Anda di halaman 1dari 19

RELEVANSI ANTARA ETIKA BISNIS ISLAM, USUL FIKIH, FIKIH

MUAMALAH, DAN HUKUM KOMERSIAL

Ira Wahyu Ningsih1, Dinda Farah Salsabila2, M.Tedi Pradana3 , Agus Saputra4

1
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

2
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

3
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

4
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

( E-mail : wahyuningsihira819@gmail.com1, Dindawriter@gmail.com2,


muhammadtedi0991@gmail.com3, aguspurta040803@gmail.com4 )

Abstrak: Di sini peran islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala bentuk
kehidupan, salah satunya urusan dunia dengan memandang kelanjutan hidup
seseorang, seperti jual beli, tukar menukar, pinjam meminjam dan lainnya. Islam
merupakan agama yang universal. Ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah/
bisnis. Dalam Islam, bisnis merupakan bagian dari ibadah (ghairu mahdah/muamalah).
Berbisnis bukan sekedar mencari untung namun juga mengejar keberkahan, karenanya
ia harus mengikuti aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang ditetapkan Islam. Prinsip-
prinsip yang tersebut tertian dalam al-quran dan sunnah Rasulullah saw. Seperti prinsip
tauhid, keseimbangan dan keadilan, kehendak bebas, pertanggung jawaban,
kebenaran, ihsan, jujur, ramah tamah, menghindari sumpah palsu, dll. Umumnya dalam
mendirikan perusahaan dalam Islam yaitu dilandaskan beberapa etika yaitu hanya
mendirikan bisnis dengan niat karena allah swt dan menjalankan sesuai syariat Islam.
Maka ada keterkaitan etika bisnis Islam dengan ushul fiqh, fiqh muamalah, dan hukum
komersial. Semuanya akan dibahas disini.

Kata Kunci: Relevansi, Etika Bisnis Islam, Muamalah, Hukum Komersial, FIQH.
BAB I PENDAHULUAN

Di era ekonomi global saat ini banyak sekali orang yang berlomba-lomba untuk
berbisnis karena dapat membuka lapangan pekerjaan. 1 Banyak interaksi yang dapat
dilakukan manusia agar apa yang menjadi kebutuhannya dapat terpenuhi. Di sini peran
islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala bentuk kehidupan, salah satunya
urusan dunia dengan memandang kelanjutan hidup seseorang, seperti jual beli, tukar
menukar, pinjam meminjam dan lainnya. 2 Islam merupakan agama yang universal. Ini
tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan
fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim.
Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan Sayyidina Ali, dalam bidang muamalah,
kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita (Muhammad
Syafii Antonio, 2002). Ibnu Qayyim menuliskan sesungguhnya syariat itu dibangun dan
didasari atas hukum dan kebaikan manusia di dunia dan akhirat, seluruh kandungan
adalah keadilan, rahat, maslahat, dan penuh dengan hikmah. Maka jika ada sesuatu
yang keluar dari keadilan menjadi kezhaliman, rahmat menjadi kebalikannya, dari
maslahat menjadi keburukan, dan dari hikmah menjadi sia-sia, maka itu bukan yariat
(Muhammad Ali ash salabi, 2014).3

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang yang di syariatkan dan di
sepakati oleh syara dan mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak.
Dalam melakukan jual beli harus ada persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak
tanpa adanya paksaan. Adanya unsur suka sama suka merupkan kriteria suatu transaksi
yang sah. Segala bentuk transaksi yang tidak sah, maka transaksi itu adalah batil yang
berarti memakan harta orang lain, adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan
berhubungan dengan hati, tanda yang jelas menunjukkan kerelaan adalah ijab dan
kabul. Jual beli merupakan bentuk syariat Islam yang harus dilakukan atas dasar saling
Ridho atau dengan penuh kerelaan. Dengan demikian unsur etika merupakan dasar
atau kunci terciptanya keadilan dan terhindarnya dari penzhaliman terhadap orang lain
baik menyangkut kualitas barang ataupun harga yang wajar dan tidak menipu.

