HOARDING HADIST
ABSTRAK
Ihtikâr dalam perspektif hukum Islam merupakan taktik perdagangan yang sangat
tidak bermoral dan juga tidak manusiawi, karena praktik perdagangan semacam itu banyak
menimbulkan mudlarat bagi kehidupan manusia. Di antara madlarat yang bisa
ditimbulkannya adalah kesusahan (aldlayyiq) bagi masyarakat di dalam mendapatkan
kebutuhan pangan khususnya dalam hal-hal yang bersifat dlaruri (primer). Dalam hal
penimbunan barang-barang pangan yang bersifat primer dan berakibat kepada kondisi
kesusahan (aldlayyiq ), bisa terjadi karena barang-barang itu secara nominal terbatas dan
bisa juga karena harganya sangat tinggi sehingga tidak diragukan lagi bahwa hukumnya
haram. Karena tindakan muhtakir itu mengakibatkan maslahat orang banyak terabaikan.
Mengingat masalah ihtikar tersebut berkaitan dengan praktik monopoli, maka dengan
sendirinya monopoli yang berakibat kesusahan (aldhayyiq) bagi masyarakat juga haram
hukumnya, karena ia merupakan penghantar dari praktik yang diharamkan hukum Islam.
Untuk itu, diperlukan peran pemerintah guna menghindari praktik praktik tidak terpuji.
Bahkan di dalam menanggulangi praktik-praktik itu pemerintah berhak menentukan
hukuman.
Kata Kunci: ihtikâr, ekonomi Islam, Hukum Islam
ABSTRACT
Ihtikar in the perspective of Islamic law is a tactic of very immoral and inhuman
trade, because Such trading practices cause a lot of harm to human life. Among the
madlarations it can inflict are difficulties (aldlayyiq) for the community in getting their
needs food, especially in matters that are dlaruri (primary). In terms of hoarding of food
items that are primary and result in to conditions of distress (aldlayyiq), can occur because
of goods it is nominally limited and it can also be because the price is very high so there is
no doubt that the law is haram. Because of action muhtakir it resulted in the benefit of many
people being neglected. Remember the ihtikar problem is related to monopolistic practices,
then with itself is a monopoly which results in difficulties (aldhayyiq) for the community is
also unlawful, because it is a conductor of practices that forbidden by Islamic law. For this
reason, the role of the government is needed to avoid unscrupulous practices. Even in
tackling For these practices the government has the right to determine punishment.
Keywords: ihtikâr, Islamic economics, Islamic law.
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempertahankan kesejahteraannya manusia diberi kebebasan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya selama tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain. Istilah bisnis dan
perdagangan sudah sangat familiar dalam kalangan masyarakat karena kehidupan manusia seolah
tidak pernah lepas dari kata bisnis. Bisnis dan perdagangan merupakan proses tukar menukar yang
didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Perdagangan dalam konsep Islam
merupakan wasilat al-hayat sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan jasadiyah dan ruhiyah agar
manusia dapat meningkatkan martabat dan citra dirinya dengan baik sesuai fitrahnya sebagai mahluk
Allah yang memiliki potensi ketuhanan, sarana mendidik dan melatih jiwa manusia sebagai khalifah
di muka bumi untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dan memiliki kejujuran diri.
Berdasarkan Sabda Rasulullah, para ulama sepakat mengatakan bahwa ihtikaar tergolong dalam
perbuatan yang dilarang (haram). Yang dimaksud dengan menimbun disini yaitu membeli kemudian
menyimpan bahan makanan atau bahan-bahan kebutuhan masyarakat lainnya dan menjualnya disaat
masyarakat membutuhkan terhadap barang-barang tersebut dengan tujuan agar harga bertambah
mahal. Penimbunan barang berpengaruh pada kehidupan masyarakat khususnya bagi masyarakat
yang ekonominya menengah kebawah karena ia harus membeli barang dengan harga yang sangat
mahal. Dengan permasalahan yang timbul diatas, maka penulis mengambil judul “Penimbunan
Bahan Pokok Perspektif Masyarakat Bawean (Studi Fiqh Muamalah)”.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Bahasan tentang masalah penimbunan telah banyakditemukan dalam buku-buku maupun tulisan-
tulisan lain, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosiologis hukum, maupun hukum Islam. Untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai posisi penelitian ini di hadapan kajian-kajian yang telah
dilakukan, berikut pengertian tentang penimbunan. Ihtikâr secara etimologi adalah perbuatan
menimbun, pengumpulan (barang barang) atau tempat untuk menimbun. Sedangkan secara
terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih
keuntungan dengan menaikkan harganya serta menunggu melonjaknya harga di pasaran. 1Jadi dapat
disimpulkan bahwa Ihtikar atau penimbunan adalah seseorang membeli barang kemudian
menimbunnya agar barang itu menjadi langka dipasaran sehingga harganya meningkat, setelah
meningkat barulah barang tersebut dijual.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan mencari, mengumpulkan, serta mengolah data -
data yang relevan. Studi kasus yang diperoleh bersumber dari kasus berita yang relevan. Referensi
mengenai teori didapat melalui studi literatur yang digunakan untuk menganalisis studi kasus dan
data. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, di mana sumbernya dari skripsi, jurnal, buku,
serta website yang terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,
dengan menganalisis dan membedah data yang didapatkan, serta memberikan penjelasan antara
kasus dengan teori.
