Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HADITS AHKAM TENTANG PENIMBUNAN (AL-IHTIKAR)

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Hadits Ahkam Ekonomi

Dosen Pengampu: Lathifah Munawaroh

Disusun Oleh:
1. Dewi Imro’atul Choiriyah (2002036055)
2. Wulan Mustika Sari (2002036067)
3. Ahmad Wildan Labib M (2002036084)
4. Muhammad Fadhiel Firmansyah (2002036112)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar) ini,
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat bagi kita
semua serta dapat menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah wawasan dalam mata kuliah
Hadits Ahkam Ekonomi. Sekalipun telah diusahakan sebaik mungkin, namun makalah ini
tentunya masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik diharapkan bisa
untuk disampaikan demi perbaikan makalah ini.

Semarang, 05 November 2021


Penyusun

II
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Penimbunan (Al-Ihtikar) .......................................................................... 3
B. Hadits Ahkam Tentang Penimbunan ......................................................................... 4
C. Jenis Produk Al-Ihtikar .............................................................................................. 5
D. Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar) ............................................................................... 8
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
B. Kritik dan Saran ...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Ihtikar atau yang dikenal dengan penimbunan, merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang salah dan tidak diperbolehkan dalam Islam, dalam kegiatan ini
seseorang atau suatu kelompok tertentu menimbun makanan atau barang-barang
tertentu, kemudian menjaganya untuk diri mereka sendiri, yang mana ketika
produksi dari makanan atau barang tersebut mulai menipis, mereka akan
memonopoli barang atau makanan tersebut yang biasanya dengan menjual
barang/makanan tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang semestinya.

Kegiatan ini menahan dan menghambat penyebaran konsumsi dan produksi suatu
produk baik makanan maupun barang-barang kebutuhan lainnya, yang mana
berakibat pada ketidakmerataan kebutuhan dikalangan masyarakat, yang kemudian
dapat mengarah pada kemiskinan, kelaparan, dan masih banyak lagi keadaan
darurat yang tidak dapat dihindarkan yang mungkin muncul pada masyarakat.

Islam sebagai agama yang menjadi rahmatan lil alamiin, menghendaki bagi
pemeluknya untuk menjauhi Al-Ihtikar dengan melakukan penimbunan dan
memonopoli kebutuhan hidup sesamanya, karena Allah SWT yang Maha Pencipta
menciptakan apa yang ada dilangit dan di bumi untuk seluruh makhluk ciptaan-
Nya, sehingga umat manusia yang diciptakan sebagai khalifah di bumi, ditugaskan
dan diberi tanggungjawab untuk menjaga dan memperbaiki apa yang telah Ia SWT
berikan, dengan tidak merusak dan menghambat apa yang telah Ia berikan berupa
hak kebutuhan hidup untuk makhluk-Nya, dalam hal ini Al-Ihtikar yang merupakan
bentuk egois dan keserakahan perlu sekali untuk dihindari dan dihilangkan dari diri
setiap manusia. Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, bagi seluruh umat
manusia, telah mencontohkan dan menunjukkan dalam kehidupannya yang
sederhana, adil dan bijaksana, bahwa hal-hal semacam Ihtikar merupakan perbuatan
yang perlu dihindari dan dihilangkan, karna hal tersebut merupakan perbuatan yang
salah dan tidak pantas dilakukan oleh seorang manusia yang merupakan khalifah di
bumi.

1
Untuk itu pada makalah kali ini, kita akan mempelajari hukum Al-Ihtikar dari
Hadits-hadits Rasulullah yang sehubungan dengan Al-Ihtikar. Diharapkan dengan
makalah ini, dapat membantu kita untuk dapat mengenal dan memahami
Penimbunan, Monopoli, dan Al-Ihtikar. Dengan harapan agar dapat terhindar dari
kegiatan-kegiatan yang tidak benar, serta dapat mencegah terjadinya hal-hal
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Penimbunan (Al-Ihtikar)?
2. Apa saja Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar)?
3. Bagaimana Jenis Produk Al-Ihtikar?
4. Bagaimana hukum penimbunan (Al-Ihtikar?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penimbunan (Al-Ihtikar).
2. Untuk mengetahui Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar).
3. Untuk mengetahui jenis produk Al-Ihtikar.
4. Untuk memahami Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar).

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penimbunan (Al-Ihtikar)
1. Ihtikâr Menurut Bahasa.

