ibnu Majah, 2146

11
No. Hadist : 130

‫َح َّد َثَنا َأُبو َس ِعيٍد َمْو ىَل َبيِن َه اِش ٍم َح َّد َثَنا اَهْلْيَثُم ْبُن َر اِفٍع الَّطاَطِر ُّي َبْص ِر ٌّي‬
‫ِض‬ ‫ِم‬
‫َح َّد َثيِن َأُبو ْحَيىَي َرُج ٌل ْن َأْه ِل َم َّك َة َعْن َفُّر وَخ َمْو ىَل ُعْثَم اَن َأَّن ُعَمَر َر َي الَّلُه‬
‫َعْنُه َو ُه َو َيْو َم ِئٍذ َأِم ُري اْلُم ْؤ ِمِنَني َخ َر َج ِإىَل اْلَمْس ِج ِد َفَر َأى َطَعاًم ا َم ْنُثوًر ا َفَق اَل َم ا‬
‫َل ِقي ا َأِم‬ ‫ي‬‫َذ ا الَّط ا َق اُلوا َط ا ِل ِإَل ا َقاَل ا َك الَّل ِفيِه ِف‬
‫َع ٌم ُج َب ْيَن‬
‫َل َري‬ ‫َي‬ ‫ُه‬‫َب‬ ‫َج‬ ‫ْن‬ ‫َم‬ ‫َب َر ُه َو‬ ‫َع ُم َف‬ ‫َه‬
‫اْلُم ْؤ ِمِنَني َفِإَّنُه َقْد اْح ُتِكَر َقاَل َو َمْن اْح َتَك َر ُه َقاُلوا َفُّر وُخ َمْو ىَل ُعْثَم اَن َو ُفاَل ٌن‬
‫ىَل ُع َفَأ ِإَلْيِه ا َفَد َعاَمُها َق اَل ا َمَحَلُك ا َعَلى اْح ِتَك اِر َط اِم‬
‫َع‬ ‫َم‬ ‫َف َم‬ ‫َمْو َمَر ْر َس َل َم‬
‫اْلُمْس ِلِم َني َقااَل َيا َأِم َري اْلُم ْؤ ِمِنَني َنْش ِرَت ي ِبَأْم َو اِلَنا َو َنِبيُع َفَق اَل ُعَمُر ِمَس ْعُت َرُس وَل‬
‫ِلِم‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬
‫الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َيُقوُل َمْن اْح َتَك َر َعَلى اْلُمْس َني َطَعاَمُه ْم َض َر َبُه الَّلُه‬
‫ِه‬ ‫ِمِن‬ ‫ِم‬ ‫ِع ِل‬
‫ِباِإْل ْفاَل ِس َأْو ُجِبَذ اٍم َفَق اَل َفُّر وُخ ْنَد َذ َك َيا َأ َري اْلُم ْؤ َني ُأَعا ُد الَّلَه‬
‫َو ُأَعاِه ُد َك َأْن اَل َأُعوَد يِف َطَعاٍم َأَبًد ا َو َأَّم ا َمْو ىَل ُعَمَر َفَق اَل ِإَمَّنا َنْش ِرَت ي ِبَأْم َو اِلَنا‬
‫َو َنِبيُع َقاَل َأُبو ْحَيىَي َفَلَقْد َر َأْيُت َمْو ىَل ُعَمَر ْجَمُذ وًم ا‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id budak Bani Hasyim
Telah menceritakan kepada kami Al Haitsam Bin Rafi' Ath Thathari
orang Bashrah Telah menceritakan kepadaku Abu Yahya seorang lelaki
penduduk Makkah dari Farrukh hamba sahaya Utsman, bahwa Umar
pada saat menjadi Amirul Mukminin, dia keluar menuju masjid
kemudian melihat makanan berserakan, maka dia bertanya; "Makanan
apa ini?" Mereka menjawab; "Makanan yang di datangkan kepada kami,
" maka dia berkata; "Semoga Allah memberkahi makanan ini dan orang
yang mendatangkannya, " kemudian ada yang berkata; "Wahai Amirul
Mukminin, makanan itu telah ditimbun, " Umar bertanya; "Siapa yanga
telah menimbunnya?" Mereka menjawab; "Farrukh hamba sahaya
Utsman dan Fulan hamba sahaya Umar, " maka Umar mengutus utusan

