Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Konsumsi Islam

1. Pengertian Konsumsi dalam Pespektif Islam

Secara umum konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi Islam konsumsi juga

memiliki pengertian yang hampir sama, tapi ada perbedaan yang melingkupinya.

Perbedaan yang mendasar adalah tujuan pencapaian dari konsumsi dan cara

pencapaiannya yang harus memenuhi kaidah syariah Islam.

Tujuan utama konsumsi bagi seorang muslim adalah sebagai sarana

penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya konsumsi selalu didasari

niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah,

sehingga menjadikan konsumsi juga bernilai ibadah. Sebab hal-hal yang mubah

bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah,

dalam hal  ini dimaksudkan untuk menambah potensi mengabdi kepada-Nya. 

Dalam ekonomi Islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang tidak bisa

diabaikan oleh seorang muslim untuk merealisasikan tujuan dalam penciptaan

manusia, yaitu mengabdi sepenuhnya hanya kepada Allah untuk mencapai falah.

Falah adalah kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Falah

dapat terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan hidup manusia terpenuhi secara

seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang

disebut mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material

10
11

maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai

makhluk yang paling mulia.8

Menurut Yusuf al- Qardhawi, konsumsi adalah pemanfaatan hasil produksi

yang halal dengan batas kewajaran untuk menciptakan manusia hidup hidup aman

dan sejahtera. Yang di maksud konsumsi disini bukan semata-mata makan dan

minum saja. Konsumsi mencakup segala pemakaian dan pemnfaatan barang dan

jasa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Membangun atau membeli rumah,

membeli mobil, emas,perak, dan perhiasan, lain juga termasuk dalam aktivitas

konsumsi.9

Menurut Yusuf al-Qardhawi, ada beberapa persyarakatan yang harus

dipenuhi dalam berkonsumsi, diantaranya; konsumsi pada barang-barang yang

baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi

kebakhilan dan kekikiran. Penyataan Yusuf al-Qardhawi diatas sejalan dengan

firman Allah dalam surah 2/al-Baqarah: 168:

ِ ْ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ُكلُوا ِم َّما فِي اَأْلر‬


ِ ‫ض َحاَل اًل طَيِّبًا َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
‫ت‬
ِ َ‫۞ال َّش ْيط‬
ٌ ِ‫ان ۚ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬
‫ين‬
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.10
Sir John R. Hicks menjelaskan tentang konsumsi dengan menggunakan

parameter kepuasan melalui konsep kepuasan (utility) yang mengungkapkan

bahwa individu berusha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktivitas

8
http:// Teori Konsumsi dalam islam Economics html di akses 12 Januari 2017
9
Prof.Dr. H. Indri,M.Ag. Hadis Ekonomi,Ekonomi Dalam Prespektif Hadis Nabi.
Jakarta : Prenadamedia Grup.2015, hlm. 98.
10
Prof.Dr. H. Indri,M.Ag Hadis Ekonomi,Ekonomi Dalam Prespektif Hadis Nabi.
Jakarta: Prenadamedia Grup.2015, hlm. 98
12

konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingakat

pendapatnnya (income) sebagai budget constraint.11

Hadist yang menyatakan “Makanlah sebelum lapar dan berhentilah

sebelum kenyang” Hadist ini menerangkan bahwa Islam mengajarkan pada

manusia untuk menggunakan barang dan jasa yang dibutuhkan secukupnya

(hemat) tidak rakus atau serakah sebab keserakahanlah yang menghancurkan bumi

ini.

Berdasarkan ayat Al Qur’an dan Hadist di atas dapat dijelaskan bahwa yang

dikonsumsi itu adalah barang atau jasa yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan

tidak berlebih-lebihan (secukupnya). Tujuan mengkonsumsi dalam Islam adalah

untuk memaksimalkan maslahah, (kebaikan) bukan memaksimalkan kepuasan

(maximum utility) seperti di dalam ekonomi konvensional. Utility merupakan

kepuasan yang dirasakan seseorang yang bisa jadi kontradiktif dengan

kepentingan orang lain. Sedang-kan maslahah adalah kebaikan yang dirasakan

seseorang bersama pihak lain.12

Konsumsi dianggap sebagai suatu perkara yang baik, selama tidak

membahayakan diri maupun orang lain. Islam mendorong manusia untuk

mengkonsumsi sesuatu yang baik lagi halal untuk mewujudkan tujuan dari pen

ciptaan manusia itu sendiri, yaitu beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah-

Nya di muka bumi. Artinya, manusia akan mendapatkan dua manfaat sekaligus

yaitu manfaat sekarang (dunia) dan manfaat akan datang (akhirat).

11
Lihat Sandono Sukirno, Pengantar Teori mikroekonomi Jakarta: Rajawali Press. 2002
M. Hlm 53
12
http//: Pola Perilaku Konsumsi Islami Ayat Dan Hadits Produksi,Konsumsi Dan
Distribusi. Html di akses 03 Januari 2017
13

Sebagaimana yang dituntunkan oleh nilai-nilai al-Qur‟an dan Sunnah,

aktivitas konsumsi mencakup kegiatan menghabiskan barang atau uang dengan

mengikuti prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan seseorang yang tidak berlebih-

lebihan, memenuhi tanggung jawab sosial melalui pemenuhan kewajiban zakat,

sedekah dan infaq di jalan Allah.13 Dengan ini, aktivitas konsumsi dalam Islam

jelas berkaitan dengan aspek sosial. Hal ini menunjukkan bahwa teori konsumsi

Islam memberi arah agar konsumsi individu selalu dihubungkan dengan konsumsi

sosial pada saat yang bersamaan.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Mannan tentang perbedaan

antara ilmu ekonomi modern dan ekonomi Islam. Bahwa perbedaan tujuan

konsumsi modern dan Islam terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi

kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata

dari pola konsumsi moderen14. Jadi aktivitas konsumsi dalam Islam lebih

menekankan persoalan bagaimana, untuk apa, dan ke mana konsumsi itu

digunakan atau dilakukan. Tambahan lagi, aktivitas konsumsi tidak hanya

mempersoalkan bagaimana dan kemana konsumsi tersebut dihabiskan tapi juga

menekankan persoalan dari mana asal untuk memperoleh konsumsi dan

bagaimana konsumsi tersebut diolah dan diperoleh.

Hal ini sejalan dengan hadis Nabi Saw: “Tidak bergeser kaki seorang hamba

pada hari kiamat dari tempat berdirinya hingga ia ditanya tentang umurnya

dimanfaatkan untuk apa selama hidupnya, tentang ilmunya untuk apa digunakan,

tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia gunakan, dan tentang

13
M.N. Siddiqi, The Economics of Enterprise in Islam Lahore: Islamic Publications Ltd.
1972, h. 14
14
Mannan, M.A., Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam, Terj. Jakarta: Erlangga. 2000. Hlm
45 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Persfektif Islam Yogyakarta: BPFE. 2005, h. 165.
14

jasmaninya bagaimana ia gunakan.”15. Dengan kata lain, tujuan konsumsi dalam

Islam adalah untuk mewujudkan maslahah dunia dan akhirat. Maslahah dunia

adalah terpenuhi kebutuhan dasar manusia seperti makanan, minuman, pakaian,

perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Maṣlaḥah akhirat adalah

terpenuhinya kewajiban dan tuntuan akhirat. Tujuan konsumsi dalam Islam tidak

dipisahkan antara tujuan konsumsi yang bersifat kemaslahatan dunia dan akhirat.

