Anda di halaman 1dari 21

LARANGAN MONOPOLI DAN PENIMBUNAN DALAM PERSPEKTIF

HADITS

Sarwani

UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email: sarwaniruba@gmail.com

Abstract
This journal explains the prohibition of monopoly and hoarding in the

perspective of Hadith or Islam. Where monopoly can be interpreted as a form of control

of the procurement of goods and services in the market by one person or a group of

people. Monopoly is classified into two categories, namely individualistic monopoly and

combined monopoly. Meanwhile, hoarding is buying goods in large quantities to be

stored and resold at high prices. In Islamic economic law, it is stated that the principles

of justice and maslahat are aimed at achieving equality and balance in the economic

field. Islam strictly prohibits all forms of monopolistic practices and hoarding because it

will have an impact on social disparities and the economic situation in the community

will decrease. Therefore, the government should be more firm in implementing the Anti-

monopoly Law in all economic activity practices in Indonesia.

Keywords: Monopoly, Hoarding, Hadith

Abstrak

1
Jurnal ini menjelaskan tentang larangan monopoli dan penimbunan dalam

perspektif Hadits ataupun Islam. Yang dimana monopoli dapat diartikan sebagai

suatu bentuk penguasaan pengadaan barang dan jasa di pasaran oleh satu orang

maupun sekelompok orang. Monopoli diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu

monopoli individualistik dan monopoli gabungan. Sedangkan penimbunan

merupakan membeli barang dalam jumlah yang besar untuk disimpan dan dijual

kembali dengan harga tinggi. Dalam hukum ekonomi Islam, disebutkan bahwa

prinsip keadilan dan asas maslahat ditujukan untuk mencapai pemerataan dan

keseimbangan dalam bidang ekonomi. Islam sangat melarang segala bentuk

praktek monopoli dan penimbunan karena akan berdampak terjadinya

kesenjangan sosial dan keadaan ekonomi di kalangan masyarakat pun akan

menurun. Maka dari itu, pemerintah sebaiknya harus lebih tegas dalam

mengimplementasikan UU Anti monopoli dalam semua praktek kegiatan ekonomi

yang ada di Indonesia

Kata Kunci : Monopoli, Penimbunan, Hadits

Pendahuluan

Islam memiliki perhatian sangat besar terhadap perekonomian dan

mendasar sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya. Tujuan usaha dalam

Islam tidak semata-mata untuk mencapai suatu keuntungan maupun kepuasan

materi dan kepentingan diri sendiri saja, melainkan untuk menggapai kepuasan

2
spiritual yang berkaitan erat dengan kepuasan sosial ataupun masyarakat luas.

Maka, yang menjadi landasan ekonomi Islam ialah tauhid ilahiyah.1

Kebebasan Islam dalam aktivitas ekonomi sangat jelas terlihat dalam

penetapan harga misalnya, Islam mengakui bahwa harga ditentukan oleh kekuatan

pasar. Nabi Muhammad Saw tidak menganjurkan adanya campur tangan, baik

dari penguasa maupun individual. Akan tetapi, umatnya dilarang untuk

mempraktikkan bisnis yang dapat menimbulkan gejolak pasar, seperti penahanan

stock, spekulasi, kolusi, oligarki, pembatalan informasi penting tentang produk,

penjualan dengan sumpah palsu, dan lain-lain.2 Prinsip pasar bebas yang

dikembangkan Islam tidak sama dengan pasar bebas yang dipakai oleh kaum

kapitalisme, karena mereka mengembangkan tentang kesenangan dan kepedihan

utilitarian. Sedangkan Islam menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan,

kepatutan, persamaan, kerjasama, saling membantu, dan atas dasar suka sama

suka .3

Larangan yang diterapkan Islam juga tidak sama dengan pengekangan sistem

sosialis atau komunis yang berusaha menyamaratakan setiap manusia tanpa

memperhatikan usaha dan kemampuan seseorang yang di satu sisi melindungi hak
1
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe'i,. M. A merupakan guru besar UIN Sunan Gunung Djati

Bandung.

2
(Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw. tentang Ekonomi (Kumpulan

Hadits-Hadits Pilihan tentang Ekonomi), (Bank mu'amalat) hal. 151.

3
Ibid hal.152

3
asasi seseorang menurut versi mereka, di sisi lain menginjak-injak hak asasi

manusia lainnya. Agar menjamin bisnis sehat di atas, ada beberapa hal yang

terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama negara maupun penguasa tidak

dilarang untuk ikut campur dalam dunia usaha, seperti dalam penentuan harga,

jika membawa kemaslahatan bagi masyarakat, dan tidak mengganggu kepentingan

yang lebih besar. Seperti halnya monopoli, sekalipun disebut sebagai salah satu

praktis bisnis yang dilarang Islam. Karena dalam Islam atau hadits pun pelakunya

dinyatakan sebagai orang berdosa, namun tidak berarti semua bentuk penimbunan

barang atau monopoli bisa dikatagorikan sebagai perbuatan dosa, khususnya yang

ditujukan untuk suati kemaslahatan umat, seperti yang dicontohkan Nabi Yusuf di

Mesir, atau penimbunan yang dilakukan oleh pemerintah yang memiliki tujuan

untuk persiapan di masa krisis.4

Ibnu Abdil Barr dkk, Berkata: bahwa sesungguhnya Sa’id dan Ma’mar

hanya menimbun minyak, sedang mereka menafsirkan hadits dalam bab arti

penyimpanan bahan pokok pada waktu yang dibutuhkan, demikian juga menurut

Imam Syafi’, Abu Hanifah dan sebagainya. Hadits tersebut menunjukkan, bahwa

penimbunan yang dilarang itu ketika dalam keadaan barang-barang yang ditimbun

dibutuhkan dan sengaja untuk tujuan menaikkan harga. Selain harus mengetahui

bagaimana cara jual-beli yang memang di perbolehkan dan sah menurut hukum

Islam perlu dituntut untuk tahu apa saja jual-beli yang dilarang oleh Islam, agar

