Anda di halaman 1dari 10

HADIS PENIMBUNAN

HOARDING HADIST

Oleh : Cindy Prasiskaa,1, Depita Putrib,2, Nursabilac,3, Muhammad Iqbald,4


a
Jurusan Ekonomi syariah, Mahasiswi STAI Al-Ishalahiyah Binjai, Jl.Ir.H.Juanda No. 5, Indonesia, bJurusan
Ekonomi syariah, Mahasiswi STAI Al-Ishalahiyah Binjai, Jl.Ir.H.Juanda No. 5, Indonesia, cJurusan Ekonomi
syariah, Mahasiswi STAI Al-Ishalahiyah Binjai, Jl.Ir.H.Juanda No. 5, Indonesia, dJurusan Ekonomi syariah,
Mahasiswa STAI Al-Ishalahiyah Binjai, Jl.Ir.H.Juanda No. 5, Indonesia.

Chindyprasiska11@gmail.com1, Pdepita03@gmail.com2, sabilahnur27@gmail.com3.


Muhammadiqbal05051999@gmail.com4

ABSTRAK
Ihtikâr dalam perspektif hukum Islam merupakan taktik perdagangan yang sangat
tidak bermoral dan juga tidak manusiawi, karena praktik perdagangan semacam itu banyak
menimbulkan mudlarat bagi kehidupan manusia. Di antara madlarat yang bisa
ditimbulkannya adalah kesusahan (aldlayyiq) bagi masyarakat di dalam mendapatkan
kebutuhan pangan khususnya dalam hal-hal yang bersifat dlaruri (primer). Dalam hal
penimbunan barang-barang pangan yang bersifat primer dan berakibat kepada kondisi
kesusahan (aldlayyiq ), bisa terjadi karena barang-barang itu secara nominal terbatas dan
bisa juga karena harganya sangat tinggi sehingga tidak diragukan lagi bahwa hukumnya
haram. Karena tindakan muhtakir itu mengakibatkan maslahat orang banyak terabaikan.
Mengingat masalah ihtikar tersebut berkaitan dengan praktik monopoli, maka dengan
sendirinya monopoli yang berakibat kesusahan (aldhayyiq) bagi masyarakat juga haram
hukumnya, karena ia merupakan penghantar dari praktik yang diharamkan hukum Islam.
Untuk itu, diperlukan peran pemerintah guna menghindari praktik praktik tidak terpuji.
Bahkan di dalam menanggulangi praktik-praktik itu pemerintah berhak menentukan
hukuman.
Kata Kunci: ihtikâr, ekonomi Islam, Hukum Islam

ABSTRACT

Ihtikar in the perspective of Islamic law is a tactic of very immoral and inhuman
trade, because Such trading practices cause a lot of harm to human life. Among the
madlarations it can inflict are difficulties (aldlayyiq) for the community in getting their
needs food, especially in matters that are dlaruri (primary). In terms of hoarding of food
items that are primary and result in to conditions of distress (aldlayyiq), can occur because
of goods it is nominally limited and it can also be because the price is very high so there is
no doubt that the law is haram. Because of action muhtakir it resulted in the benefit of many
people being neglected. Remember the ihtikar problem is related to monopolistic practices,
then with itself is a monopoly which results in difficulties (aldhayyiq) for the community is
also unlawful, because it is a conductor of practices that forbidden by Islamic law. For this
reason, the role of the government is needed to avoid unscrupulous practices. Even in
tackling For these practices the government has the right to determine punishment.
Keywords: ihtikâr, Islamic economics, Islamic law.