Dalam buku Hadis Ekonomi dan Prespetif Hadis Nabi16 Rasulullah

mengajurkan supaya hidup hemat sebagai sabda:

‫ طع م اال ثنين كا ف‬: ‫عنا ا بئ رة انه ق ل قل رسؤ ل هللا صلئ هللا عليه ؤسلم‬

)‫اشالثة ؤطعا م الثة كل ف اال ر بعة (رواه مسلم‬

Diriwayatkan dari abu hurairah katanya, Rasulullah SAW


bersabda:”makanlah dua orang cukup untuk tiga orang dan makanlah
tiga orang cukup untuk empat orang

Kegiatan konsumsi yang bersifat duniawi seperti makan, minum dan lain-

lain adalah dalam rangka agar manusia dapat bertahan hidup dan memenuhi

kehidupannya untuk beribadah kepada Allah swt. Artinya bahwa konsumsi yang

dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Sejalan dengan

pencapaian maslahat tersebut maka tujuan konsumsi sangat berkaitan erat dengan

tujuan-tujuan dari ajaran Islam. Ajaran Islam menghendaki manusia memelihara

diri dan kesejahteraannya. Islam tidak menghendaki mudharat, kesusahan dan

bahaya bagi manusia. Oleh karena itu, setiap larangan dan perintah yang di

keluarkan oleh Allah dan Rasul mempunyai hikmah dan kemaslahatan bagi tujuan

hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini yang menjadi tujuan

15
Imam at-Tirmiżi, Sunan Tirmiżi, Juz 8, h. 443, no. hadis 2341.
16
Prof. Dr. H. Idri, M. Ag “Hadis Ekonomi dan Prespektif Hadis Nabi” hlm 100
15

maqashid syariah Maqashid syariah sebagaimana diketahui menempatkan prinsip-

prinsip pemenuhan kepada kebutuhan primer manusia. Maqashid syariah

kemudian menghendaki bahwa aktivitas dan tujuan konsumsi adalah dalam

rangka memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan beragamanya. Dengan

dasar itu pula, konsumsi dilakukan sejalan tujuan syari‟ah (maqashid shariah).

2. Perilaku Konsumtif

Kata “konsumtif/konsumsi” sering diartikan sama dengan “konsumerisme”.

Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada  segala sesuatu yang berhubungan

dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan

untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara

berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan, 2003). 17.

Dalam Perilaku Komsumsi Islam menolak perilaku manusia untuk selalu

memenhi segala keinginannya, karena pada dasarnya manusia memiliki

kecendrungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk sekaligus.

Keinginan manusia didorong oleh suatu kekuatan dari dalam diri manusia yang

bersifat pribadi dan karenanya seringkali berbeda dari satu orang dengan orang

lain. Keinginan seringkali tidak selalu sejalan dengan rasionalitas, karenanya

berifat tidak terbatas dalam kuantitas dan kualitasnya. Kekuatan dari dalam diri

disebut jiwa atau hawa nafsu yang memang menjadi penggerak utama seluruh

perilaku manusia.

Dari penyataan diatas dalam ajaran Islam manusia harus mengendalikan dan

mengarahkan keinginannya sehingga dapat membawa kemanfaatan dan bukan

kerugian bagi kehidupan dunia dan akhirat. Keinginan yang sudah dikendalikan

17
file:// pengertian-perilaku-konsumtif-definisi.html di akses 11 Januari 2017 jam 09.05
WIB
16

dan diarahkan sehingga membawa kemanfaatan ini dapat disebut dengan

kebutuhan. Perilaku konsumsi adalah suatu ke inginan dimana memerlukan

barang yang seharusnya tidak terlalu dibutuhkan dan kurangf bermanfaat.18

3. Perilaku Konsumsi Islam

Dalam dunia ekonomi Islam, kepuasan dikenal dengan maslahah dengan

pengertian terpenuhi kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual. Islam sangat

mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan nonfisik yang didasarkan atas

nilai-nilai syariah. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus

mempertimbngkan beberapa hal,yaitu barang yang di konsumsi adalah halal,baik

secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersikap israf (royal) dan tabzir

(sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seseorang muslim tidak didasarkan banyak

sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi didsarkan atas beberapa besar nilai

ibadah yang didapatkan dari mengonsumsinya.

Menurut prespektif islam menurut sebagaimana disampaikan oleh Dr.

Rozalinda, M.Ag dalam bukunya Ekonomi Islam Teori Dan Aplikasinya Pada

Aktvitas Ekonomi kriteria perilaku konsumsi dalam islam19 adalah :

1) Islam mengharamkan sikap kikir. Di sisi lain, Islam juga mengharamkan

sikap boros dan menhamburkan harta. Ini bentuk keseimbangan yang

diperintahkan dalam al-Quran yang mencerminkan sikap keadilan dalam

konsumsi seperti yang diisyaratkan dalam QS AL-Isra’(17): 29

‫ْط فَتَ ْق ُع َد َملُو ًما‬ ْ ‫ك َواَل تَ ْبس‬


ِ ‫ُطهَا ُك َّل ْالبَس‬ َ ِ‫ك َم ْغلُولَةً ِإلَ ٰى ُعنُق‬
َ ‫َواَل تَجْ َعلْ يَ َد‬

‫۞ َمحْ سُورًا‬
18
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perilaku-konsumtif-definisi.html.
19
Dr. Rozalinda,M.Ag Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi
Jakarta: CV Media Group. 2014. hlm 108-109.
17

Artinya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada


lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal.

2) Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada individu agar

membelanjakan hartanya untuk membeli barang-barang yang baik dan halal

dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebebasan itu diberikan dengan

ketentuan tidak melanggar batas-batas yang suci serta tidak mendatangkan

bahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan negara. Dalam

QS Al Maidah (5) 88:

‫َو ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي َأ ْنتُ ْم بِ ِه‬
‫۞ ُمْؤ ِمنُون‬
Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya.

3) Islam melarang bersikap Israf (royal), dan Tabzir (sia-sia) larangan terhadap

sikap hidup yang mewah. Gaya hidup mewah perusak individu dan

masyarakat dan sikap hidup yang sia-sia hidup yang berlebih-lebihan dalam

membelanjankan uang hanya demi keinginan hal tersebut sangat dilarang oleh

islam. QS AL A’raaf (7): 31 Allah telah memperingatkan akan sikap ini :

‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُكلِّ َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل‬

‫ين‬ ِ ‫ْرفُوا ۚ ِإنَّهُ اَل يُ ِحبُّ ْال ُمس‬


َ ِ‫ْرف‬ ِ ‫۞تُس‬
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.
18

Seperti prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam Menurut Pendapat Prof. Dr.

Idri, M.Ag (2015:113) Prinsip-Prinsip Dalam Konsumsi Islam, di jelaskan sebagai

berikut.