Kegagalan sistem ekonomi kapitalis dalam mengatasi kesenjangan sosial dan


mewujudkan sistem ekonomi yang berkeadilan sosial, membuat para pakar
ekonomi menyadari akan pentingnya norma dan nilai-nilai etika dalam bisnis,
terbukti bahwa dengan munculnya buah pemikiran dari pada ahli ekonomi eropa
seperti pada tahun 1990-an Paul Armerof, seorang ekonom kritis Inggris
menerbitkan bukunya yang sangat menghebohkan “The Death of Economics”, ilmu
1
Ahmad Arif Widianto dan Lia Hilyatul Masrifah, “Mengkompromikan yang formal dan Moral:
Rasionalitas Tindakan Ekonomi Pengusaha Home Industry di Sriharjo, Bantul, Yogyakarta”, Jurnal
Sosiologi Pendidikan Humani, Vol,1, No. 2 (Desember, 2016), hlm. 94.
2
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Edisi Lengkap Fiqih Mazhab Syafi’I, Buku 2: Muamalat,
munakahat, jinayat, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2007 ), hlm. 22.
3
Muhammad Lisman,” Broker pada bisnis properti: Studi Etika Bisnis Islam”, Jurnal Islamika,
Vol.2, No.1 (2019), 38.
ekonomi sudah menemui ajalnya (Ormerof, 1994). Amitas Etzioni dengan karya: The
Moral dimension: Toward a new Economics (1998), dan Prof. Lerner dalam bukunya
“Economics of Control”.

Yang membedakan Islam dengan matrealisme adalah bahwa Islam tidak pernah
memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak memisahkan ilmu dengan
akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika kerabat sedarah sedaging dengan
kehidupan Islam. Islam adalah risalah yang diturunkan Allah melalui rasul untuk
membenahi akhlak manusia. Nabi SAW bersabda: “sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia. “Islam juga tidak memisahkan agama dan negara,
materi dan spiritual sebagaimana yang dilakukan eropa dengan konsep sekularismenya.
Islam juga berbeda dengan kapitalisme yang memisahkan akhlak dengan ekonomi (Yusuf
Qardawi, 1997). Agama Islam sendiri dalam kitab rujukannya yakni Al-quran dan Hadist
tidak lepas dari aturan mengenai etika atau norma dalam berusaha serta bekerja.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw yang tidak lain juga
merupakan pelaku ekonomi ulung yang kejujuram dan keadilannya tidak terbantahkan
oleh masyarakat Mekkah dan seluruh relasi bisnisnya baik pada kalangan muslim atau
non-muslim sekalipun. Hingga saat ini, binis merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Tidak heran jika islam yang ajarannya bersumber dari Al-quran dan
hadist memberikan tuntutan dalam kegiatan usaha. Mayoritas ulama klasik dan
kontemporer berpendapat bahwa ushul fiqih menduduki posisi yang sangat penting
dalam ilmu-ilmu Syariah. Bahkan, ilmu ushul fiqih sering disebut sebagai induk dari ilmu
Syariah. Kedudukan ushul fiqih dalam ekonomi Syariah telah menawarkan seperangkat
epistemologi dalam memberikan inovasi dalam berijtihad, khususnya dalam
menawarkan produk-produk akad yang berbasis Syariah. 4