Ihtikâr secara etimologi adalah perbuatan menimbun, pengumpulan


(barang-barang) atau tempat untuk menimbun. Sedangkan menurut Imam
Fairuz Abadi mengartikan ihtikâr secara bahasa adalah mengumpulkan,
menahan barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal.1
2. Ihtikâr Menurut Istilah.

Ihtikâr secara terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang


pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan
harganya serta menunggu melonjaknya harga di pasaran. Beberapa definisi
penimbunan barang (ihtikâr) menurut beberapa pendapat yaitu:2
a. Imam al-Ghazali (Mazhab Syafi’i) mendefinisikan ihtikâr sebagai
penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk
menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga
melonjak.3

b. Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan ihtikâr adalah penyimpanan


barang oleh produsen baik, makanan, pakaian, dan segala barang
yang merusak pasar.4

c. As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan al-Ihtikar


sebagai membeli suatu barang dan menyimpannya agar barang
tersebut berkurang di masyarakat sehingga harganya meningkat
sehingga manusia akan mendapatkan kesulitan akibat kelangkaan
dan mahalnya harga barang tersebut.5

d. Adiwarman Karim mengatakan bahwa al-Ihtikar adalah


mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara
menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau
istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent.6

1
Khairul Muhbibah, ‘Penimbunan Bahan Pokok Perspektif Masyarakat Bawean: Studi Fiqh
Muamalah’, 2012.
2
Muhbibah.
3
Muhbibah.
4
Muhbibah.
5
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr, 1981).
6
Adiwiraman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000).

3
e. Fathi ad-Duraini (Guru besar fiqh di Universitas Damaskus
Suriah) mendefinisikan ihtikâr dengan tindakan menyimpan harta,
manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya
kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar
secara drastis disebabkan persediaan barang terbatas atau stok
barang hilang sama sekali dari pasar, sementara rakyat, negara,
ataupun hewan (peternakan) sangat membutuhkan produk,
manfaat, atau jasa tersebut. ihtikâr menurut ad-Duraini tidak hanya
menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas dan
bahkan jasa dari pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang
dilakukan para pedagang dan pemberi jasa ini bisa memuat harga
pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa tersebut
sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan negara.7

B. Hadits Ahkam Tentang Penimbunan (Al-Ihtikar).


1. Redaksi dan Terjemah Hadits
i. H.R. Muslim, Turmudhiy, Ibnu Majah, Ahmad8

َ ُ‫صلﻪى ﻪﻠَّﻟا‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ ‫ضلَةَ قَا َل قَا َل َر‬
ِ ‫سو ُل ﻪ‬
َ ‫ﻠَّﻟا‬ َ ‫ع ْن َم ْع َم ِر ب ِْن‬
ِ ‫ع ْب ِد ﻪ‬
ْ َ‫ﻠَّﻟا ب ِْن ن‬ َ
)‫َاطئ (رواه إبن ماجه‬ ِ ‫سلﻪ َم ََل َيحْ ت َ ِك ُر ِإ ﻪَل خ‬
َ ‫َو‬
Hadits diriwayatkan dari Ma’mar bin Abdullah bin Nadlah ia berkata:
Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan
dan monopoli perdagangan kecuali dia yang berdosa.”

ii. H.R. Ahmad9

‫سلﻪ َم َم ْن احْ ت َ َك َر‬ َ ُ‫صلﻪى ﻪﻠَّﻟا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫سو ُل ﻪ‬
َ ‫ﻠَّﻟا‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬ َ
‫َاطئ‬ ِ ‫علَى ْال ُم ْس ِل ِمينَ فَ ُﻬ َو خ‬ َ ‫ُح ْك َرة ً ي ُِريدُ أ َ ْن يُ ْغ ِل‬
َ ‫ي بِ َﻬا‬
Hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW
telah bersabda: “Siapapun yang melakukan penimbunan yang bermaksud
menaikkan harga pasar dikalangan masyarakat muslim, maka dia adalah
berdosa.”

7
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004).
8
Suqiyah Musafa’ah, ‘Hadith Hukum Ekonomi Islam’, 1–204.
9
Suqiyah Musafa’ah.

