Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

STUDI AYAT DAN HADIST EKONOMI SYARIAH


PRINSIP-PRINSIP DASAR AKTIFITAS EKONOMI ISLAM

OLEH:
FADHILA SYURTIKA NIM. 2220420061
RANIA SALSA NIM. 2220420142

A. Pendahuluan
Kajian ekonomi menurut Islam dan praktik bisnis berdasarkan
prinsip syariah dewasa ini tidak lagi merupakan keniscayaan, melainkan
sudah menjadi kenyataan dan semakin marak. Lembaga ekonomi dan
produk-produk bisnis Islami bermunculan dan tumbuh di berbagai belahan
bumi, bahkan di tengah masyarakat non muslim. Begitu pula pelatihan dan
pendidikan yang menyiapkan tenaga-tenaga untuk itu. Di kancah
akademis, kajian-kajian ilmiah mengenai konsep ekonomi Islam juga terus
bergulir dan kian mendalam.
Aktivitas ekonomi dalam lingkup akidah maksudnya adalah usaha
yang dilakukan oleh seorang muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah
dan sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Kesadaran
dan kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub
ialah akan melahirkan sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana‟ah dan isti‟anah
(memohon pertolongan Allah) baik dengan solat maupun berdoa, sehingga
segala usaha yang dilakukannya tidak pernah terputus dangan Allah.
Sedangkan aktivitas ekonomi dalam lingkup syariah (menurut
aturan Allah) maksudnya adalah, dalam melakukan aktivitas ekonomi
(„Amal al-Iqtishadi) seseorang harus menyesuaikan diri dengan aturan Al-
Quran dan Hadis. Memang harus diakui, bahwa Al-Quran tidak

1
Fadhila Syurtika adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Ekonomi
Syariah
2
Rania Salsa adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Ekonomi Syariah

1
menyajikan aturan yang rinci tentang norma-norma dalam melakukan
aktivitas ekonomi. Tetapi hanya mengamanatkan nilai-nilai (prinsip-
prinsip) nya saja.
Makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip dasar aktifitas
Ekonomi Islam.

B. Penjelasan istilah Prinsip-prinsip Dasar Aktifitas Ekonomi Islam


Prinsip Ekonomi Islam dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam,
para pelaku ekonomi memegang teguh prinsip-prinsip dasar yaitu Prinsip
ilahiyah dimana dalam ekonomi Islam kepentingan individu dan
masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu asas
keselarasan, keseimbangan dan bukan persaingan sehingga tercipta
ekonomi yang seadil-adilnya. Prinsip ekonomi Islam bahwa semua
aktivitas manusia termasuk ekonomi harus selalu bersandar kepada Allah
dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat berarti
dalam mencari rizki harus halal. Secara garis besar ekonomi Islam
memiliki beberapa prinsip dasar yaitu Al-Qur‟an dan sunnah sebagai
sumber pengaplikasianya. Sumber daya dipandang sebagai pemberian
atau titipan dari Allah Swt. kepada manusia Islam mengakui pemilikan
pribadi dalam batas-batas tertentu. kekuatan penggerak utama ekonomi
Islam adalah kerja sama. Ekonomi Islam menolak terjadinya kekayaan
yang dikuasai oleh segelintir orang saja. Zakat harus dibayarkan atas
kekayaan yang telah memenuhi nisab serta Islam juga melarang riba dalam
segala bentuk.
Maka dari itu inti dari ekonomi Islam adalah menyangkut
kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak dalam bertransaksi. Hal ini
mencakup berbagai bidang, seperti pemasaran, lembaga keuangan dan
jasa, serta industri yang berkelanjutan, perkebunan, kehutanan, kelautan.
Dan juga perangkat besertifikat mutu manajemen, seperti ISO, BAN,

2
Sertifikasi Risk Management, Sertfikasi Guru dapat menjadi bagian dari
ekonomi Islam.3
Kegiatan ekonomi dalam ajaran Islam adalah bagian dari
muamalah. Bidang muamalah ini masuk ke dalam kelompok ibadah
„ammah, di mana aturan tata pelaksaannya lebih banyak bersifat umum.
Aturan-aturan yang bersifat umum dimaksud kemudian oleh para ulama
disimpulkan dalam sebuah kaidah Ushul yang berbunyi: “al-Ashlu fi al-
Mu‟amalah al-Ibahah Hatta Yadulla al-Dalil „ala Tahrimiha” yang
artinya yaitu hukum asal dalam muamalah adalah boleh selama tidak ada
dalil yang mengharamkannya.4
Dalam persoalan-persoalan muamalah yang dipentingkan adalah
pokok makna yang terkandung dalam suatu bentuk muamalah serta
sasaran yang akan dicapainya. Jika muamalah yang dilakukan dan
dikembangkan itu mengandung pokok yang dikehendaki oleh syara‟,
sesuai dengan prinsip dan kaidah yang ditetapkan syara‟, serta bertujuan
untuk kemaslahatan umat manusia dan menghindarkan kemudaratan dari
mereka, maka jenis muamalah tersebut dapat diterima.5
Adapun konsep akhlak yang menjadi posisi tertinggi karena
menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan
para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. Prinsip-
prinsip yang menjadi pedoman dalam melakukan aktifitas ekonomi Islam,
yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid merupakan pondasi ajaran Islam serta dasar dari
setiap bentuk aktivitas kehidupan manusia. Quraish Shihab
menyatakan bahwa tauhid mengantar manusia dalam kegiatan

3
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Persepektif Hukum Islam: suatu tinjauan
Analisis Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004)
4
Jalaluddin ‘Abdurahman as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadzair (Singapore:
Sulaiman Mar’ie, t.t.), hal. 123.
5
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal. 18

3
ekonomi untuk meyakini bahwa kekayaan apapun yang dimiliki
seseorang adalah milik Allah. Keyakinan demikian mengantar
seseorang muslim untuk menyatakan: “Sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.”6
Keyakinan atau pandangan hidup seperti ini, akan membawa
pada keyakinan dunia akhirat secara simultan dan seimbang, sehingga
seorang pengusaha tidak mengejar keuntungan materi semata.
Kesadaran ketauhidan juga akan mengendalikan seorang atau
pengusaha muslim untuk menghindari segala bentuk eksploitasi
terhadap sesama manusia. Dari sini dapat dipahami mengapa Islam
melarang transaksi yang mengandung unsur riba, pencurian, penipuan
terselubung, bahkan melarang menawarkan barang pada konsumen
pada saat konsumen tersebut bernegosiasi dengan pihak lain.
2. Prinsip „Adl (Keadilan)
Di antara pesan-pesan al-Quran (sebagai sumber hukum Islam)
adalah penegakan keadilan. Kata adil berasal dari kata Arab „Adl yang
secara harfiyah bermakna sama. Menurut Kamus Bahasa Indonesia,
adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak
kepada yang benar dan sepatutnya.7Dengan demikian, seseorang
disebut berlaku adil apabila ia tidak berat sebelah dalam menilai
sesuatu, tidak berpihak kepada salah satu, kecuali keberpihakannya
kepada siapa saja yang benar sehingga ia tidak akan berlaku sewenag-
wenang.
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat nya
adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap
makhluknya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi
harus memelihara hukum Allah di bumi dan menjamin bahwa

6
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, Cet. Ke-13, (Bandung, Mizan, 2009),
hal. 410.
7
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-1
Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal. 111.

