Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya manusia adalah homo economicus, kata ini berasal dari
bahasa latin yang artinya manusia ekonomi. Homo economicus merupakan
sosok manusia yang rasional dan berkebebasan dalam menentukan pilihan-
pilihan yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dalam setiap
perilakunya manusia harus lebih bersifat rasional dalam memilih sumber daya
yang ada (Case & Fair, 2007:29). Namun, pada kenyataannya perilaku manusia
khususnya perilaku konsumsi lebih mengarah pada perilaku konsumtif
(Septiana, 2013). Jika diperhatikan lebih lanjut, perilaku konsumtif ini
cenderung terjadi di masyarakat yang ada di sekitar kita, khususnya yang akan
beranjak remaja.1
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan
maslahah. Menurut Imam Syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari
sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional.
Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling utama.Maslahah adalah
sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan
tujuan dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini (Machasin, 2003). Ada
lima elemen dasar, yakni: agama, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau
harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau
keturunan (al-nasl). Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik
dan unsur-unsur keberkahan.2
Al Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
untuk dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, baik aqidah,
akhlak, ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya berbagai tema telah
dibicarakan oleh al-Qur’an, termasuk persoalan ekonomi. Seperti dimaklumi,
bahwa salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah
konsumsi. Konsumsi berperan vital menjadi pilar dalam kegiatan ekonomi
seseorang (individu), perusahaan maupun negara. Konsumsi adalah bagian akhir
dari kegiatan ekonomi, setelah produksi dan distribusi, karena pada akhirnya
semua jenis barang dan jasa yang diproduksi hanya untuk dikonsumsi.3
Islam melarang umatnya untuk melakukan konsumsi secara berlebih-
lebihan atau sebaliknya kikir dalam konsumsi, namun islam mengajarkan
bagaimana cara berperilaku dalam berkonsumsi secara proporsional. Perilaku
konsumsi yang berlebihan merugikan diri sendiri dan orang lain, karena
pengeluaran pada pendapatan melebihi batas kemampuan ataupun sebaliknya
Islam tidak menyukai sikap kikir.

1
Aldila Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam,” Dinar 1, no. 2 (2015): 1–18.
2
Ibid.
3
Eka Sakti Habibullah, “ETIKA KONSUMSI DALAM ISLAM” (2546): 90–102.

5
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti dan tujuan konsumsi islam
2. Apa fungsi konsumsi islam
3. Apa saja aturan perilaku konsumsi islami
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui arti dan tujuan konsumsi dalam islam.
2. Untuk mengetahui fungsi konsumsi dalam islam.
3. Untuk mengatehui perilaku konsumsi dalam islam.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. ARTI KONSUMSI DALAM ISLAM
Dalam hal konsumsi, al-Qur’an memberi petunjuk yang sangat jelas dan
mudah dipahami, al-Qur’an menjelaskan dalam menggunakan barang-barang
harus yang baik dan halal (halalan tayyiban) dan bermanfaat serta melarang
untuk hidup boros dan melakukan kegiatan konsumsi untuk hal-hal yang tidak
penting (menghambur-hamburkan).
Islam adalah agama yang memiliki keunikan yang tersendiri dalam hal
syariah. Berbeda dengan sistem yang lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi
yang moderat, tidak berlebihan, tidak juga keterlaluan. Karena dalam al-Qur’an
melarang perbuatan tabdzir dan mubadzir. Islam telah mengatur bahwa setiap
muslim dalam berkonsumsi harus sejalan dengan prinsip konsumsi yang
didasarkan pada nilai-nilai Islam antara lain:
1. Prinsip Keadilan
Berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kezaliman, harus berada dalam
koridor aturan atau hukum agama serta menjunjung tinggi kepantasan atau
kebaikan. Dalam Islam makanan yang dilarang untuk dikonsumsi adalah darah,
bangkai, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama
selain Allah swt. Allah swt berfirman:
ۗ‫ِاَّنَم ا َح َّر َم َع َلْيُك ُم اْلَم ْيَتَة َو الَّد َم َو َلْح َم اْلِخ ْنِزْيِر َو َم ٓا ُاِهَّل ِبٖه ِلَغْيِر ِهّٰللاۚ َفَمِن اْض ُطَّر َغْيَر َباٍغ َّو اَل َعاٍد َفٓاَل ِاْثَم َع َلْيِه‬