tidak terjerumus pada hal yang dilarang oleh Allah SWT maka, dalam penelitian

4
HR Muslim

4
ini perlu dibahas satu dari sekian banyak jual-beli yang tidak diperbolehkan, yaitu

penimbunan barang (Ihtikâr).5

Metode Penelitian

Dalam jurnal ini kita bisa menggunakan metode kualitatif dengan metode

penelitian ini didasarkan pada data-data berupa kata deskriptif. Subjek penelitian

diambil dari beberapa pelaku monopoli atau penimbunan barang. Sedangkan

teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan langkah: reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan6

Hasil dan Pembahasan

Data yang berhasil dikumpulkan dari subjek penelitian digunakan untuk mencari .

Data yang terkumpul juga disinkronkan dengan beberapa peneltian yang relevan

dan juga menurut Hadits. Dalam kamus besar bahasa Indonesia monopoli

diartikan sebagai situasi pengadaan barang, dagangan tertentu (di pasar lokal atau

nasional) yang di mana sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang,

maupun sekelompok orang sehingga harganya bisa dikendalikan. Sedangkan

penimbunan (al-ihtikar) secara etimologi berarti bertindak sewenang-wenang

(istabadda). Menurut terminologi Islam memiliki arti membeli barang dalam

5
A Qadir Hasan dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum,

Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001 Jilid 4, 1766.

6
Sugiyono, 2009.

5
jumlah banyak kemudian disimpan dengan maksud dijual kepada penduduk ketika

mereka sangat membutuhkannya dengan harga yang begitu tinggi.7

Monopoli dan penimbunan memiliki esensi yang sama, tujuan utama dari
monopoli dan penimbunan untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa harus mempedulikan derita maupun kesusahan orang lain, dan penetapan
harga berdasarkan kehendak sang pemilik barang sehingga keuntungan bisa diraih
tanpa memperdulikan kepentingan dan penderitaan konsumen. Jadi, penimbunan
bisa dikatagorikan sebagai suatu bentuk monopoli ataupun sebaliknya. Monopoli
dan penimbunan barang sangat dikenal dalam sistem perekonomian kontemporer
yang dipelopori oleh para kapitalis. Mereka beranggapan jika penimbunan itu hak
asasi manusia, tidak ada satu orang pun atau pemerintah yang berhak
melarangnya. Selain itu juga, perilaku tersebut ditunjang oleh dua hal, yaitu
perkembangan teknologi yang semakin pesat, dan adanya kerjasama antara para
pemilik pabrik dengan para pelaku ekonomi yang didasarkan pada konsep riba
tersebut.8

‫ َر ِج َع ْن أَِبي‬U‫ا ِد َع ْن اأْل َ ْع‬UU‫الز َن‬ ِّ ‫ان َع ْن أَِبي‬ ِ ‫ ِد اهَّللِ ب‬U‫ْن َع ْب‬


ُ ‫ ْف َي‬U‫ َّد َثنَا ُس‬U‫ َد َح‬U‫ْن َي ِزي‬ ُ ‫ َّد َثنَا ُم َح َّم ُد ب‬U‫ َح‬:٢٤٦٤ ‫سنن ابن ماجه‬
‫ار‬ ُ
ُ َّ‫ن الْ َما ُء َوالْ َكأَل َوالن‬Uَ ‫ال َثاَل ٌث اَل ُي ْم َن ْع‬
َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
َ ِ‫ول اهَّلل‬َ ‫ْر َة أَ َّن َر ُس‬ َ ‫ُري‬َ‫ه‬
Sunan Ibnu Majah 2464: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah
bin Yazid berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al
A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tiga hal yang tidak boleh untuk dimonopoli: air, rumput dan api."9
7
Menurut kamus besar bahasa Indonesia penimbunan kekayaan maupun barang berarti

pengumpulan harta benda sebanyak-banyaknya yang memiliki tujuan untuk kepentingan pribadi

dan kehidupan keluarganya, tanpa harus memikirkan nasib dan dampak bagi orang lain.(Lihat

Ahmad M. Syaefuddin, Ekonomi dan Masyarakat, Dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Rajawali,

1987), hal.343).

8
Muhammad Abdullah al-Araby, al-Nuzbum al-Islami, al-Iqtisbadiyah, al-Hukumiyah, wa al-
Daulah, 1970, hal. 244.

9
Muhammad Alif, www.hadisdigital.online

6
Muhammad Abdullah al-Arabi membagi jenis-jenis monopoli, yaitu :

1. Monopoli yang bersifat individual


 Trust
Secara etimologi memiliki arti kepercayaan. Bentuk monopoli atau
penimbunan ini bukan dengan cara menimbun barang maupun
membeli banyak barang di pasar untuk dijual dengan harga tinggi.
Monopoli sistem trust merupakan persekutuan kaum pengusaha pabrik
atau kaum dagang yang bertindak secara bersama-sama terhadap dunia
luar. Tetapi mereka membeli sebahagian besar saham perusahaan
sehingga mampu mempengaruhi harga untuk dunia luar.
 Holding Company
Suatu perusahaan yang menyimpan, memegang, atau mengurus sero-
sero perusahaan lain, sehingga perusahaan ini bisa mengendalikan
perusahaan yang seronya dikuasai.10
 Merger
Merger merupakan suatu bentuk penggabungan antara dua perusahaan
maupun lebih menjadi satu, sehingga posisi perusahaan menjadi sangat
kuat dan bisa mengendalikan perekonomian masyarakat.11

2. Penimbunan Gabungan (Multi Unit Monopoli)


Penimbunan jenis pertama di atas masih dikatagorikan sebagai
penimbunan kelas kecil. Adapun penimbunan yang berskala lebih
besar bentuknya adalah sebagai berikut :
a. Price Agrement
kesepakatan harga di antara perusahaan-perusahaan besar, sehingga
setiap perusahaan yang mengingat kesepakatan itu memperoleh
10
Al-Arabi, Op.cit.hal.246-255.
11
Al-Arabi, Op.cit.hal.246-255.

