Judul Tafsir Ayat-Ayat Konsumsi dan Implikasinya Terhadap
Pengembangan Ekonomi Islam Penulis Abdurrohman Kasdi Identitas jurnal Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah, [S.l.], v. 1, n. 1, p. 18-32, may 2014. ISSN 2502-8316. Available at: <https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/190>. Date accessed: 07 sep. 2022. doi:http://dx.doi.org/10.21043/equilibrium.v1i1.190. Reviewer Jihadul Mustafid Hasil reviewer: Judul Tafsir Ayat-Ayat Konsumsi dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Ekonomi Islam Abstrak Seluruh kegiatan ekonomi berawal dari kebutuhan fisik manusia untuk dapat terus hidup di dunia ini. Segala keperluan untuk bertahan hidup akan sekuat tenaga diusahakan sendiri, namun ketika keperluan untuk hidup itu tidak dapat dipenuhi sendiri, maka terjadilah interaksi sosial dalam memenuhi keperluan hidup di antara manusia. Interaksi inilah yang sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan penawaran, interaksi konsumsi dan produksi, sehingga muncullah pasar sebagai wadah interaksi ekonomi ini. Dalam Islam dijelaskan bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada manusia agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan umat Islam. Sedangkan manusia mempunyai dua fungsi dalam dunia ini, yaitu sebagai hamba Allah yang bertugas untuk beribadah kepada-Nya dan sebagai khalifah yang bertugas untuk memakmurkan dan mensejahterakan bumi Allah. Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada manusia sebagai khalifah Allah adalah kegiatan ekonomi secara umum dan kegiatan konsumsi secara khusus. Islam mengajarkan kepada manusia untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah dalam menjalankan fungsinya sebagai khalifah tersebut. Kata Kunci: tafsir, ayat konsumsi, ekonomi Islam Pendahuluan Sebagai sumber ajaran Islam, al-Qur`an perlu ditafsirkan untuk menghasilkan pemahaman yang tepat mengenai perilaku kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pilihan atas masalah ini didasarkan pada kebutuhan terhadap konsumsi yang seimbang dalam tatanan perekonomian. Islam memposisikan konsumsi sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang bertujuan mengumpulkan pahala menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah (public interest or general human good) atas kebutuhan dan kewajiban. Berdasarkan teori Maslow, keperluan hidup itu berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat kebutuhan dasar (basic needs), kemudian pemenuhan keperluan hidup yang lebih tinggi kualitasnya seperti keamanan, kenyamanan dan aktualisasi. Pemanfaatan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Allah sudah memberikan batasan apa yang perlu dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi oleh manusia. Dalam banyak ketentuan perilaku ekonomi Islam, dominasi motif “kebutuhan” (needs) menjadi nafas dalam perekonomian bernilai moral Islam ini, bukan keinginan. Kebutuhan (needs) lebih didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Masalah/focus pembahasan Bagaiamana etika Konsumsi dalam Islam, Ketentuan Dasar dab Faktor Mashlahah dalam Konsumsi serta implikasinya dalam perkembangan ekonomi islam Metode Metode penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif Hasil dan Kata “konsumsi” berasal dari bahasa Belanda consumptie, yang artinya pembahasan suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung (Qardhawi, 1995). Sedangkan dalam ekonomi konvensional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang hedenostik- materialistik, individualistik, dan boros. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip dasar bagi konsumsi adalah “saya akan mengkonsumsi apa saja dan dalam jumlah berapa pun sepanjang anggaran saya memenuhi dan saya memperoleh kepuasan maksimum”. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar, yaitu: Prinsip Keadilan, Prinsip Kebersihan, Prinsip Kesederhanaan, Prinsip Kemurahan Hati, dan Prinsip Moralitas. hal ini Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. ” (QS. Al-A'raf Ayat 31) Berdasarkan ayat ini dan sunnah yang semakna dengan ayat itu, maka disunahkan untuk mempercantik diri setiap kali melakukan shalat, terutama shalat Jum`at, shalat Jamaah dan shalat Idul Fitri. Selain itu, ayat ini juga merupakan anjuran untuk tidak berlebih- lebihan dalam berkonsumsi. Kedua, anjuran mengkonsumsi yang baik dan halal, Allah SWT berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. ” (QS. Al-Baqarah Ayat 168) Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan makanan yang halal lagi baik, serta melarang mereka memakan makanan yang diharamkan kepadanya (Al-Rifa`i, 1999: 267). Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku sebagai hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan sarana untuk diterimanya do`a dan ibadah. sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT yang artinya: “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat- ayat-Nya. ” (QS.Al-An'am Ayat 118) Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada umat Islam perkara yang diharamkan kepada mereka, kecuali apa yang terpaksa mereka memakannya (dalam kondisi madharat). Keempat, dalam mengkonsumsi harus punya prinsip; menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, hal itu sebagaimana yang dijelaskan firman Allah SWT yang artinya: Ayat ini juga menganjurkan kepada umat Islam untuk menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk. Dari ayat di atas “Dan janganlah kamu menjadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu,” maksudnya, janganlah kamu bakhil, tidak mau memberi apapun kepada siapa saja. firman Allah SWT yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. ” (QS. Al-Maidah Ayat-87) Pemanfaatan konsumsi secara berlebih-lebihan merupakan ciri khas masyarakat yang disebut dalam Islam dengan istilah isyraf (pemborosan) atau tabzir (menghabur-hamburkan harta tanpa guna). Batasan konsumsi dalam Islam tidak hanya memperhatikan aspek halal-haram saja, tetapi termasuk pula yang diperhatikan adalah yang baik, cocok, bersih, tidak menjijikan. Kesimpulan Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa perilaku ekonomi Islam tidak didominasi oleh nilai alamiah yang dimiliki oleh setiap individu manusia, ada nilai di luar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi mereka. Nilai tersebut adalah Islam itu sendiri, yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia. Jadi berkaitan dengan variabel keinginan dan kebutuhan ini, Islam sebenarnya cenderung mendorong keinginan pelaku ekonomi sama dengan kebutuhannya. Dengan segala nilai dan norma yang ada dalam akidah dan akhlak Islam peleburan atau asimilasi keinginan dan kebutuhan dimungkinkan untuk terjadi. Teori perilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar syariah Islam. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar, yaitu: Prinsip Keadilan, Prinsip Kebersihan, Prinsip Kesederhanaan, Prinsip Kemurahan Hati, dan Prinsip Moralitas. Peleburan keinginan dengan kebutuhan dalam diri seorang muslim terjadi melalui pemahaman dan pengamalan akidah dan akhlak yang baik (Islamic norms). Sehingga ketika asimilasi itu terjadi, maka terbentuklah pribadi-pribadi muslim (homo-islamicus) yang kemudian menentukan perilaku ekonominya yang orisinil dan bersumber dari Islam. Secara simultan otomatis ekonomi tentu akan mengkristal menjadi sistem yang bersumber dari Islam.