‫ِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬


Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.4
2. Prinsip Kebersihan
Berkonsumsi harus dengan suatu baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor
ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Oleh karena itu tidak semua yang
diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan atau setiap
mengkonsumsi sesuatu harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak mengandung
riba, tidak kotor atau najis dan tidak menjijikkan sehingga merusak selera.
Prinsip ini juga bermakna bahwa makan dan minum yang akan dikonsumsi
bukan hasil dari suap.5 Abdullah bin Umar berkata “Telah menceritakan kepada
kami Abu Musa Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami
Abu Amir Al ‘Aqadi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi’b dari

4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 2
5
Imahda Khoiri Furqon, “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM,” Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah
6, no. 1 (2018): 1–18.

7
bibinya Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin Umar
ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknati penyuap dan yang
disuap. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.”6
3. Prinsip Kesederhanaan
Islam memerintahkan manusia untuk lebih efisien dalam menggunakan
pendapatannya dan tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya, karena itu
adalah perbuatan mubaz}ir dan dapat merusak keseimbangan sosial,
kesejahteraan dan akan berakibat kepada kemiskinan dan kehinaan. Prinsip ini
mengatur perilaku konsumsi agar tidak berlebihlebihan. Allah swt berfirman.
‫َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل ُتَح ِّر ُم ْو ا َطِّيٰب ِت َم ٓا َاَح َّل ُهّٰللا َلُك ْم َو اَل َتْعَتُد ْو اۗ ِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب اْلُم ْعَتِد ْيَن‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa
yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.7
4. Prinsip Kemurahan
Hati Dengan Rahmat-Nya Allah swt menyediakan yang ada dilangit dan
bumi untuk dimanfaatkan dan dikonsumsi ketika tidak membahayakan bagi
dirinya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan
yang lebih baik dengan tujuan menunaikan dan beribadah kepada Allah swt.8
5. Prinsip Moralitas Berkonsumsi
dilakukan dengan tujuan untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral
dan spriritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah swt
sebelum makan dan mengucap syukur kepadaNya setelah makan. Yang artinya
Islam menghendaki keseimbangan nilainilai hidup material dan spiritual.28
Allah swt berfirman dalam surah alBaqarah: 25 yang berbunyi:
‫َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَخ ْم ِر َو اْلَم ْيِس ِۗر ُقْل ِفْيِهَم ٓا ِاْثٌم َك ِبْيٌر َّو َم َناِفُع ِللَّناِۖس َو ِاْثُم ُهَم ٓا َاْك َبُر ِم ْن َّنْفِع ِهَم ۗا َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذ ا ُيْنِفُقْو َن ۗە‬
‫ُقِل اْلَع ْفَۗو َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ُم اٰاْل ٰي ِت َلَع َّلُك ْم َتَتَفَّك ُرْو َۙن‬

Artinya: mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:


“Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berfikir.9

6
HR. Tirmidzi No. 1257 (Kitab 9 Imam Hadist-Lidwa Pustaka I-Software).
7
3 QS. al-Ma’idah (5): 87.
8
Imahda Khoiri Furqon, “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM,” Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah
6, no. 1 (2018): 1–18.
9
Ibid

8
Pesan moral dalam al-Qur’an ini memberikan pelajaran bahwa
pentingnya mengkonsumsi dengan cara yang baik (h}alal t}ayyiban) sekaligus
memberikan pemahaman sebaliknya, artinya tidak diperbolehkan mengkonsumsi
dengan cara yang bat}il, cara yang bat}il jelas melanggar pesan moral yang ada
dalam al-Qur’an.
B. FUNGSI KONSUMSI DALAM ISLAM
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan
niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan
menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan
pahala. Sebab halhal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat
pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika
dimaksudkan untuk menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam
ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim
tidak bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah
dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya
kepada-Nya.10
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan
maslahah. Menurut Imam Syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari
sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional.
Maslahah merupakan tujuan hukum syara yang paling utama. Maslahah adalah
sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan
tujuan dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini (Machasin, 2003). Ada
lima elemen dasar, yakni: agama, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau
harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau
keturunan (al-nasl). Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik
dan unsur-unsur keberkahan. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi
kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islam, dan usaha
pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
Menurut Qardhawi (2001) menjelaskan bahwa adapun sifat-sifat
maslahah sebagai berikut: maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap
individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu
maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility,
kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi
semua individu (Basyir, 1985).Maslahah orang per orang akan konsisten dengan
maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep pareto
optimum (Karim, 2000), yaitu keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat
meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan
penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.Konsep maslahah mendasari