7
keuntungan besar walau pada hakikatnya perusahaan-perusahaan
tersebut tidak bersatu. Namun dengan adanya kesepakatan harga
maka keuntungan bisa dikendalikan sesuai dengan keinginan
mereka.
b. Price Leadership
Perusahaan-perusahaan kecil menyepakati ketetapan harga yang
diinginkan oleh perusahaan besar. Jika perusahaan-perusahaan
kecil tidak menuruti kemauan perusahaan tersebut maka akan
dihancurkan. Maka, perusahaan besar tersebut menjadi pemimpin
dalam menentukan harga kepada konsumen.12
c. Pool
Gabungan para pekerja untuk memperkuat barisan mereka dalam
memproduksi barang. Satu sama lain di antara mereka menyepakati
suatu kesepakatan yang menetapkan jika satu sama lain tidak boleh
melampaui produksi maupun harga jual dari yang lainnya.13
d. Cartel
Cartel secara sederhana memiliki arti persekutuan para pengusaha
untuk saling membantu dalam mengumpulkan maupun membeli
barang-barang yang ada pada anggota, lalu membuat kesepakatan
untuk bisa memasarkan barang tersebut dengan harga yang sudah
ditetapkan oleh mereka. Kemudian labanya mereka bagikan sesuai
dengan kesepakatan, modal, dan peran anggota tersebut. Sedangkan
Cartel dalam arti luas merupakan kesepakatan perusahaan besar dunia
untuk menguasai negara konsumen yang biasa dikenal dengan istilah
International Cartels.14
3. Hukum Monopoli Serta Aspek Manfaat dan Mudaratnya
Aspek manfaat dan mudarat mempunyai posisi sangat penting dalam
hukum Islam, termasuk di dalamnya hukum usaha yang berkaitan

12
Ibid, 256

Ibid, 257
13

14
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25

8
dengan aktivitas ekonomi. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam
suatu kaidah :
Setiap tindakan yang mendorong kerusakan maupun menolak
kemaslahatan dilarang. Maka, baik buruknya suatu perbuatan bisa
diukur oleh manfaat dan mudaratnya. Artinya, suatu perbuatan mampu
dinilai baik jika berdampak pada kemaslahatan maupun bernilai
manfaat bagi umat manusia. Sebaliknya, dinilai jelek jika akan
menimbulkan kejelekan ataupun mendatangkan kemudaratan. Maka
dari itu, berdasarkan praktik dan tujuan yang diinginkan dari
penimbunan barang dan monopoli di atas, maka hal itu sangat
bertentangan dengan norma Islam dan norma sosial kemasyarakatan.
Maka sangat tepat jika Islam melarang perbuatan tersebut dan
menetapkan pelakunya berdosa, sebagaimana dinyatakan dalam hadits
Rasulullah Saw :

Penimbunan secara terminologi berarti perbuatan menimbun,


pengumpulan barang-barang maupun tempat untuk menimbun.
Penimbunan barang merupakan membeli sesuatu dengan jumlah besar,
agar barang tersebut berkurang dipasar sehingga harganya (barang
yang ditimbun tersebut) menjadi naik dan pada waktu harga menjadi
naik baru kemudian dilepas (dijual) ke pasar, sehingga mendapatkan
keuntungan yang berlipat ganda15. Fiqih Islam mengartikan bahwa al-
Ihtikâr memiliki makna menimbun maupun menahan agar terjual. Al-
Ihtikâr ‫ االحتكار‬berasal dari kata ‫ حكر‬- ‫را‬UU‫ حك‬- ‫ر‬UU‫يحك‬yang berarti aniaya,
sedangkan ‫الحكر‬berarti‫ )ادخارالطعام‬menyimpan makanan, dan kata ‫الحكرة‬
berarti ‫( واإلمساك الجمع‬mengumpulkan dan menahan). Ihtikâr juga berarti
penimbunan.16 Lebih jelas Fiqih Islam memaknai Ihtikâr dengan

15
Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004.
16
KH Adib Bisri dan KH Munawwir A Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia Arab-Arab
Indonesia (Malang: Pustaka Progresif, 1999), 226. Selanjutnya ditulis Bisri, Kamus

9
membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya supaya barang
tersebut langka dipasaran dan harganya menjadi naik. 17 Aspek
Larangan Menimbun Barang (Ihtikâr).