1) Prinsip Keadilan

Prinsip ini mengandung arti mengenai cara mencari rezeki yang halal dan tidak

dilarang oleh Syariat Islam artinya sesuatu yang dikonsumsi tersebut harus

didapat secara halal dan tidak bertentang denga hukum islam sudah dijelaskan

dalam firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 168:

ِ ْ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ُكلُوا ِم َّما فِي اَأْلر‬


ِ ‫ض َحاَل اًل طَيِّبًا َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
ُ‫ت ال َّش ْيطَا ِن ۚ ِإنَّه‬

ٌ ِ‫لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬


‫ين‬

Arinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.

2) Prinsip Kebersihan

Prinsip ini tercantum dalam al-Quran dan sunnah Nabi bahwa dalam

mengonsumsi sesuatu, seseorang haruslah memilih barang yang baik dan cocok

untuk dimakan, tidaklah kotor. Allah berfirman:

ُ‫ت هَّللا ِ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ِإيَّاه‬ َ ‫فَ ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل‬
َ ‫طيِّبًا َوا ْش ُكرُوا نِ ْع َم‬

َ ‫تَ ْعبُ ُد‬


‫ون‬
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah.
19

3) Prinsip Kesederhanaan

Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam perilaku konsumsi memenuhi kebutuhan

hidupnya tidak terlalu berlebihan. Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci

oleh Allah dan penyebab keruakan dimuka bumi.

Firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 31:

ِ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُكلِّ َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل تُس‬
ۚ ‫ْرفُوا‬

‫ين‬ ِ ‫ِإنَّهُ اَل ي ُِحبُّ ْال ُمس‬


َ ِ‫ْرف‬
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.

4) Prisnip Kemurahan Hati

Kemurahan Allah kepad manusia dan telah memberikan rahmat dan nikmat

mem\laui sifatnya dan kemurahan hati manusia dengan menafkahkan hartanya

untuk sebagian lorang lain firman Allah Surah Al-Maidah Ayat 96:

َ ‫ص ْي ُد ْالبَرِّ َما ُد ْمتُ ْم ُح ُر ًما ۗ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي ِإلَ ْي ِه تُحْ َشر‬
‫ُون‬ َ ‫َعلَ ْي ُك ْم‬
Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-
orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap)
binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah
kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan

5) Prinsip Moralitas

Dalam prinsip moral bahwa Allah dijelaskan bahwa seorang muslim diajarkan

untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih

setelah makan.
20

Dalam perilaku konsumsi Islam teori nilai guna dan hubungannya dengan

teori maslahah dalam untuk mengetahui kepuasan seorang konsumen dalam teori

ekonomi islam dapat di ilustrasikan dalam bentuk total utility (nilai guna total)

dan marginal utility (nilai guna tambahan).

Total utility merupakan jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dalam

mengonsumsi sejumlah barang tertentu. Sementara itu marginal utility adalah

penambahan dan pengurangan kepuasan sebagai akibat dari penambahan dan

pengurangan penggunaan satu unit barang.20 Agar lebih jelas, dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 1.1
Total Utility dan Marginal Utility
Jml pengonsumsian Total Utility Marginal Utility

0 0 0

1 30 30

2 50 20

3 65 15

4 69 4

5 68 -1

6 64 -4

7 57 -7

Tabel ini menunjukkan ketika mengonsumsian keempat, total nilai gunanya

meningkatkan dan nilai guna marginanya adalah positif. Ini berarti maksimal pada

konsumsi keempat. Namun ketika pengonsumsisan yang kelima Total utility


20
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2002, Edisi ke 3 hlm.152
21

menurun dan marginal ultility adalah negative. Jika tingkat pengonsumsiannya

ditingkatkan lagi, maka mengurangi tingkat kepuasan. Dan dari contoh di atas,

ditunjukan apabila konsumen mengonsumsi suatu barang lima, enam, dan tujuh

kepuasan yang didapat dari mengonsumsi tersebuat lebih rendah dari pada

kepuasan yang di dapat dar mengonsumsi yang kedelapan.

Gambar 1.1
Total Utility dan Marginal Utility

Total nilai guna (utility) apabila dianalisis dari teori maslahah, kepuasan

bukan didasarkan atas banyaknya barang yang di konsumsi tetapi didasarkan atas

baik buruknya sesuatu itu terhadap diri dan lingkungannya. Jika mengonsumsi

suatu mendatangkan tidak baikan pada diri atau pada lingkungannya maka

tindakan itu harus ditinggalkan seasuai dengan kaidah: “menolak segala bentuk

kemudaratan lebih di utamakan dari pada menarik manfaat.”21

B. Tinjauan Tentang Social Influences dalam Perilaku Konsumen

1. Pengertian Social Influences dalam Perilaku Konsumen

21
Dr. Etta Mamang Sangadji,MSi. Dr. sopiah,MM.,Pd. Perilaku Konsumen Pendekatan
Praktis. Yogyakata: CV ANDI OFFSET. 2013M, hlm24-26.
22

Menurut Lee social influences ialah cerminan dari hasil komunikasi dan

interaksi dengan orang lain, yang dimana dengan adanya pengaruh tersebut

dapat terjadi perubahan sikap atau perilaku seseorang.22 Dalam konteks ini

penekanan utama adalah perubahan perilaku seseorang sebagai akibat dari

pengaruh lingkungan.

Pengertian lainnya disebutkan oleh McKechnie yang menyatakan bahwa

social influences segala sesuatu dalam lingkungan sosial sebagai bagian dari

interaksi dalam komunitas sosial antara individu dengan kelompok, individu

dengan masyarakat yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.23

Pengaruh sosial social influences menjadi hal utama dan menjadi faktor

dominan yang mempengaruhi perilaku niat membeli seorang konsumen.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yakni seperti keluarga,

kelompok serta peran dan status sosial. Hampir semua perilaku konsumen

dipengaruhi oleh lingkungan sosial seseorang.24

Pengaruh sosial sangatlah kuat dalam berpengaruh dari sebuah tingkah laku

seseorang sehingga orang akan mempertahankan dirinya dari kontrol atas dirinya.

Seseorang akan mengalami penderitaan yang amat luar biasa terhadap dirinya

karena tidak dapat membebaskan dirinya dari belenggu lingkungan yang di

maksud sosial itu sendiri. Sekuat apapun seorang individu bertahan dia tidak kan

sanggup tahan dengan pengaruh lingkungannya. Sebaliknya kadang seseorang di

22
Lee, Kaman. 2008. Opportunities for Green Marketing: Young
Consumers.International Journal of Marketing Intelligence & Planning. Vol. 26, No. 6, pp. 573-
586.
23
Sangadji, Etta Mamang & Sopiah. 2013 Perilaku Konsumen Pendekatan Praktis.
Yogyakata: Andi Offset.
24
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid 1.
Edisi ke 12. Jakarta: Erlangga. Hal 163
23

pengaruhi lingkungan yang di maksud sosial tersebut dalam mengambil keputusan

dalam hidupnya.