10
Benjamin, “KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ILMU EKONOMI ISLAM.”

9
semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi,
maupun dalam pertukaran dan distribusi (Rahman, 1975).11
Tujuan Konsumsi secara garis besar :
 Untuk mengharap Ridha Allah SWT Tercapainya kebaikan dan tuntunan
jiwa yang mulia harus direalisasikan untuk mendapatkan pahala dari
Allah SWT. Allah telah memberikan tuntunan kepada para hamba-Nya
agar menjadikan alokasi dana sebagai bagian dari amal shaleh yang dapat
mendekatkan seorang muslim kepada Tuhan-Nya dan untuk
mendapatkan surga dan kenikmatan yang ada didalamnya.
 Untuk mewujudkan kerja sama antar anggota dan tersedianya jaminan
sosial Takdir manusia hidup di dunia berbeda-beda, ada yang ditakdirkan
menjadi kaya dan sebaliknya. Di antara mereka ada yang level
pertengahan, sementara yang lain adalah golongan atas. Ada juga
sekelompok masyarakat yang ditakdirkan untuk memperhatikan
kehidupan kaum miskin.12
 Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap
kemakmuran diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari aktivitas
ekonomi.13
 Untuk meminimalisir pemerasan dengan menggali sumber- sumber
nafkah Media dan sumber nafkah sangat banyak dan beragam. Negara
mempunyai kewajiban untuk menjaganya, baik dengan membuka
lapangan pekerjaan, meningkatkan upah, dan juga dengan memenuhi
kebutuhan orang-orang yang masih kekurangan.14
C. PERILAKU KONSUMSI DALAM ISLAM
Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok,
dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa,
ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka..
Perilaku konsumen Muslim, maka dia komitmen dengan kaidahkaidah
dan hukum-hukum yang disampaikan dalam syariat untuk mengatur konsumsi
agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin, dan mencegah
penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharatnya, baik bagi
konsumen sendiri maupun yang selainnya.
Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah Islam,
memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini
menyagkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi,
hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi.
Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat
muslim.15

11
Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam.”
12
Ibid
13
Ibid
14
Ibid

10
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini
mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk
akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada
konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption
(karena terdapat balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi
adalah present consumption.16
2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral
agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin
tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan,
kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam.
Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan prilaku yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan.17
3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan
sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan
dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265).18

15
Sri Wigati, “Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ekonomi Islam,” PrilakuKonsumen 01, no. 01 (2011):
18.
16
Ibid
17
Ibid
18
ibid

11
BAB III
KESIMPULAN
 Konsumsi merupakan satu kegiatan ekonomi yang penting, bahkan
terkadang dianggap paling penting. Dalam ekonomi konvensional
perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan
utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu
perilaku konsumsi yang hedonistik – materialistik, individualistik, serta
boros (wasteful). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip dasar
bagi konsumsi adalah ”saya akan mengkonsumsi apa saja dan dalam
jumlah berapapun sepanjang : anggaran saya memenuhi dan saya
memperoleh kepuasan maksimum.
 Teori perilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar syariah Islam.
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar,
yaitu : Prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan,
prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas Pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu program yang menempatkan masyarakat sebagai
subyek dan obyek sekaligus pembangunan. Hal ini akan mengurangi
beban pemerintah dalam implementasi pembangunan. Dengan
masyarakat yang berdaya maka diharapkan kemiskinan dapat diatasi
sendiri secara mandiri oleh masyarakat.
 Sebagai konsep rasionalitas untuk dapat mewujudkan nilai-nilai syariah
dan berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan material dan spiritual
demi tegaknya sebuah kemaslahatan harus dilakukan dengan tidak boleh
hidup bermewah-mewahan dan pelelangan Israf, Tabdzir dan Safih.

12

Anda mungkin juga menyukai