4
pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan
manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil dan
baik. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat
adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan tidak
dizalimi. Poin yang dapat di ambil dari prinsip ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal
itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia
akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang satu
akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi
manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil
yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena
kerakusannya.
Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara
kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di bidang
usaha untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas”
dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta
jangan hanya saja beredar pada orang kaya, tetapi juga pada mereka
yang membutuhkan.8
3. Prinsip Nubuwwah (Kenabian)
Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak
dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu
diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari
Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di
dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal
segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model
terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di
dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah mengirimkan
manusia model yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai
akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model

8 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007), hal. 14

5
yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku
ekonomi serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur),
amanah (tanggungjawab, dapat dipercaya), fathonah (kecerdikan,
kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh (komunikasi keterbukaan
dan pemasaran).9
4. Prinsip Khilafah (Perwakilan)
Dalam Al-Qur‟an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan
untuk menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan
pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah
pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan
akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya” Ini
berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala
keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala Negara. Nilai ini
mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa
memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan
interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar
kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi.
5. Prinsip Ma‟ad (Hasil)
Prinsip Ma‟ad dalam islam yang berarti hasil (laba) yang
diperoleh di dunia juga menjadi laba di akhirat. Dan kita semua akan
kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi
terus berlanjut hingga alam akhirat. Pandangan yang khas dari seorang
Muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai “Dunia
adalah ladang akhirat”. Artinya dunia adalah wahana bagi manusia
untuk bekerja dan beraktivitas (beramal shaleh), namun demikian
akhirat lebih baik daripada dunia. Karena itu Allah melarang manusia
hanya untuk terikat pada dunia, sebab jika dibandingkan dengan
kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.
Ibadah yang paling baik adalah bekerja, dan pada saat yang
sama bekerja merupakan hak dan kewajiban. kewajiban masyarakat

9
Ibid, hal. 15

6
dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan kesempatan-
kesempatan kerja kepada para individu.
Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Ajaran
Islam memandang kehidupan manusia didunia ini seolah berpacu
dengan waktu. Umur manusia sangat terbatas dan banyak sekali
peningkatan yang harus dicapai dengan rentan waktu yang sangat
terbatas ini. kebaikan dan kesempurnaan merupakan tujuan dalam
proses ini. Nabi Saw pernah menyuruh seorang penggalian kubur
untuk memperbaiki lubang yang dangkal disuatu kuburan meskipun
hanya permukaannya saja. Beliau menetapkan aturan bahwa “Allah
menyukai orang yang bila dia melakukan suatu pekerjaan, maka ia
harus melakukannya dengan cara yang sangat baik”.
6. Prinsip Amanah
Amanah merupakan lawan kata dari khianat. Amanah berasal
dari bahasa Arab, amuna, ya‟munu, amanah, artinya dipercaya, jujur,
lurus, setia. Salah satu pembuktian iman adalah amanah, sifat amanah
akan mengantarkan pada keamanan, dan keamanan akan semakin
mantap jika berangkat dari sifat amanah yang didasari keimanan.10
Dalam dunia perbisnisan, amanah memegang peranan penting
dalam pengembangan berbagai bidang usaha. Kemaslahatan dalam
bentuk keseimbangan (untung rugi, plus minus, harapan dan resiko,
kewajiban dan hak, dan lain sebagainya) dalam hidup bermasyarakat
akan terealisir jika muamalah (interaksi dan transaksi) antar sesama
dilakukan dengan penuh amanah dan saling percaya.
Pentingnya sifat amanah dalam interaksi sosial maupun
transaksi finansial. Allah mengiringi kata amanah dengan perintah
bertakwa kepadanya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa amanah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketakwaan. Pemberian
amanah dan pelaksanaannya harus berjalan secara seimbang. Jika ada

10
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/ Pentafsiran al-Qur’an, t.t.), hal 49.

7
orang yang berani melakukan transaksi dengan modal kepercayaan,
maka orang yang dipercaya harus betul-betul memelihara kepercayaan
itu. Jika pemegang amanah berkhianat, tindakan ini akan merusak
keseimbangan. Efek negatif dari tindakan pengkhianatan itu, tidak saja
akan berdampak pada yang bersangkutan tidak lagi dipercaya orang
yang dia khianati, tetapi ketidakpercayaan bisa jadi akan meluas pada
orang yang tidak bersalah. Orang yang dikhianati bisa saja jera, dan
korbannya tidak hanya orang curang, tetapi orang jujurpun akan
menaggung getahnya.
7. Prinsip kerelaan
Prinsip kerelaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem Ekonomi Islam. Didalam Al-Quran sudah dijelaskan bahwa
ketika berbicara tentang jual beli menyebutkan kerelaan sebagai syarat
dalam melakukan aktivitas ekonomi.
Prinsip kerelaan dalam aktifitas ekonomi Islam disayariatkan
khiyar (kebebasan bagi pembeli untuk memilih untuk melanjutkan
transaksi atau mengembalikan barang yang kualitasnya tidak sesuai
dengan harga atau jika terdapat cacat). Tetapi prinsip kerelaan ini
tidak berlaku untuk semua bentuk transaksi. Transaksi yang dilarang
Islam tidak berarti dibolehkan dengan alasan sama-sama rela, misalnya
transaksi yang mengandung unsur riba.
8. Prinsip Kejujuran
Prinsip Kejujuran merupakan tonggak dalam kehidupan
masyarakat yang beradab. Setiap orang hendaknya dapat bersikap jujur
karena kejujuran dapat mendatangkan ketentraman hati,
menghilangkan rasa takut, dan mendatangkan keadilan. Islam
menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
menegakkan keadilan, menjadi saksi yang adil, dan tidak boleh
menyuburkan kebencian sehingga berlaku diskriminatif. Hal ini
menunjukkan bahwa orang yang dapat berkata jujur dan bertindak
sesuai dengan kenyataan berarti dapat berbuat adil dan benar.

8
Sedangkan orang yang tidak dapat dipercaya tutur katanya dan tidak
menepati janji dapat dikategorikan sebagai pendusta. Dengan
demikian, kejujuran harus dilandasi dengan kesadaran moral yang
tinggi, pengakuan terhadap persamaan hak dan kewajiban, perasaan
takut berbuat kesalahan dan dosa.11

Adapun prinsip-prinsip yang mendasar dalam Aktifitas Ekonomi


Islam adalah sebagai berikut:
1. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang
khusunya dalam dunia perekonomian adalah Iman, menegakkan akal
pada landasan Iman, bukan iman yang harus didasarkan pada
akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan Iman.
Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak kepada
kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu
bersumber dari syari‟ah Allah dan bertujuan akhir untuk Allah.
2. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur.
Tujuan ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera.
Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dan saling
tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying antar sesame
manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum lemah.
3. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena
bekerja adalah sebagai ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah
dan watak manusia untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera
dan makmur di bumi ini.
4. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga
merupakan asas tatanan ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan
yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam bukanlah hak milik
nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam bentuk
zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.

11
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, penerjemah Zainal Arifin,
Dahlia Husin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.179.