1
http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html diakses
tanggal 21 Juni 2022.
2
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000),h. 154
e. Fathi ad-Duraini (Guru besar fiqh di Universitas Damaskus Suriah) mendefinisikan ihtikâr
dengan tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya
kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan
persediaan barang terbatas atau stok barang hilang sama sekali dari pasar sementara rakyat,
negara, ataupun hewan (peternakan) sangat membutuhkan produk, manfaat, atau jasa tersebut.
ihtikâr menurut ad- Duraini tidak hanya menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas
dan bahkan jasa dari pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang dilakukan para pedagang dan
pemberi jasa ini bisa memuat harga pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, negara, dan lain-lain. 3
Jadi, ihtikar adalah menimbun atau mengumpulkan barang-barang pokok manusia serta menaikkan
harganya ketika melonjak tinggi demi mendapatkan keuntungan besar.
1. Al-Qur’an
QS. Al-Hasyr ayat 7
سبِ ْي ۙ ِل ك َْي اَل يَ ُك ْونَ د ُْولَةً ۢ بَيْنَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ٰ هّٰللا
َّ س ْو ِل َولِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن ال ُ س ْولِ ٖه ِمنْ اَه ِْل ا ْلقُ ٰرى فَلِلّ ِه َولِل َّر ُ َمٓا اَفَ ۤا َء ُ ع َٰلى َر
َ َ س ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُه ْو ۚا َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِنَّ هّٰللا
ِ ۘ ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا
ب ُ ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّر
Artinya: Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada
Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim,
orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa
yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat
keras hukuman-Nya.4
3
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004),1
52-153
4
QS. Al-Hasyr (59):7
ۤ
اًل ِّمنْ َّربِّ ِه ْمrrض ْ َونَ فrr ْ َرا َم يَ ْبتَ ُغrrي َواَل ا ْلقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل ٰا ِّميْنَ ا ْلبَيْتَ ا ْل َح َ ْدrr َرا َم َواَل ا ْل َهrr ْه َر ا ْل َحrrالش
َّ َع ۤا ِٕى َر هّٰللا ِ َواَلrrش ْ ُا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنrrٰيٓاَيُّ َه
َ وا اَل ت ُِحلُّ ْواrr
و ۖى َواَلrٰ r ِّر َوالتَّ ْقr ِا َونُ ْوا َعلَى ا ْلبrrد ُْو ۘا َوتَ َعr َس ِج ِد ا ْل َح َر ِام اَنْ تَ ْعت ْ صد ُّْو ُك ْم َع ِن ا ْل َمَ ْشنَ ٰانُ قَ ْو ٍم اَن َ اصطَاد ُْوا ۗ َواَل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم ْ َض َوانًا ۗ َواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف
ْ َو ِر
هّٰللا هّٰللا
َ َ َّاونُ ْوا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َوا ْل ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِن
ِ ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا
ب َ تَ َع
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian)
Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-
hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula
mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida
Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah
sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.
2. Hadist Nabi
الَ يَ ْحتَ ِك ُر ِإالَّ َخاطٌِئ: قَا َل.صلى هللا عليه وسلم- ِ ول هَّللا
ِ سُ عَنْ َم ْع َم ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ عَنْ َر
Artinya: Dari Sa'id bin Musayyab ia meriwayatkan: Bahwa Ma'mar, ia berkata, "Rasulullah saw.
bersabda, “Barang siapa menimbun barang, maka ia berdosa'," (HR Muslim)5
7
Muhammad Said Al-Asymawi, Nalar Kritis Syari’ah (Yogyakarta: LkiS Group,2012), 23
8
Akhmad Mujahdin, Ekonomi Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 43.