12
untuk memanggil keduanya, kemudian dia berkata; "Apa yang
mendorong kalian berdua untuk menimbun makanan kaum muslimin?"
Keduanya menjawab; "Wahai Amirul Mukminin, kami membeli dengan
harta kami dan menjual." Maka Umar menjawab; "Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menimbun harta kaum muslimin maka Allah akan menimpakan
kepadanya kebangkrutan atau penyakit kusta, " maka Farrukh ketika itu
berkata; "Wahai Amirul Mukminin, aku berjanji kepada Allah dan
kepadamu untuk tidak akan mengulangi menimbun makanan selamanya."
Adapun hamba sahaya Umar dia berkata; "Hanyasannya kami membeli
dengan harta kami dan menjual." Abu yahya berkata; "Maka sungguh
aku melihat hamba sahaya Umar terkena penyakit kusta."

c. Kosa Kata
‫ طمام‬: Makanan
: ‫ كنز‬Menimbun

d. Asbabul Wurud
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr Al Hanafi berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Haitsam bin Rafi' berkata, telah
menceritakan kepadaku Abu Yahya Al Makki dari Farukh -mantan budak
Utsman bin Affan- dari Umar Ibnul Khaththab ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menimbun makanan atas kaum muslimin, maka Allah akan
menghukumnya dengan penyakit dan kerugian."

e. Kandungan Hadis
Hadis ini menceritakan tentang penimbunan makanan terhadap kaum
muslim maka Allah akan memberikan hukuman terhadap mereka yaitu
memberi penyakit dan kerugian.

13
D. NATIJAH
1. Natijah Hadis Ahmad 8263
a. Kuantitas
Jika dilihat dari segi kuantitasnya hadis ini termasuk hadis mutawatir.

b. Kualitas
Jika dilihat dari kualitasnya hadis ini termasuk hadis shohih.
c. Sanad
Jalur Sanad
Abdur Rahman bin Shakhr

Abdullah bin ‘Abdur Rahman bin ‘Aruf

Muhammad bin ‘Amru bin ‘Alqamah bin Waqash

Najih bin ‘Abdur Rahman

Suraij bin An Nu’man bin Marwan

Nama Lengkap : Abdur Rahman bin Shakhr


Kalangan : Sahabat
Kuniyah : Abu Hurairah
Negeri : Madinah
Wafat : 57 H
Sahabat ialah orang yang bertemu rasulullah sahallahu'alaihi wa sallam
dan ia seorang muslim sampai akhir hayatnya.

14
Nama Lengkap : Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Salamah
Negeri : Madinah
Wafat : 94 H
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil = Perawi mempunyai sifat ‘adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Muhammad bin 'Amru bin 'Alqamah bin Waqash


Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 145 H
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil = Perawi mempunyai sifat ‘adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Najih bin 'Abdur Rahman


Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Ma'syar
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 170 H
Maqbul = Perawi yang diterima periwayatannya dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.

Nama Lengkap : Suraij bin An Nu'man bin Marwan


Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Al Husain
Negeri semasa hidup : Baghdad
Wafat : 217 H
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil = Perawi mempunyai sifat ‘adil dan kuat
hafalannya.

15
d. Matan
Matan pada hadis utama menjelaskan bahwa barangsiapa menimbun
(bahan makanan) dengan maksud menaikkan harga atas kaum muslimin
maka ia telah berdosa.

2. Natijah Hadis Ahmad No. 4648


a. Kuantitas
Jika dilihat dari kuantitasnya hadis ini termasuk hadis mutawatir.

b. Kualitas
Jika dilihat dari kualitasnya hadis ini termasuk hadis hasan.

c. Sanad
Jalur Sanad
Abdullah bin 'Umar bin Al
Khaththab bin Nufail

Katsir bin Murrah

Hudair bin Kuraib

Ja’far bin Iyas bin Abi Wahsyiyah

Ashbagh bin Zaid bin ‘Ali

Yazid bin Harun

Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail


Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah

16
Wafat : 73 H
Sahabat ialah orang yang bertemu rasulullah sahallahu'alaihi wa sallam
dan ia seorang muslim sampai akhir hayatnya.

Nama Lengkap : Katsir bin Murrah


Kalangan : Tabi'in kalangan tua
Kuniyah : Abu Syajarah
Negeri semasa hidup : Syam
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil = Perawi mempunyai sifat ‘adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Hudair bin Kuraib


Kalangan :Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Az Zahiriyyah
Negeri semasa hidup : Syam
Shaduq La ba’ sa bihi = Perawi yang jujur terhadap apa yang diberitakan
dan perawi tersebut tidak bermasalah (cacat dalam periwayatannya).