9
5. Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat Muslim
dengan landasan tegaknya keadilan.12

C. Riview Literatur
1. Riyani Fitri Lubis (2017) “Wawasan Ayat-Ayat Al-Qur’an dan
Hadits tentang produksi” dalam artikelnya yang mengatakan dalam
memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau
dijual di pasar, tetapi lebih jauh menekankan bahwa setiap kegiatan
produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial. Dalam ekonomi Islam
terdapat keyakinan adanya Allah SWT sehingga peran dan
kepemilikan dalam ekonomi dipegang oleh Allah kemudian
terwujudlah kemaslahatan individu dan masyarakat. Secara ringkasnya
bahwa produksi adalah serangkaian kegiatan untuk menghasilkan
barang bukan hanya untuk individu tetapi masyarakat dan makhluk
lainnya bertujuan kemaslahatan. Serangkaian kegiatan tersebut
dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul dan kebebasan
mengelola berbagai elemen dalam produksi diberikan kewenangan
kepada manusia, namun kepemilikan dipegang oleh Allah. Apabila
dikerjakan sesuai dengan tuntunan maka akan pahala yang didapat.
2. Maula Nasrifah (2018) “Sistem Ekonomi Islam dalam Al-Qur’an
dan Hadist” dalam artikelnya yang mengatakan bahwa Di dalam
menjalankan kehidupan, manusia tidak hanya dituntut untuk
menjalankan sholat, namun lebih dari pada itu, Allah SWT juga
memerintahkan kepada umat manusia untuk mencari nafkah yang
halal. Proses memenuhi kehidupan inilah yang kemudian
menghasilkan kegiatan ekonomi. Seperti jual beli, produksi, distribusi
dan kegaitan lain yang berhubungan dengan cara manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika kita melihat dari perkembangan
ilmu modern, Ekonomi Islam yang ada sekarang ini masih dalam

12
Muh. Said, Pengantar Ekonomi Islam dasar-dasar dan penngembangan,
(Pekanbaru: Suska Press, 2008), hal. 5-11

10
proses tahap pengembangan. Itu dikarenakan Ekonomi Islam sudah
terlalu lama ditinggalkan oleh umatnya. Berbagai pemerintahan
didalam dunia Islam dari mulai kolonial penjajah hingga saat ini
senantiasa memisahkan Islam dari dunia Ekonomi.
3. Hajar Swara Prihatta (2018) “Pemasaran dalam Perspektif
Ekonomi Islam” dalam artikelnya yang menyatakan bahwa
Pemasaran dalam Islam adalah bentuk muamalah yang dibenarkan
dalam Islam, sepanjang dalam segala proses transaksinya terpelihara
dari hal-hal terlarang oleh ketentuan syariah yang dalam keseluruhan
prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis)
dalam Islam. Nabi Muhammad sebagai seorang pedagang memberikan
contoh yang baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan
transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya
mengeluh, apalagi kecewa. Beliau selalu menepati janji dan
mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai
dengan permintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang
benar dan jujur telah tertanam dengan baik sejak muda. Beliau selalu
memperlihatkan rasa tanggung jawab terhadap setiap transaksi yang
dilakukan. Muhammad bukan saja sebagai seorang pedagang, beliau
adalah seorang nabi dengan segala kebesaran dan kemuliannya. Nabi
Muhammad sangat menganjurkan umatnya berbisnis (berdagang),
karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan
bagi keluarga tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain. Beliau
pernah berkata, “Berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian
penghidupan, sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang.”
4. Titan Nia Prameswary (2020) “Penerapan Prinsip Etika Bisnis
Islam Di Lazizaa Chicken & Pizza Kedungturi Sidoarjo” di dalam
artikel ini membahas tentang penerapan etika bisnis Islam yang
digunakan oleh restoran rumah makan di Sidoarjo yaitu Lazizaa
Chicken & Pizza Kedungturi Sidoarjo. Dalam Islam, suatu kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh seorang muslim harus terdapat unsur

11
atau nilai saling menguntungkan. Penerapan yang dilakukan juga
diterapkan dalam setiap aspek perekonomian yang terdiri dari
penyelenggaraan produksi, konsumsi maupun distribusi. Nilai-nilai
dasar etika bisnis Islam diantaranya Kesatuan, Keseimbangan,
Kehendak Bebas, Tanggung Jawab, dan Kebenaran: Kebajikan dan
Kejujuran.
5. Elvara Norma Aroyandini (2021) “Menanam tumbuhan dalam
Persepektif Ekonomi Islam dan Sains sebagai upaya preventif
untuk mengurangi kerusakan lingkungan” pada artikel ini
membahas mengenai Islam melalui ajaran Nabi Muhammad SAW
sangat menekankan agar manusia menanam tumbuhan di bumi.
Melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad disebutkan
bahwa meskipun besok adalah hari kiamat, umat Islam masih tetap
diperintahkan untuk menanam bibit kurma yang dimilikinya. Tentu,
yang dimaksudkan dalam hadis ini tidak hanya tumbuhan kurma saja,
tetapi juga segala bentuk tumbuhan yang membawa manfaat. Tidak
hanya itu, Allah SWT bahkan akan menghargai upaya menanam serta
manfaat yang ditorehkan dari kegiatan tersebut sebagai sedekah jariyah
yang pahalanya tetap mengalir meskipun penanam telah meninggal
dunia.

D. Pembahasan Tafsir
1. Halal dan Thayyib ; Qs. Al-Baqarah/2:172
‫ۡي ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
)١٧٢( ‫َآٰي يُّها اَّل ِذ ۡيي َآٰي ُک ۡي ُک ُک ۡي ِذ ۡي ِذِّيَآٰي ِذ ا َآٰي ُک ۡي ا ُک ُک ۡي ِذَآٰيِّيِذ ِذ ُک ُک ۡي ِذ َّل ُک ۡي ُک ُک ۡي‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki


yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadanya
kamu menyembah”.13

13
Departeman RI Jakarta, Al-Quran Terjemah Bahasa Indonesia (Jakarta: Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an, 2001), hal. 41.

12
Ayat di atas menjelaskan tentang Allah SWT memerintahkan
kepada kita untuk memakan rezeki yang baik serta halal sebagaimana
yang telah diberikan nya kepada kita, maka dari itu kita sebagai
hamba-hamba Allah bersyukur kepadanya atas hal-hal baik yang telah
diberikannya. Karna apabila kita memakan rezeki yang halal maka
segala urusan kita akan di lancarkan atau doa dan ibadah kita
dikabulkan oleh Allah SWT.14
2. Bukan Makanan / Harta dan Produksi yang Diharamkan ; Qs. Al-
Maidah/5:3

‫ۡي ۡي ۡي‬ ‫ۡي ۡي‬ ‫ۡي‬ ۤ ‫ۡي ۡي ۡي ۡي‬ ‫ح ِذ ۡي ع ۡي ُک ۡيام ۡي‬


‫َّلم َل ُک ۡلِذ ِذزي ِذ ا ُکِذه َّلل اِذغ ِذۡي َآٰيِّيِذ بِذه ا ُکم خِذقةُک ام ُک ذةُک‬ ‫ا‬
‫ُک ُک ُک‬ ‫ة‬ ‫ُک ۡي ِّي‬
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ِذ‬ ۤ ‫ۡي‬
‫ا ذُک بِذ ع اُّ ُک ِذ‬ ‫ا ُکم ِذِّييةُک اَّل ِذ ةُک ا ل َّل‬
‫الُک ُک َّل ا ذ َّل ُک‬
‫ۡي ِذ ۡي ِذ ۡيي ِذ ُک ۡي َل ۡيَتش ۡي ه ۡي‬ ‫ۡيل ۡيق ِذلم ۡي ِذ ۡي ۡي ِذم َآٰيذ اِذ ُک ۡي ِذ ۡيل ۡيا ۡي م ي ِٕٮ اَّل ِذ ۡي‬
‫ي‬
‫ُک‬ ‫ُک‬ ‫ٌق‬ ‫ُک‬
‫ِذۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
‫ۡياش ۡي ِذ ا م م ُک ا ُک ِذي ُک ۡتم ُک ع ُک نِذ م ِذ ۡيِت ِذض ُک ا ُک ُک سَلم‬
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
)٣( ‫ِذ ۡيي ًا م ِذ ض ُکَّل ِذ ۡي م ٍةة ۡي ُک انِذ ٍة ِذِّيِذ ٍة اِذ َّل َآٰيِّي ُک ۡي ٌق َّل ِذح ۡيٌقم‬
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas
(nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula)
mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu
suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu
untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan
telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi
barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin
berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang”.15