E. Kriteria Ihtikar Dalam Islam
1. Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya berikut tanggungan untuk
persediaan setahun penuh.
2. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar dapat dijual dengan
harga yang lebih tinggi.
3. Bahwa penimbunan dilakukan dimana manusia sangat membutuhkan barang yang ditimbun. 9
Sedangkan syarat terjadinya penimbunan, adalah sampainya pada suatu batas yang
menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang tertimbun semata karena fakta
penimbunan tersebut tidak akan terjadi selain dalam keadaan semacam ini. Kalau seandainya tidak
menyulitkan warga setempat membeli barang tersebut, maka penimbunan barang tidak akan
terjadi kesewenangan- wenangan terhadap barang tersebut sehingga bisa dijual dengan harga yang
mahal.10
Atas dasar inilah, maka syarat terjadinya penimbunan tersebut adalah bukan pembelian
barang. Akan tetapi sekedar mengumpulkan barang dengan menunggu naiknya harga sehingga
bisa menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Dikatakan menimbun selain dari hasil
pembeliannya juga karena hasil buminya yang luas sementara hanya dia yang mempunyai jenis
hasil bumi tersebut, atau karena langkanya tanaman tersebut. Bisa juga menimbun karena
induustri-industrinya sementara hanya dia yang mempunyai industri itu, atau karena langkanya
industri seperti yang dimilikinya.
Menurut Yusuf al-Qardawi penimbunan itu diharamkan jika memiliki keriteria sebagai
berikut:11
1. Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya penimbunan
tersebut.
2. Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa susah dan supaya
ia dapat keuntungan yang berlipat ganda.
Menurut para ulama Syafi‟i menyatakan bahwa ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan
barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya pada saat harga mahal dan menjualnya kembali. 12 Ia
tidak menjual saat itu juga, tapi ia simpan sampai harga melonjak naik. Tetapi jika dia mendatangkan
barang dari kampungnya atau membelinya pada saat harga murah lalu ia menyimpannya karena
kebutuhannya, atau ia menjualnya kembali saat itu juga, maka itu bukan ihtikar dan tidak diharamkan.
Adapun selain bahan makanan, tidak diharamkan penimbunan dalam kondisi apapun juga
9
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru,1996),h 655
10
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 47-48
11
Yusuf al-Qardawi, Halal Haram Dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000),358
12
http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html,diakses
tanggal 12 September 2011
7
F. Persamaan Antara Ihtikar Dengan Monopoli
Ada beberapa persamaan antara Ihtikar dengan Monopoli yaitu: 13
1. Monopoli dan ihtikar sama-sama memiliki unsur kepentingan sepihak dalam mempermainkan
harga.
2. Pelaku monopoli dan al ihtikar sama-sama memiliki hak opsi untuk menawarkan barang-barang
ke pasaran ataupun tidak menawarkannya.
3. Monopoli dan ihtikar dapat mengakibatkan kerugian dan ketidakpuasan kepada masyarakat.
13
Iswardono, Ekonomi Mikro (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1990),h 104
14
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah Yang Praktis (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006),15
15
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 35-37.
8
Artinya, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah,
maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34)
“(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika
dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang
kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (35) 16
5. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, menahan ( menimbun ) barang barang pokok
manusia untuk meraih keuntungan dengan menaikan harganya adalah haram. Menimbun barang
diharamkan menurut para ulama fiqh bila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut; barang yang ditimbun
melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh, menimbun untuk dijual,
kemudian pada waktu harganya melambung tinggi dan kebutuhan baru dijual sehingga harganya mahal,
dan barang yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, dan lain lain.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
REFERENSI
[1] Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1996
[2] Hasan, Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
16
QS. At Taubah (9): 34-35
9
[3] http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html diakses tanggal
21 Juni 2022.
[4] QS. Al-Hasyr (59):7
[5] Al-Muslim, Shahih Muslim, Juz II (Beirut: Dar Ihya' Turats al-'Araby)
[6] Karim Adimarwan, Ekonomi Mikro Islam , Jakarta: IIIT Indonesia, 2000
[7]. Pasaribu Chairuman, Hukum Perjanjian dalam Islam , Jakarta: Sinar Grafika, 2004
[8] Al Qardawi Yusuf, Halal Haram Dalam Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000
[9]. http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html, diakses
tanggal 12 September 2011
[12] Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah Yang Praktis, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006
[13] Mujahdin Ahkmad, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
[14] Al-Asymawi Muhammad said, Nalar Kritis Syari’ah , Yogyakarta: LkiS Group,2012
[15] Ali Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah , Jakarta: Sinar Grafika, 2009
10