Menurut Prislin, Limbert, dan Bauer25 dalam pengaruh sosial (social

influences) ini ada 3 faktor yang mendorong terjadinya pengaruh social, yaitu:

konformitas (conformity), kesepakatan (compleance) atau kepatuhan (obedience),

indoktrinasi intensif (intense indoctrination). Tiga faktor social influences yang

berpengaruh ialah:

a. Konformitas (conformity) adalah kecenderungan seseorang dalam berperilaku

sosial untuk mematuhi peraturan atau norma yang harus dipatuhi di

lingkungannya seperti contoh kita saat kuliah mahasiswa cepat mengeluarkan

handphone untuk mengaktifkan profil diam pada hp mereka. Begitu juga saat

kita menabung di bank maka kita harus antri untuk menunggu giliran hal

tersebutlah yang disebut konformitas/ peraturan yang ada.

b. Kepatuhan (compleance) adalah kecenderungan tingkap laku sosial seseorang

dalam lingkungannya yang dilakukan atas dasar kepatuhan terhadap ucapan

orang lain. Seperti contoh kepatuhan para mahasiswa atau santri putri

terhadap larangan keluar pondok seperti yang diperintahkan oleh nyai atau

kyai mereka.

c. Indoktrinasi Intensif (intense indoctrination) adalah suatu proses yang

dilakukan berdasarkan suatu sistem nilai untuk menanamkan gagasan sikap,

sistem berfikir, perilaku dan kepercayaan tertentu. Seperti contoh bahwa

mahasiswa percaya adakala mereka punya keyakinan dengan mengikuti

perkataan seseorang akan mendapat manfaat sesuatu misal.

25
Jurnal Unesa. Teori Pengaruh Sosial terhadap perilaku konsumen terbitan 2014
24

Manusia menyadari perlahan namun pasti, dalam perilaku konsumsi otak

dibentuk melalui iklan-iklan konsumtif, pembicaraan teman ataupun lingkungan

sosialnya. Untuk senantiasa memikirkan bagimana memperoleh barang tersebut.

Pada saat pikiran terfokus pada barang tersebut maka target, usaha bahkan kerja

dan hidup terfokus pada barang yang telah diinginkan tersebut.

Saat ini orang berbelanja karena berbagai sebab, untuk memanjakan diri

sendiri, menyenangkan orang lain, membeli sesuatu dengan alasan hari raya, atau

karena potongan harga. Bahkan hanya sekedar gensi memperlihatkan bahwa

dirinya mampu membeli barang mahal dan memperlihatkan status sosial bahwa

dengan belanja di suatu tempat mampu dilakukan. Tanpa disadari alasan-alasan

yang dia atas telah membuat seseorang hidup dalam gaya yang konsumtif. Dan

perilaku konsumsi tersebut dilakukan tidak berdasarkan pada rasional namun

hanya pada kepuasan semata.

Dalam gaya konsumsi santri mahasiswi, tidak hanya persoalan memenuhi

kebutuhan bahkan hal konsumsi dilakukan hanya untuk kesenangan atau hanya

emosi saja. Sesuatu yang dikonsumsi dalam perilaku konsumsi itu membeli

barang atau jasa hanya sebatas bahwa penggunaan barang atau konsumsi mahal

memberikan kenyaman dan kepuasan tersendiri bagi pelakunya.

Perilaku konsumsi tidak lepas dari pengaruh kelompok terhadap perilaku

indidvidu di dalamnya. Kelompok dengan caranya sendiri dapat mempengaruhi

individu dalam mengonsumsi suatu barang biasanya dengan aturan dan norma di

dalamnya. Kadang dalam pikiran kita sebagai individu yang konsumtif ingin

melakukan sesuatu namun karena aturan dan norma yang mengikat tidak dapat

melakukannya di lingkungan (kelompok masyarakat) kita dan mengurungkan


25

niat. Hal yang terjadi apabila tidak mengikuti aturan kelompok, kemungkinan

akan dikucilkan dari kelompok tersebut. Sementara secara rasional manusia

adalah makhluk sosial, yang ingin diterima secara sosial dimana kita berada dalam

pengucilan klompok dapat menjadi kita tidak nyaman.

Aspek sosial penting bagi para perilaku konsumsi. Para konsumsi membeli

berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota sosial

mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin

menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut

adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.

Ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan

perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap ke anggota sosial

lainnya. Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam

kedudukan sosial dari kedudukan yang disandang oleh orang tua mereka. Yang

paling umum dipikirkan oleh orang adalah gerakan naik karena tersedianya

pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan

diri.

Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat

dibedakan sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas sosial mana seseorang

berasal. Perbedaan yang ada sering membatasi pergaulan di antara klompok

tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas social dibawahnya atau membatasi

diri hanya bergaul dengan kelas yang sama dengan kelas mereka.

Pola perilaku kelas sosial atas dianggap lebih berbudaya dibandingkan

dengan kelas social di bawahnya. Sebaliknya kelas sosial bawah akan memandang

mereka sebagai orang boros dan konsumtif dan menganggap apa yang mereka
26

lakukan kurang manusiawi dan tidak memiliki kesadaran dan solidaritas terhadap

mereka yang menderita. Pemujaan terhadap kelas sosialnya masing-masing adalah

wujud dari etnosentrisme.

Santri remaja mempunyai keingintahuan yang besar dan terkesan tidak mau

diatur. Pada pondok yang berbasis salafiyah dan tradisional, aturan-aturan yang

diterapkan cenderung lebih ketat dan mengikat bagi para santrinya dibanding

pondok yang berbasis modern. Menarik untuk diungkapkan tentang berbagai

bentuk tindakan sosial yang banyak dilakukan oleh para santri mahasiswi Pondok

Pesantren Syaichona Moh Cholil Bangkalan salafiyah terutama dalam menyikapi

kehidupannya yang cenderung dilarang oleh peraturan di pondok pesantren

tersebut.

Dalam skripsi karangan Miftakhul Isna (2008:45) dalam judul Pemahaman

Santriwati Terhadap Peraturan Pondok menjelakan bahwa kurangnya

pemahaman santri mahasiswi terhadap peraturan pondok pesantren tersebut, Teori

yang digunakan adalah teori tentang sosialisasi nilai agama. Studi ini menemukan

bahwa kurangnya pemahaman santriwati terhadap peraturan pondok pesantren,

hal yang melatar belakangi kurangnya pemahaman tersebut ialah dikarenakan

faktor usia santri mahasiswi yang tergolong remaja, rendahnya tingkat pendidikan

pondok pesantren, sosialisasi nilai pendidikan agama di keluarga yang lemah,

sosialisasi nilai-nilai agama san kontrol serta sanksi di pondok pesantren yang

rendah26.

Miftakhul Isna. Pemahaman Santriwati Terhadap Peraturan Pondok Universitas


26

Muhamdaiyah. 2008, Hlm 45.


27

2. Indikator- Indikator Social Influences

Secara khusus McKechnie menentukan indikator dalam social Influences

dalam mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut.27

1. Roles (Peran)

Peran berkaitan dengan posisi atau kedudukan individu dalam kelompok

sosialnya. Peran juga menentukan bagaimana seseorang berperilaku dalam

dinamika kelompoknya. Dalam konteks ini peran juga dapat berhubungan

dengan aturan atau norma-norma dalam kelompok sosialnya.