14
Tafsir Ibnu Katsir/Abdullah bin Muhammad bon Abdurahman Alu syaik,
Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir. Penerjemah, M, Abdul Ghoffar, ( Jakarta: Pustaka Imam
Asy- Syafi’i, 2008).
15
Departemen RI Jakarta, op.cit, h. 151

13
Ayat di atas menjelaskan tentang Allah telah mengharamkan
bangkai, yaitu binatang yang telah berakhir kehidupannya tanpa
proses penyembelihan, Allah juga mengharamkan daging babi, dan
binatang-binatang yang disebut nama selain Allah ketika
penyembelihannya, hewan yang tercekik yang nafasnya terhenti
hingga mati, dan juga binatang yang dipukul dengan tongkat atau batu
hingga mati, serta binatang yang jatuh dari tempat yang lebih tinggi
atau tercebur ke dalam sumur hingga mati. Dan Allah juga
mengaharamkan bagi kita binatang-binatang yang dimangsa oleh
hewan-hewan buas, seperti singa, harimau, serigala, dan hewan
lainnya. Allah menghalalkan binatang-binatang yang sempat kita
sembelih dengan menyebut namanya sebelum mati. Allah juga
mengharamkan bagi kita untuk mencari tahu nasib yang belum
ditentukan untuk kita dengan azlam, yaitu anak panah yang dahulu
dipergunakan untuk mengundi nasib.16
3. Transaksi Halal dan Ridha, Tidak Zalim, dan Tidak Curang ; Qs. An-
Nisa‟/4:29-30
ۡۚ‫ِذ ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
‫ض ِّي ُک‬ ‫ُک ِذ َآٰي ةً ع‬ ‫َآٰي يُّها اَّل ِذي ُک ْا ُک ُک ْا ۡي َآٰي ا ُک ب ۡي ُک بِذ اَآٰي ِذ ِذل ِذَّل‬
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ۡۚ ‫ۡي‬
‫ي ۡيل َآٰيذاِذك عُک َآٰي ان ظُک ما ل ۡي ف‬ ٢٩ ‫قُک ُک ْا ن ُکل ُک ۡي ِذ َّل َّل ا بِذ ُک ۡي ِذح ما‬
ۡۚ
)٣٠( ‫نُک ۡي ِذ ِذه ان ا َآٰيذاِذك ع َّلِذ ي ِذل ًۡي‬
Artinya: “29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

30. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar


hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke
dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”.17

16
Tafsir Al-Muyassar Kementerian Agama Saudi Arabia
17
Departemen RI Jakarta, op.cit, h. 119

14
Ayat di atas menjelaskan tentang Allah Swt melarang hamba-
hamba nya yang beriman memakan harta orang lain dengan cara yang
batil, yaitu dengan usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan
cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam
kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan
pengelabuan. Jadi, siapapun yang melakukan hal-hal yang diharamkan
oleh Allah terhadap dirinya dengan melanggar kebenaran yang
dilakukannya maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka ini
merupakan ancaman yang keras dan juga peringatan supaya kita
sebagai manusia yang mempunyai akal sehat agar bersikap hati-hati
dan waspada dalam melakukan segala sesuatu tindakan.18
4. Transaksi Tidak Mengandung Riba dengan Segala Bentuknya ; Qs. Al-
Baqarah/2:275-279.19
a. Al-Baqarah / 275
‫ۡي‬
‫اش ۡي َآٰي ُک ِذ ام ِذِّي َآٰيذ‬
‫ما ي ُکق ۡي ُکم اَّل ِذ ۡيى ي خَّل ُکهُک َّل‬ ‫اَّل ِذ ۡيي ۡي ُک ُک ۡي ا ِذَآٰيب ي ُکق ۡي ُک ۡي ِذَّل‬
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي ۡيۤ ِذِّي ۡي‬
‫ح َّلل َآٰيِّيُک ا ۡي حَّلم اِّيِذَآٰيب م ۡي جا ۡي ِذعظ ٌقة‬ ‫ۡي‬
‫اِذك ِذ ن ُکَّله ااُک َّلَّنا ا ُک ث ُکل اِّيِذَآٰيب‬
‫ِذ‬
‫ۡي عا ا َآٰيا ِٕٮ ك ۡي َآٰي اَّلا ِذ ه ۡي‬ ‫ِذ َآٰي ِذ‬ ‫ۡي‬ ‫ِذ ۡي ِذ ۡي‬
‫ُک‬ ‫ُک‬ ‫ُک‬ ‫ِّي‬ ‫ُک‬ ‫س‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫َآٰي‬ ‫ان‬ ‫ِّي َّلبِّيه‬
)٢٧٥( ‫ِذ ۡي ها َآٰياِذ ُک ۡي‬

Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan
setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka
berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya,
lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka
itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

18
Tafsir Ibnu Katsir/Abdullah bin Muhammad bon Abdurahman Alu syaik,
Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir. Penerjemah, M, Abdul Ghoffar, ( Jakarta: Pustaka Imam
Asy- Syafi’i, 2008).
19
Depertemen RI Jakarta, op.cit, h. 69

15
Ayat di atas menjelaskan tentang orang-orang yang
memakan riba dan menghalalkannya karena kecintaannya terhadap
harta dan telah mengikuti hawa nafsunya, serta orang-orang yang
yang memakan harta orang lain dengan cara batil tanpa kerja keras
atau usaha maka mereka akan merasakan kegelisahan, tidak
tenang, hati tersiksa, dan tenggelam di dalam masalah-masalah
dunia, ini adalah seperti orang yang dikuasai dan dirasuki oleh
setan atau jin. Ketika Mereka di akhirat kelak dibangunkan dari
kuburnya akan tampak lebih parah, mereka berjalan sempoyongan
dan tampak sangat berat sekali karena memikul beban berat harta
haram yang mereka hasilkan di dunia dengan cara riba.20
Ayat tersebut juga menyampaikan ucapan dari mereka yang
menyatakan bahwa, “jual beli tidak lain kecuali sama dengan
riba” ini maksud adalah mereka melihat bahwa tambahan riba
yang dibayarkan ketika masa pembayaran utang jatuh tempo
adalah seperti pokok harga pada awal akad karena pada umumnya
orang Arab hanya mengetahui bentuk transaksi seperti ini. Jika
pembayaran utang telah jatuh tempo maka orang yang memberi
pinjaman berkata kepada orang yang meminjam, “kamu boleh
memilih antara membayar utang yang ada atau kamu tidak
membayarnya, namun jumlah utang yang ada bertambah.”21
Sedangkan pada penggalan ayat Allah sudah menjelaskan
bahwa, “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
karena pada dasarnya didalam jual beli ini merupakah hal yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, sedangkan aktivitas
riba ini merupakan hal yang merusak kehidupan manusia.22

20
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir Fil’Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj, vol.
2, h. 115.
21
Ibid h. 116.
22
Sayyid Quthb, Fi Zhilali Al-Qur’an Terj As’ad Yasin dkk, vol. 1, h. 383.

