Disusun oleh:
Nama : Ridho Dermawan
NPM : 1951030340
KELAS : C Akuntansi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
Islam menurut bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah
menjadibentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh
karena itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah SWT disebut
sebagai orang muslim. Dari uraian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa islam
menurut bahasa ialah patuh, berserah diri, dan taat kepada Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PASAR BEBAS MENURUT ISLAM DI ERA MODERN
Definisi pasar secara umum adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli, namun dalam
buku yang ditulis oleh DR. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi yang berjudul Fikih Ekonomi Umar
Bin Al-Khatab disebutkan bahwa Pasar menganut ketentuan yang berlaku di masjid,
barangsiapa datang dahulu di satu tempat duduk, maka tempat itu untuknya sampai dia
berdiri dari situ dan pulang kerumahnya atau selesai jual belinya.”
Di era modern ini sering kita terjebak pada istilah-istilah yang pada praktiknya tidak terasa
kita telah melenceng dari aqidah atau syariah, sebagai contoh; istilah “Kita Harus Menguasai
Dunia” dari istilah ini menunjukkan bahwa betapa arogannya manusia, padahal penguasa
alam dunia dan isinya serta lainnya adalah Allah Swt. Begitu juga dengan aktivitas Pasar
bebas cenderung value free (bebas nilai), sehingga praktiknya cenderung tidak
mempertimbangkan halal dan haramnya.
Dalam hal menyikapi pasar bebas (pasar global) kecenderungan banyak yang mengartikan
bahwa pasar bebas adalah dimana penjual atau produsen mempunyai kebebasan untuk
menjual atau memasarkan barangnya ke negara-negara yang disukai dan akibatnya penjual
atau produsen cenderung bebas dalam menguasai sumber-sumber daya alam, mengingat
menurut kaum kapitalis sumber daya alam terbatas, sementara keinginan manusia tidak
terbatas, sehingga dalam menguasainya perlu persaingan dan pada akhirnya yang kuat akan
semakin kuat atau dengan kata lain yang punya modal besar mempunyai peluang besar untuk
menjadi raksasa ekonomi. Padahal di dalam Islam sumber daya alam adalah merupakan
nikmat yang Allah Swt berikan kepada manusia dan pada akhirnya atas penggunaan sumber
daya alam dimaksud akan dimintakan pertanggungjawabannya. Allah Swt menyediakan
sumber daya alam sangat banyak demi memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang
berperan sebagai khalifah dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut untuk kebutuhan
hidupnya. Sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah, ayat 30 yang berbunyi :
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak
menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah,
padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata :
Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ayat diatas memiliki makna :
(1) Manusia pada fitrahnya adalah pemimpin (khalifah), baik bagi diri sendiri maupun bagi
yang lain dalam upaya mendapatkan Ridha dari Allah Swt.
Dalam Islam kebebesan dapat diukur melalui 2 (dua) persfektif ; yaitu perspektif teologi dan
kedua perspektif ushul fiqh/falsafah tasyri’. Pengertian kebebasan dalam perspektif pertama
berarti bahwa manusia bebas menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam
mengelola sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri
manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik dan yang
buruk, mana yang maslahah dan mafsadah (mana yang manfaat dan mudharat). Adanya
kebebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya manusia harus bertanggung
jawab atas segala perilakunya. Manusia dengan potensi akalnya mengetahui bahwa
penebangan hutan secara liar akan menimbulkan dampak banjir dan longsor. Manusia juga
tahu bahwa membuang limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan masyarakat untuk mencuci
dan mandi adalah suatu perbuatan salah yang mengandung mafsadah dan mudharat.
Melakukan riba adalah suatu kezaliman besar, sehingga bagi yang melakukann harus
mempertangung jawabkan perbuatannya i\tu di hadapan Allah Swt, karena perbuatan itu
dilakukannya atas pilihan bebasnya.
Kebebasan dalam Islam bukan dilakukan tanpa batas atau kebebasan mutlak seperti yang
dilakukan oleh kaum liberalisme atau kepitalisme, tetapi kebebasan dalam Islam yang
dilakukan oleh manusia sebagai khalifah di muka bumi ini pada akhirnya akan dimintakan
pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Kebebasan dalam konteks kajian prinsip ekonomi Islam dimaksudkan sebagai antitesis dari
faham jabariyah (determenisme). Faham ini mengajarkan bahwa manusia bertindak dan
berperilaku bukan atas dasar kebebasannya (pilihannya) sendiri, tetapi atas kehendak Tuhan.