Dalam hadist yaitu melarang tentang memonopoli dan penimbunan


yang di Riwayatkan Oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi. Yaitu

ِّ ‫ان َع ْن أَِبي‬
‫ا ِد َع ْن‬UU‫الز َن‬ ُ ‫ ْف َي‬U‫ َّد َثنَا ُس‬U‫ َد َح‬U‫ْن َي ِزي‬ ِ ‫ ِد اهَّللِ ب‬U‫ْن َع ْب‬
ُ ‫ َّد َثنَا ُم َح َّم ُد ب‬U‫ َح‬:٢٤٦٤ ‫سنن ابن ماجه‬
ُ ‫ا ُء َوالْ َكأَل‬UU‫ال َثاَل ٌث اَل يُ ْم َن ْع َن الْ َم‬Uَ U‫لَّ َم َق‬U‫ ِه َو َس‬U‫لَّى اهَّللُ َعلَ ْي‬U‫ص‬ َ U‫ر َة أَ َّن َر ُس‬U
َ ِ‫ول اهَّلل‬ َ U‫اأْل َ ْع َر ِج َع ْن أَِبي ُه َر ْي‬
‫ار‬
ُ ‫الن‬ َّ ‫َو‬

Sunan Ibnu Majah 2464: Telah menceritakan kepada kami Muhammad


bin Abdullah bin Yazid berkata: telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga hal yang tidak
boleh untuk dimonopoli: air, rumput dan api."18
ُ ‫ا ُم َح َّم ُد ب‬UU‫ون أَ ْخ َب َر َن‬
‫ْن‬ َ ‫ار‬ ُ U‫ْن َه‬ ُ ‫ ُد ب‬U‫ا َي ِزي‬UU‫ور أَ ْخ َب َر َن‬
ٍ ‫ص‬ ُ ‫ْن َم ْن‬ ُ ‫ َح َّد َثنَا إِ ْس َح ُق ب‬:١١٨٨ ‫سنن الترمذي‬
‫ِع ُت‬ْ ‫م‬U ‫ال َس‬ َ ‫َضلَ َة َق‬ ْ ‫ْن ن‬ ِ ‫ْن َع ْب ِد اهَّللِ ب‬ِ ‫ِّب َع ْن َم ْع َم ِر ب‬ ِ ‫ْن الْ ُم َسي‬ ِ ‫اهي َم َع ْن َسعِي ِد ب‬ ِ ‫ْر‬ ِ ‫إِ ْس َح َق َع ْن ُم َح َّم ِد ب‬
َ ‫ْن إِب‬
َ
ُ U‫ا ُم َح َّم ٍد إِنَّ َك َت ْح َت ِك‬UU‫ا أَب‬UU‫ِسعِي ٍد َي‬
‫ر‬U ْ
َ ‫اط ٌئ َف ُقل ُت ل‬ ِ ‫ِر إِاَّل َخ‬ ُ ‫صلَّى ا َعلَ ْي ِه َو َسل َم َي ُقول اَل َي ْح َتك‬
ُ َّ ُ‫هَّلل‬ َ ِ‫ول اهَّلل‬
َ ‫َر ُس‬
‫ر‬U َ
َ U‫ِّب أنَّ ُه َك‬
ُ U‫ان َي ْح َت ِك‬U ْ
ِ ‫ي‬U‫ْن ال ُم َس‬ ِ ‫عِي ِد ب‬U‫ا ُر ِو َي َع ْن َس‬UU‫ى َوإِنَّ َم‬U‫يس‬ َ َ
َ ‫و ِع‬UUُ‫ِر قال أب‬ َ ُ ‫ان َي ْح َتك‬ َ َ ‫َق‬
َ ‫ال َو َم ْع َم ٌر ق ْد َك‬
ُ
‫ر‬U
َ U‫ْن ُع َم‬ ِ ‫ َة َواب‬U‫ِي َوأَِبي أ َما َم‬ ٍّ ‫ر َو َعل‬U َ U‫اب َع ْن ُع َم‬UU‫يسى َوفِي الْ َب‬ َ ‫ال أَبُو ِع‬ َ ‫َح َو َه َذا َق‬ ْ ‫ْت َوالْ ِح ْن َط َة َون‬ َّ
َ ‫الزي‬
‫ام‬U َّ َ U‫اح ِت َك‬
ِ U‫ار الط َع‬U ْ ‫ وا‬U‫ ِل الْعِلْ ِم َك ِر ُه‬U‫ َد أَ ْه‬U‫ َذا ِع ْن‬U‫ل َعلَى َه‬U ُ U‫يح َوالْ َع َم‬ٌ ‫ ِح‬U‫ص‬ َ ‫ِيث َح َس ٌن‬ ٌ ‫ِيث َم ْع َم ٍر َحد‬ ُ ‫َو َحد‬
ْ ْ
‫ار فِي ال ُقط ِن‬UU ْ ْ َ ‫ْر الط َعام و َق‬ َّ
ِ ‫س ِبااِل ْح ِت َك‬ َ ‫ار ِك اَل َبأ‬ َ ‫ْن ال ُم َب‬ُ ‫ال اب‬ ِ ِ ‫ار فِي َغي‬ ِ ‫ض ُه ْم فِي ااِل ْح ِت َك‬ ُ ‫ص َب ْع‬ َ ‫َو َر َّخ‬
َ‫َح ِو َذلِك‬ ْ ‫ان َون‬ ْ
ِ ‫السخ ِت َي‬ ِّ ‫َو‬
Sunan Tirmidzi 1188: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin
Manshur telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin
Ibrahim dari Sa'id bin Al Musayyib dari Ma'mar bin Abdullah bin
Nadhlah ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Tidaklah seseorang menimbun kecuali ia telah
berbuat salah." Aku bertanya kepada Sa'id: Wahai Abu Muhammad,
sesungguhnya engkau menimbun. Ia mengatakan: Sedangkan Ma'mar
telah menimbun. Abu Isa berkata: Sesungguhnya telah diriwayatkan
dari Sa'id bin Al Musayyib bahwa ia pernah menimbun minyak, biji
gandum atau yang serupa dengan itu. Abu Isa berkata: Dalam hal ini
17
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adhillatuhu, dengan judul asli Al-Fiqh Al-
Islamî Wa-Adillatuhu ‫لمي الفقه‬8‫)وأدلته اإلس‬Jakarta: Gema Insani Press, 2011), jilid 4,
238. Selanjutnya ditulis Zuhaili, Fiqih.

