Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di dalam siklus  ekonomi yang bermula dengan memperoleh kekayaan,


konsumsi barangkali merupakan tahap yang terakhir dan paling penting. Di dalam
ilmu ekonomi konsumsi bermakna membelanjakan kekayaan untuk memenuhi
keinginan manusia seperti makanan, pakaian, perumahan, barang-
barangdankebutuhansehari-hari, pendidikan, kesehatan, kebutuhan pribadi maupun
yang lainnya, dans ebagainya.

Dalam ekonomi kapitalis, manusia dikenal sebagai makhluk ekonomi (homo


economicus). Sedangkan dalam ekonomi islam manusia dikenal dengan makhluk
islam atau homo islamicus sebagai subsitusi dari homo economicus. Dalam homo
economicus, manusia dianggap makhluk yang selalu ingin memuaskan nafsunya
sepuas-puasnya (maximal utility) yang tidak ada habis-habisnya. Dalam homo
islamicus, manusia dibolehkan untuk memenuhi kebutuhannya dan nafsunya akan
barang dan jasa tetapi meraka harus mengendalikannya (Amir,2017).

B. Rumusan Masalah

 Mampu menjelaskan Pengertian konsumsi dalam Islam

 Mampu mengidentifikasi konsumsi yang diutamakan dalam Islam dan jenis-

jenis konsumsi yang patut dihindari atau kurang disukai.

 Mampu menjelaskan konsumsi yang dilarang dan perilaku konsumen yang

tidak dibolehkan dalam Islam.Aturan Ibadah Muamalah.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Islam tentang
“Perilaku Konsumen dalam Islam” tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam studi Ekonomi Islam pada
semester empat sebagai bahan presentasi kelompok juga sebagai pengetahuan bagi
penulis maupun pembaca makalah ini untuk lebih mengetahui Perilaku Konsumen
dalam Islam.

Penulis sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan
pembuatan makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna
memperbaiki segala kekurangan dalam makalah ini.

Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada dosen mata kuliah
Ekonomi Islam yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah. penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh darisempurna oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Banda Aceh, 12 Maret 2023

Kelompok 4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian konsumsi dalam Islam

Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para pakar

ekonom, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam

konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam

setiap yang melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi

ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara

pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah.

Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah

kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan

kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari

konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,

menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.

Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia

memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan

sumberdaya (resources) yang dimilikinya.

B. Urgensi Konsumsi

Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap

perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa kegiatan konsumsi.


Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan

konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan

kehidupan dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam

kehidupan. Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan

penting. Adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi (pembuatan

produk) dan distribusi (penyaluran produk). Dengan demikian akan

menggerakkan roda-roda perekonomian.

a. Fungsi Kesejahteraan, Maximizer dan Utilitas oleh Imam al-Ghazali

Seorang ulama besar, Imam al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058,

telah memberikan sumbangan besar dalam pengembangan dan pemikiran

dalam dunia Islam. Sebuah tema yang menjadi pangkal tolak sepanjang

karya-karyanya adalah konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau

utilitas (‘kebaikan bersama”), sebuah konsep yang mencakup semua urusan

manusia, baik urusan ekonomi maupun lainnya,dan yang membuat kaitan

yang erat antara individu dengan masyarakat bahwa Al-Ghazali telah

menemukan “sebuah konsep fungsi kesejahteraan sosial yang sulit

diruntuhkan dan yang telah dirindukan oleh ekonom-ekonom modern.”

Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, imam Ghozali mengelompokan

dan mengidentifikasi semua masalah baik yang berupa masalih (utilitas,

manfaat) maupun mafasid (disulitas, kerusakan) dalam meningkatkan

kesejahteraan sosial. Selanjutnya ia mengidentifikasikan fungsi sosial dalam

kerangka hierarki kebutuhan individu dan sosial.


Menurut Imam al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat

tergantung kepada pencarian dan pemeriharaan lima tujuan dasar :

1. Agama (al-dîn)

2. Hidup atau jiwa (nafs)

3. Keluarga atau keturunan (nasl)

4. Harta atau kekayaaan (maal)

5. Intelek atau akal (aql)

Ia menitik beratkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “kebaikan dunia ini dan

akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya. Ia

mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam

kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang triparit meliputi :

kebutuhan (daruriat), kesenangan atau kenyamanan (hajaat), dan

kemewahan (tahsinaat), sebuah klarifikasi peninggalan tradisi Aristotelian,

yang disebut oleh seorang sarjana sebagai “kebutuhan ordinal” (kebutuhan

dasar, kebutuhan terhadap barang-barang “eksternal”, dan terhadap barang-

barang psikis).