Dalam faham ini manusia ibarat wayang yang digerakkan oleh dalang. Determinisme seperti
itu, tidak hanya merendahkan harkat manusia, tetapi juga menafikan tanggung jawab
manusia. Tidak logis manusia diminta tanggung jawabnya, sementara ia melakukannya
secara ijbari (terpaksa).
Bila diterjemahkan arti kebebasan bertanggng jawab ini ke dalam dunia bisnis, khususnya
perusahaan, maka kita akan mendapatkan bahwa Islam benar-benar memacu ummatnya
untuk melakaukan inovasi apa saja, termasuk pengembangan teknologi dan diversifikasi
produk.Pri nsip dan nilai-nilai Al Qur’an dan Sunnah untuk mencapai Falah. Falah atau
kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat dapat terwujud apabila terpenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang berdasarkan kemaslahatan
(mashlahah). Islam dan Muslim hidup dalam suatu lingkungan ekologi dan ekonomi yang
berdampingan, antar suku, antar agama, antar bangsa, antar negara, antar regional, dan
komunitas global yang saling membutuhkan satu sama lain.
Hal yang perlu diperhatikan dari perdagangan bebas adalah selain ada keuntungan,
juga terdapat kerugian yang terjadi dari penerapannya. Terutama jika suatu negara belum siap
atau kurang memiliki kompetensi untuk mengikuti dan bersaing dalam perdagangan bebas.
Berikut adalah beberapa kerugian yang bisa terjadi dari penerapan perdagangan bebas pada
suatu negara:
Adanya kemudahan untuk bekerja di pasar yang lebih luas memang memberikan
keuntungan bagi negara-negara tertentu, namun tidak bagi negara berkompetensi rendah.
Misalnya saja di negara berkembang yang tingkat pendidikannya masih rendah, maka akan
sulit bagi tenaga kerjanya untuk bisa terserap di negara lain. Bahkan mungkin mereka akan
kesulitan juga mendapatkan pekerjaan di negerinya sendiri dengan kedatangan tenaga kerja
yang lebih berkompetensi dari negara-negara lain. Hal ini kemudian membuat meningkatkan
jumlah pengangguran di suatu negara, yang kemudian berpengaruh juga pada tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
Ketika suatu negara kesulitan dalam bersaing di pasar global dan menciptakan produk
yang berkualitas, maka tidak menutup kemungkinan tingkat impor yang lebih tinggi
dibanding ekspor. Eskpor yang rendah berarti pendapatan negara ikut rendah juga, sedangkan
pengeluaran negara tetap atau bisa jadi meningkat. Kalau sudah begitu, pendapatan nasional
negara tersebut akan berkurang dan bisa menambah hutang negara yang ada.
Globalisasi dalam Al-Qur’an juga dapat diketahui pada Al-Qur’an Surat Al-Qasas
[28] ayat 77, Surat As-Saba’ [34] ayat 28 dan Surat Al-Furqan [25] ayat 1.
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qasas : 77)
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tiada mengetahui”. (Q.S. As-Saba’ [34] : 28)
Artinya : “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (Q.S. Al-Furqan
[25] : 1).
Sedangkan globalisasi dalam Hadist dapat dilihat pada hadist berikut ini: “…tidak ada
kelebihan bagi seorang arab atas non-arab (ajam) dan bagi orang non-arab atas orang araban
yang berkulit merah atas yang berkulit hitam dan yang hitam atas yang merah, kecuali
dengan ketakwaannya..” (HR. Ahmad).
Hadist diatas mengandung arti bahwa globalisasi dalam Islam tidak mengenal
diskriminasi, karena dalam Islam tidak ada kelebihan suatu suku bangsa atas suku bangsa
lainnya. Sehingga dalam berinteraksi secara global, khususnya dalam interaksi perdagangan
internasional, diskriminatif.
Pendidikan merupakan hak setiap individu dan budaya merupakan sesuatu yang
diciptakan manusia melalui berbagai upaya yang dilakukan dalam pendidikan. Pendidikan
adalah salah satu unsur dari aspek sosial-budaya yang berperan sangat strategis dalam
pembinaan suatu keluarga, masyarakat, atau bangsa. Kestrategisan peran ini pada intinya
merupakan suatu ikhtiar yang dilak.
Pasar Bebas Dalam Perspektif Islam
Definisi pasar secara umum adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli, namun
dalam buku yang ditulis oleh DR. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi yang berjudul Fikih
Ekonomi Umar Bin Al-Khatab disebutkan bahwa Pasar menganut ketentuan yang berlaku di
masjid, barangsiapa datang dahulu di satu tempat duduk, maka tempat itu untuknya sampai
dia berdiri dari situ dan pulang kerumahnya atau selesai jual belinya.”