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempertahankan kesejahteraannya manusia diberi kebebasan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya selama tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain. Istilah bisnis dan
perdagangan sudah sangat familiar dalam kalangan masyarakat karena kehidupan manusia seolah
tidak pernah lepas dari kata bisnis. Bisnis dan perdagangan merupakan proses tukar menukar yang
didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Perdagangan dalam konsep Islam
merupakan wasilat al-hayat sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan jasadiyah dan ruhiyah agar
manusia dapat meningkatkan martabat dan citra dirinya dengan baik sesuai fitrahnya sebagai mahluk
Allah yang memiliki potensi ketuhanan, sarana mendidik dan melatih jiwa manusia sebagai khalifah
di muka bumi untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dan memiliki kejujuran diri.
Berdasarkan Sabda Rasulullah, para ulama sepakat mengatakan bahwa ihtikaar tergolong dalam
perbuatan yang dilarang (haram). Yang dimaksud dengan menimbun disini yaitu membeli kemudian
menyimpan bahan makanan atau bahan-bahan kebutuhan masyarakat lainnya dan menjualnya disaat
masyarakat membutuhkan terhadap barang-barang tersebut dengan tujuan agar harga bertambah
mahal. Penimbunan barang berpengaruh pada kehidupan masyarakat khususnya bagi masyarakat
yang ekonominya menengah kebawah karena ia harus membeli barang dengan harga yang sangat
mahal. Dengan permasalahan yang timbul diatas, maka penulis mengambil judul “Penimbunan
Bahan Pokok Perspektif Masyarakat Bawean (Studi Fiqh Muamalah)”.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Bahasan tentang masalah penimbunan telah banyakditemukan dalam buku-buku maupun tulisan-
tulisan lain, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosiologis hukum, maupun hukum Islam. Untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai posisi penelitian ini di hadapan kajian-kajian yang telah
dilakukan, berikut pengertian tentang penimbunan. Ihtikâr secara etimologi adalah perbuatan
menimbun, pengumpulan (barang barang) atau tempat untuk menimbun. Sedangkan secara
terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih
keuntungan dengan menaikkan harganya serta menunggu melonjaknya harga di pasaran. 1Jadi dapat
disimpulkan bahwa Ihtikar atau penimbunan adalah seseorang membeli barang kemudian
menimbunnya agar barang itu menjadi langka dipasaran sehingga harganya meningkat, setelah
meningkat barulah barang tersebut dijual.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan mencari, mengumpulkan, serta mengolah data -
data yang relevan. Studi kasus yang diperoleh bersumber dari kasus berita yang relevan. Referensi
mengenai teori didapat melalui studi literatur yang digunakan untuk menganalisis studi kasus dan
data. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, di mana sumbernya dari skripsi, jurnal, buku,
serta website yang terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,
dengan menganalisis dan membedah data yang didapatkan, serta memberikan penjelasan antara
kasus dengan teori.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian Ihtikar
Menurut bahasa Ihtikar adalah perbuatan menimbun, mengumpulkan, atau menahan barang
dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal. Sedangkan menurut istilah Ihtikar adalah
menahan atau menimbun barang-barang pokok manusia untuk meraih keuntungan dengan
menaikkan harganya serta menunggu melonjaknya harga dipasaran. Beberapa definisi penimbunan
barang (ihtikâr) menurut beberapa pendapat yaitu:
a. Imam al-Ghazali (Mazhab Syafi‟I) mendefinisikan ihtikâr sebagai penyimpanan barang
dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika
harga melonjak.
b. Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan ihtikâr adalah penyimpanan barang oleh produsen baik,
makanan, pakaian, dan segala barang yang merusak pasar.
c. As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan al-Ihtikar sebagai membeli suatu barang
dan menyimpannya agar barang tersebut berkurang di masyarakat sehingga harganya meningkat
sehingga manusia akan mendapatkan kesulitan akibat kelangkaan dan mahalnya harga barang
tersebut.
d. Adiwarman Karim mengatakan bahwa al-Ihtikar adalah mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau
istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent.2

1
http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html diakses
tanggal 21 Juni 2022.
2
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000),h. 154
e. Fathi ad-Duraini (Guru besar fiqh di Universitas Damaskus Suriah) mendefinisikan ihtikâr
dengan tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya
kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan
persediaan barang terbatas atau stok barang hilang sama sekali dari pasar sementara rakyat,
negara, ataupun hewan (peternakan) sangat membutuhkan produk, manfaat, atau jasa tersebut.
ihtikâr menurut ad- Duraini tidak hanya menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas
dan bahkan jasa dari pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang dilakukan para pedagang dan
pemberi jasa ini bisa memuat harga pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, negara, dan lain-lain. 3
Jadi, ihtikar adalah menimbun atau mengumpulkan barang-barang pokok manusia serta menaikkan
harganya ketika melonjak tinggi demi mendapatkan keuntungan besar.