b. Norma dan Etika dalam Konsumsi

1. Seimbang dalam Konsumsi

Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar menafkahkan sebagian

hartannya untuk kepentingan diri, keluarga, dan fi sabilillah. Islam

mengharamkan sikap kikir. Di sisi lain, islam juga mengharamkan sikap


boros dan menghamburkan harta.8 Inilah bentuk keseimbangan yang

diperintahkan dalam Al-Quran yang mencerminkan sikap keadilan

dalam konsumsi. Seperti yang diisyaratkan dalam Q.S Al-Isra’ [17]: 29: ْ

‫ق َ ت َ ِط ف ْ َس ُك َّل ا ْلب ا َ ْطه ُ ْس ب َ ال ت َ َك و ِ ُق ن ُ َل ع ِ إ ً لُولَة ْ غ َ َ َك م د َ ي ْ َل ال‬

‫َ ْتع َ و ا ً لُوم َ َ م د ُ ع ا ً ور ُ َ ْمس‬

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan

janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi

tercela dan menyesal.”

2. Membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan cara

yang baik

Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada individu agar

membelanjakan hartanya untuk membeli barang-barang yang baik dan

halal dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebebasan itu diberikan

dengab ketentuaan tidak melanggar batas-batas yang suci serta tidak

mendatangkan bahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat

dan negara.9 Senada dengan hal ini Abu al-A’la al-Maududi

menjelaskan, islam menutup semua jalan bagi manusia untuk

membelanjakan harta yang mengakibatkan kerusakan akhlak di tengah

masyarakat, seperti judi yang hanya memperturutkan hawa nafsu. Dalam

QS. Al-Maidah (5) : 88 di tegaskan :

ْ ‫ي الَّ ِذ َ ُوا هَّللا ات َّق َ ا و ً ب ِّ َاالل طَي ُ ح هَّللا ُ َ ُكم ق َ ز َ َّا ر ِ ُكلُوا ِم َ ُ و َون ن ِ م ْ ؤ ُ م ِ ه ِ ب‬

‫ُم ت ْ َأن‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya.”

3. Larangan Bersikap Israf (Royal), dan Tabzir (Sia-sia)

Adapun nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam konsep konsumsi adlah

pelarangan terhadap sikap hidup mewah.10 Gaya hidup mewah adalah

perusak individu dan masyarakat, karena menyibukan manusia dengan

hawa nafsu, melalaikannya dari hal-hal yang mulia dan akhlak yang

luhur. Disamping itu, membunuh semnagat jihad. Ali Abd ar-Rasul juga

menilai dalam masalah ini bahwa gaya hidup mewah (israf) merupakan

faktor yang memicu terjadinya dekadensi moral masyarakat yang

akhirnya membawa kehancuran masyarakat tersebut.11 Bagi Afzalur

Rahman, kemewahan (israf) merupakan berlebih-lebihan dalam

kepuasan pribadi atau membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak

perlu. Dalam QS. Al-A’araf [7]: 31. Allah telah memperingatkan akan

sikap ini:

ُ ‫ع ْ ُكم َ ت َ ُذوا ِزين ُ َ خ م َ ِن آد َ ا ب َ ي ُل ال ُ نَّه ِ ُوا إ ِرف ْ ُس ال‬


ِ ‫ْج َس َ ُك ِّل م ْد ن‬
ِ ‫ك َ و ٍد‬

ِ ُُ ُّ ‫ت َ وا و ُ ب َ ْشر ا َ وا و َي ِ ِرف ْ ُس ب ا ْلم‬


‫ي‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)

mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-

lebihan.”
C. Konsumsi yang diutamakan dalam Islam.

1. Model Keseimbangan Konsumsi Islami

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip

keadilan distribusi. Jika tuan A mengalokasikan pendapatannya setahun

hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang

belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya

dia hanya bertindak untuk jalannya diakhirat nanti. Secara sederhana

Metwally (1995: 26-23) telah memberikan kontribusi yang sangat berarti

dalam perumusan keseimbangan konsumsi Islami.

Dimana : S : Sedekah H : Harga barang dan jasa BR : Barang JS : Jasa Z :

Zakat (2,5%) P : Jumlah pendapatan Seorang konsumen muslim akan

mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan duniawi dan

ukhrawinya. Setelah dia mendapatkan dalam jumlah tertentu. Dia zakati

hartanya terlebih dahulu. Dari sini kita mulai melihat muara keunikannya

perilaku konsumen muslim. Setelah kewajiban zakat dia tunaikan sebesar

2.5 % dari uang yang dihasilkan secara halal, kemudian dia penuhi pos-pos

konsumsi mulai dari barang, jasa, hingga sedekah

2. Batasan Konsumsi dalam Syari’ah


Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.

Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan

memberikan cara pandang dunia yang cenderung memengaruhi kepribadian

manusia, yaitu dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap-sikap

terhadap manusia, sumber daya dan ekologi. Keimanan sangat

memperngaruhi sifat, kuantitas, dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk

material maupun spiritual. Dalam konteks inilah kita dapat berbicara

tentang bentuk – bentuk halal dan haram, pelarangan terhadap israf,

pelarangan terhadap bermewah – mewahan dan bermegah – megahan,

konsumsi sosial, dan aspek – aspek normatif lainnya. Kita melihat batasan

konsumsi dalam Islam sebagaimana diurai dalam Alqur’an surah Al-

Baqarah [2]: 168 -169:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan;

karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. Sesungguhnya setan

hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap

Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

D. Jenis – jenis konsumsi yang patut dihindari atau kurang disukai

1. Objek atau barang-barang yang diharamkan secara tegas di dalam al- Quran dan

Hadits, baik dengan illat yang jelas maupun dengan illat yang diperselisihkan.

2. Objek atau barang-barang najis atau barang yang mengandung najis, sebagaimana

tersebut dari dalil-dalil al-Quran dan Hadits di atas.


3. Objek mengandung bahaya, seperti racun, atau zat-zat yang mengandung bahaya

bagi tubuh dan lainnnya.

4. Objek yang mengandung kemusyrikan, seperti hewan sembelihan yang bukan

karena Allah SWT, patung-patung, atau sesuatu yang dijadikan sesembahan untuk

selain Allah SWT.

5. Objek yang berasal dari kejahatan, seperti pencurian, perampokan, korupsi.

6. Objek yang dimuliakan, yaitu manusia dan seluruh organ-organnya.

7. Haram karena zatnya, maksudnya adalah makanan ini berasal dari makanan

yang sudah tidak layak dikonsumsi, seperti bangkai, daging babi, khamr, dan

sejenisnya. 

8. Haram karena sebabnya, Makanan dapat menjadi haram apabila diperoleh

dengan cara yang tidak halal. Misalnya makanan dari hasil mencuri, korupsi,

dan sejenisnya

E. Konsumsi yang dilarang dalam Islam

Konsumsi yang dilarang dalam Islam perlu kita ketahui. Biasanya makanan dan

minuman yang haram ini akan memberikan pengaruh yang buruk terhadap

tubuh jika di konsumsi. Bahkan banyak yang mengakibatkan penyakit. Karena

sesungguhnya Allah manjadikan makanan atau minuman itu haram bukan

tanpa alasan. Makanan dan minuman haram dalam Islam disebutkan dalam Al-

Qur’an dan hadis.

Sebagaimana Allah SWT berfirman, yang artinya:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya.” (QS. Al- Maidah ayat 88).


Berikut adalah konsumsi yang dilarang dalam islam yang telah

diterangkan dalam ayat Al-Quran atau Hadist

1. Babi

Pada sural Al-Maidah ayat 3, Babi termasuk ke dalam salah satu makanan

haram. Tidak hanya dagingnya saja yang diharamkan, akan tetapi seluruh

bagian dari tubuh babi yang diolah baik dalam bentuk makanan maupun

produk lainnya diharamkan untuk dikonsumsi dan dipergunakan.

2. Bangkai

Telah dijelaskan pada Al- Qur’an Surat Al- Maidah ayat 3, yang artinya:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)

yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang

jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu

menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”

Di Dalam Al-Qur’an Surat Al- Maidah ayat 3 Allah SWT telah menjelaskan

bahwa disebut dengan bangkai dan diharamkan untuk dimakan apabila ada

hewan yang mati secara tidak wajar atau tanpa melalui proses penyembelihan

yang disyariatkan dalam ajaran islam, seperti :

- Hewan yang mati dalam keadaan tercekik.

- Hewan yang mati karena dipukul dengan menggunakan suatu benda.

- Hewan yang mati karena terjatuh dari ketinggian.

- Hewan yang mati karena tertanduk oleh hewan lainnya.

- Hewan yang mati karena diterkam oleh binatang buas.


Lalu jika sebelum hewan tersebut mati namun sempat menyembelihnya maka

bisa halal dan juga bisa haram. Dikatakan haram apabila hewan tersebut

disembelih atas nama selain Allah SWT.