BAB II PEMBAHASAN

ETIKA BISNIS ISLAM

PENGERTIAN ETIKA

Istilah etika secara umum merujuk pada baik buruknya perilaku manusia. Etika
merupakan dasar baik dan buruk yang menjadi/referensi pengambilan keputusan
individu sebelum melakukan serangkaian kegiatan. Etika juga disebut dengan system
filsafat, atau filsafat yang mempertanyakan praktis manusia berkaitan dengan tanggung
jawab dan kewajibannya.5 Sering kali, istilah “etika” dan “moral” dipergunakan secara
bergantian untuk maksud yang sama, mempunyai arti yang sama. Etika berasal dari
Bahasa latin ‘etos’ yang berarti ‘kebiasaan’. Sinonimnya adalah ‘moral’ yang berarti
‘kebiasaan’. Sedangkan Bahasa arabnya ‘ahklak’ bentuk jamak dari mufrodnya ‘khuluq’
artinya ‘budi pekerti’. Keduanya bisa diartikan kebiasaan atau adat istiadat ( costum atau
4
Muhammad Lisman,” Broker pada bisnis properti: Studi Etika Bisnis Islam”, Jurnal Islamika,
Vol.2, No.1 (2019), 39.
5
Muhammad, paradigma, metodologi & Aplikasi Ekonomi Syari’ah. (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008), 52.
mores ), yang merujuk kepada perilaku manusia itu sendiri, Tindakan atau sikap yang
dianggap benar atau baik. Dan Buchari dalam bukunya kewirausahaan menjelaskan
etika adalah suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang
dilakukan seseorang.

Al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan pengertian ‘khuluq’


(etika) adalah suatu sifat yang tetap dalam jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan pikiran. Dengan demikian etika
bisnis adalah ahklak dalam menjalankan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab
sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Berdasarkan dari beberapa
pengertian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa etika merupakan suatu
kebiasaan perilaku manusia dalam melakukan kegiatan yang dapat memunculkan sifat
baik dan buruk, dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. 6

PENGERTIAN BISNIS

Apa yang dimaksud dengan bisnis sudah banyak diungkapkan oleh berbagai ahli.
Melihat dari asal katanya bisnis berasal dari Bahasa inggris yang berarti: perusahaan,
urusan atau usaha.7 Dalam buku pengantar bisnis karangan Buchari Alma, Hugles and
Kapoor menyatakan: Busines is the organized effort of individuals to produce and sell for
a profit, the goods and services that satisfysociety’s needs. The general term business
refers to all such effort within a society or within an industry. Maksudnya bisnis ialah
suatu kegiatan individu yang terorganisasi yang menghasilkan dan menjual barang dan
jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara
umum kegiatan ini ada di dalam masyarakat, dan ada dalam industry. Orang berusaha
menggunakan uang dan waktunya dengan menanggung resiko, dalam menjalankan
kegiatan bisnis disebut Entrepreneur. Untuk menjalankan kegiatan bisnis maka
entraepreneu harus mengkombinasikan empat macam sumber, yaitu: material,
finansial, human, dan informasi. Pandangan lain menyatakan bahwa bisnis adalah
sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, transfortasi,
komunikasi, usaha jasa, dan pemerintahan, yang bergerak dalam bidang membuat dan
memasarkan barang dan jasa ke konsumen. Dalam buku pengantar bisnis karangan
Buchari Alma, Brown and petrello menyatakan bahwa “business is on institusi which
produces goods and services demamded by people”. Artinya bisnis adalah suatu
Lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Istilah bisnis dalam Al-quran yaitu al-tijarah dan dalam Bahasa arab tijaraha,
berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajaranwatijarata, yang bermakna berdagang atau
berniaga, Menurut ar-Raghib al-Ashfahami dalam al-mufradat fi gharib al-quran, at-
Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan. Bisnis secara
Islam pada dasarnya sama dengan bisnis secara umum, hanya saja harus tunduk dan
patuh atas dasar ajaran Al-quran, As-sunnah, Al-Ijma, dan qiyas (ijtihad) serta
memperhatikan Batasan-batasan yang tertuang dalam sumber-sumber tersebut.
6
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 63-64.
7
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 20.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa bisnis
merupakan suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi yang membuat,
menghasilkan dan menjual barang dan jasa ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam buku etika bisnis islam karangan prof. Dr. H. Muhammad Djakfar
menyebutkan bahwa etika bisnis islam adalah norma-norma etika yang berbasiskan Al-
quran dan Hadist yang harus dijadikan acuan oleh siapapun dalam aktivitas bisnisnya.
Etika bisnis Islam adalah ahklak dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada
kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai etik,
moral, Susila, atau akhlak adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi
yang utuh.8