Nama Lengkap : Ja'far bin Iyas bin Abi Wahsyiyah


Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Bisyir
Negeri semasa hidup : Hait
Wafat : 125 H
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil = Perawi mempunyai sifat ‘adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Ashbagh bin Zaid bin 'Ali


Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Hait
Wafat : 157 H

17
Shaduq, buruk hapalannya = Perawi yang jujur terhadap apa yang
diberitakan, tetapi ia memiliki hapalan yang buruk dan sering keliru dalam
periwayatan.

d. Matan
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada
kami Ashbagh bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari
Abu Az Zahiriyyah dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa menimbun makanan
hingga empat puluh malam, berarti ia telah berlepas diri dari Allah Ta'ala
dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki harta
melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada seorang yang kelaparan,
maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala telah terlepas dari mereka.”

3. Natijah Hadis Ibnu Majah No.2146


a. Kuantitas
Jika dilihat dari segi kuantitasnya hadis ini termasuk hadis mutawatir.

b. Kualitas
Jika dilihat dari segi kualitasnya hadis ini termasuk hadis hasan.

c. Sanad

Jalur Sanad
Umar bin Al Khaththab bin
Nufail

Farrukh

Mishda’

Al Haitsam bin Rafi’

18
Abdul Kabir bin ‘Abdul Majid bin ‘ Ubaidillah bin Syarik

Yahya bin Hakim

Nama Lengkap : Umar bin Al Khaththab bin Nufail


Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu Hafsh
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 23
Sahabat ialah orang yang bertemu rasulullah sahallahu'alaihi wa sallam
dan ia seorang muslim sampai akhir hayatnya.

Nama Lengkap : Farrukh


Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Maqbul = Perawi yang diterima periwayatannya dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.

Nama Lengkap : Mishda'


Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Yahya
Negeri semasa hidup : Madinah
Tsiqah/ Mutqin/`Adil = Perawi yang mempunyai sifat `adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Al Haitsam bin Rafi'


Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
Kuniyah : Abu Al Hakam
Negeri semasa hidup : Bashrah

19
Shaduq, buruk hapalannya = Perawi yang jujur terhadap apa yang
diberitakan, tetapi ia memiliki hapalan yang buruk dan sering keliru dalam
periwayatan.

Nama Lengkap : Abdul Kabir bin 'Abdul Majid bin 'Ubaidillah bin Syarik
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Bakar
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 204 H
Tsiqah/ Mutqin/`Adil = Perawi yang mempunyai sifat `adil dan kuat
hafalannya.

Nama Lengkap : Yahya bin Hakim


Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Zakariya
Negeri semasa hidup : Bashrah
Wafat : 256 H
Tsiqah Tsiqah atau Tsiqah Hafidz ialah Perawi yang mempunyai
kredibilitas yang inggi, yang terkumpul pada dirinya sifat adil dan
hafalannya sangat kuat.

d. Matan
Matan pada hadis pertama menjelaskan bahwa barangsiapa menimbun
makanan atas kaum muslimin, maka Allah akan menghukumnya dengan
penyakit dan kerugian.

BAB III
KESIMPULAN

20
1. Ihtikar secara etimologi adalah penimbunan, pengumpulan (barang-
barang) atau tempat untuk menimbun. Sedangkan menurut Imam Fairuz
Abadi mengartikan ihtikar secara bahsa adalah nmengumpulkan, menhaan,
barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal. Jadi, Ihtikar
atau penimbunan barang adalah membeli sesuatu dengan jumlah yang
besar, agar barang tersebut berkurag di pasar sehingga harganya (barang
yang ditimbun tersebut) menjadi naik dan pada waktu harga naik barulah
penjual melepas barang dagangannya (dijual) ke pasar, sehingga penjual
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
2. Menurut firman Allah ihtikar dalam surah An-Nisa ayat 29 “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Sedangkan menurut ulama Mazhab Al-Malikiyah mengharamkan ihtikar
serta menekankan bahwa pemerintah berkewajiban mencegahnya dengan
segala cara. Alasannya karena perbuatan itu memberikan mudharat yang
besar terhadap kehidupan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan
negara.Sama halnya menurut ulama Mahzab Al-Hanabilah juga
mengatakan bahwa ihtikar diharamkan oleh syariat karena membawa
mudarat yang besar terhadap masyarakat dan negara. Dan menurut Asy-
Syaukani menyebutkan bahwa ‘illat keharaman ihtikar adalah kegiatan
menimbun barang itu merugikan kaum muslinim. Namun, bila tidak
sampai merugikan, hukumnya tidak diharamkan.
3. Pada makalah ini pembahasan ihtikar memiliki tiga hadis utama dan satu
hadis pendukung. Hadis ihtikar beradasarkan kitab ahmad 8263 nomor
menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda:
"Barangsiapa menimbun (bahan makanan) dengan maksud menaikkan
harga atas kaum muslimin maka ia telah berdosa." Kandungan hadis ini
yaitu tentang penimbunan bahan makanan dan barang siapa yang
menimbun bahan makanan dengan maksud meninggikan harga makan