B. Dasar Hukum Ihtikar


Menurut prinsip hukum Islam, barang apa saja yang dihalalkan oleh Allah SWT untuk
memilikinya, maka halal pula untuk dijadikan sebagai obyek perdagangan. Dasar hukum yang
digunakan para ulama fiqh yang tidak membolehkan adanya ihtikaar adalah kandungan nilai-nilai
universal al-Qur’an yang menyatakan bahwa setiap perbuatan aniaya termasuk didalamnya ihtikaar
diharamkan oleh agama islam.

1. Al-Qur’an
QS. Al-Hasyr ayat 7

‫سبِ ْي ۙ ِل ك َْي اَل يَ ُك ْونَ د ُْولَةً ۢ بَيْنَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء‬ ٰ ‫هّٰللا‬
َّ ‫س ْو ِل َولِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن ال‬ ُ ‫س ْولِ ٖه ِمنْ اَه ِْل ا ْلقُ ٰرى فَلِلّ ِه َولِل َّر‬ ُ ‫َمٓا اَفَ ۤا َء ُ ع َٰلى َر‬
َ َ ‫س ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُه ْو ۚا َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِنَّ هّٰللا‬
ِ ۘ ‫ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ ُ ‫ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّر‬

Artinya: Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada
Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim,
orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa
yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat
keras hukuman-Nya.4

QS. Al- Maidah ayat 2

3
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004),1
52-153
4
QS. Al-Hasyr (59):7
ۤ
‫اًل ِّمنْ َّربِّ ِه ْم‬rr‫ض‬ ْ َ‫ونَ ف‬rr ْ ‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬rr‫ي َواَل ا ْلقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل ٰا ِّميْنَ ا ْلبَيْتَ ا ْل َح‬ َ ‫ ْد‬rr‫ َرا َم َواَل ا ْل َه‬rr‫ ْه َر ا ْل َح‬rr‫الش‬
َّ ‫ َع ۤا ِٕى َر هّٰللا ِ َواَل‬rr‫ش‬ ْ ُ‫ا الَّ ِذيْنَ ٰا َمن‬rr‫ٰيٓاَيُّ َه‬
َ ‫وا اَل ت ُِحلُّ ْوا‬rr
‫و ۖى َواَل‬rٰ r‫ ِّر َوالتَّ ْق‬r ِ‫ا َونُ ْوا َعلَى ا ْلب‬rr‫د ُْو ۘا َوتَ َع‬r َ‫س ِج ِد ا ْل َح َر ِام اَنْ تَ ْعت‬ ْ ‫صد ُّْو ُك ْم َع ِن ا ْل َم‬َ ْ‫شنَ ٰانُ قَ ْو ٍم اَن‬ َ ‫اصطَاد ُْوا ۗ َواَل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم‬ ْ َ‫ض َوانًا ۗ َواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬
ْ ‫َو ِر‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ َ َّ‫اونُ ْوا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َوا ْل ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِن‬
ِ ‫ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫تَ َع‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian)
Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-
hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula
mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida
Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah
sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.