18
Muhammad Alif, www.hadisdigital.online

10
ada hadits serupa dari Umar, Ali, Abu Umamah dan Ibnu Umar. Dan
hadits Ma'mar adalah hadits hasan shahih. Hadits ini menjadi pedoman
amal menurut ulama: Mereka memakruhkan penimbunan makanan
namun sebagian mereka membolehkan penimbunan selain makanan.
Dan Ibnu Al Mubarak mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas,
kulit yang disamak atau yang serupa dengan itu.

‫ان‬َ ‫ْن َث ْو َب‬ ِ ‫اص ٍم َع ْن َج ْع َف ِر ب‬


ِ ‫ْن َي ْح َيى ب‬ ِ ‫ِي َح َّد َثنَا أَبُو َع‬ ٍّ ‫ْن َعل‬ُ ‫ َح َّد َثنَا الْ َح َس ُن ب‬:١٧٢٧ ‫سنن أبي داوود‬
ِ‫ول اهَّلل‬
َ U‫ال إِ َّن َر ُس‬U ُ
َ U‫ْن أ َم َّي َة َف َق‬ ُ ‫ال أََتي‬U
َ ‫ْت َي ْعلَى ب‬ َ U‫ان َق‬ َ ‫ا َذ‬UU‫ْن َب‬ ُ ‫ى ب‬U‫وس‬ َ ‫ان َح َّد َثنِي ُم‬ َ ‫ْن َث ْو َب‬ َ ‫أَ ْخ َب َرنِي ِع َم‬
ُ ‫ار ُة ب‬
ْ ْ
‫ام فِي ال َح َر ِم إِل َحا ٌد فِي ِه‬ َّ ُ ‫اح ِت َك‬ َّ َّ
َ ‫صلى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم َق‬
ِ ‫ار الط َع‬ ْ ‫ال‬ َ
Sunan Abu Daud 1727: Telah menceritakan kepada kami  Al
Hasan bin Ali, telah menceritakan kepada kami Abu
'Ashim dari Ja'far bin Yahya bin Tsauban, telah mengabarkan
kepada kami 'Imarah bin Tsauban, telah menceritakan
kepadaku Musa bin Badzan: ia berkata: Aku telah
mendatangi Ya'la bin Umayyah dan dia berkata: sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Penimbunan makanan di tanah Haram merupakan perbuatan
kufur yang dilakukan di dalamnya. 19

Tujuan Ihtikâr yang sudah banyak disebutkan merupakan aspek yang


tidak diperbolehkan oleh para fuqoha, berdasarkan dari aspek jenis
barang dan waktu penimbunannya yang diharamkan. Imam Al-Ghazali
berkata, “ ada pun yang bukan makanan pokok dan bukan pengganti
makanan pokok, seperti obat-obatan, jamu dan za’faran17, tiada
sampailah larangan itu kepadanya, meskipun dia itu barang yang
dimakan. Adapun makanan pokok, seperti daging, buah-buahan, dan
yang bisa menggantikan makanan pokok dalam suatu kondisi,
walaupun tidak mungkin secara terus menerus, maka ini termasuk
dalam hal yang menjadi perhatian. Maka sebagian ulama ada yang
menetapkan haram menimbun minyak samin, madu, minyak kacang,
keju, minyak zaitun, dan yang sejenisnya.20 Dasar Hukum Menimbun
19
Muhammad Alif, www.hadisdigital.online

20
Imam Ghazali, Diterjemahkan oleh Ismail Yakub, Ihya’ Ulumiddin Imam Ghazali
(Jakarta: Pustaka Nasional, 2003), Jilid 2, 38-39. Selanjutnya ditulis Al-Ghazali,

11
Barang Menurut hukum Islam barang apa saja yang dibolehkan (halal)
Allah SWT dapat memilikinya, maka halal pula jika untuk dijadikan
objek perdagangan. Demikian dengan segala bentuk yang tidak
diperbolehkan (haram) untuk memilikinya maka haram juga untuk
memperdagangkannya. Namun terdapat ketentuan hukum Islam, pada
dasarnya barang itu halal, karena sikap dan perbuatan para pelakunya
yang bertentangan dengan syara’.21
1. Kriteria Penimbunan dalam Islam
Meski Islam telah menjamin kebebasan individual dalam
melakukan jual-beli dan bersaing, tetapi Islam melarang egoisme
individual dan keserakahan dalam menumpuk harta demi
kepentingannya sendiri.
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
penimbunan yang haram memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Barang yang ditimbun merupakan kelebihan dari
kebutuhannya, berikut tanggungan untuk persediaan setahun
penuh. Sebab sesorang boleh menimbun untuk persediaan
nafkah dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama
satu tahun.
2. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga
barang agar bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi
karena orang sangat membutuhkan barang tersebut kepadanya.
3. Penimbunan dilakukan ketika manusia sangat membutuhkan barang
yang ditimbun, seperti makanan, pakaian dan lain-lain.22

Ihya’).
21
19Syara: ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui
dan diyakini berlaku yang bersifat mengikat untuk semua umat yang
berAgama Islam. Lihat El-Bantany, Kamus, 519.

