Disusun Oleh:
1. Dewi Imro’atul Choiriyah (2002036055)
2. Wulan Mustika Sari (2002036067)
3. Ahmad Wildan Labib M (2002036084)
4. Muhammad Fadhiel Firmansyah (2002036112)
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar) ini,
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat bagi kita
semua serta dapat menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah wawasan dalam mata kuliah
Hadits Ahkam Ekonomi. Sekalipun telah diusahakan sebaik mungkin, namun makalah ini
tentunya masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik diharapkan bisa
untuk disampaikan demi perbaikan makalah ini.
II
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Penimbunan (Al-Ihtikar) .......................................................................... 3
B. Hadits Ahkam Tentang Penimbunan ......................................................................... 4
C. Jenis Produk Al-Ihtikar .............................................................................................. 5
D. Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar) ............................................................................... 8
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
B. Kritik dan Saran ...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Ihtikar atau yang dikenal dengan penimbunan, merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang salah dan tidak diperbolehkan dalam Islam, dalam kegiatan ini
seseorang atau suatu kelompok tertentu menimbun makanan atau barang-barang
tertentu, kemudian menjaganya untuk diri mereka sendiri, yang mana ketika
produksi dari makanan atau barang tersebut mulai menipis, mereka akan
memonopoli barang atau makanan tersebut yang biasanya dengan menjual
barang/makanan tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang semestinya.
Kegiatan ini menahan dan menghambat penyebaran konsumsi dan produksi suatu
produk baik makanan maupun barang-barang kebutuhan lainnya, yang mana
berakibat pada ketidakmerataan kebutuhan dikalangan masyarakat, yang kemudian
dapat mengarah pada kemiskinan, kelaparan, dan masih banyak lagi keadaan
darurat yang tidak dapat dihindarkan yang mungkin muncul pada masyarakat.
Islam sebagai agama yang menjadi rahmatan lil alamiin, menghendaki bagi
pemeluknya untuk menjauhi Al-Ihtikar dengan melakukan penimbunan dan
memonopoli kebutuhan hidup sesamanya, karena Allah SWT yang Maha Pencipta
menciptakan apa yang ada dilangit dan di bumi untuk seluruh makhluk ciptaan-
Nya, sehingga umat manusia yang diciptakan sebagai khalifah di bumi, ditugaskan
dan diberi tanggungjawab untuk menjaga dan memperbaiki apa yang telah Ia SWT
berikan, dengan tidak merusak dan menghambat apa yang telah Ia berikan berupa
hak kebutuhan hidup untuk makhluk-Nya, dalam hal ini Al-Ihtikar yang merupakan
bentuk egois dan keserakahan perlu sekali untuk dihindari dan dihilangkan dari diri
setiap manusia. Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, bagi seluruh umat
manusia, telah mencontohkan dan menunjukkan dalam kehidupannya yang
sederhana, adil dan bijaksana, bahwa hal-hal semacam Ihtikar merupakan perbuatan
yang perlu dihindari dan dihilangkan, karna hal tersebut merupakan perbuatan yang
salah dan tidak pantas dilakukan oleh seorang manusia yang merupakan khalifah di
bumi.
1
Untuk itu pada makalah kali ini, kita akan mempelajari hukum Al-Ihtikar dari
Hadits-hadits Rasulullah yang sehubungan dengan Al-Ihtikar. Diharapkan dengan
makalah ini, dapat membantu kita untuk dapat mengenal dan memahami
Penimbunan, Monopoli, dan Al-Ihtikar. Dengan harapan agar dapat terhindar dari
kegiatan-kegiatan yang tidak benar, serta dapat mencegah terjadinya hal-hal
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Penimbunan (Al-Ihtikar)?
2. Apa saja Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar)?
3. Bagaimana Jenis Produk Al-Ihtikar?
4. Bagaimana hukum penimbunan (Al-Ihtikar?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penimbunan (Al-Ihtikar).
2. Untuk mengetahui Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar).
3. Untuk mengetahui jenis produk Al-Ihtikar.
4. Untuk memahami Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar).
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penimbunan (Al-Ihtikar)
1. Ihtikâr Menurut Bahasa.
1
Khairul Muhbibah, ‘Penimbunan Bahan Pokok Perspektif Masyarakat Bawean: Studi Fiqh
Muamalah’, 2012.
2
Muhbibah.
3
Muhbibah.
4
Muhbibah.
5
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr, 1981).
6
Adiwiraman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000).
3
e. Fathi ad-Duraini (Guru besar fiqh di Universitas Damaskus
Suriah) mendefinisikan ihtikâr dengan tindakan menyimpan harta,
manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya
kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar
secara drastis disebabkan persediaan barang terbatas atau stok
barang hilang sama sekali dari pasar, sementara rakyat, negara,
ataupun hewan (peternakan) sangat membutuhkan produk,
manfaat, atau jasa tersebut. ihtikâr menurut ad-Duraini tidak hanya
menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas dan
bahkan jasa dari pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang
dilakukan para pedagang dan pemberi jasa ini bisa memuat harga
pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa tersebut
sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan negara.7
َ ُصلﻪى ﻪﻠَّﻟا
علَ ْي ِه ُ ضلَةَ قَا َل قَا َل َر
ِ سو ُل ﻪ
َ ﻠَّﻟا َ ع ْن َم ْع َم ِر ب ِْن
ِ ع ْب ِد ﻪ
ْ َﻠَّﻟا ب ِْن ن َ
)َاطئ (رواه إبن ماجه ِ سلﻪ َم ََل َيحْ ت َ ِك ُر ِإ ﻪَل خ
َ َو
Hadits diriwayatkan dari Ma’mar bin Abdullah bin Nadlah ia berkata:
Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan
dan monopoli perdagangan kecuali dia yang berdosa.”