16
b. Al-Baqarah / 276

‫ۡي‬
)٢٧٦( ‫َآٰيِّيُک ُکِذ ُّ ُک َّلل َّلا ٍة ِذۡي ٍة‬ ‫َآٰي ا ِذَآٰيب ي ۡي ِذ ا َّل َآٰي ِذ‬
‫ُک ِّيُک ِّي ُک‬
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran dan bergelimang dosa”.

Ayat di atas Allah telah memperingatkan berbagai bahaya


yang diakibatkan oleh riba dan memperingatkan bahwa harta yang
diperoleh dengan cara riba akan musnah tak tersisa. Allah swt
menghilangkan keberkahan dari harta riba, tidak menjadikannya
bertambah dan berkembang. Meskipun, secara sekilas harta yang
ada bertambah dengan adanya riba. Sebenarnya harta tersebut
sedang berjalan menuju kemusnahan.23
Pada penggalan ayat “Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah” ini merupakan ancaman dan janji Allah.
Seperti yang kita melihat tidak ada seorang pun di antara
masyarakat yang berbisnis dengan riba yang hidupnya berkah,
makmur, bahagia, aman, dan tentram. Allah memusnahkan
keberkahan riba sehingga tidak ada masyarakat yang terikat dengan
sistem karna bakal mengalami kesusahan hidup dan kesengsaraan.
Memang ada kita melihat secara lahir orang-orang yang melakukan
aktivitas riba mengalami kemakmuran, produksi, dan penghasilan-
penghasilan mereka yang melimpah, akan tetapi berkahnya tidak
sebesar di dalam menikmati kesenangan dan keamanannya.24

c. Al-Baqarah / 277
‫ۡي‬
‫ا ُک ا َّل َآٰي ة َآٰي ُک َّلازَآٰي ة ُک ۡي ۡيج ُک ُکه ۡي ِذع بِذِّيِذه ۡيم‬ ‫َآٰي ِذ َآٰي ِذ‬
‫ِّي‬ ‫ِذ َّل اَّل ِذ ۡيي َآٰي ُک ۡي ع ِذم ُک ا‬
)٢٧٧( ‫زن ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ا ۡي ف ع ۡي ِذه ۡي ه ۡي‬
‫ُک‬ ‫ُک‬ ‫ٌق‬

23
Wahbah Zuhaili, op.cit, h.117
24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 1, h. 723.

17
Artinya: “Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan
kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”.

Ayat di atas menjelaskan tentang sesungguhnya orang-


orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, pasti akan
membenarkan semua bentuk perintah dan larangan yang datang
kepada mereka, menjalankan amal saleh yang bisa meluruskan jiwa
mereka, seperti menghibur dan membantu orang-orang yang berada
dalam keadaan susah, memberi waktu tenggang kepada orang yang
berutang yang baru mengalami kesulitan ekonomi, menegakkan
shalat yang bisa mengingatkan seorang mukmin kepada Tuhannya
dan bisa semakin mendekatkan dirinya kepadanya, membayar zakat
yang bisa membantu meringankan beban kemiskinan dan bisa
menciptakan kondisi saling mencintai di antara sesama maka bagi
mereka pahala yang sempurna yang tersimpan di sisi Allah mereka
yang menjanjikan akan merawat dan menjaga urusan mereka,
sehingga mereka tidak merasa takut terhadap apa yang akan terjadi
dan tidak merasa sedih dan menyesal atas apa yang telah lalu.
Tetapi secara khusus Allah menyebutkan shalat dan zakat,
padahal kedua ibadah ini sebenaranya sudah tercakup ke dalam
maksud amal-amal yang saleh. Hal ini bertujuan untuk
mengingatkan bahwa keduanya merupakan dua bentuk ibadah yang
sangat penting, karena keduanya merupakan dua pokok ibadah
yang paling mulai di antaranya.25
d. Al-Baqarah / 278
‫ۡي ۡي‬ ۤ
)٢٧٨( ‫يَآٰي ايُّها اَّل ِذ ۡي َآٰي ُک ُکَّلق َآٰيِّي ذ ُک ۡي ا ب ِذق ِذ اِّيِذَآٰيب ِذ ُک ُک ۡي ُّ ۡي ِذ ِذ ۡي‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada


Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu orang beriman”.

25
Wahbah Zuhaili, op.cit, h.118

18
Ayat di atas menjelaskan tentang siapa saja yang tidak
meninggalkan riba setelah adanya larangan Allah dan ancaman,
maka orang tersebut dikatakan tidak beriman, dan dia akan tetap
dineraka. Meskipun dia beriman terhadap apa yang dibawah oleh
agama, tetapi ia mengingkari sebagian ajarannya, bahkan tidak
mengamalkannya, maka orang seperti ini dinyatakan sebagai tidak
beriman, walaupun melalui mulutnya menyatakan diri sebagai
orang yang beriman.26
Pada penggalan ayat “bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang
beriman” ini maksud nya takutlah kita kepada api neraka, karna itu
adalah perintah dari Allah. maka “tinggalkanlah riba yang masih
digenggamanmu, karena yang telah kamu genggam itu masanya
sudah berakhir, sedangkan yang belum berada dalam
genggamanmu jangan diambil dan tinggalkanlah.” Dan juga jangan
katakan kehidupanku sangat bergantung dari aktivitas riba ini,
karena kehidupan ekonomi tidak dibangun atas dasar kesepakatan
riba, tapi sebaliknya yaitu saling ridha dan rela.27
e. Al-Baqarah / 279

‫ۡيم‬ ‫ك‬ ‫ۡي ۡي ۡي ِذ‬ ‫َآٰي ِذ س ۡي اِذه ِذ ۡي ۡي ۡي‬ ‫ِذ ۡي ٍة ِذ‬ ‫اِذ ۡي ۡيَّل ۡي ُک ۡي ۡياذن ۡي‬
‫ُک ُک ُک ُک ا ُک‬ ‫ُک ُک‬ ‫ِّي ُک‬ ‫ِّي‬ ‫ُک‬
)٢٧٩( ‫ۡيظ م ۡي‬ ‫ۡيظِذم ۡي‬
‫ُک ُک‬ ‫ُک‬
Artinya: “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah
perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu
bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu
tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi
(dirugikan)”.

Ayat diatas menjelaskan tentang apabila seseorang tidak


memberhentikan praktik riba maka ia akan memerangi Allah.
perang yang dimaksud disini tidak dalam bentuk mengangkat

26
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Terj K. Anshori Umar Sitanggal
dkk, vol. 3, h. 115.
27
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Khawatir asy-Sya‟rawi, vol. 2, h. 126.