21
terhadap sesama muslim maka ia telah berdosa. Sedangkan menurut kitab
ahmad nomor 4648 menjelaskan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti ia
telah berlepas diri dari Allah Ta'ala dan Allah Ta'ala juga berlepas diri
dari-Nya. Dan siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-
tengah mereka ada seorang yang kelaparan, maka sungguh perlindungan
Allah Ta'ala telah terlepas dari mereka.” Kandungan hadis dari kitab ini
menceritakan tentang penimbunan. Barang siapa yang menimbun makanan
sampai 40 hari dan bagi setiap orang yang memiliki harta berlimpah
sedangkan disekitarnya mereka ada seseorang yang kelaparan, maka
sengguh perlindungan Allah Ta’ala telah terlepas dari mereka. Selain itu
menurut kitab ibnu manajah nomor 2146 menyatakan bahwa "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menimbun makanan atas kaum muslimin, maka Allah akan
menghukumnya dengan penyakit dan kerugian." Kandungan hadis pada
kitab ini ialah menceritakan tentang penimbunan makanan terhadap kaum
muslim maka Allah akan memberikan hukuman terhadap mereka yaitu
memberi penyakit dan kerugian.
4. Natijah pada hadis ihtikar kitab ahmad nomor 8263 memiliki kuantitas
sebagai hadis mutawatir karena perawinya lebih dari empat dan kualitas
hadisnya termasuk kedalam hadis shohih karena hadis ini termasuk hadis
Tsaqah/ Mutqin/ ‘Adil ialah hadis yang perawi mempunyai sifat ‘adil dan
kuat hafalannya. Pada kitab ahmad nomor 4648 memiliki natijah dengan
kuantitas sebagai hadis mutawatir karena perawinya lebih dari empat dan
kualitas hadisnya termasuk kedalam hadis hados hasan karena hadis ini
termasuk hasis shaduq, buruk hapalannya ialah hadis yang perawi yang
jujur terhadap apa yang diberitakan, tetapi ia memiliki hapalan yang buruk
dan sering keliru dalam periwayatan. Sedangkan natijah menurut kitab
ibnu majah nomor 2146 memiliki kuantitas sebagai hadis mutawatir
karena perawinya lebih dari empat dan kualitas hadisnya termasuk
kedalam hadis hados hasan karena hadis ini termasuk hasis shaduq, buruk

22
hapalannya ialah hadis yang perawi yang jujur terhadap apa yang
diberitakan, tetapi ia memiliki hapalan yang buruk dan sering keliru dalam
periwayatan.

DAFTAR PUSTAKA
Kutubut Tis’ah

23
Ahmad. (t.thn.). Kitab Musnad, Bab Musnad Abdullah bin Umar bin Al Khattab
Radliyallahu ta'ala 'anhuma, no hadis, 4648.

Ahmad. (t.thn.). Kitab Sisa Musnad Bab Musnad Abu Hurairah Radliyallahu
'anhu, no hadis, 8263.

Majah, I. (t.thn.). Kitab Perdagangan Bab Penimbun dan Importir, no hadis, 2146.

Muhammad Deni Putra, F. A. (2019). Dampak Ihtikar Terhadap Mekanisme Pasar


Dalam Perspektif Islam. 184-191.

Abu Luis Ma‟luf. Munjid Fi-Lughah Wa Al-Alam. Beirut: Dar El Masyrid, 1986.
Ahmad Sarwat. Ensiklopedia Fiqih Indonesia Muamalat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2018.

Al-Ghazali. Ihya Ulum Ad-Din,Jilid 1,Terj. indonesia: Dar El Ihya, t.th.

Al-Qardawi, Yusuf. Halal Haram Dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu, 2000.

Dkk, Habiburrahim. Mengenal Pegadaian Syariah. Jakarta: Kuwais, 2012.

Lubis, Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Hukum Perjanjian Islam. Jakarta:


Sinar Grafika, 2010.

Mahmud, Yusuf Ahmad. Bisnis Islami dan Kritik Bisnis Ala Kapitalis. Bogor: Al
Azhar Press, 2009.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah, 2010.

Zuhaily, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Cet, Ke-3 Jilid 3. Beirut: Dar
El Fikr, 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai