HADITS
Sarwani
Email: sarwaniruba@gmail.com
Abstract
This journal explains the prohibition of monopoly and hoarding in the
of the procurement of goods and services in the market by one person or a group of
people. Monopoly is classified into two categories, namely individualistic monopoly and
stored and resold at high prices. In Islamic economic law, it is stated that the principles
of justice and maslahat are aimed at achieving equality and balance in the economic
field. Islam strictly prohibits all forms of monopolistic practices and hoarding because it
will have an impact on social disparities and the economic situation in the community
will decrease. Therefore, the government should be more firm in implementing the Anti-
Abstrak
1
Jurnal ini menjelaskan tentang larangan monopoli dan penimbunan dalam
perspektif Hadits ataupun Islam. Yang dimana monopoli dapat diartikan sebagai
suatu bentuk penguasaan pengadaan barang dan jasa di pasaran oleh satu orang
merupakan membeli barang dalam jumlah yang besar untuk disimpan dan dijual
kembali dengan harga tinggi. Dalam hukum ekonomi Islam, disebutkan bahwa
prinsip keadilan dan asas maslahat ditujukan untuk mencapai pemerataan dan
menurun. Maka dari itu, pemerintah sebaiknya harus lebih tegas dalam
Pendahuluan
mendasar sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya. Tujuan usaha dalam
materi dan kepentingan diri sendiri saja, melainkan untuk menggapai kepuasan
2
spiritual yang berkaitan erat dengan kepuasan sosial ataupun masyarakat luas.
penetapan harga misalnya, Islam mengakui bahwa harga ditentukan oleh kekuatan
pasar. Nabi Muhammad Saw tidak menganjurkan adanya campur tangan, baik
penjualan dengan sumpah palsu, dan lain-lain.2 Prinsip pasar bebas yang
dikembangkan Islam tidak sama dengan pasar bebas yang dipakai oleh kaum
kepatutan, persamaan, kerjasama, saling membantu, dan atas dasar suka sama
suka .3
Larangan yang diterapkan Islam juga tidak sama dengan pengekangan sistem
memperhatikan usaha dan kemampuan seseorang yang di satu sisi melindungi hak
1
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe'i,. M. A merupakan guru besar UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
2
(Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw. tentang Ekonomi (Kumpulan
3
Ibid hal.152
3
asasi seseorang menurut versi mereka, di sisi lain menginjak-injak hak asasi
manusia lainnya. Agar menjamin bisnis sehat di atas, ada beberapa hal yang
terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama negara maupun penguasa tidak
dilarang untuk ikut campur dalam dunia usaha, seperti dalam penentuan harga,
yang lebih besar. Seperti halnya monopoli, sekalipun disebut sebagai salah satu
praktis bisnis yang dilarang Islam. Karena dalam Islam atau hadits pun pelakunya
dinyatakan sebagai orang berdosa, namun tidak berarti semua bentuk penimbunan
barang atau monopoli bisa dikatagorikan sebagai perbuatan dosa, khususnya yang
ditujukan untuk suati kemaslahatan umat, seperti yang dicontohkan Nabi Yusuf di
Mesir, atau penimbunan yang dilakukan oleh pemerintah yang memiliki tujuan
Ibnu Abdil Barr dkk, Berkata: bahwa sesungguhnya Sa’id dan Ma’mar
hanya menimbun minyak, sedang mereka menafsirkan hadits dalam bab arti
penyimpanan bahan pokok pada waktu yang dibutuhkan, demikian juga menurut
Imam Syafi’, Abu Hanifah dan sebagainya. Hadits tersebut menunjukkan, bahwa
penimbunan yang dilarang itu ketika dalam keadaan barang-barang yang ditimbun
dibutuhkan dan sengaja untuk tujuan menaikkan harga. Selain harus mengetahui
bagaimana cara jual-beli yang memang di perbolehkan dan sah menurut hukum
Islam perlu dituntut untuk tahu apa saja jual-beli yang dilarang oleh Islam, agar
tidak terjerumus pada hal yang dilarang oleh Allah SWT maka, dalam penelitian
4
HR Muslim
4
ini perlu dibahas satu dari sekian banyak jual-beli yang tidak diperbolehkan, yaitu
Metode Penelitian
Dalam jurnal ini kita bisa menggunakan metode kualitatif dengan metode
penelitian ini didasarkan pada data-data berupa kata deskriptif. Subjek penelitian
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan langkah: reduksi data,
Data yang berhasil dikumpulkan dari subjek penelitian digunakan untuk mencari .
Data yang terkumpul juga disinkronkan dengan beberapa peneltian yang relevan
dan juga menurut Hadits. Dalam kamus besar bahasa Indonesia monopoli
diartikan sebagai situasi pengadaan barang, dagangan tertentu (di pasar lokal atau
5
A Qadir Hasan dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum,
6
Sugiyono, 2009.
5
jumlah banyak kemudian disimpan dengan maksud dijual kepada penduduk ketika
Monopoli dan penimbunan memiliki esensi yang sama, tujuan utama dari
monopoli dan penimbunan untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa harus mempedulikan derita maupun kesusahan orang lain, dan penetapan
harga berdasarkan kehendak sang pemilik barang sehingga keuntungan bisa diraih
tanpa memperdulikan kepentingan dan penderitaan konsumen. Jadi, penimbunan
bisa dikatagorikan sebagai suatu bentuk monopoli ataupun sebaliknya. Monopoli
dan penimbunan barang sangat dikenal dalam sistem perekonomian kontemporer
yang dipelopori oleh para kapitalis. Mereka beranggapan jika penimbunan itu hak
asasi manusia, tidak ada satu orang pun atau pemerintah yang berhak
melarangnya. Selain itu juga, perilaku tersebut ditunjang oleh dua hal, yaitu
perkembangan teknologi yang semakin pesat, dan adanya kerjasama antara para
pemilik pabrik dengan para pelaku ekonomi yang didasarkan pada konsep riba
tersebut.8
pengumpulan harta benda sebanyak-banyaknya yang memiliki tujuan untuk kepentingan pribadi
dan kehidupan keluarganya, tanpa harus memikirkan nasib dan dampak bagi orang lain.(Lihat
Ahmad M. Syaefuddin, Ekonomi dan Masyarakat, Dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Rajawali,
1987), hal.343).
8
Muhammad Abdullah al-Araby, al-Nuzbum al-Islami, al-Iqtisbadiyah, al-Hukumiyah, wa al-
Daulah, 1970, hal. 244.
9
Muhammad Alif, www.hadisdigital.online
6
Muhammad Abdullah al-Arabi membagi jenis-jenis monopoli, yaitu :
7
keuntungan besar walau pada hakikatnya perusahaan-perusahaan
tersebut tidak bersatu. Namun dengan adanya kesepakatan harga
maka keuntungan bisa dikendalikan sesuai dengan keinginan
mereka.
b. Price Leadership
Perusahaan-perusahaan kecil menyepakati ketetapan harga yang
diinginkan oleh perusahaan besar. Jika perusahaan-perusahaan
kecil tidak menuruti kemauan perusahaan tersebut maka akan
dihancurkan. Maka, perusahaan besar tersebut menjadi pemimpin
dalam menentukan harga kepada konsumen.12
c. Pool
Gabungan para pekerja untuk memperkuat barisan mereka dalam
memproduksi barang. Satu sama lain di antara mereka menyepakati
suatu kesepakatan yang menetapkan jika satu sama lain tidak boleh
melampaui produksi maupun harga jual dari yang lainnya.13
d. Cartel
Cartel secara sederhana memiliki arti persekutuan para pengusaha
untuk saling membantu dalam mengumpulkan maupun membeli
barang-barang yang ada pada anggota, lalu membuat kesepakatan
untuk bisa memasarkan barang tersebut dengan harga yang sudah
ditetapkan oleh mereka. Kemudian labanya mereka bagikan sesuai
dengan kesepakatan, modal, dan peran anggota tersebut. Sedangkan
Cartel dalam arti luas merupakan kesepakatan perusahaan besar dunia
untuk menguasai negara konsumen yang biasa dikenal dengan istilah
International Cartels.14
3. Hukum Monopoli Serta Aspek Manfaat dan Mudaratnya
Aspek manfaat dan mudarat mempunyai posisi sangat penting dalam
hukum Islam, termasuk di dalamnya hukum usaha yang berkaitan
12
Ibid, 256
Ibid, 257
13
14
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25
8
dengan aktivitas ekonomi. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam
suatu kaidah :
Setiap tindakan yang mendorong kerusakan maupun menolak
kemaslahatan dilarang. Maka, baik buruknya suatu perbuatan bisa
diukur oleh manfaat dan mudaratnya. Artinya, suatu perbuatan mampu
dinilai baik jika berdampak pada kemaslahatan maupun bernilai
manfaat bagi umat manusia. Sebaliknya, dinilai jelek jika akan
menimbulkan kejelekan ataupun mendatangkan kemudaratan. Maka
dari itu, berdasarkan praktik dan tujuan yang diinginkan dari
penimbunan barang dan monopoli di atas, maka hal itu sangat
bertentangan dengan norma Islam dan norma sosial kemasyarakatan.