4
iii. H.R. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah dan al-Hakim10

‫سلﻪ َم َيقُو ُل َم ْن احْ ت َ َك َر‬ َ ُ‫صلﻪى ﻪﻠَّﻟا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫سو َل ﻪ‬
َ ‫ﻠَّﻟا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َ ‫ع َم ُر‬ ُ ‫قَا َل‬
‫اْل ْف ََل ِس أ َ ْو ِب ُجذَام‬
ِ ْ ‫ض َربَهُ ﻪﻠَّﻟاُ ِب‬ َ َ‫علَى ْال ُم ْس ِل ِمين‬
َ ‫ط َعا َم ُﻬ ْم‬ َ
Umar bin Khattab r.a. berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Siapapun yang melakukan penimbunan barang kebutuhan pokok
masyarakat muslim, maka Allah SWT akan menimpakan kepadanya
kebangkrutan dan penyakit lepra.”

iv. H.R. Ibnu Majah dari Umar bin Khattab r.a.11

‫سلﻪ َم‬ َ ُ‫صلﻪى ﻪﻠَّﻟا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ب قَا َل قَا َل َر‬
ِ ‫سو ُل ﻪ‬
َ ‫ﻠَّﻟا‬ ِ ‫َطا‬ ‫ع َم َر ب ِْن الخ ﻪ‬ُ ‫ع ْن‬ َ
‫ب َم ْر ُزوق َو ْال ُمحْ ت َ ِك ُر َم ْلعُون‬ ُ ‫ال َجا ِل‬
Hadits bersumber dari Umar bin Khattab r.a. ia berkata: Rasulullah SAW
telah bersabda: “Saudagar itu diberi rizki dan penimbun barang itu
dilaknat.”
2. Kualitas Hadits Tentang Penimbunan.
Semua Hadits di atas berkualitas Marfu’ dan Muttashil sanadnya, kecuali
Hadits terakhir, atau hadits Riwayat Ibnu Majah no.2144 yang bersumber
dari Umar bin Khattab yang sanadnya ada yang terputus munqati’12
C. Jenis Produk Al-Ihtikar.
Ulama Mazhab Maliki, sebagian ulama Mazhab Hanbali, Imam Abu Yusuf dan
Abidin menyatakan bahwa larangan ihtikār tidak terbatas pada makanan, pakaian
dan hewan, tetapi meliputi seluruh produk yang dibutuhkan masyarakat. Menurut
mereka yang menjadi ‘illat (motivasi hukum) dalam larangan melakukan ihtikār
tersebut adalah kemudaratan yang menimpa orang banyak. Oleh sebab itu,
kemudaratan yang menimpa orang banyak tidak terbatas pada makanan, pakaian
dan hewan, tetapi mencakup seluruh produk yang dibutuhkan orang.13

10
Suqiyah Musafa’ah.
11
Suqiyah Musafa’ah.
12
Suqiyah Musafa’ah.
13
Ahmad Zaini, ‘Ihtikar Dan Tas’ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah’, TAWAZUN : Journal of
Sharia Economic Law, 1.2 (2018), 187 <https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5091>.

5
Namun demikian Sebagian ulama Madzhab Hanbali dan Imam Al-Ghazali
mengkhususkan keharaman ihtikar pada jenis produk makanan saja. Hal ini
dikarenakan mereka berpendapat bahwasanya yang dilarang dalam nash hadits
hanyalah makanan. Menurut mereka, ihtikar merupakan masalah yang menyangkut
kebebasan pemilik barang untuk menjual barangnya dan kebutuhan ornag banyak,
maka larangan itu harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash saja.14
Sedangkan ulama dari kalangan Mazhab Syafi‘i dan Hanafi membatasi ihtikār
pada komoditas yang berupa makanan bagi manusia dan hewan. Menurut mereka,
komoditas yang terkait dengan kebutuhan orang banyak pada umumnya hanya
dua jenis ini. Oleh sebab itu, perlu dibatasi.15
Adapun salah satu jenis produk ihtikar adalah rekayasa pasar dalam supply,
hal ini biasanya terjadi apabila seorang penjual/produsen mengambil keuntungan
normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.
Ihtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat
produsen/penjual lain masuk ke pasar, agar ia menjadi satu-satunya produsen dari
barang yang dipasarkan. Oleh karena itu, ihtikar biasa disamakan dengan
monopoli, padahal tidak selalu orang yang melakukan monopoli melakukan
ihtikar. Demikian pula tidak setiap penimbunan adalah monopoli, contohnya
BULOG juga melakukan penimbunan, akan tetapi hal tersebut dilakukan untuk
menjaga kestabilan harga dan pasokan. Demikian pula dengan negara yang
memonopoli sektor industri yang penting dan menguasai hajat hidup ornag
banyak, bukan berarti hal tersebut merupakan ihtikar. Sesuatu dapat dilakukan
ihtikar apabila memiliki beberapat kriteria berikut:16
1) Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun
stock atau mengenakan entry-barries.
2) Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum
munculnya kelangkaan.
3) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan
sebelum kriteria 1 dan 2 dilakukan.