2. Hadist Nabi

a. Hadist yang diriwayatkan Sa’id bin Musayyab

‫ الَ يَ ْحتَ ِك ُر ِإالَّ َخاطٌِئ‬:‫ قَا َل‬.‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ول هَّللا‬
ِ ‫س‬ُ ‫عَنْ َم ْع َم ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ عَنْ َر‬
Artinya: Dari Sa'id bin Musayyab ia meriwayatkan: Bahwa Ma'mar, ia berkata, "Rasulullah saw.
bersabda, “Barang siapa menimbun barang, maka ia berdosa'," (HR Muslim)5

3. Pendapat Para Ulama


Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ihtikar. Diantara perbedaan hukum ihtikar tersebut
adalah sebagai berikut:6
1. Menurut Ulama‟ Maliki ihtikar hukumnya haram secara mutlak (tidak dikhususkan bahan
makanan saja), hal ini didasari oleh sabda Nabi SAW yang artinya : “Barangsiapa menimbun
maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Muslim).
2. Mazhab Hanafi secara umum berpendapat, ihtikar hukumnya makruh tahrim. Makruh tahrim
adalah istilah hukum haram dari kalangan usul fiqh Mazhab Hanafi yang didasarkan pada dalil
zhanni (bersifat relatif).
3. Menurut Ulama‟ Syafi‟i ihtikar hukumnya haram, berdasarkan hadist Nabi dan ayat al-Qur‟an
yang melarangnya melakukan ihtikar.
4. Ulama Mazhab Hanbali juga mengatakan ihtikar diharamkan syariat karena membawa mudharat
yang besar terhadap masyarakat dan negara, karena Nabi SAW telah melarang melakukan
ihtikar terhadap kebutuhan manusia.
5
Al-Muslim, Shahih Muslim, Juz II (Beirut: Dar Ihya' Turats al-'Araby), h. 710
6
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Op.Cit,157
5. Boleh ihtikar secara mutlak, Mereka menjadikan hadits-hadits Nabi SAW yang
memerintahkan orang yang membeli bahan makanan untuk membawanya ke
tempat tinggalnya terlebih dahulu sebelum menjualnya kembali sebagai dalil
dibolehkahnya ihtikar, seperti dalam hadits yang artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata:
"Aku melihat orang-orang yang membeli bahan makanan dengan tanpa ditimbang pada zaman
Rosulullah SAW mereka dilarang menjualnya kecuali harus mengangkutnya ke tempat tinggal
mereka terlebih dahulu." (Muslim).

C. Jenis Barang Yang Haram Ditimbun


1. Kelompok yang pertama mendefinisikan ihtikar sebagai penimbunan yang hanya terbatas
pada bahan makanan pokok (primer) saja
2. Kelompok yang kedua mendefinisikan Ikhtikar yaitu menimbun segala barang barang
keperluan manusia baik primer maupun sekunder.7

D. Barang Yang Haram Ditimbun


Ulama sepakat bahwa ihtikâr hukumnya haram. Namun demikian ulama memberikan rambu-
rambu tertentu menyangkut masalah barang yang haram untuk ditimbun. Menurut madzhab Hanafi,
asy-Syafi'i dan Hambali, barang yang haram ditimbun adalah makanan pokok yang menjadi
kebutuhan umum, baik itu berupa makanan pokok manusia atau makanan pokok untuk hewan ternak.
Sedangkan untuk selain makanan pokok, hukum menimbunnya tidaklah diharamkan. Jika mengikuti
pendapat tiga ulama ini, penimbunan pupuk, minyak, gula dll. yang tidak termasuk makanan pokok,
hukumnya tidak haram. Sementara, kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang tersebut juga
sangat tinggi dikarenakan barang-barang yang dimaksud sudah menjadi elemen penting dalam
kehidupan mereka. Maka barangkali, untuk menyikapi masalah penimbunan barang-barang yang
tidak termasuk makanan pokok seperti BBM dll., kita perlu merujuk pada madzhab Maliki. Dalam
madzhab Maliki keharaman penimbunan tidak dikhusukan pada makanan pokok saja. Menurut
madzhab ini semua jenis barang yang menjadi kebutuhan umum (public goods), baik berupa
makanan pokok atau bukan, hukumnya haram ditimbun. Sehingga, dengan mengikuti madzhab ini,
penimbun (muhtakîr) tidak bisa terhindar dari jeratan hukum haram. Di samping itu pendapat ini
juga akan memudahkan pemerintah untuk memberi sanksi pada mereka yang melakukan
kelicikan berupaikhtikar. 8