Maka sangat tepat jika Islam melarang perbuatan tersebut dan
menetapkan pelakunya berdosa, sebagaimana dinyatakan dalam hadits
Rasulullah Saw :
15
Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004.
16
KH Adib Bisri dan KH Munawwir A Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia Arab-Arab
Indonesia (Malang: Pustaka Progresif, 1999), 226. Selanjutnya ditulis Bisri, Kamus
9
membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya supaya barang
tersebut langka dipasaran dan harganya menjadi naik. 17 Aspek
Larangan Menimbun Barang (Ihtikâr).
ِّ ان َع ْن أَِبي
ا ِد َع ْنUUالز َن ُ ْف َيU َّد َثنَا ُسU َد َحUْن َي ِزي ِ ِد اهَّللِ بUْن َع ْب
ُ َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بU َح:٢٤٦٤ سنن ابن ماجه
ُ ا ُء َوالْ َكأَلUUال َثاَل ٌث اَل يُ ْم َن ْع َن الْ َمUَ Uلَّ َم َقU ِه َو َسUلَّى اهَّللُ َعلَ ْيUص َ Uر َة أَ َّن َر ُسU
َ ِول اهَّلل َ Uاأْل َ ْع َر ِج َع ْن أَِبي ُه َر ْي
ار
ُ الن َّ َو
18
Muhammad Alif, www.hadisdigital.online
10
ada hadits serupa dari Umar, Ali, Abu Umamah dan Ibnu Umar. Dan
hadits Ma'mar adalah hadits hasan shahih. Hadits ini menjadi pedoman
amal menurut ulama: Mereka memakruhkan penimbunan makanan
namun sebagian mereka membolehkan penimbunan selain makanan.
Dan Ibnu Al Mubarak mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas,
kulit yang disamak atau yang serupa dengan itu.
20
Imam Ghazali, Diterjemahkan oleh Ismail Yakub, Ihya’ Ulumiddin Imam Ghazali
(Jakarta: Pustaka Nasional, 2003), Jilid 2, 38-39. Selanjutnya ditulis Al-Ghazali,
11
Barang Menurut hukum Islam barang apa saja yang dibolehkan (halal)
Allah SWT dapat memilikinya, maka halal pula jika untuk dijadikan
objek perdagangan. Demikian dengan segala bentuk yang tidak
diperbolehkan (haram) untuk memilikinya maka haram juga untuk
memperdagangkannya. Namun terdapat ketentuan hukum Islam, pada
dasarnya barang itu halal, karena sikap dan perbuatan para pelakunya
yang bertentangan dengan syara’.21
1. Kriteria Penimbunan dalam Islam
Meski Islam telah menjamin kebebasan individual dalam
melakukan jual-beli dan bersaing, tetapi Islam melarang egoisme
individual dan keserakahan dalam menumpuk harta demi
kepentingannya sendiri.
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
penimbunan yang haram memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Barang yang ditimbun merupakan kelebihan dari
kebutuhannya, berikut tanggungan untuk persediaan setahun
penuh. Sebab sesorang boleh menimbun untuk persediaan
nafkah dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama
satu tahun.
2. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga
barang agar bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi
karena orang sangat membutuhkan barang tersebut kepadanya.
3. Penimbunan dilakukan ketika manusia sangat membutuhkan barang
yang ditimbun, seperti makanan, pakaian dan lain-lain.22
Ihya’).
21
19Syara: ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui
dan diyakini berlaku yang bersifat mengikat untuk semua umat yang
berAgama Islam. Lihat El-Bantany, Kamus, 519.
22
Sayyid Syabiq, Diterjemahkan oleh putranya yang bernama Muhammad
Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah (Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2011), Jilid 5,
12
Dari Ma'mar bin Abdullah Rasulullah SAW bersabda : "Tidaklah
menimbun melainkan orang berdosa" (H.R. Muslim). Di antara
mereka ada yang berpendapat, jika diharamkan menimbun barang apa
saja yang akan memudaratkan orang lain. Hal itu sesuai dengan
pendapat Abu Yusuf, bahwa barang apapun dilarang untuk ditimbun
apabila menyebabkan kemudaratan kepada manusia walaupun yang
ditimbunnya emas dan perak.23
Menurut ulama Syafiiyah dan Hanbaliyah barang yang dilarang
untuk ditimbun yaitu barang kebutuhan primer sedangkan barang
kebutuhan sekunder tidak diharamkan. Ulama lainnya berpendapat
bahwa penimbunan yang dilarang merupakan barang-barang yang
biasa diperdagangkan, karena akan menimbulkan ketidakstabilan
harga.24
Para ahli fiqh, sebagaimana dikutip oleh Drs. Sudirman M, MA.,
berpendapat bahwa monopoli maupun penimbunan yang diharamkan
adalah memenuhi kriteria berikut15 :
1. Barang yang ditimbun merupakan kelebihan dari kebutuhannya
dan tanggungannya untuk persediaan setahun penuh.