14
Zaini.
15
Zaini.
16
Zaini.

6
Kemunculan praktek monopoli pun dapat muncul dalam berbagai bentuk dan cara,
sala satunya sebagai berikut:17

• Pertama, terjadi karena memang dikehendaki oleh hukum, sehingga


timbullah apa yang disebut sebagai monopoly by law. UUD 1945 pasal 33
juga membenarkan adanya monopoli jenis ini, yaitu dengan memberi
monopoli bagi Negara untuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta cabang-cabang produksi yang menguasai
hajat hidup orang banyak.
Dengan demikian menurut UUD 1945, sektor yang menguasai hajat hidup
orang banyak seperti perlistrikan, air minum, kereta api dan sector-sektor
lain yang karena sifatnya yang memberi pelayanan untuk masyarakat
dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak diharamkan. Sayangnya masih
banyak pihak yang menyalah artikan maksud mulia yang dikandung UUD
1945, seperti asas kekeluargaan ditafsirkan sebagai “keluarga” sendiri.
Sehingga sering kita lihat pada suatu instansi atau perusahaan hanya kerabat
mereka saja yang dilibatkan. Pemberian hak-hak istimewa dan eksklusif
atas penemuan baru, baik yang berasal dari hak cipta, hak paten, merk
dagang, dan lain-lain juga merupakan bentuk monopoli yang di akui
undang-undang.18
• Kedua, monopoly by nature. Yaitu monopoli yang lahir dan tumbuh secara
alamiah karena didukung oleh iklim dan lingkungan yang cocok. Kita dapat
melihat bentuk monopoli seperti ini yaitu tumbuhnya perusahaan-
perusahaan yang karena memiliki keunggulan dan kekuatan tertentu dapat
menjadi raksasa bisnis yang menguasai seluruh pangsa pasar yang ada.
Mereka menjadi besar karena memiliki sifat-sifat yang cocok dengan tempat
dimana mereka tumbuh. Selain itu karena berasal dan didukung bibit yang
unggul serta memiliki faktor-faktor yang dominan.19
• Ketiga, monopoly by licence. Monopoli ini diperoleh melalui lisensi dengan
menggunakan mekanisme kekuasaan. Monopoli jenis inilah yang sering

17
Zaini.
18
Zaini.
19
Zaini.

7
menimbulkan distorsi ekonomi karena kehadirannya mengganggu
keseimbangan pasar yang sedang berjalan dan bergeser kearah yang diingini
oleh pihak yang memiliki monopoli tersebut.20
D. Hukum Penimbunan (Al-Ihtikar).
Secara garis besar sikap ahli fikih mengenai ihtikār adalah sebagai berikut. Syarat-
syarat ihtikār makruh:21

1) Menimbun tanpa tujuan menunggu harga tinggi.


2) Menimbun pada waktu barang itu banyak.
3) Menimbun untuk keperluannya dan keluarganya.
Para ulama berbeda pendapat antara makruh dan haram bagi seseorang yang
menimbun makanan dan pakaian, masing masing mempunyai dalil, jika terpenuhi
syarat-syarat haram maka hukumnya haram, dan jika tidak maka hukumnya
makruh. Menimbun yang diperbolehkan atau mubah yaitu:22

1) Menimbun sesuatu tanpa tujuan untuk menjualnya.


2) Boleh menimbun manisan, minyak, dan makanan hewan.
Keadaan diperbolehkannya menimbun:23

a) Menimbun pada waktu yang lapang.


b) Seseorang menyimpan untuk kebutuhannya dan keluarganya.
c) Menimbun di negara yang penduduknya musyrik.
Menimbun yang mandub yaitu jika menimbun untuk kemaslahatan umum, seperti
dijelaskan oleh Subkhi, Qadi Husain, Royani dan Khamili bahwasanya jika harga
barang itu sedang murah dan barang itu tidak sedang dibutuhkan masyarakat,
maka tidak dilarang untuk menimbun sampai barang itu dibutuhkan, dan hal ini
baik karena bermanfaat bagi masyarakat.