19
senjata, tetapi segala upaya untuk memberantas dan
memberhentikan praktik riba. Pada penggalan ayat “Jika kamu
bertaubat”, maksudnya tidak lagi melakukan transaksi riba dan
melaksanakan tuntunan Ilahi ini, tidak mengambil sisa riba yang
belum diambil, maka perang tidak akan berlanjut, bahkan kamu
boleh mengambil kembali pokok hartamu dari mereka. Dengan
demikin kamu tidak menganiaya mereka dengan membebani
mereka pembayaran hutang yang melebihi apa yang mereka terima,
dan tidak pula dianiaya oleh mereka karena mereka harus
membayar penuh sebesar jumlah uang yang mereka terima.28
5. Profesional, Jujur, dan Amanah ; Qs. An-Nisa‟/4:58

‫ح ۡيمُک ۡي ب ۡي اَّلا ِذ ۡي ۡي ُک م ۡي ِذ ۡيا ۡي ِذ‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬


‫ُک ُکُک ۡي ُک ُّ َآٰي َآٰي ِذ ِذ َآٰي ۡيهِذها ۙ ِذذ‬
‫ۡي‬
‫ِذ َّل‬
‫ُک‬ ‫َآٰيِّي‬
‫نِذ ِذما ي ِذظ ُک ۡي بِذه ِذ َّل َآٰي ا ِذَس ۡي ًۢ ا ب ِذ ۡي‬ ‫ِذ َّل‬
) ٥٨( ً ً ‫ِّي‬ ‫َّل ُک‬ ‫َآٰيِّي‬
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu
menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah
Maha Mendengar, Maha Melihat”.29
Ayat di atas menjelaskan tentang memerintahkan agar
menyampaikan amanat kepada yang berhak. Pengertian amanat
dalam ayat ini, ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang
untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata amanat dengan
pengertian sangat luas, yaitu amanat Allah kepada hambanya,
amanat seseorang kepada sesamanya dan terhadap dirinya sendiri.
Amanat Allah terhadap hambanya yang harus dilaksanakan antara
lain yaitu melaksanakan apa yang diperintahkannya dan menjauhi
larangannya.30

28
M. Quraish Shihab, op.cit, h. 598
29
Departemen RI Jakarta, op.cit, h. 125
30
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Widya Cahaya,
2011), h. 197.

20
6. Timbangan/Takaran yang Benar ; Qs. Al-Isra‟/17:35
‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬ ‫ۡي‬
)٣٥( ‫ۡي ُک ا ۡي ل ِذذ ِذ ُک ۡي ِذنُک ۡي ِذ ا ِذق ۡيل ا ِذ ا ُکم ۡيل ِذق ۡي ِذ َآٰيذ اِذك ا ۡي ٌق َّل ۡيحل ُک ِذ ۡيي ًَل‬

Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar,


dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah
yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.31
Ayat di atas menjelaskan tentang penyempurnaan takaran
dan timbangan secara baik (khair) dan lebih bagus akibatnya,
karena penyempurnaan takaran/timbangan melahirkan rasa aman,
ketenteraman, dan kesejahteraan hidup masyarakat, yang antara
lain bila masing-masing memberikan apa yang berlebihan dari
kebutuhannya dan menerima yang seimbang dengan haknya.
Ini tentu saja memerlukan rasa aman menyangkut alat ukur,
baik takaran maupun timbangan.
Sikap jujur dalam memenuhi takaran dan timbangan
memiliki manfaat secara meluas. Bukan saja menyangkut urusan
seorang hamba (pedagang) dengan Allah swt atau mengenai
pertanggungjawaban diakhirat kelak, tetapi jika dianalisis lebih
lanjut bahwa memberikan hak orang lain dengan semestinya, dalam
hal ini memenuhi takaran akan mendatangkan efek positif dalam
kehidupan masyarakat secara umum dan pedagang itu sendiri.
Tidak ada kecurigaan seorang pembeli kepada pedagang yang
dikenal jujur dalam menakar suatu barang, sehingga menyebabkan
pedagang mendapat kepercayaan dari para pembeli. Begitupula
sebaliknya, jika para pembeli sudah menaruh rasa curiga kepada
para penjual, bahwa mereka tidak mendapatkan haknya secara
patut maka dengan sendirinya pedagang yang sudah mendapat label
tidak jujur dalam menakar timbangan akan dijauhi oleh
konsumen.32

31
Departemen RI Jakarta, op.cit, h.
32
M. Quraish Shihab, op.cit, h.85

21
7. Ahli dalam Mengelola Aset atau Ahli dalam Bekerja ; Qs. An-
Nisa‟/4:5-6
a. An-Nisa‟ / 5
‫ۡي اُک ۡي‬ ‫ال ها ۡي ا ُک اَّلِذ ۡيِت ج ل َآٰي ا ُک ۡي ِذَآٰي ما ۡي ۡي ه ۡي ِذ ۡي ها ۡي ل ۡي ه ۡي‬ ‫ۡي‬
‫ُک‬ ‫ُک ُک‬ ‫ً َّل ُک ُک ُک‬ ‫ِّيُک‬ ‫ُک‬ ُّ ‫ُک ُک‬
) ٥( ‫َّل ۡي ُک ۡي ًا‬ ً ‫ُک ۡي ۡي‬
Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang
belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik”.
Ayat di atas menjelaskan tentang larangan menyerahkan
harta mereka bila mereka belum mampu mengurus. Dan janganlah
kalian serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, yaitu
anak yatim atau orang dewasa yang belum mampu mengurus, harta
mereka yang ada dalam kekuasaan kalian yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan, penyangga hidup, penopang urusan, dan
penunjang berbagai keinginan dalam kehidupan ini. Sebab, dalam
kondisi seperti itu mereka akan menghabiskan harta tersebut secara
sia-sia. Karena itu, berilah mereka belanja secukupnya dan pakaian
selayaknya yang bisa menutupi aurat dan memperindah
penampilan, dari hasil harta yang kalian usahakan itu. Bersikaplah
lemah lembut dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik
sehingga membuat perasaan mereka nyaman dan tenteram.

b. An-Nisa‟ / 6
‫ۡي‬ ‫ا ۡي ۡيۤ ِذا ۡي ِذه ۡي ۡي‬ ‫ِذ ۡي ۡي ۡي ۡي ۡي ۡي‬ ‫ِذ‬ ‫ۡي ۡي‬
‫ُک‬ ‫ُک‬ ً ‫ب ُک ا َآٰيَآٰيم ح َآٰيِّي ِۤت ذ ب غُک اِذِّي اا ا َآٰينلُک ِذِّي ُکه ُکا‬
‫ۡي ا ِذق ۡي‬ ‫ۡي ِذ ۡي‬ ‫ۡي‬
‫ۡي ا نِذًّيا ۡيل‬ ‫ۡي ُک ۡي ه ۤا ِذ ۡيس ا بِذ ۡي ي ۡي ۡي‬
ً ‫ً َّل ً َّل ُک‬ ‫ۡي‬
‫ُک‬
)٦( ‫َآٰي ِذ َآٰيِّيِذ ح ِذل ۡي ًا‬
‫ۡي‬
‫ف اِذذ ۡي ۡي ِذا ۡي ِذه ۡي ۡي ۡي اا ِذه ۡي ع ۡي ِذه ۡي‬
‫ُک‬ ‫ۡي ۡيا ُک ۡيل ِذ ام ۡي ۡي ِذ‬
‫ُک‬ ‫ُک‬ ‫ُک‬
Artinya: “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk menikah. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan

22
janganlah kamu memakannya (harta anak yatim)
melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-
gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak
yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah dia
makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian,
apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka,
maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah
Allah sebagai pengawas”.
Ayat di atas menjelaskan tentang sebelum harta diserahkan
kepada anak yatim, apabila mereka telah balig dan mampu dalam
menggunakan harta maka terlebih dahulu kepada mereka diberikan
ujian. Apakah benar-benar ia telah dapat memelihara dan
menggunakan hartanya dengan baik, sebagaimana dipahami oleh
Mazhab Syafii. Mazhab Hanafi mewajibkan wali menyerahkan
harta pada umur dewasa dengan syarat cerdas, mampu dan pada
umur 25 tahun walaupun dalam keadaan tidak cerdas.
Janganlah para wali ikut mengambil atau memakan harta
anak yatim secara berlebiban. Apabila wali termasuk orang yang
mampu hendaklah ia menahan diri agar tidak ikut memakan harta
anak yatim tersebut. Tetapi apabila wali memang orang yang
dalam keadaan kekurangan, maka boleh ia ikut memakannya
secara baik dan tidak melampaui batas. Apabila masa penyerahan
di atas telah tiba, hendaklah penyerahan itu dilakukan di hadapan
dua orang saksi untuk menghindarkan adanya perselisihan di
kemudian hari. Allah selalu menyaksikan dan mengawasi apa yang
dikerjakan oleh manusia. Tidak ada hal yang tersembunyi bagi-
Nya baik di bumi maupun di langit.