22
Sayyid Syabiq, Diterjemahkan oleh putranya yang bernama Muhammad
Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2011), Jilid 5,

12
Dari Ma'mar bin Abdullah Rasulullah SAW bersabda : "Tidaklah
menimbun melainkan orang berdosa" (H.R. Muslim). Di antara
mereka ada yang berpendapat, jika diharamkan menimbun barang apa
saja yang akan memudaratkan orang lain. Hal itu sesuai dengan
pendapat Abu Yusuf, bahwa barang apapun dilarang untuk ditimbun
apabila menyebabkan kemudaratan kepada manusia walaupun yang
ditimbunnya emas dan perak.23
Menurut ulama Syafiiyah dan Hanbaliyah barang yang dilarang
untuk ditimbun yaitu barang kebutuhan primer sedangkan barang
kebutuhan sekunder tidak diharamkan. Ulama lainnya berpendapat
bahwa penimbunan yang dilarang merupakan barang-barang yang
biasa diperdagangkan, karena akan menimbulkan ketidakstabilan
harga.24
Para ahli fiqh, sebagaimana dikutip oleh Drs. Sudirman M, MA.,
berpendapat bahwa monopoli maupun penimbunan yang diharamkan
adalah memenuhi kriteria berikut15 :
1. Barang yang ditimbun merupakan kelebihan dari kebutuhannya
dan tanggungannya untuk persediaan setahun penuh.
2. Barang yang ditimbunnya dalam rangka menunggu saat naiknya
harga, sehingga barang bisa dijual dengan harga lebih tinggi, dan
para konsumen sangat membutuhkannya.
3. Penimbunan dilakukan pada saat manusia sangat membutuhkan
barang yang ia timbun, misalkan : makanan, pakaian, dan lain-lain.
Maka, memonopoli barang yang tidak dibutuhkan konsumen tidak

100. Selanjut ditulis Syabiq, Fiqih).

23
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25.

24
Ibnu Rus. Bidayatul al-Mujtahid wa Nahyatun Al-Muntansid. (Beirut : Darul
Fikr, 595 H). hlm. 164 Fathy al-Raniry, al-Fiqh al-Islam Madzahib, 1980), hlm. 71-
72, 87-8. Syayid Sabiq, Fihq Sunnah. Juz II (Libanon, Dar Fikr, 1981). hlm. 98).

13
dianggap sebagai penimbunan, karena tidak akan mengakibatkan
kesulitan pada manusia.

Mengenai hukum dari penimbunan tersebut, di kalangan ulama terjadi perbedaan


pendapat. Namun secara umum pendapat mereka dapat digolongkan menjadi dua
kelompok :

1. Menurut madzhab jumhur dari kalangan Syafiiyah, Malikiyah,


Hanbaliyah, Zahiriyah, Zaidiyah, Ibadiyah, al-Imamiyah, dan al-Kasani
dari golongan Hanafiyah, bahwa penimbunan barang hukumnya haram.
2. Menurut pendapat fuqaha dari kalangan mazhab Hanafiyah, bahwa
penimbunan barang dagangan hukumnya merupakan makruh tahrim.
Dengan pertimbangan antara lain, bahwa penimbunan tersebut dibolehkan
jika demi kemaslahatan manusia.

Larangan yang lebih tegas tentang penimbunan itu adalah berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Hakim dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah Saw
bersabda : "Orang-orang yang menawarkan barang dan menjualnya dengan
harga murah (jalib) diberi rezeki, sedangkan penimbun
dilaknat".25

Dengan demikian monopoli yang dilarang adalah yang mengandung aspek-aspek


yang memudaratkan manusia antara lain :

1) Merusak mekanisme perdagangan


2) Menimbulkan keresahan sosial
3) Menimbulkan banyak korban dan penderitaan jika barang yang ditimbun
dijual kepada masyarakat dengan harga sangat tinggi, karena harganya
tidak bisa mereka jangkau oleh penduduk.
4) Menyebabkan kelangkaan barang, sehingga akan sangat menyulitkan
kehidupan masyarakat luas.

25
Lihat Sayid Sabiq, op.cit., 164 Turmudzi, Ibid hlm. 40, Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi, al-
Nasyabury.Shahih Muslim, (Beirut al-Maktaba al-Islam tt. hlm. 139).

14
Islam tidak melarang praktik monopoli yang mendatangkan kebaikan dan
kemaslahatan bagi manusia. Contohnya menimbun barang yang dikoordinir oleh
pemerintah maupun individu dengan tujuan untuk persiapan menghadapi musim
paceklik, dan nantinya akan dijual dengan harga wajar atau dibagikan secara
cuma-cuma. Hal itu karena bukan untuk mencelakakan dan menyengsarakan
manusia, tetapi sebaliknya untuk menjamin keselamatan mereka.
Dalam sejarah, Nabi Yusuf pernah menimbun barang sangat besar jumlahnya,
yang didasarkan dalam mimpi raja yang ia ta'bir bahwa negeri itu akan
mengalami musim kemarau panjang. Dan ternyata mimpi itupun terjadi, sehingga
dari berbagai negara berdatangan untuk membeli berbagai komoditi yang
pengelolaannya dipercayakan kepada Nabi Yusuf.26

Dalam pasal Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa kekayaan yang


berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai maupun dimonopoli oleh
negara. Karena diyakini jika monopoli yang dilakukan negara akan dimaksudkan
untuk kesejahteraan warganya. Maka dari itu, monopoli maupun penimbunan
beras yang dilakukan Dolog dipandang sebagai kebijakan tepat karena memiliki
tujuan untuk kemaslahatan warga. Di dalam Hadits yang di Riwayatkan Oleh
Imam Muslim.