7
Muhammad Said Al-Asymawi, Nalar Kritis Syari’ah (Yogyakarta: LkiS Group,2012), 23
8
Akhmad Mujahdin, Ekonomi Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 43.
E. Kriteria Ihtikar Dalam Islam
1. Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya berikut tanggungan untuk
persediaan setahun penuh.
2. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar dapat dijual dengan
harga yang lebih tinggi.
3. Bahwa penimbunan dilakukan dimana manusia sangat membutuhkan barang yang ditimbun. 9
Sedangkan syarat terjadinya penimbunan, adalah sampainya pada suatu batas yang
menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang tertimbun semata karena fakta
penimbunan tersebut tidak akan terjadi selain dalam keadaan semacam ini. Kalau seandainya tidak
menyulitkan warga setempat membeli barang tersebut, maka penimbunan barang tidak akan
terjadi kesewenangan- wenangan terhadap barang tersebut sehingga bisa dijual dengan harga yang
mahal.10
Atas dasar inilah, maka syarat terjadinya penimbunan tersebut adalah bukan pembelian
barang. Akan tetapi sekedar mengumpulkan barang dengan menunggu naiknya harga sehingga
bisa menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Dikatakan menimbun selain dari hasil
pembeliannya juga karena hasil buminya yang luas sementara hanya dia yang mempunyai jenis
hasil bumi tersebut, atau karena langkanya tanaman tersebut. Bisa juga menimbun karena
induustri-industrinya sementara hanya dia yang mempunyai industri itu, atau karena langkanya
industri seperti yang dimilikinya.
Menurut Yusuf al-Qardawi penimbunan itu diharamkan jika memiliki keriteria sebagai
berikut:11
1. Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya penimbunan
tersebut.

2. Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa susah dan supaya
ia dapat keuntungan yang berlipat ganda.

Menurut para ulama Syafi‟i menyatakan bahwa ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan
barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya pada saat harga mahal dan menjualnya kembali. 12 Ia
tidak menjual saat itu juga, tapi ia simpan sampai harga melonjak naik. Tetapi jika dia mendatangkan
barang dari kampungnya atau membelinya pada saat harga murah lalu ia menyimpannya karena
kebutuhannya, atau ia menjualnya kembali saat itu juga, maka itu bukan ihtikar dan tidak diharamkan.
Adapun selain bahan makanan, tidak diharamkan penimbunan dalam kondisi apapun juga

9
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru,1996),h 655
10
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 47-48
11
Yusuf al-Qardawi, Halal Haram Dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000),358
12
http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html,diakses
tanggal 12 September 2011

7
F. Persamaan Antara Ihtikar Dengan Monopoli
Ada beberapa persamaan antara Ihtikar dengan Monopoli yaitu: 13
1. Monopoli dan ihtikar sama-sama memiliki unsur kepentingan sepihak dalam mempermainkan
harga.
2. Pelaku monopoli dan al ihtikar sama-sama memiliki hak opsi untuk menawarkan barang-barang
ke pasaran ataupun tidak menawarkannya.
3. Monopoli dan ihtikar dapat mengakibatkan kerugian dan ketidakpuasan kepada masyarakat.

G. Perbedaan Antara ihtikar Dengan Monopoli


Perbedaan antara ihtikar dengan Monopoli yaitu:
1. Praktek monopoli adalah legal dan bahkan dinegara tertentu dilindungi oleh undang-undang
atau aturan suatu negara, sedangkan ihtikar merupakan aktivitas ekonomi yang illegal.
2. Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dalam ihtikar kelangkaan dan kenaikan
harga terjadi dalam waktu dan tempo yang sentitif dan dapat mengakibatkan inflasi, sedangkan
monopoli kenaikan harga biasanya cenderung dipengaruhi oleh mahalnya biaya produksi dan
operasional suatu perusahaan walaupun kadang-kadang juga dipengaruhi oleh kelangkaan
barang.14
3. Perusahaan monopolis cenderung dalam melakukan aktivitas ekonomi dan penetapan harga
mengikuti peraturan pemerintah, sedangkan ihtikar dimana dan kapan pun bisa dilakukan oleh
siapa saja , sebab penimbunan sangat mudah untuk dilakukan.