2. Family (Keluarga)

Keluarga menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku

individu. Sebagai bagian dari lingkungan terdekat secara emosional dan

sosial, lingkungan keluarga menjadi penentu utama dalam pengambilan

keputusan individu berkaitan dengan perilaku konsumennya.

3. Reference Groups (Refrensi Kelompok)

Kelompok juga menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi seseorang.

Sebagai bagian dari interaksi sosial dengan ikatan yang kuat, kelompok

dimana individu membangun relasi sosialnya menjadi penentu utama atas

berbagai hal yang berhubungan dengan perilaku konsumen.

4. Culture (Budaya)

Budaya berkaitan dengan kebiasaan, adat-istiadat, dan cara pandang individu

atas diri dan lingkungannya yang mempengaruhi cara berpikir dan perilaku

seseorang. Faktor budaya ini menentukan bagaimana perilaku konsumen yang

dipilih dan ditentukan oleh masing-masing individu.

27
Sangadji, Etta Mamang & Sopiah. 2013 Perilaku Konsumen Pendekatan Praktis.
Yogyakata: Andi Offset.
28

3. Social Influences dalam Perilaku Konsumen Pondok Pesantren

Social influences dalam perilaku konsumen pondok pesantren dapat

dideskripsikan sebagai berikut.

1. Peran (Roles)

Peran (roles) dalam peran milki arti kedudukan dalam kedudukan juga

memilki arti peran juga karena di dalam diri seseorang melekat status sosial dan

peran sosial antara peran dan status tidak dapat dipisahkan peran memilki fungsi

mengatur perilaku indvidu yang berhubungan dengan status sosial. Peran sosial

adalah suatu tingkah laku yang diharapkan dari individu sesuai dengan status

sosial yang disandangnya, sehingga peran dapat berfunsi pula untuk mengatur

perilaku seseorang. Seseorang yang memilki status tinggi memilki sikap yang

berbeda dari pada orang yang memiliki status rendah.

Status seseorang menentukan perannya dan perannya seseorang menentukan

apa yang diperbuat (perilaku). Menurut Levinson (Maryati Kun dan Juju

Suryawati)28 bahwa peran mencakup tiga hal cakupan peraturan sebagai berikut.

a. Peraturan meliputi norma yang berhubungan dimana dia tinggal contoh:

sebagai seorang santri harus jadi panutan di masyarakat itu sendiri karena pada

dirinya tersandang aturan atau norma yang diajarkan di pondok pesantren.

b. Peratutan merupakan konsep tentang apa yang dilakukan dalam masyarakat

contoh: seorang ulama, guru dan sebagainya harus bijaksan, baik hati,

membimbing dan menjadi panutan bagi para murid.

Maryati Kun dan Juju Suryawati. Sosiologi Untuk SMA dan MA. Jakarta: Erlangga.
28

2001, Hlm 34.


29

c. Peraturan juga dapat dikatakan sebagi perilaku individu contoh : suami istri,

pegawai negeri, santri merupakan peran dalam membentuk susunan dalam

masyarakat.

Pondok pesantren merupakan pendidikan yang formal yang religius dengan

pesrta didikan santri di dalamnya. Di pondok pesantren santri dihadapakan pada

tata tertib terkait kegiatan kegiatan akademik ataupun dalam kegiatan

kesehariannya. Menurut Ani Dwi Rahmawati (2009:33) bahwa kepatuhan santri

terhadap peraturan dipengaruhi oleh faktor internal yakni kondisi emosional,

kesadran diri, tanggung jawab, penalaran moral, kontrol diri, serta faktor eksternal

meliputi perilaku teman sebaya, keteladana guru, keteladan pengurus organisasi

sekolah, penegakan aturan hukum pondok. Guru yang mampu mengakkan aturan

dengan kosisten dan pengurus organisasi sekolah yang mampu dijadikan contoh

panutan yang mendukung kepatuhan santri, sedangkan guru yang tidak adil dan

pengurus organisasi yang tidak mampu menaati peraturan yang dibuat membuat

sntri melakukan pelanggaran aturan. Santri yang menujukkan kepatuhan terhadap

aturan mampu mengerti nilai-nilai patuh dan disiplin sehingga mampu mengotrol

tindakan yang menentyang aturan29.

2. Pondok Pesantren

Santri remaja mempunyai keingintahuan yang besar dan terkesan tidak mau

diatur. Pada pondok yang berbasis salafiyah dan tradisional , aturan aturan yang

diterapkan cenderung lebih ketat dan mengikat bagi para santrinya di banding

pondok yang berbasis modern. Menarik untuk diungkapkan tentang berbagai

bentuk tindakan sosial yang banyak dilakukan oleh para santri mahasiswi PP.

Anita Dwi Rahmawati. Kepatuhan Santri Di Pondok Pesantren Modern. Sekolah


29

Tinggi Agama Islam Pamekasan, 2013 h. 23


30

Syaichona moh Cholil Bangkalan salafiyah terutama dalam menyikapi

kehidupannya yang cenderung dilarang oleh peraturan di pondok pesantren

tersebut.

Keberadaan Pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan sudah

lengkap dengan fasilitas kebutuhan santri. Mulai dari kebutuhan pendidikan

sampai kebutuhan sehari-hari. Mulai dari makan yang disediakan oleh pondok,

jika santri bosan dengan makanan pondok bisa mencari makan diluar pondok,

bahkan failitas pondok pun meliputi fasilitas internet, toko serba guna di dalam

pondok, serta toko buku yang tersedia di toko buku pesantren agar santri

mendapatkan ilmi selain ilmu agama juga mendapatkan ilmu sosial dan umum.

Namun tak jarang pula karena tidak mampu mengadopsi modernisasi dengan

baik, maka hal tersebut dapat mengancam kehidupan para santri. Misalnya saja

perilaku konsumsi santri mahasiswi. Kita ketahui bahwa kata konsumtif adalah

kecenderungan secara berlebihan dalam membeli suatu secara tidak terencana.

Perilaku ini dapat terlihat dari perilaku memutusakan membeli suatu barang

digunakan dan dikonsumsi baik di dalam ataupun di luar komplek pondok

pesantren.

Perilaku konsumtif santri di pondok pesantren ini di dasari atas keinginan

untuk ditanggapi orang lain, keinginan untuk dihargai seseorang, keinginan untuk

diapresiasikan orang lain. Keinginan untuk diakui orang lain yang berpusat pada

diri sendiri dan kemegahan biasanya ini dinamakan kesombongan (Takabbur).

Remaja saat ini terutama santri berusaha membentuk image dirinya secara fisik

menarik . sehingga mendorong melakukan berbagai upaya agar tamnpil menarik


31

sesuai dengan lingkungan mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut

diduga mendorong remaja berperilaku konsumtif.

Mulanya pondok pesantren sangat pengedepankan akhlak dan sifat

sederhana dan juga tidak berlebihan. Disini dapat dilihat kesenjangan antar apa

yang di ajarkan pondok pesantren dengan apa yang dilakukan sehari-harinya.