FUNGSI ETIKA BISNIS ISLAM

Pada dasarnya terdapat fungsi khusus yang diemban oleh etika bisnis islami. Di
jelaskan sebagai berikut :

1. Etika bisnis berupa mencari cara untuk menyelaraskan dan menyerasikan


berbagai kepentingan dunia bisnis.
2. Etika bisnis juga mempunyai peran untuk senantiasa melakukan perubahan
kesadaran bagi masyaratakat tentang bisnis, terutama bisnis Islami. Dan
caranya biasanya denganmemberikan suatu pemahaman serta cara pandang
baru tentang bisnis dengan menggunakan landasan nilai nilai moralitas dan
spritualitas, yang kemudian terangkum dalam suatu bentuk bernama etika
bisnis.
3. Etika bisnis terutama etika bisnis islami juga bisa berperan memberikan solusi
terhadap berbagai persoalan bisnis modern ini yang akan jauh dari nilai nilai
etika. Dalam arti bahwa bisnis yang beretika harus benar benar merujuk pada
sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Sunnah. 9

RELEVANSI ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN USHUL FIQIH

Pengertian Ushul Fiqih

Kata fiqh adalah Bahasa Arab yang berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang
bermakna mengerti atau memahami. 10 Secara difinitif, fiqh berarti “ilmu tentang hukum-
hukum syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fiqh dapat dipahami dari
empat sudut pandang. Pertama, fiqh merupakan ilmu tentang syara’. Kedua, fiqh

8
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 65.
9
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 66.
10
Syafiq Gharbal, Al-mausu’ah al-‘arabiyah al-masyussarah, (kairo; Dar al-qalam, 1965), hlm.
1304.
mengkaji hal-hal yang bersifat amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga,
pengetahuan tentang hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili yakni al-quran dan
sunnah. Keempat, fiqh digali dan ditentukan melalui penalaran dan istidlal (penarikan
kesimpulan) mujtahid.

Adapun ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu: ushul dan fiqh. Kata ushul
merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata secara etimologis mempunyai arti:
berakar, berasal, pangkal, asal, sumber, pokok, induk, pusat, asas, dasar, semula, asli,
kaidah, dan silsilah. Ushul fiqh adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang
membawa kepada usaha merumuskan hukum dari dalil-dalil yang terperinci.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ushul fiqh adalah pedoman atau
aturan-aturan yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang
fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dan dalilnya;
sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-
dalil menurut aturan yang sudah ditentukan itu. 11

Objek Kajian Usul Fiqh

Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi


dikemukakan oleh para ulama ahli ilmu usul fiqh dapat diketahui bahwa ruang lingkup
kajian (maudhu) dari ilmu ushul fiqh secara global, di antaranya:

1. Sumber dan dalil hukuam dengan berbagai permasalahannya.


2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4. Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujahid) dengan
berbagai permasalahannya.

Menurut imam Al Ghazali dalam kitab Almustafa ruang lingkup kajian ushu lfiqh
ada 4 yaitu:

1. Hukum-hukum syarak, karena hukum syarak adalah tsamarah (buah/hasil


yang di cari oleh ushul fiqh.
2. Dalil-dalil hukum syarak, seperti Al-kitab, sunah dan ijmak, karena semuanya
ini adalah mutsmir (pohon).
3. Sisi penunjukan dalil-dalil (wujuh adalah al-adilah), karena ushul fiqh ini
merupakan tharigh al-istitmar (proses produksi). Penunjukan dalil-dalil ini
ada 4, yaitu adalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil ma’na al-ma’qul
(makna yang rasional).