G. Hikmah Dari Larangan Melakukan Ikhtikar


Imam Nawawi Menjelaskan hikmah dari larangan melakukan ikhtikar adalah mencegah hal hal yang
menyulitkan manusia secara umum, oleh karena nya para ulama sepakat apabila ada orang memiliki
makanan lebih, sedangkan manusia lain sedang kelaparan dan tidak ada makanan kecuali yang ada pada
orang tadi, maka wajib bagi orang tersebut menjual atau memberikan dengan cuma cuma makanannya
kepada manusia supaya manusia tidak kesulitan. 15
Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Dalam
tingkat internasional, menimbun barang menjadi penyebab terbesar dari krisis yang dialami oleh manusia
sekarang, yang mana beberapa negara kaya dan maju secara ekonomi memonopoli produksi,
perdagangan, bahan baku kebutuhan pokok. Bahkan, negara negara tersebut memonopoli pembelian
bahan bahan baku dari negara yang kurang maju perekonomian nya dan memonopoli penjualan komoditas
industri yang dibutuhkan oleh negara-negara tadi. Hal iitu menimbulkan bahaya besar terhadap keadilan
distribusi kekayaan dan pendapatan dalam tingkat dunia. Islam mengharamkan orang yang menimbun dan
mencegah harta dari peredaran. Islam mengancam mereka yang menimbunnya dengan siksa yang pedih di
hari kiamat. Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah ayat 34-35

13
Iswardono, Ekonomi Mikro (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1990),h 104
14
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah Yang Praktis (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006),15
15
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 35-37.

8
Artinya, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah,
maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34)
“(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika
dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang
kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (35) 16

5. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, menahan ( menimbun ) barang barang pokok
manusia untuk meraih keuntungan dengan menaikan harganya adalah haram. Menimbun barang
diharamkan menurut para ulama fiqh bila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut; barang yang ditimbun
melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh, menimbun untuk dijual,
kemudian pada waktu harganya melambung tinggi dan kebutuhan baru dijual sehingga harganya mahal,
dan barang yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, dan lain lain.

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Hadist Ekonomi pada Prodi Ekonomi Syariah,
STAI AL- ISHLAHIYAH BINJAI. Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih
terdapat kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

REFERENSI

[1] Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1996
[2] Hasan, Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

16
QS. At Taubah (9): 34-35

9
[3] http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html diakses tanggal
21 Juni 2022.
[4] QS. Al-Hasyr (59):7

[5] Al-Muslim, Shahih Muslim, Juz II (Beirut: Dar Ihya' Turats al-'Araby)

[6] Karim Adimarwan, Ekonomi Mikro Islam , Jakarta: IIIT Indonesia, 2000
[7]. Pasaribu Chairuman, Hukum Perjanjian dalam Islam , Jakarta: Sinar Grafika, 2004
[8] Al Qardawi Yusuf, Halal Haram Dalam Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000
[9]. http://imanfreedom.blogspot.com/2011/04/hukum-menimbun-barang-ihtikar.html, diakses
tanggal 12 September 2011

[10] Iswardono, Ekonomi Mikro , Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1990


[11] QS. At Taubah (9): 34-35

[12] Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah Yang Praktis, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006
[13] Mujahdin Ahkmad, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
[14] Al-Asymawi Muhammad said, Nalar Kritis Syari’ah , Yogyakarta: LkiS Group,2012
[15] Ali Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah , Jakarta: Sinar Grafika, 2009

10

Anda mungkin juga menyukai