Perilaku santri yang mana seharusnya santri berperilaku sederhana dan tidak

berlebihan pada realitanya santri berperilaku kosumstif. Santri diharapkan dapat

menjadi agen perubahan sosial. Santri diharapka mampu menuntut ilmu agama

dan umum. Mampu melakukan perubahan sosial dan menularkan perilaku positif

dikalangan masyarakat dengan member contoh yang baik mampu mengotrol

perilaku konsumtif agar tidak menjadi gaya hidup.

3. Pengaruh Teman atau Klompok (Reference Group)

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal

di pondok (asrama) dgn materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab

umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta

mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dgn menekankan penting moral

dalam kehidupan bermasyarakat.30

Segala bentuk pendidikan yang diajarkan pada pesantren akan sangat

berpengaruh apa bila para santri sudah beradaptasi dengan masyarakat dalam hal

ini bukan hanya dalam agama saja maka dalam sekian banyak ilmu pengetahuan

yang umum juga akan di lakukan di kalangan masyarakat.

Pondok pesatren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan adalah pondok

pesantren yang begitu mempunyai pekembangan sangat signifikan baik itu dalam

30
http://kamiluszaman.blogspot.co.id/2015/09/pondok-pesantren-sebagai-sistem.html di
akses pada 05 Januari 2017 jam 12.00
32

segi agama, ilmu pengetahuan, keahlian dan kearifannya. Tidak hanya itu pondok

pesantrean Syaichona Moh. Cholil Juga memgembangkan dunia pendidikannya

dengan adanya Sekolah Tinggi Agama Islam Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

dengan harapan bahwa nya dengan adanya sekolah tinggi ini akan mampu

melahirkan sarjana-sarjana yang memiliki keahlian khusus di bidang ilmu

pengetahuan dengan lebih mengedapankan pendidikan agama dan ilmu agama

yang diajarkan oleh Pondok Pesantren Syaichona Moh,. Cholil.

Dalam pendidikan Pondok Pesantren dan pendidikan Sekolah Tinggi

Agama Syaichona Moh. Choli Bangkalan selau mengajarkan nilai-nilai dan arti

pentingnya keislaman baik itu dari segi ekonomi, sosial, budaya dan ke agama

yang ada. Dalam hal pula dari segi ekonomi. Di dunia pendidikan pondok

pesantren ini selalu diajarkan pola perilaku mengonsumsi yang baik dalam hal nya

konsumsi disini adalah pola perilaku konsumsi yang halal dan menjauhi perilaku

konsumsi yang di haramkan dalam agama Islam. Dalam perilaku konsumsi ini

banyak terjadi di kalangan paran santri terutama santri mahasiswi.

Perilaku konsumsi ini tidak hanya terjadi hanya pada perilaku konsumsi

pada segi makanna namun juga pada fashion, dan cara berpenampilan yang

menarik, sikap yang knsumtif merupakan yang yang sangat banyak terjadi

dikalangna para santri hal ini di krenakan pemasaran ilegal yang di lakukan para

santri mahasiswi di dalam pondok Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Meski

peraturan dalam pondok di larangan namun banyak sekali sistem online yang bisa

dilakukan oleh para santri di dalam pondok. Semakin mudahnya akses pemesan

barang melalui sistem online dan pengiriman barang melaui layanan tertentu

membuat mudahnya sikap perilaku konsumsi pada santri mahasiswi.


33

Konsumsi terjadi pada santri juga adnya pengaruh sosial dari berbagai

kalangan seperti contoh pergaulan sesama teman dan adaptasi saat para santri

pulang dari pondok, maka intrasksi juga dapat terjadi melalui sosial, psikologis,

dan situasi di dalam pondok ataupun saat di luar pondok pesantren Syaichona.

Moh. Cholil Bangkalan. Pengaruh sosial pada pondok pesantren juga menjadi hal

yang sangat berpenagaruh apabila hal tersebut tidak di batasi, maka kemungkina

perilaku konsumsi santri mahasiswi terus terjadi tanpa batas dikarena semakin

tidak tekendali maka jiwa santri sebagaimana adanya di pondok juga kan menjadi

tekanan bagi bagi para orang tua terhadap tuntutan perilaku tersebuat akan banyak

pengeluaran yang akan terjadi dan hal tersebuat akan menitik beratkan pada orang

tua masing para santri Pondok Syaichona Moh Choli Bangkalan.

Peran seorang Kyai sebagai pemimpin pondok pesantren sangat berperan

vital dalam berlangsungnya kehidupan di pesanten. Di hampir semua pondok

pesantren modern di Indonesia, lingkungan pondok pesantren yang dihuni oleh

ribuan santri terisolasi dari dunia luar. Pihak pengelola memberi isolasi dengan

membangun pagar agar santri tetap berada di lingkungan pesantren dan hanya

diperbolehkan keluar pada hari tertentu saja itupun dengan berbagai persyaratan.

Dengan adanya isolasi, santri tidak ada pilihan lain kecuali mengkonsumsi produk

maupun brand yang terdapat dalam lingkungan pondok pesantren tersebut. Kyai

sebagai pemimpin dapat mengatur produk atau brand apa saja yang diijinkan

dijual maupun diedarkan di lingkungan pondok pesantren yang diasuhnya.

Bahkan pihak pondok pesantren melalui peraturan Kyai yang bersangkutan dapat

melakukan blokade terhadap suatu brand.


34

Dalam hal ini maka ini perlu diteliti dengan penelitian yang akurat bahwa

ada berbagai faktor yang lebih disignifikan pada perilaku konsumsi santri pondok

pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Refrensi group adalah seklompok

orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Klompok Referensi

akan menjadi sebuah acuan dimana seseorang akan menkaji pendapat orang lain

atau sebagian klompok untuk menjadi dasar keputusannya seperti hal nya seorang

ayah yang akan menajadi panutan dalam penentu keputusan dari seorang anak.

Klompok akan member standart nilai dalam perilaku seseorang baik itu dalam

konsumsi ataupu dalam keputusan membeli suatu barang.

Menurut Suwarman klompok acuan yang tekait dengan konsumen:

a. Klompok Persahabatan (Friendship group)

Memiliki teman adalah merupakan naluri seorang konsumen santri sebagai

mahluk sosial. Konsumen yang memilki teman merupakan tanda bahwa dia

telah membina hubungan sosial diluar ataupun di dalam klompok. Pendapat

dan kesukaan teman mempengaruhi pengambilan keputusan membeli barang

ataupun suatu produk dan merek.

b. Klompok Belanja (Shopping Group)

Dalam perilaku konsumsi santri mahasiswi biasanya ada seklompok teman

berbelanja dimana dalam hal ini teman atau klompok persahabatan keluarga

menjadi sebuah acuan dimana saat membeli barang akan bertanya pada

temannya supaya untuk mengurangi resiko kesalahan dalam membeli suatu

produk. Sehingga jika beruntung konsumen tersebut akan memberikan

informasi banyak tentang suatu barang yang akan dibeli. Teman yang ingin
35

membeli produk komputer akan membawa temannya yang faham tentang seluk

beluk komputer.