َ ‫الزنَا ِد َع ْن اأْل َ ْع َر ِج َع ْن أَِبي ُه َري‬


‫ر َة‬UUْ ٍ ‫ال َق َرأْ ُت َعلَى َمال‬
ِّ ‫ِك َع ْن أَِبي‬ َ ‫ْن َي ْح َيى َق‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا َي ْح َيى ب‬:٢٧٩٠ ‫صحيح مسلم‬

‫وا َواَل‬U‫َاج ُش‬


َ ‫ض َواَل َتن‬
ٍ ‫ْع َب ْع‬ َ ُ ُ ‫ْع َواَل َي ِب ْع َب ْع‬ ُ ‫الر ْك َب‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
ُّ ‫ال اَل يُ َتلَ َّقى‬ َ ‫أَ َّن َر ُس‬
َ ِ‫ول اهَّلل‬
ِ ‫ضك ْم َعلى َبي‬ ٍ ‫ان لَِبي‬
ِ ‫إِ ْن َر‬UU‫ا َف‬UU‫ْن َب ْع َد أَ ْن َي ْحلَُب َه‬
‫ َي َها‬U ‫ض‬ ِ ‫ْر النَّ َظ َري‬
ِ ‫ِك َف ُه َو ِب َخي‬ َ ‫ص ُّروا اإْل ِ ِب َل َوالْ َغ َن َم َف َم ْن ا ْب َت‬
َ ‫اع َها َب ْع َد َذل‬ َ ُ‫اض ٌر لَِبا ٍد َواَل ت‬
ِ ‫َي ِب ْع َح‬

‫ِن َت ْم ٍر‬
ْ ‫اعا م‬
ً ‫ص‬ َ ‫أَ ْم َس َك َها َوإِ ْن َس ِخ َط َها َرد‬
َ ‫َّها َو‬

Shahih Muslim 2790: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia

berkata: Saya membaca di hadapan Malik dari Abu Az Zinad dari Al

A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


26
Ibid, hal.140.

15
"Janganlah mencegat pedagang untk memborong barang-barangnya (sebelum

sampai ke pasar): jangan membali barang yang sedang dibeli orang lain:

jangan menipu: orang kota hendaknya tidak memborong dagangan orang

dusun (dengan maksud monopoli dan menaikkan harga): jangan menahan susu

unta atau kambing yang akan dijual supaya kelihatan susunya banyak. Jika dia

membeli dan memerahnya setelah membali, maka dia boleh memilih dari

dua keadaan, jika ia suka, maka dia boleh ditahannya namun jika tidak suka

dia boleh mengembalikannya dengan satu sha' kurma (pengganti susu dan

perahannya)." (Shahih Muslim 2790)

Tetapi, negara dituntut untuk berlaku profesional dalam pengelolaannya. Jadi,


praktik monopoli akan mendatangkan manfaat jika dilakukan untuk kemaslahatan
dan kepentingan bersama, antara lain :

a) Memberikan rasa tenang kepada masyarakat, karena memiliki kebutuhan


pokok mereka bisa mereka peroleh dengan harga wajar.
b) Memberikan rasa aman kepada warga, karena mereka meyakini bahwa
kebutuhan pokok mereka akan selalu terpenuhi sekalipun pada musim
paceklik.
c) Keuntungan dari monopoli itu pada hakikatnya kembali kepada
masyarakat sendiri, bukan pada individu atau pun sekelompok orang
tertentu.
d) Mampu mengontrol harga pasar, sebab pemerintah bisa melakukan operasi
pasar ketika harga barang naik.27
 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penimbunan
Hal-hal yang memungkinkan timbulnya penimbunan/ monopoli pada
umumnya adalah:
27
Ibid, hal.141.

16
1. Produsen (penjual-pen) mempunyai hak paten untuk output yang
dihasilkan.
2. Produsen (penjual-pen) memiliki sumber daya yang sangat penting dan
merahasiakannya maupun produsen (penjual-pen) memiliki
pengetahuan yang lain daripada yang lain tentang teknis produksi.
3. Pemberian ijin khusus oleh pemerintah pada produsen (penjual-pen)
tertentu untuk mengelola suatu usaha tertentu pula.
4. Ukuran pasar begitu kecil untuk dilayani lebih dari satu perusahaan
yang mengoperasikan skala perusahaan optimum.
 Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembatasan harga (limit pricing
policy). Kebijaksanaan harga biasanya dibarengi juga dengan
kebijaksanaan promosi penjualan secara besar-besaran.28
Terdapat beberapa faktor mengapa suatu perusahaan atau
produsen bisa memonopoli atau menimbun. Diantaranya sebagai
berikut:
1. Perusahaan memiliki suatu sumber daya tertentu yang unik dan tidak
dimiliki oleh setiap perusahaan lain maupun eksklusif (lain dari yang
lain).
2. Adanya skala ekonomi/ monopoli alamiah suatu usaha yang akan
dimasuki oleh perusahaan tertentu harus memperhatikan keuntungan
yang akan didapatkannya dari operasional sehingga terjadinya peluang.
3. Kebijakan pemerintah atau hak exclusive pemerintah bisa saja
memberikan hak monopoli kepada penguasa untuk menghasilkan suatu
produk tertentu yang dianggap penting bagi pemasukan negara dan
mendukung pasokan bagi masyarakat maupun dalam rangka
melindungi industri dalam negeri.
4. Amanat Undang-Undang Dasar untuk kasus Indonesia, dalam UUD
1945 pasal 33 diamanatkan bahwa negara menguasai segala hal yang

28
Tati Suhartati Joesron dan M Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta:
Graha Imu, 2012), 174. Selanjutnya ditulis Fathorrazi, Teori.