Walaupun demikian menurut mayoritas ulama hukum ihtikar adalah haram karena
perbuatan tersebut dapat megakibatkan kemudharatan yang besar terhadap
kehidupan masyarakat, stabilitas ekonomi masyarakat dan negara. Karena itu, maka

20
Zaini.
21
Zaini.
22
Zaini.
23
Zaini.

8
pemerintah harus menerbitkan larangan monopoli, dan penimbunan atau ihtikar
yang sejalan dengan kaidah "Haqq al - Ghayr Muhafazun 'alayhi shar'an (hak orang
lain terpelihara secara shara'). Jadi hak konsumen menyangkut orang banyak lebih
diutamakan daripada hak ihtikar yang bersifat hak pribadi.24

Menurut madhab Hanafiyah, perbuatan ihtikar hukumnya makruh tahrim. Makruh


tahrim adalah istilah hukum haram dari kalangan usul fiqh Mazhab Hanafi yang
didasarkan pada dalil zanniy. Dalam persoalan ihtikar, menurut mazhab ini
larangan secara tegas hanya muncul dari hadist - hadist yang bersifat ahad (hadis
yang diriwayatkan satu, dua, atau tiga orang dan tidak sampai ke tingkat mutawatir).

Sedangkan menurut Ulama Syafi'i ihtikar hukumnya haram, berdasarkan hadist


Nabi dan ayat al-Qur'an yang melarangnya melakukan ihtikar. Ulama Hanbali juga
mengatakan ihtikar di haramkan karena membawa mudharat yang besar terhadap
masyarakat dan negara, karena Nabi SAW telah melarang melakukan ihtikar
terhadap kebutuhan manusia.25

Jadi berdasarkan penyampaian beberapa ulama maka hukum ihtikar dapat


dikatakan haram karena membawa mudharat yang besar terhadap masyarakat dan
negara, serta Nabi SAW juga telah melarang melakukan ihtikar terhadap kebutuhan
setiap manusia.

24
Zaini.
25
Zaini.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fairuz Abadi mengartikan ihtikâr secara bahasa adalah mengumpulkan,
menahan barang dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal. Ihtikâr
secara terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia
untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan harganya serta menunggu
melonjaknya harga di pasaran.
Diantara hadits yang memuat hukum mengenai Al-Ihtikar adalah:
H.R. Muslim, Turmudhiy, Ibnu Majah, Ahmad

َ ُ‫صلﻪى ﻪﻠَّﻟا‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ ‫ضلَةَ قَا َل قَا َل َر‬
ِ ‫سو ُل ﻪ‬
َ ‫ﻠَّﻟا‬ َ ‫ع ْن َم ْع َم ِر ب ِْن‬
ِ ‫ع ْب ِد ﻪ‬
ْ َ‫ﻠَّﻟا ب ِْن ن‬ َ
)‫َاطئ (رواه إبن ماجه‬ ِ ‫سلﻪ َم ََل يَحْ ت َ ِك ُر إِ ﻪَل خ‬
َ ‫َو‬
Hadits diriwayatkan dari Ma’mar bin Abdullah bin Nadlah ia berkata:
Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan dan
monopoli perdagangan kecuali dia yang berdosa.”
Menurut mayoritas ulama hukum ihtikar adalah haram karena perbuatan
tersebut dapat megakibatkan kemudharatan yang besar terhadap kehidupan
masyarakat, stabilitas ekonomi masyarakat dan negara.
C. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga dengan adanya makalah ini
dapat menambah wawasan dan pemahaman kita mengenai Hadits Ahkam Ekonomi.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik
dari segi tulisan maupun referensi yang menjadi bahan rujukan. Untuk itu kami
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang diberikan, guna penyempurnaan
makalah kami berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004)

Karim, Adiwiraman, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000)

Muhbibah, Khairul, ‘Penimbunan Bahan Pokok Perspektif Masyarakat Bawean:


Studi Fiqh Muamalah’, 2012

Sabiq, As-Sayyid, Fiqh As-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr, 1981)

Suqiyah Musafa’ah, ‘Hadith Hukum Ekonomi Islam’, 1–204

Zaini, Ahmad, ‘Ihtikar Dan Tas’ir Dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah’,
TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law, 1.2 (2018), 187
<https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5091>

11

Anda mungkin juga menyukai