c. Kelompok atau masyarakat maya

Dalam dunia modern ini semakin canggihnya teknologi di Indonesia maka

semakin meningkatnya minat dalam menggunakan teknologi contohnya

Facebook dalam dunia maya ini maka tidak jarang diantara kita mudah

berteman satu sama lain ataupun antar Negara lain. Melalui dunia internet

maka santri mahasiswi khususnya dapat dengan mudah bergabung dengan

masyarakat lain sehingga bisa beralih pendapat dalam penentuan keputusan

konsumen dalam membeli suatu barang.

d. Social Class (Kelas Sosial)

Para konsumen membeli berbagai produk tentu karena produk tersebut disukai

oleh kelas sosial dimana konsumen santri menghidari produk produk lain

dikarenakan produk tersebut produk produk kelas yang lebih rendah. Para

individu dapat berpindah dari kelas atas ke kelas bawah sesuai dengan dari

kedudukan sosial yang di sandang oleh orang tua nya ataupun dari

kedudukanya di masyarakat. Pengaruh faktor sosial di antaranya adalah :

a. Sebelum melakukan pembelian konsumen akan mempertimabangkan

apakan produk itu diperbolehkan atau tidak di pebolehkan uleh undang-

undang atau peraturan sekitar pondok atau klompok.

b. Konsumen akan mempertimbangkan produk tersebut untuk keputusan

membeli apabila keluarga menyetujuinya.

c. Konsumen akan mempetimbangkan produk apabila seklompok organisasi

seperti PKK, pengajian atau arisan


36

d. Untuk kelas sosial yang ada di masyarakat, contohnya kelas atas,

menengah, dan bawah

Dalam keseharian santri akan dan pasti bertemu dengan santri lainnya atau

dengan lingkungannya. Disinlah terjadi proses berfikir santri yang akan

mengakibatkan tindakan pada santri. Santri akan melihat apa yang dilakukan,

dilakukan atau diperbuat oleh santri sekitarnya. Secara tidak langsung akan

berfikir mengonsumsi atau memaki apa yang dilihatnya. Setelah itu santri akan

mencoba menerapkana apa yang dilakukan, diperbuat oleh orang sekitarnya. Dan

disilah akhir dari proses berfikir tersbut yaitu santri memutuskan untuk menjadi

sama dengan lingkungan sosialnya. Dan pada akhirnya santri tersebut akan

menjadi stimulus bagi yang lainnya untuk melakukan dan berbuat seperti dirinya.

Santri dalam setiap tindakan memang berdasarkan pada dirinya sendiri

namun tidak semua apa yang dilakukannya atas kehendaknya santri. Keinginan

tersebut dapat berasal dari luar individu tersebut, misalnya orang lain dan dari

lingkungannya. Hal tersebutlah yang dapat memperngaruhi perilaku santri

mahasiswi Syaichona Moh, cholil Bangkalan.

Faktor sosial religius santri berpengaruh positif terhadap faktor sosial. Hal

ini menunjukkan bahwa keberadaan agama dapat mempengaruhi faktor sosial

santri mahasiswi , yang antaranya Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil

Bangkalan beserta lingkunganya, Referensi teman atau klompok, contohnya

lingkungan yang mayoritas agama islam akan menghasilkan aktifitas sosial yang

agamis. Faktor religius berpengaruh signifikan terhadap niat konsumsi santri

mahasiswi. Hal ini ditunjukkan bahwa semakin lama dalam pemahaman dan
37

keyakinan santri mahasiswi akan rdimensi religius maka semakin menguatkan niat

santri membeli serta bersifat komsumtif.

4. Culture (Budaya)

Budaya adalah suatu kebiasaan yang susah untuk dirubah. Terutama dalam

budaya organisasi dipesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Salah satu basis

kebudayaa sebuah pesantren ialah pendidikan pesantren yang bercorak

tradisinalisme. Pengaruh buday pada pondok pesatren ialah peran kyai sebagi

pemimpin budaya organisasi di pondok pesantren para kyai memiliki yang potensi

yang paling besar dalam menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya

pesantren baik dari perkataan maupun perlakukannya. Pondok harus

mengembangkan budayanya sendiri sesuai dengan karakter visi dan misinya

sendiri. Budaya itu sendiri merupaka faktor penentu keinginan dan perilaku

konsumsi terutama santri mahasiswi yang paling mendasar. Santri yang

dibesarkan dalam sebuah pondok pesantren mempelajari seperangkat nilai dasar,

presepsi, pereferensi dan perilaku melalui proses dan lembaga penting,

Budaya di pondok pesantren ialah secara kasat mata, kita bisa melihat

budaya seperti misal perayaan hari valentine, tahun baru, ulang tahun yang nyaris

seperti anak kota. Dalam berpakaian tidak sedikit gaya yang mengikuti tren

selebritas. Dalam hal makananan memasak sendiri dianggap tidak gaul dan

merepotkan. Padahal itu bertujuan untuk mengajarkan santri hidup mandiri.

Secara tidak sadar santri telah dihingapi budaya instan konsumstif, dan hedonis.

Instan lantaran adanya kemudahan memperoleh suatu barang tanpa diteliti


38

pudarnya gaya hidup yang sesungguhnya pada santri telah hilang akibat tergiur

produk luar31

Budaya dalam konsumsi ketika konsumen membeli suatu produk mereka

berharap produk tersebut bermnfaat bagi diri konsumen dalam sebuah produk juga

harus berjalan dan sesuai dengan norma dan aturan yang ada ditempat konsumen.

Kebudayaan yang berkembang dan selalu berubah membuat perubahan pula pada

perilku komsumsi individu baik umum ataupun secara islami. Budaya yang

berkembang akan menetukan sebuah perilaku seseorang dalam konsumsi sesuai

aturan dan norma dalam klompok atau dalam budayanya.

Maka sikap budaya santri yang konsumtif ini harus dibentengi dengan sikap

teliti dan kritis serta membenteng dengan ilmu pengetahuan yang religius supaya

budaya luar tidak mudah mempengaruhi santri. Dimana santri di harapkan

dimasyarakat supaya berperan sebagai agen perubahan dilingkungan

masyarkatnya.

C. Penelitian Terdahulu

Sudah menjadi ketentuan di dunia akademisi, bahwa tidak satupun bentuk

karya seseorang yang terputus dari usaha intelektual yang dilakukan generasi

sebelumnya, yang ada adalah kesinambungan pemikiran dan kemudian dilakukan

perubahan yang signifikan. Penulisan ini juga merupakan mata rantai dari karya-

karya ilmiah yang lahir dari generasi sebelumnya. Namun sejauh informasi yang

penulis ketahui penelaahan terhadap masalah yang penulis angkat belum pernah

penulis temui.

M. Catur. Budaya Santri Alumni Pesantren Salafiyah,babakan Cirebon Jawa Barat 23


31

Maret 2007.
39

Hal ini tercermin dalam hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan

penelitian ini, antara lain penelitian yang ada kaitannya dengan tema skripsi

penulis antara lain adalah:

1. Penelitian oleh Ilmiah Rofi tentang “Perilaku Konsumsi Santri Putri Pondok

Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan”. Dalam skripsi ini dijelaskan

bahwa pertama, Perilaku konsumtif santri putri Syaichona Moh. Cholil

Bangkalan Madura 30% santri putri yang memiliki jiwa konsumtif rendah ,

20% santri putri yang memliki jiwa konsumtif sedang dan 50% santri putri

yang memiliki jiwa konsumtif tinggi. Kedua, pandangan ekonomi Islam

terhadap perilaku konsumtif santri putri Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Madura termasuk kategori perilaku konsumsi boros dan tidak sesuai dengan

prinsip ekonomi Islam.