2. Barang yang ditimbunnya dalam rangka menunggu saat naiknya
harga, sehingga barang bisa dijual dengan harga lebih tinggi, dan
para konsumen sangat membutuhkannya.
3. Penimbunan dilakukan pada saat manusia sangat membutuhkan
barang yang ia timbun, misalkan : makanan, pakaian, dan lain-lain.
Maka, memonopoli barang yang tidak dibutuhkan konsumen tidak
23
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Subulus Salam, Juz III hal. 25.
24
Ibnu Rus. Bidayatul al-Mujtahid wa Nahyatun Al-Muntansid. (Beirut : Darul
Fikr, 595 H). hlm. 164 Fathy al-Raniry, al-Fiqh al-Islam Madzahib, 1980), hlm. 71-
72, 87-8. Syayid Sabiq, Fihq Sunnah. Juz II (Libanon, Dar Fikr, 1981). hlm. 98).
13
dianggap sebagai penimbunan, karena tidak akan mengakibatkan
kesulitan pada manusia.
Larangan yang lebih tegas tentang penimbunan itu adalah berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Hakim dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah Saw
bersabda : "Orang-orang yang menawarkan barang dan menjualnya dengan
harga murah (jalib) diberi rezeki, sedangkan penimbun
dilaknat".25
25
Lihat Sayid Sabiq, op.cit., 164 Turmudzi, Ibid hlm. 40, Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi, al-
Nasyabury.Shahih Muslim, (Beirut al-Maktaba al-Islam tt. hlm. 139).
14
Islam tidak melarang praktik monopoli yang mendatangkan kebaikan dan
kemaslahatan bagi manusia. Contohnya menimbun barang yang dikoordinir oleh
pemerintah maupun individu dengan tujuan untuk persiapan menghadapi musim
paceklik, dan nantinya akan dijual dengan harga wajar atau dibagikan secara
cuma-cuma. Hal itu karena bukan untuk mencelakakan dan menyengsarakan
manusia, tetapi sebaliknya untuk menjamin keselamatan mereka.
Dalam sejarah, Nabi Yusuf pernah menimbun barang sangat besar jumlahnya,
yang didasarkan dalam mimpi raja yang ia ta'bir bahwa negeri itu akan
mengalami musim kemarau panjang. Dan ternyata mimpi itupun terjadi, sehingga
dari berbagai negara berdatangan untuk membeli berbagai komoditi yang
pengelolaannya dipercayakan kepada Nabi Yusuf.26
ِن َت ْم ٍر
ْ اعا م
ً ص َ أَ ْم َس َك َها َوإِ ْن َس ِخ َط َها َرد
َ َّها َو
15
"Janganlah mencegat pedagang untk memborong barang-barangnya (sebelum
sampai ke pasar): jangan membali barang yang sedang dibeli orang lain:
unta atau kambing yang akan dijual supaya kelihatan susunya banyak. Jika dia
membeli dan memerahnya setelah membali, maka dia boleh memilih dari
dua keadaan, jika ia suka, maka dia boleh ditahannya namun jika tidak suka
dia boleh mengembalikannya dengan satu sha' kurma (pengganti susu dan
16
1. Produsen (penjual-pen) mempunyai hak paten untuk output yang
dihasilkan.
2. Produsen (penjual-pen) memiliki sumber daya yang sangat penting dan
merahasiakannya maupun produsen (penjual-pen) memiliki
pengetahuan yang lain daripada yang lain tentang teknis produksi.
3. Pemberian ijin khusus oleh pemerintah pada produsen (penjual-pen)
tertentu untuk mengelola suatu usaha tertentu pula.
4. Ukuran pasar begitu kecil untuk dilayani lebih dari satu perusahaan
yang mengoperasikan skala perusahaan optimum.