7
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004).
8
Suqiyah Musafa’ah, ‘Hadith Hukum Ekonomi Islam’, 1–204.
9
Suqiyah Musafa’ah.
4
iii. H.R. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah dan al-Hakim10
10
Suqiyah Musafa’ah.
11
Suqiyah Musafa’ah.
12
Suqiyah Musafa’ah.
13
Ahmad Zaini, ‘Ihtikar Dan Tas’ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah’, TAWAZUN : Journal of
Sharia Economic Law, 1.2 (2018), 187 <https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5091>.
5
Namun demikian Sebagian ulama Madzhab Hanbali dan Imam Al-Ghazali
mengkhususkan keharaman ihtikar pada jenis produk makanan saja. Hal ini
dikarenakan mereka berpendapat bahwasanya yang dilarang dalam nash hadits
hanyalah makanan. Menurut mereka, ihtikar merupakan masalah yang menyangkut
kebebasan pemilik barang untuk menjual barangnya dan kebutuhan ornag banyak,
maka larangan itu harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash saja.14
Sedangkan ulama dari kalangan Mazhab Syafi‘i dan Hanafi membatasi ihtikār
pada komoditas yang berupa makanan bagi manusia dan hewan. Menurut mereka,
komoditas yang terkait dengan kebutuhan orang banyak pada umumnya hanya
dua jenis ini. Oleh sebab itu, perlu dibatasi.15
Adapun salah satu jenis produk ihtikar adalah rekayasa pasar dalam supply,
hal ini biasanya terjadi apabila seorang penjual/produsen mengambil keuntungan
normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.
Ihtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat
produsen/penjual lain masuk ke pasar, agar ia menjadi satu-satunya produsen dari
barang yang dipasarkan. Oleh karena itu, ihtikar biasa disamakan dengan
monopoli, padahal tidak selalu orang yang melakukan monopoli melakukan
ihtikar. Demikian pula tidak setiap penimbunan adalah monopoli, contohnya
BULOG juga melakukan penimbunan, akan tetapi hal tersebut dilakukan untuk
menjaga kestabilan harga dan pasokan. Demikian pula dengan negara yang
memonopoli sektor industri yang penting dan menguasai hajat hidup ornag
banyak, bukan berarti hal tersebut merupakan ihtikar. Sesuatu dapat dilakukan
ihtikar apabila memiliki beberapat kriteria berikut:16
1) Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun
stock atau mengenakan entry-barries.
2) Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum
munculnya kelangkaan.
3) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan
sebelum kriteria 1 dan 2 dilakukan.
14
Zaini.
15
Zaini.
16
Zaini.
6
Kemunculan praktek monopoli pun dapat muncul dalam berbagai bentuk dan cara,
sala satunya sebagai berikut:17
17
Zaini.
18
Zaini.
19
Zaini.
7
menimbulkan distorsi ekonomi karena kehadirannya mengganggu
keseimbangan pasar yang sedang berjalan dan bergeser kearah yang diingini
oleh pihak yang memiliki monopoli tersebut.20
D. Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar).
Secara garis besar sikap ahli fikih mengenai ihtikār adalah sebagai berikut. Syarat-
syarat ihtikār makruh:21
Walaupun demikian menurut mayoritas ulama hukum ihtikar adalah haram karena
perbuatan tersebut dapat megakibatkan kemudharatan yang besar terhadap
kehidupan masyarakat, stabilitas ekonomi masyarakat dan negara. Karena itu, maka
20
Zaini.
21
Zaini.
22
Zaini.
23
Zaini.
8
pemerintah harus menerbitkan larangan monopoli, dan penimbunan atau ihtikar
yang sejalan dengan kaidah "Haqq al - Ghayr Muhafazun 'alayhi shar'an (hak orang
lain terpelihara secara shara'). Jadi hak konsumen menyangkut orang banyak lebih
diutamakan daripada hak ihtikar yang bersifat hak pribadi.24
24
Zaini.
25
Zaini.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fairuz Abadi mengartikan ihtikâr secara bahasa adalah mengumpulkan,
menahan barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal. Ihtikâr
secara terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia
untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan harganya serta menunggu
melonjaknya harga di pasaran.
Diantara hadits yang memuat hukum mengenai Al-Ihtikar adalah:
H.R. Muslim, Turmudhiy, Ibnu Majah, Ahmad
َ ُصلﻪى ﻪﻠَّﻟا
علَ ْي ِه ُ ضلَةَ قَا َل قَا َل َر
ِ سو ُل ﻪ
َ ﻠَّﻟا َ ع ْن َم ْع َم ِر ب ِْن
ِ ع ْب ِد ﻪ
ْ َﻠَّﻟا ب ِْن ن َ
)َاطئ (رواه إبن ماجه ِ سلﻪ َم ََل يَحْ ت َ ِك ُر إِ ﻪَل خ
َ َو
Hadits diriwayatkan dari Ma’mar bin Abdullah bin Nadlah ia berkata:
Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan dan
monopoli perdagangan kecuali dia yang berdosa.”
Menurut mayoritas ulama hukum ihtikar adalah haram karena perbuatan
tersebut dapat megakibatkan kemudharatan yang besar terhadap kehidupan
masyarakat, stabilitas ekonomi masyarakat dan negara.
C. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga dengan adanya makalah ini
dapat menambah wawasan dan pemahaman kita mengenai Hadits Ahkam Ekonomi.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik
dari segi tulisan maupun referensi yang menjadi bahan rujukan. Untuk itu kami
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang diberikan, guna penyempurnaan
makalah kami berikutnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004)
Zaini, Ahmad, ‘Ihtikar Dan Tas’ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah’,
TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law, 1.2 (2018), 187
<https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5091>
11