2. Penelitian oleh Yuliana Rahmah IAIN Surabaya tentang Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Konsumen Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk

Islam jilbab. Dalam penelitian ini menerangkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumen secara stimulant memiliki hubungan yang kuat

dengan variabel keputusan pembelian produk di kalangan mahasiswa ekonomi

IAIN Surabaya. Dalam penelitian ini juga di bahas bahwa faktor yang

mempengaruhi konsumen adalah sebagai berikut roles (peran), family

(keluarga), reference group (referensi klompok), social class (kelas sosial),

culture (budaya).32

3. Penelitian yang disusun oleh Noor Arifah Muziyah Perilaku konsumstif dalam

berbusana santriwati Pondok Pesantren Al-Muinawwir Komplek Krapyak

32
Yulianah Rahma 2013 faktor-faktor yang mempengaruhi Kpeputusan konsumen dalam
pengambilan keputusan pembelian produk islam IAIN Surabya Hlm 39
40

Surabaya dalam penelitian ini menjelaskan bahwa faktor-faktor yang melatar

belakang perilaku konsumsi santri adalah pengaruh kebiasan dalam dalam

acuan kelompok dimana perilaku konsumsi santri hampir 50% dipengaruhi

kelas sosial yang mana perilaku konsumsi santri dalam berbusana dikarenakan

faktor internal teman. Pengaruh kelompok di lingkungan pondok 20%

konsumsi pada barang produk busana.

4. Penelitian yang dilakukan Lilik Nurjannah tentang Analisis tentang Pemikiran

Yusuf Qardhawi tentang Konsep Konsumsi Islam menjelasakan bahwa sikap

sederhana tidak hanya untuk pribadi sendiri akan tetapi dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Sikap sederhana dapat dilakukan dengan cara

mengunakan harta untuk berbagai kesesama orang fii sabilillah.

Membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan tidak membelanjakan hartanya

dalam keroyalan yang akan merugikan dirinya sendiri33.

5. Penelitian Attanwir Jurnal kajian Keislaman dan Pendidikan tentang Perilaku

Konsumen dalam Prespektif Islam menjelaskan bahwa perkembangan

perekonomian, khususnya perkembangan di bidang perindrustian dan

perdagangan internasional telah mengahsilkan beberapa variasi barang dan jasa

yang dapat di konsumsi. Di samping itu globalisasi dan perdagangan bebas

yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah

memperluas ruang gerak arus dan transaksi barang dan jasa melintasi batas-

batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang di tawarkan

bervariasi baik produk dalam negeri ataupun produk luar negeri. Kondisi

demikian itu pula pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena

33
Wafiatussholihah Universitas Sunan Giri Surabaya, 2015, Analisis tentang Pemikiran
Yusuf Qardhawi tentang konsep konsumsi islam Hlm 47.
41

kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi

semakin terbula lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

dan jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen. Dalam mengenal

konsumen kita perlu mempelajari perilaku konsumen sebagai perwujudan dari

seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri. Perilaku konsumen adalah

kcendungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimal kan

kepuasan. Prinsip dasar konsumsi, karunia-karunia Allah itu semua milik

manusia dan suasana yang menyebabkan sebagian diantaran karunia-karunia

itu berada itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka

tidak memiliki bagian sehingga banyak diantara karunia-karunia yang

diberikan Allah kepada manusia itu masih berhak mereka milki walaupun

mereka tidak memperolehnya. Perilaku konsumen adalah tingkah laku dimana

mereka dalam mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan,

mengevaluasi, dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.34

6. Menurut penelitian Tin Waroatul Watimah tentang Model Perilaku Konsumen

Terhadap Pembelian Handphone Menurut Teori konsumsi Islam (Studi Kasus

Pada Masyarakat Muslim Desa Kalibalik Kecamatan Banyu Putih Kabupaten

Batang) menjelaskan bahwa perilaku konsumen masyarakat muslim Desa

Kalibalik Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang terhadap pembelian

handphone pertama dikarenakan faktor keinginan, kedua handphone dapat

membantu aktivitas/komunikasi sehari-hari mereka tetpi untuk usian remaja,

orang tua dapat membantu mereka dalam keberagamaan.sebagian dari mereka

kadang mebeli handphone untuk hanya sekedar mengikuti Tren. Manfaat juga

34
Abd. Muntholip. Jurnal Perilaku Konsumen Dalam Prespektif Islam Dosen STAI
Attanwir Bojonegoro 2012 Volume 01 April 2012.
42

dapat tidak hanya didunia saja namun di akheirat juga , seperti mengingat

ngaji, shalat dan sebagainya, sebagian dari mereka mengota-ganti handphone

hanya mengikuti Tren saja padahal dalam islam telah diajarkan untuk bersikap

sederhana35.

Dalam penelaahan di atas, bisa dijelaskan permasalahan yang akan penulis

kaji dalam penelitian ini berbeda dengan penulisan atau penelitian sebelumnya,

karena dalam penelitian ini penulis mencoba meneliti tentang pengaruh sosial

(Social influences) pondok pesantren terhadap perilaku konsumsi islam santri

mahasiswa pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura

Dalam penelitian ini maka ingin membuktikan bahwa Pengaruh sosial

sangat berpengaruh pada santri Mahasiswi dengan perilaku konsumsi di Pondok

Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.

35
Tin Waroatul Watimah. Model Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Handphone
Menurut Teori konsumsi Islam (Studi Kasus Pada Masyarakat Muslim Desa Kalibalik Kecamatan
Banyu Putih Kabupaten Batang) Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang. 2015.
43

D. Kerangka Konseptual

Perilaku Konsumsi
Islam :
Barang-barang yang
baik (halal)
Social Bersih
Influences Berhemat
Tidak bermewah-mewah
Menjauhi hutang
Menjauhi kebakhilan
dan kekikiran
Tidak bersikap israf
(royal), dan tabzir
(sia-sia).
(Rozalinda, 2014 &
Social Influences Indri, 2015)
Peran & Peraturan
(roles) Pondok
Pengaruh teman atau
kelompok (refrence
group)
Budaya (culture) pondok

McKechnie (dalam Prinsip Perilaku


Sangadji, Etta Mamang Konsumsi Islam :
& Sopiah. 2013) Prinsip Keadilan
Prinsip Prinsip
Kebersihan
Prinsip
Kesederhanaan
Prinsip Kemurahan
Hati
Prinsip moralitas

Bagan 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian dibangun dari teori-teori yang berhubungan

dengan social influences yang dimodifikasi peneliti karena disesuaikan dengan

lingkungan pondok pesantren dalam pola konsumsi santri mahasiswi. Sedangkan

pola konsumsi Islami dikembangkan dari gabungan beberapa teori yang


44

dikemukakan ahli yang kemudian dimodifikasi peneliti. Tujuan utama adalah

menganalisis social influences terhadap pola konsumsi Islami santri mahasiswi

Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura.

Anda mungkin juga menyukai