Akan tetapi Islam memberikan pengecualian terhadap 2 bangkai, yaitu ikan dan

belalang, dimana bangkai dari kedua hewan tersebut adalah halal hukumnya.

Hal ini sesuai dengan Sabda Rosulullah SAW:

Artinya “Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut

adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.”

(HR. Ibnu Majah).

3. Hewan yang Disembelih atas Nama Selain Allah SWT

Dalam beberapa ayat Al-Qur’an seperti Surat Al- Maidah ayat 3 dan Surat Al-

Baqarah ayat 173 telah menyebutkan bahwasannya hewan yang disembelih

atas nama selain Allah hukumnya adalah haram.

Secara logika telah jelas bahwa hewan merupakan salah satu makhluk ciptaan

Allah SWT yang diperuntukkan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Salah satunya adalah sebagai bahan konsumsi.

Allah SWT telah berfirman,yang artinya:

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama

Allah ketika menyembelihnya.  Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu

adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-

kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka,

sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-

An’am ayat 121)


4. Hewan yang Memakan Kotoran (Al-Jalalah)

Yang dimaksud dengan al-jalalah adalah semua jenis hewan baik yang berkaki

dua maupun berkaki empat yang makanannya adalah kotoran, baik itu kotoran

manusia maupun kotoran hewan lainnya.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memakan jallalah dan

susunya.” [Hadits Riwayat. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Adapun alasan mengapa Al- jallah diharamkan adalah karena adanya pengaruh

dari kotoran yang dimakan hewan-hewan tersebut pada perubahan bau dan rasa

dari

daging dan susu yang dihasilkan dari hewan-hewan tersebut. Akan tetapi jika

pengaruh dari kotoran tersebut telah hilang, maka hukum memakan hewan-

hewan tersebut menjadi halal.

5. Darah Yang Mengalir

Makanan dan minuman haram selanjutnya adalah darah yang mengalir. Dalam

Al- Qur’an Surat Al- An’am ayat 145 dijelaskan bahwa selain bangkai dan

daging babi, darah yang mengalir juga diharamkan untuk dimakan.

Berdasarkan pada analisis kimia, menunjukkan bahwa darah mengandung uric

acid (asam urat) dengan kadar yang cukup tinggi, sehingga apabila dikonsumsi

akan berbahaya bagi kesehatan.

Mengkonsumsi darah sebagai makanan atau minuman merupakan kebiasaan

orang-orang jahiliyyah dahulu, dimana darah dari hewan yang terkumpul ketika
mereka sembelih seperti unta maupun hewan lainnya nantinya akan mereka

olah menjadi makanan atau minuman.

Dalam Al- Qur’an surat Al- An’am telah disebutkan bahwa yang diharamkan

itu adalah darah yang mengalir, jadi dengan demikian darah-darah sisa yang

masih menempal pada daging maupun tulang hewan yang disembelih tidaklah

diharamkan.

Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah pernah mengatatakan bahwa “Pendapat yang

benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir.

Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari

kalangan ulama’ yang mengharamkannya.” (dinukil dari Al-Mulakhas Al-

Fiqhi)

6. Minuman Keras/Khamar

Minuman keras atau khamar juga termasuk ke dalam makanan dan minuman

haram. Minuman keras yang dimaksud dalam jenis minuman ini adalah

minuman yang mengandung alkohol dan diharamkan dalam islam segala

minuman yang memabukkan.

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut ini.

“Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram.”

(HR. Muslim)

7. Minuman yang Diminum dalam Bejana Emas

Umat islam dilarang meminum minuman yang diletakkan dalam bejana emas

karena ini adalah satu bentuk hal yang berlebih-lebihan dan perilaku orang

kafir. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut ini.


Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak dan

jangan pula kalian makan dengan piring yang terbuat dari keduanya. Karena

barang-barang tersebut adalah untuk mereka (orang-orang kafir) ketika di

dunia.” (HR Bukhari)

8. Hewan yang Diperintahkan oleh Agama untuk Dibunuh

Makanan dan minuman haram selanjutnya adalah hewan yang diperintahkan

agama untuk dibunuh. Adapun hewan-hewan yang diperintahkan untuk

dibunuh adalah sebagimana hadist berikut :

Dari Aisyah Radiyallahu Anha, bahwasannya Nabi Muhammad SAW pernah

bersabda:

Artinya “Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal

maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam.” (HR. Muslim dan Bukhari)

Dari Ummu Syarik, bahwasannya beliau pernah berkata :

Artinya “Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam memerintahkan supaya

membunuh tokek/cecak” [HR. Bukhari dan Muslim)

9. Hewan yang Dilarang Agama untuk Dibunuh

Makanan dan minuman haram selanjutnya adalah hewan yang dilarang agama

untuk dibunuh. Imam Syafi’i dan para sahabat beliau pernah mengatakan

bahwa “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan,

karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” 

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :


Artinya “Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan :

semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad.” [HR. Ahmad, Abu Daud,

Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Di dalam hadist yang lain, Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam juga pernah

bersabda :

Artinya: “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang

tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat,

lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuhnya” [HR.