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembatasan harga (limit pricing
policy). Kebijaksanaan harga biasanya dibarengi juga dengan
kebijaksanaan promosi penjualan secara besar-besaran.28
Terdapat beberapa faktor mengapa suatu perusahaan atau
produsen bisa memonopoli atau menimbun. Diantaranya sebagai
berikut:
1. Perusahaan memiliki suatu sumber daya tertentu yang unik dan tidak
dimiliki oleh setiap perusahaan lain maupun eksklusif (lain dari yang
lain).
2. Adanya skala ekonomi/ monopoli alamiah suatu usaha yang akan
dimasuki oleh perusahaan tertentu harus memperhatikan keuntungan
yang akan didapatkannya dari operasional sehingga terjadinya peluang.
3. Kebijakan pemerintah atau hak exclusive pemerintah bisa saja
memberikan hak monopoli kepada penguasa untuk menghasilkan suatu
produk tertentu yang dianggap penting bagi pemasukan negara dan
mendukung pasokan bagi masyarakat maupun dalam rangka
melindungi industri dalam negeri.
4. Amanat Undang-Undang Dasar untuk kasus Indonesia, dalam UUD
1945 pasal 33 diamanatkan bahwa negara menguasai segala hal yang
28
Tati Suhartati Joesron dan M Fathorrazi, Teori Ekonomi Mikro (Yogyakarta:
Graha Imu, 2012), 174. Selanjutnya ditulis Fathorrazi, Teori.
17
menyangkut hajat hidup orang banyak dan mengelolanya agar bisa
didistribusikan keseluruh lapisan masyarakat.29
Dalam dunia tingkat internasional, memonopoli barang adalah
penyebab terbesar dari krisis ekonomi yang di alami oleh manusia ada
beberapa Negara kaya dan maju secara ekonomi menimbun produksi
dan perdagangan beberapa kebutuhan makanan dan industri. Negara
tersebut pun malah menimbun pembelian bahan-bahan baku dari
Negara terbelakang ekonominya dan menimbun untuk penjualan
barang-barang industri yang dibutuhkan oleh Negara-negara yang
terbelakang ekonominya. Peran Pemerintah Terhadap Penimbunan
(Ihtikâr) Pada prinsipnya peran pemerintah dalam perekonomian yang
berbasis Islami memiliki dasar rasionalitas yang fundamental dalam
ajaran Agama islam. Dalam perspektf islam bahwa peranan pemerintah
berdasarkan beberapa argumentasi, yaitu:
1. Meningkatkan konsep kekhalifahan. Yaitu untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan adalah tugas pokok pemerintah sebagai
dari amanah Allah.
2. Konsekwensi dari adanya fardlu kifayah (kewajiban kolektif).
Yaitu kewajiban kolektif atau sosial yang apabila salah satu dari
mereka yang melaksanakannya.
3. Adanya gejala kegagalan pasar dalam mengimplementasikan
konsep al-falah. Yaitu mewujudkan ekonomi yang berbasis Islami
adalah ada ditangan pemerintah sebagai kewajiban secara
kelembagaan.
18
2. Melarang Mu’amalah yang diharamkan
3. Menentukan harga jika dibutuhkan
4. Mewujudkan keadilan sosial
5. Memprioritaskan kebutuhan pokok dan menjamin kamanan
Kesimpulan
Monopoli diartikan sebagai situasi pengadaan barang, dagangan tertentu (di pasar
dalam jumlah banyak kemudian disimpan dengan maksud dijual kepada penduduk
Monopoli dan penimbunan memiliki esensi yang sama, tujuan utama dari
tanpa harus mempedulikan derita maupun kesusahan orang lain, dan penetapan
harga berdasarkan kehendak sang pemilik barang sehingga keuntungan bisa diraih
Daftar Pustaka
19
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe'i,. M. A merupakan guru besar UIN Sunan
hal. 151.
HR Muslim
Sugiyono, 2009.
Al-Arabi, Op.cit.hal.246-255.
20
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adhillatuhu, dengan judul asli Al-
Fiqh Al-Islamî Wa-Adillatuhu لمي الفقه88ه اإلس88)وأدلتJakarta: Gema Insani Press,
2011), jilid 4, 238. Selanjutnya ditulis Zuhaili, Fiqih.
19Syara: ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan
diyakini berlaku yang bersifat mengikat untuk semua umat yang berAgama Islam.
Lihat El-Bantany, Kamus, 519.
Sayid Sabiq, op.cit., 164 Turmudzi, Ibid hlm. 40, Muslim al-Hajjaj al-
Qusyairi, al-Nasyabury.Shahih Muslim, (Beirut al-Maktaba al-Islam tt. hlm. 139).
21