11
Dr.Nurhayati, M.Ag, Dr. Ali Imran Sinaga, M.Ag, fiqh dan ushul fiqh, (Jakarta; Prenadamedia
Group, juni, 2018), hlm.1-4.
4. Mustatsmir (produsen) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum
berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan kata mujtahid adalah muqallid
yang wajib mengikuti mujtahid.

Tujuan dan urgensi usul fiqh

Menurut Abdu Wahab Khallaf, tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh adalah untuk
mengaplikasikan kaidah-kaidah dan teori-teori usul fiqh terhadap dalil-dalil yang spesifik
untuk menghasilkan hukum syarak yang dikehendaki oleh dalil tersebuat. Berdasarkan
kaidah-kaidah ushul fiqh dan pembahasannya, maka nash-nash syarak akan dapat
dipahami dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dapat diketahui, serta
sesuatu yang dapat menghilangkan ketidak jelasan lafaz yang samar. Di samping itu
diketahui pula dalil-dalil yang dimenangkan Ketika terjadi pertentangan antara satu dalil
dengan dalil yang lainnya. Termasuk menetapkan metode yang paling tepat untuk
menggali hukum dari sumbernya terhadap sesuatu kejadian konkrit yang tidak ada
nashnya dan mengetahui dengan semprna dasar-dasar dan metode yang digunakan
para mujtahid dalam mengambil hukum sehingga terhindar dari taklid. Ilmu usul fiqh
juga membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau Tindakan-
tindakan yang tidak ditemukan secara eksplisit nashnya, yaitu dengan menggunakkan
metode qiyas, istishab, dan lain sebagainya.

Menurut Wabbah Zuhaili, mempelajari ilmu ushul fiqh memiliki tujuan antara
lain: “mampu menerapkan kaidah terhadap dalil-dalil guna memperoleh hukum syariat
dan dapat memahami nas-nas syariat serta kandungan hukumnya”.

Menurut Satria Effendi, sedikitnya ada tiga tujuan pentingnya mempelajari ushul
fiqh:

a. Mengetahui dasar mujtahid masa silam dalam membentuk fiqhnya, sehingga


dapat diketahui kebenaran pendapat fiqh yang berkembang. Dengan
pengetahuan ini akan memberi ketenangan dalam mengamalkan pendapat
mereka.
b. Memahami ayat-ayat ahkam dan hadist ahkam dan mampu mngistinbat suatu
hukum yang berdasar kepada keduanya. Begitu pentingnya ilmu ushul fiqh,
maka pantas dan wajar jika ulama terdahulu lebih mengutamakan studi ushul
fiqh disbanding fiqh.
c. Mampu secara benar melakukan perbandingan mazhab fiqh.
Tujuan-tujuan mempelajari ushul fiqh hasil rumusan para ulama ushul di
atas pada dasarnya bermuara kepada satu tujjuan tertinggi, yaitu memelihara
agama islam dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil-dalil syara’, sehingga
terhindar dari kecerobohan yang menyesatkan.

Perbedaan Fiqh Dan Ushul Fiqh


Sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya bahwa fiqh adalah ilmu yang
membahas tentang hukum-hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui
pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci (tafshili).
Sedangkan ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan
yang dijadikan sarana untuk menemukan hukum-hukum syara’ mengenai suatu
perbuatan dari dalil-dalilnya yang spesifik. Ilmu fiqh berbicara tentang hukum dari aspek
perbuatannya, sedangkan ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum.

Dilihat dari sudut aplikasinya, fiqh akan menjawab pertanyaan “apa hukum suatu
perbuatan”, sedangkan ushul fiqh akan menjawab pertanyaan “bagaimana cara
menemukan atau proses penemuan hukum yang digunakan”.