17
menyangkut hajat hidup orang banyak dan mengelolanya agar bisa
didistribusikan keseluruh lapisan masyarakat.29
Dalam dunia tingkat internasional, memonopoli barang adalah
penyebab terbesar dari krisis ekonomi yang di alami oleh manusia ada
beberapa Negara kaya dan maju secara ekonomi menimbun produksi
dan perdagangan beberapa kebutuhan makanan dan industri. Negara
tersebut pun malah menimbun pembelian bahan-bahan baku dari
Negara terbelakang ekonominya dan menimbun untuk penjualan
barang-barang industri yang dibutuhkan oleh Negara-negara yang
terbelakang ekonominya. Peran Pemerintah Terhadap Penimbunan
(Ihtikâr) Pada prinsipnya peran pemerintah dalam perekonomian yang
berbasis Islami memiliki dasar rasionalitas yang fundamental dalam
ajaran Agama islam. Dalam perspektf islam bahwa peranan pemerintah
berdasarkan beberapa argumentasi, yaitu:
1. Meningkatkan konsep kekhalifahan. Yaitu untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan adalah tugas pokok pemerintah sebagai
dari amanah Allah.
2. Konsekwensi dari adanya fardlu kifayah (kewajiban kolektif).
Yaitu kewajiban kolektif atau sosial yang apabila salah satu dari
mereka yang melaksanakannya.
3. Adanya gejala kegagalan pasar dalam mengimplementasikan
konsep al-falah. Yaitu mewujudkan ekonomi yang berbasis Islami
adalah ada ditangan pemerintah sebagai kewajiban secara
kelembagaan.

Terdapat tugas-tugas penting pemerintah dalam perekonomian, diantaranya


sebagai berikut:

1. Mengawasi faktor utama penggerak perekonomian


29
Iskandar Putong, Ekonomi Mikro & Makro Jilid 2 (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2003), 130. Selanjutnya ditulis Iskandar, Ekonomi).

18
2. Melarang Mu’amalah yang diharamkan
3. Menentukan harga jika dibutuhkan
4. Mewujudkan keadilan sosial
5. Memprioritaskan kebutuhan pokok dan menjamin kamanan

Kesimpulan

Monopoli diartikan sebagai situasi pengadaan barang, dagangan tertentu (di pasar

lokal atau nasional) yang di mana sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh

satu orang, maupun sekelompok orang sehingga harganya bisa dikendalikan.

Sedangkan penimbunan (al-ihtikar) secara etimologi berarti bertindak sewenang-

wenang (istabadda). Menurut terminologi Islam memiliki arti membeli barang

dalam jumlah banyak kemudian disimpan dengan maksud dijual kepada penduduk

ketika mereka sangat membutuhkannya dengan harga yang begitu tinggi.

Monopoli dan penimbunan memiliki esensi yang sama, tujuan utama dari

monopoli dan penimbunan untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya

tanpa harus mempedulikan derita maupun kesusahan orang lain, dan penetapan

harga berdasarkan kehendak sang pemilik barang sehingga keuntungan bisa diraih

tanpa memperdulikan kepentingan dan penderitaan konsumen. Jadi, penimbunan

bisa dikatagorikan sebagai suatu bentuk monopoli ataupun sebaliknya. Monopoli

dan penimbunan barang sangat dikenal dalam sistem perekonomian kontemporer

yang dipelopori oleh para kapitalis.

Daftar Pustaka

19
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe'i,. M. A merupakan guru besar UIN Sunan

Gunung Djati Bandung.

Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw. tentang

Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan tentang Ekonomi), (Bank mu'amalat)

hal. 151.

HR Muslim

A Qadir Hasan dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits

Hukum, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001 Jilid 4, 1766.

Sugiyono, 2009.

Ahmad M. Syaefuddin, Ekonomi dan Masyarakat, Dalam Perspektif

Islam, (Jakarta : Rajawali, 1987), hal.343).

Muhammad Abdullah al-Araby, al-Nuzbum al-Islami, al-Iqtisbadiyah, al-


Hukumiyah, wa al-Daulah, 1970, hal. 244.

Al-Arabi, Op.cit.hal.246-255.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25

Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Islam


(Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

KH Adib Bisri dan KH Munawwir A Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia


Arab-Arab Indonesia (Malang: Pustaka Progresif, 1999), 226. Selanjutnya ditulis
Bisri, Kamus.

20
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adhillatuhu, dengan judul asli Al-
Fiqh Al-Islamî Wa-Adillatuhu ‫لمي الفقه‬88‫ه اإلس‬88‫)وأدلت‬Jakarta: Gema Insani Press,
2011), jilid 4, 238. Selanjutnya ditulis Zuhaili, Fiqih.

Imam Ghazali, Diterjemahkan oleh Ismail Yakub, Ihya’ Ulumiddin Imam


Ghazali (Jakarta: Pustaka Nasional, 2003), Jilid 2, 38-39. Selanjutnya ditulis Al-
Ghazali, Ihya’).

19Syara: ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan
diyakini berlaku yang bersifat mengikat untuk semua umat yang berAgama Islam.
Lihat El-Bantany, Kamus, 519.

Sayyid Syabiq, Diterjemahkan oleh putranya yang bernama Muhammad


Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2011), Jilid 5, 100.
Selanjut ditulis Syabiq, Fiqih).

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25.

Ibnu Rus. Bidayatul al-Mujtahid wa Nahyatun Al-Muntansid. (Beirut :


Darul Fikr, 595 H). hlm. 164 Fathy al-Raniry, al-Fiqh al-Islam Madzahib, 1980),
hlm. 71-72, 87-8. Syayid Sabiq, Fihq Sunnah. Juz II (Libanon, Dar Fikr, 1981).
hlm. 98).

Sayid Sabiq, op.cit., 164 Turmudzi, Ibid hlm. 40, Muslim al-Hajjaj al-
Qusyairi, al-Nasyabury.Shahih Muslim, (Beirut al-Maktaba al-Islam tt. hlm. 139).

Tati Suhartati Joesron dan M Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro


(Yogyakarta: Graha Imu, 2012), 174. Selanjutnya ditulis Fathorrazi, Teori.

Iskandar Putong, Ekonomi Mikro & Makro Jilid 2 (Jakarta: Ghalia


Indonesia, 2003), 130. Selanjutnya ditulis Iskandar, Ekonomi).

21

Anda mungkin juga menyukai