Di era modern ini sering kita terjebak pada istilah-istilah yang pada praktiknya tidak
terasa kita telah melenceng dari aqidah atau syariah, sebagai contoh; istilah “Kita Harus
Menguasai Dunia” dari istilah ini menunjukkan bahwa betapa arogannya manusia, padahal
penguasa alam dunia dan isinya serta lainnya adalah Allah Swt. Begitu juga dengan aktivitas
Pasar bebas cenderung value free (bebas nilai), sehingga praktiknya cenderung tidak
mempertimbangkan halal dan haramnya.
Dalam hal menyikapi pasar bebas (pasar global) kecenderungan banyak yang
mengartikan bahwa pasar bebas adalah dimana penjual atau produsen mempunyai kebebasan
untuk menjual atau memasarkan barangnya ke negara-negara yang disukai dan akibatnya
penjual atau produsen cenderung bebas dalam menguasai sumber-sumber daya alam,
mengingat menurut kaum kapitalis sumber daya alam terbatas, sementara keinginan manusia
tidak terbatas, sehingga dalam menguasainya perlu persaingan dan pada akhirnya yang kuat
1Chirzin, Muhamad, Ukhuwah dan Kerukunan dalam Perspektif Islam, Jurnal Aplikasia Vol. VIII, No. 1, 2007, h. 244
akan semakin kuat atau dengan kata lain yang punya modal besar mempunyai peluang besar
untuk menjadi raksasa ekonomi. Padahal di dalam Islam sumber daya alam adalah
merupakan nikmat yang Allah Swt berikan kepada manusia dan pada akhirnya atas
penggunaan sumber daya alam dimaksud akan dimintakan pertanggungjawabannya. Allah
Swt menyediakan sumber daya alam sangat banyak demi memenuhi kebutuhan manusia.
Manusia yang berperan sebagai khalifah dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut
untuk kebutuhan hidupnya. Sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah, ayat 30 yang
berbunyi :
ٰٓ
ُ ِض خَ لِيفَةً ۖ قَالُ ٓو ۟ا أَتَجْ َع ُل فِيهَا َمن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف
ُك ٱل ِّد َمٓا َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَدِّس ِ ْال َربُّكَ لِ ْل َملَئِ َك ِة إِنِّى َجا ِع ٌل فِى ٱأْل َر
َ ََوإِ ْذ ق
َك ۖ قَا َل ِإنِّ ٓى أَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون
َ َل
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan
padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih
dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ayat diatas memiliki makna : (1) Manusia pada fitrahnya adalah pemimpin (khalifah), baik
bagi diri sendiri maupun bagi yang lain dalam upaya mendapatkan Ridha dari Allah Swt. (2)
Menjaga, memelihara, memakmurkan, melestarikan alam, mengambil manfaatnya, menggali,
mengelola alam demi tercapainya tujuan untuk mensejahterakan seluruh umat manusia.
Dalam Islam kebebesan dapat diukur melalui 2 (dua) persfektif ; yaitu perspektif
teologi dan kedua perspektif ushul fiqh/falsafah tasyri’. Pengertian kebebasan dalam
perspektif pertama berarti bahwa manusia bebas menentukan pilihan antara yang baik dan
yang buruk dalam mengelola sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu
melekat pada diri manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana
yang baik dan yang buruk, mana yang maslahah dan mafsadah (mana yang manfaat dan
mudharat). Adanya kebebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya
manusia harus bertanggung jawab atas segala perilakunya. Manusia dengan potensi akalnya
mengetahui bahwa penebangan hutan secara liar akan menimbulkan dampak banjir dan
longsor. Manusia juga tahu bahwa membuang limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan
masyarakat untuk mencuci dan mandi adalah suatu perbuatan salah yang mengandung
mafsadah dan mudharat. Melakukan riba adalah suatu kezaliman besar, sehingga bagi yang
melakukann harus mempertangung jawabkan perbuatannya i\tu di hadapan Allah Swt,
karena perbuatan itu dilakukannya atas pilihan bebasnya.
Kesimpulan
Didalam menyikapi pasar besar maka perlunya pengawasan dan aturan-aturan yang tegas,
antara lain ;
1. Kebebasan keluar masuk pasar,
2. Mengatur promosi dan propaganda,
3. Larangan menimbun barang,
4. Mengatur perantara perdagangan dan
5. Pengawasan harga.
Yang terpenting adalah semua itu harus lah brpijak pada landasan etis, yaitu: amanah dan
keadilan . dengan demikian, system pasar bebas islami sesungguhnya konsepsi lebih dalam
ekonomi pasar bebas yang di mainkan oleh kopratokrasi dunia.
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/290-quran-surat-al-baqarah-ayat-30.html