23
E. Pembahasan Hadits
1. Hadits tentang anjuran bekerja dalam aktivitas ekonomi

‫ِب هللاِذ ُک ع ْا ِذه‬ ‫ِذ ِذ‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ‬


‫ط اْا ً ْا ْا ْا ُک ل ْا عم ِذل ي ِذ َّل نِذ َّل‬ ُّ ‫ا ل ح ٌق ا ً ا‬
‫الَلم ا ْا ُک ل ِذ عم ِذل ي ِذ ِذ‬
‫ُک ْا‬ ‫َّل ُک‬
Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun
yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya
(bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as.
memakan makanan dari hasil usahanya sendiri” (HR.
Bukhari)33
Hadits ini menjelaskan bahwa bekerja merupakan suatu usaha
atau kegiatan manusia yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang, pangan dan
papan. Dan Islam menganjurkan kepada manusia untuk bekerja dan
berusaha semaksimal mungkin. Bahkan di dalam hadits tersebut
disebutkan bahwa kita lebih baik memakan ataupun memberi makan
keluarga dengan hasil jerih payah kita didalam bekerja. Bukan dari
yang lain yang tidak jelas perolehannya darimana.
2. Hadits tentang konsumsi dalam aktivitas ekonomi islam; Anjuran
untuk memakaan sesuatu yang halal dan baik.

‫ِذ‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ ٍة ِذ‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ ِذ‬


‫ َس ْا ُک ُکس هللا َّل هللاُک‬: ‫ع ِذ ِذ ْا عْا هللا اُّ ْاما بْا ِذ بش ْاۡي ض هللاُک عْا ُکهما ا‬
‫ِذ‬
،‫ات‬ ‫ ب ْا ُکهما ُکُک ْا ٌق ُک ْاش ِذه ٌق‬، ‫ (( ِذ َّل ْاَلَل بِذِّي ٌق ِذ َّل ْاَل م بِذِّي ٌق‬: ‫ع ْاه سَّل ي ُکق ُک‬
‫ ْا ِذِف‬،‫ات ق ِذ ْاس ْا اِذ ِذيِذ ِذه ِذع ْا ِذض ِذه‬ ‫اش ه ِذ‬ ‫ِذ ِذ‬
‫ م ِذ َّلق ُّ ُک‬، ‫ي ْا ُکم ُکه َّل ثۡيٌق اَّلا ِذ‬
‫ ِذ َّل اِذ ُک ِذِّيل‬،‫ك ْا ي ْا ِذ ِذه‬ ‫اشُکهات ِذِف ْاَل ِذم ا َّل ِذع ي ْاع ح ْا ْاَلِذم يُک ِذا ُک‬
‫ُّ ِذ‬
‫ِذ‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ ٍة ِذ‬
‫ْا‬ ‫ ِذ َّل ِذِف ْاْلل ُک ْا‬،‫ ِذ َّل ِح هللاِذ َما ِذُکهُک‬، ً‫ك ِح‬
‫ضغةً ِذذ‬
، ‫ل‬ ‫ِذه اْاق ْا ُک ( ا خا‬ ‫ت ل ْاْلل ُک ُک ُّهُک‬ ‫ ِذذ ل ْا‬،‫ْاْلل ُک ُک ُّهُک‬
) ‫ه اظ ل‬

33
Maula Nasrifah, “Sistem Ekonomi Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist”, Vol. 2
No. 4 Maret 2018, hal. 15

24
Artinya: “Dari Abu „Abdillah Nu‟man bin Basyir Radhiyallahu
anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu
telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan
di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang
kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.
Barangsiapa yang menghindari perkara syubhat (samar-
samar), maka ia telah membersihkan agama dan
kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara
yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara
yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat
pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan
masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja
memiliki larangan (undang-undang). Ingatlah bahwa
larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat
segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh
jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh
jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah
hati.” (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim, dan ini
adalah lafazh Muslim)34

Hadits ini menjelaskan tentang mencari makan atau memberi


makan itu mudah. Namun yang dianjurkan oleh Islam adalah
bagaimana memakan atau memberi makan barang yang sudah jelas
kehalalannya. Jangan memakan sesuatu yang tidak jelas kehalalannya.
3. Hadits tentang pemasaran dalam aktivitas ekonomi

‫ِذ ِذ‬ ‫ٍة‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ ِذ ِذ‬ ‫اْا ُکم ْالِذ ُکا اْا ُکم ْالِذ ِذ‬
‫ُّل ا ُکم ْال ٍة ع ْا ح ب ْا ًا ْاه عْا ٌق ِذ َّل ب َّل هُک اهُک‬ ‫ُک‬
Artinya: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya
dan tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual sesuatu
yang ada aibnya kepada orang lain kecuali ia menjelaskan
aib tersebut kepadanya.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah)

Hadits diatas menjelaskan tentang pemasaran dalam aktivitas


ekonomi yang contoh umumnya adalah jual beli. Jika seseorang
menjual suatu barang kemudian menyembunyikan kecacatan yang ada

34
Ibid., hal. 16

25
dalam barang tersebut, maka cara pemasaran seperti ini haram
hukumnya dan tidak boleh dilaksanakan apapun alasannya. Maka
wajib bagi si penjual untuk transparan dan jujur kepada si pembeli
jikalau memang ada kerusakan barang yang dijualnya agar tidak
timbul kesalahpahaman.
4. Hadits tentang prinsip keadilan aktivitas ekonomi Islam
‫ش ع س ِذ‬ ‫ح ا ُکَم َّلم ُک بْا ُک ِذ ْاَس ِذ ل ح َّل ِذِن ْاَلل ُک بْا ُک بِذ ْاش ٍة ح َّل ا ا ِذ ٌق‬
‫يك ع ْا ْاْل ْاعم ِذ ْا ْا‬
‫َّلِب َّل َّلُک ع ْا ِذه سَّل ا اْا ُکقضاةُک َلث ةٌق‬ ‫ِذ‬
‫بْا ِذ عُک ْا ة ع ْا بْا ِذ بُک يْا ة ع ْا بِذ ه َّل ا ِذ َّل‬
‫اض ِذِف ْاْل ِذَّلة ُکج ٌقل ض بِذغ ْاِذۡي ْاَل ِذِّي ِذ ذ ك ك ِذِف اَّلا ِذ ٍة‬
‫اض‬ ‫اض ا ِذ ِذِف اَّلا ِذ ٍة‬ ‫ِذ‬
‫اض ض ِذ ْاَل ِذِّي اِذك ِذِف ْاْل ِذَّلة‬ ‫ي ْا ُک ْاه ك ُکح ُکق و اَّلا ِذ ُکه ِذِف اَّلا ِذ ٍة‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il,


telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Bisyr telah
menceritakan kepada kami Syarik dari Al A'masy dari Sa'id
bin Ubadah dari Ibnu Buraidah dari ayahnya bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hakim itu ada tiga,
dua di neraka dan satu di surga: seseorang yang
menghukumi secara tidak benar padahal ia mengetahui
mana yang benar, maka ia di neraka. Seorang hakim yang
bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia, maka ia di
neraka. Dan seorang hakim yang menghukumi dengan
benar, maka ia masuk surga.”
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menegaskan
demikian besarnya tanggung jawab seorang hakim dalam memutuskan
perkara yang dihadirkan di hadapannya. Bahkan tanggung jawab yang
dia emban dalam keputusannya tersebut bernilai dunia dan akhirat.
Apabila seorang hakim mampu memberikan keputusan hukum
secara adil dengan mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran Islam
maka dia bisa mendatangkan ketenteraman di tengah-tengah
masyarakat dan balasannya adalah surga. Namun sebaliknya, bila
keputusannya tersebut jauh dari nilai-nilai kebenaran Islam maka dia
telah menimpakan musibah dan kekacauan di tengah-tengah
masyarakat luas. Tidak ada balasan yang layak kepada orang yang

26
telah menimpakan musibah dan kesengsaraan selain neraka. Oleh
karena itulah Rasulullah SAW memberikan peringatan keras kepada
para hakim agar mereka berlaku adil dalam melaksanakan tugasnya.
5. Hadits prinsip kejujuran aktivitas ekonomi Islam

‫ِذ َّل‬ ‫ِذ ِذ ِذ‬ ‫ِذ‬ ‫ِذ ِذ‬


‫اِب‬ ‫ انَّلهُک‬, ‫ ع ْا ُک ْا ِذ ا ِّي ْا و‬: ‫ ا ُکس ْا ُک هللا ملسو هيلع هللا ىلص‬: ‫ ا‬.‫ض‬. ‫ع ْا ِذ ب ْا ٍة ا ِّي ِّي يْا ِذ‬
‫ ِذ َّل ُک ْا اْا ِذ اِذنَّلهُک اْا ُک ُک ْا ِذ ُک ا ِذ اَّلا‬,‫ُک ا ِذ ْاْل ِذَّلة‬

Artinya: “Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ia berkata, Rasulullah SAW


bersabda: Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu
bersama kebaikan, dan keduanya di Surga. Dan jauhkanlah
dirimu dari dusta, Karena dusta itu bersama kedurhakaan,
dan keduanya di neraka”
Hadits ini menegaskan bahwa dalam agama Islam, kejujuran
merupakan syarat yang paling mendasar dalam kegiatan bisnis.
Rasulullah SAW sangat menganjurkan kejujuran dalam bentuk
aktifitas bisnis. Menurut Nabi SAW kejujuran akan membawa kepada
kebaikan dan kebajikan akan membawa pada surga. Demikian juga
sebaliknya kebohongan akan membawa pelakunya pada keburukan.

F. Kesimpulan
Prinsip-prinsip dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam, para
pelaku ekonomi memegang teguh prinsip-prinsip dasar yaitu Prinsip
ilahiyah dimana dalam ekonomi Islam kepentingan individu dan
masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu asas
keselarasan, keseimbangan dan bukan persaingan sehingga tercipta
ekonomi yang seadil-adilnya. Prinsip ekonomi Islam bahwa semua
aktivitas manusia termasuk ekonomi harus selalu bersandar kepada Allah
dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat berarti
dalam mencari rizki harus halal.
Prinsip-prinsip dalam melakukan aktivitas ekonomi yaitu, sebagai
berikut:
1. Prinsip Tauhid
2. Prinsip „Adl (keadilan)

27
3. Prinsip nubuwwah (kenabian)
4. Prinsip Khilafah (perwakilan)
5. Prinsip Ma‟ad (Hasil)
6. Prinsip Amanah
7. Prinsip Kerelaan
8. Prinsip Kejujuran
Adapun ayat dan hadits yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
dalam melakukan aktifitas ekonomi Islam adalah:
1. Halal dan Tayyib; Qs. Al-Baqarah/2:172
2. Bukan makanan/harta dan produksi yang diharamkan; Qs. Al-
Maidah/5:3
3. Transaksi halal dan ridha, tidak dzalim dan tidak curang; Qs. An-
Nisa‟/4;29-30
4. Transaksi tidak mengandung riba dengan segala bentuknya; Qs. Al-
Baqarah/2;275-279
5. Profesonal jujur dan amanah; Qs. An-Nisa/4;58
6. Timbangan/takaran yang benar; Qs. Al-Isra/17:35
7. Ahli dalam mengelola aset/ahli dalam bekerja; Qs. An-Nisa‟/4;5-6

Hadist yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar dalam


aktifitas ekonomi Islam yaitu hadits anjuran dalam bekerja, hadits dalam
konsumsi yang baik dan halal, hadits pemasaran dalam islam, hadits
keadilan dalam beraktifitas ekonomi serta hadits kejujuran dalam
beraktifitas ekonomi dalam islam. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam
islam untuk beraktifitas secara syariat islam dapat diterapkan dan di
aplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari kita semua.

28
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdurahman, Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadzair (Singapore:


Sulaiman Mar‟ie, t.t)
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Terj K. Anshori Umar Sitanggal
dkk, vol. 3
Departeman RI Jakarta, 2001, Al-Quran Terjemah Bahasa Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an)
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.
Ke-1 Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Haroen, Nasrun, 2007, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama)
Hasan, Am Ali, 2004, Asuransi dalam Persepektif Hukum Islam: suatu tinjauan
Analisis Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana)
Kementerian Agama RI, 2011, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya)
Maula Nasrifah, Sistem Ekonomi Islam dalam Al-Qur‟an dan Hadist, Vol. 2 No. 4
Maret 2018
Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Khawatir asy-Sya‟rawi, vol. 2
Mujahidin, Akhmad, 2007, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers)
Qardhawi, Yusuf, 2001, Norma dan Etika Ekonomi Islam, penerjemah Zainal
Arifin, Dahlia Husin, (Jakarta: Gema Insani Press)
Said, Muh., 2008, Pengantar Ekonomi Islam dasar-dasar dan penngembangan,
(Pekanbaru: Suska Press)
Sayyid Quthb, Fi Zhilali Al-Qur‟an Terj As‟ad Yasin dkk, vol. 1
Shihab, M. Quraish, 2009, Wawasan al-Quran, Cet. Ke-13, (Bandung: Mizan)
Shihab. M. Quraish, 2004, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keseraian Al-
Qur‟an, Cet. Ke-2, Vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati).
Tafsir Al-Muyassar Kementerian Agama Saudi Arabia
Tafsir Ibnu Katsir/Abdullah bin Muhammad bon Abdurahman Alu syaik, 2008,
Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir. Penerjemah, M, Abdul Ghoffar, ( Jakarta:
Pustaka Imam Asy- Syafi‟i).

29
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/ Pentafsiran al-Qur‟an, t.t.)
Zuhaili, Wahbah, 2010, Tafsir al-Munir Fil‟Aqidah wa asy-Syari‟ah wa al-
Manhaj, vol. 2.

30

Anda mungkin juga menyukai