Ahmad, Abu Daud, Nasa’i,  Al-Hakim, dan Baihaqi)

10. Hewan Bertaring

Hewan yang bertaring juga termasuk dalam makanan dan minuman haram.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, yang artinya:

“Rasulullah SAW telah melarang memakan setiap binatang bertaring dari jenis

binatang buas dan setiap jenis burung yang berkuku tajam (untuk

mencengkram).” (HR. Muslim)

Hadis di atas telah menjelaskan bahwa hukum memakan binatang bertaring

dari jenis binatang buas seperti beruang, anjing, serigala, harimau, dan lain

sebagainya adalah haram hukumnya.

Meskipun tidak tergolong sebagai hewan buas, akan tetapi tikus tergolong ke

dalam jenis hewan yang menjijikkan, sehingga haram untuk dimakan,

sedangkan hewan bertaring lain yang tidak termasuk dalam kategori binatang

buas seperti kelinci maupun tupai, diperbolehkan untuk dimakan.


Sama halnya dengan biawak, hewan ini yang termasuk hewan buas menjadi

salah satu list makanan yang haram untuk di konsumsi. Biawak yang menjadi

hewan langka dan di lindungi ini adalah hewan buas meski tidak menunjukan

taringnya.

11. Hewan Berkuku Tajam

Selain hewan yang bertaring, dalam hadis Nabi Muhammad SAW di atas juga

mengharamkan mengkonsumsi daging dari burung yang memiliki kuku yang

tajam seperti burung elang, burung garuda, dan lain sebagainya. Burung-

burung tersebut biasanya memanfaatkan kuku-kuku mereka yang tajam untuk

keperluan berburu mangsa, yaitu untuk mencengkeram mangsanya.

F. Perilaku konsumen yang tidak dibolehkan dalam islam

Sikap atau perilaku seorang muslim jika menjadi produsen, maka wajib

mengamalkan apa yang tidak boleh dilakukan ketika melakukan kegiatan

ekonomi dalam islam, seperti mengurangi timbangan, menjual barang yang

kualitasnya kurang baik dengan harga mahal, sehingga konsumen menjadi

tertipu oleh produsen. Produsen yang memiliki perilaku ekonomi islam tidak

akan pernah memikirkan berapa banyak lama yang mereka dapatkan, mereka

hanya mementingkan kepuasan konsumen saat mengkonsumsi barang atau jasa

yang mereka jual.

Perilaku konsumen yang disyariatkan oleh islam harus memiliki perilaku

atau sikap tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang atau pun jasa.

Konsumsi secara berlebihan merupakan ciri khas masyarakat yang tidak

mengenal Tuhan, disebut dalam islam dengan istilah Israf (pemborosan)


atau Tabzir (menghamburkan harta tampa guna). Perilaku berlebihan itulah

yang sangat harus dihindari dalam ekonomi islam, tidak perlu dalam

konsumen islam memiliki perilaku berlebihan dalam memenuhi kebutuhan

sehari- hari, berusahalah merasa cukup dengan apa yang kita miliki dan

bersyukur.

Contoh dari aturan syariat seperti manusia dilarang untuk mengkonsumsi

barang yang sudah jelas diharamkan untuk dikonsumsi, berlebih-lebihan,

gaya hidup hedonisme yang mementingkan kesenangan dan kemewahan

semata, berpoya-poya / boros dan berperilaku lainnya yang dilarang oleh

islam.

Sebagaimana seorang muslim tidak boleh memperoleh harta haram, ia juga

tidak akan membelanjakannya untuk hal yang haram. Beberapa sikap lain

yang harus diperhatikan adalah:

- Menjauhi berhutang

Setiap muslim dianjurkkan untuk menyeimbangkan pendapatan dan

pengeluarannya. Jadi, berhutang sangat tidak dianjurkan, kecuali untuk

keadaan yang sangat terpaksa. Kebiasaan berhutang pada dasarnya

menunjukkan rasa kurang bersyukur kepada Allah serta akan mendorong

perilaku konsumtif.

Anda mungkin juga menyukai