KETERKAITAN ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN USHUL FIQH

Hukum syara’ atau hukum Islam menurut istilah para ahli ilmu ushul fiqh ialah
kitab syar’ yang bersangkutan dengan orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan,
pilihan atau ketetapan. Dan menurut istilah ahli fiqh adalah: efek yang dikehendaki efek
yang dikehendaki ilmu syari’ pada perbuatan, seperti: kewajiban, keharaman dan
kebolehan.12 Jika dikaitkan dengan Islam, hukum Islam dapat diartikan sebagai
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku
manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama
Islam.13

Secara etimologi, Islam berasal dari kata salam yang artinya selamat atau juga bisa
berarti menyerahkan diri. Sedangkan kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata
bahasa Arab, yaitu hukm/alhukm yang mengandung makna mencegah atau menolak,
yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan, dan
menolak bentuk kemafsadatan lainnya. Istilah hukum dalam Islam mempunyai dua
pengertian, yaitu syariah dan fikih. Syariat terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi
Muhammad, sedangkan fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman tentang syariat.
Adapun yang menjadi sumber syariat adalah al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan fikih
bersumber pada al-Qur’an, Sunnah dan Ra’yu. Adapun hukum, merupakan implementasi
dari penerapan syariah dan fikih itu sendiri, yang tidak lain akan melahirkan etika. 

Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam yang diturukna Allah melalui
perantara malaikat Jibril kepada nabi Muhammad saw. Di dalamnya sangat benyak
terkandung ajaranajaran, prinsip-prinsip serta jawaban atas berbagai permasalahan
kehidupan, tidak terkecuali mengenai masalah ekonomi serta masalah etika yang tidak
boleh lepas dari kegiatan bisnis atau usaha. Kata bisnis dalam al-Qur’an biasannya yang
digunakan alTijarah, al-Bai’, tadayantum dan isyara. Teramuk bisnis di dalam al-Qur’an
dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material tetapi juga immateri.
Aktifitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia, tetapi antar manusia dengan
12
Abdul Wahhab Khallaf, Ibnu ushul fiqh, (semarang, Dina Utama Semarang, 1994), hlm. 142-143.
13
Amir Syarifuddin, ushul fiqh,(cet.lv; Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 5-6.
Allah swt, melalui niat yang baik serta menjauhi perilaku-perilaku yang dilarang oleh
syariat.

Para pemikir ekonomi syariah berbeda pendapat dalam memberikan kategori


terhadap prinsip-prinsip ekonomi syariah. Namun dari berbagai perbedaan pendapat itu,
pada dasarnnya bahwa konsep serta prinsip dasar etika dalam dunia bisnis berdasarkan
hukum Islam yang berasaskanal-Qur’an, ialah:

A. Prinsip Tauhid
Hal ini merupakan prinsip pokok dari segala sesuatu karena di dalamnya
terkandung perpaduan keseluruhan aspekaspek kehidupan muslim, baik dalam
bidang ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainnya menjadi satu. Konsep tauhid
dapat diartikan sebagai dimensi yang bersifat fertikal dan horizontal karena dari
kedua dimensi tersebut akan lahir suatu bentuk hubungan yang sinergis antara
Tuhan dengan hamba-Nya, sekaligus hamba dengan yang lainnya.
Prinsip ini juga berkaitan erat dengan aspek pemilikan dalam Islam. Kepemilikan
mutlak tidak dibenarkan dalam ekonomi syariah, kepemilikan mutlak hanya
milik Allah swt, sedangkan kepemilikan manusia bersifat relative.
Hal ini seperti yang terkandung dalam surah Al-Baqarah 2:180 mengenai
kepemilikan terbatas dan mendistribusikan kepada ahli waris. Dan menjadikan
manusia tidak akan berbuat zalim terhadap sesamannya, karena tiap manusia
mengetahui bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah milik Allah swt.
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

B. Prinsip Keseimbangan
Islam sangat menganjurkan untuk berbuat adil di dalam berbisnis, karena
kecurangan bertanda kehancuran, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan. Termaksud didalamnnya pengurangan timbangan dan takaran (QS
Al-Isra’: 35), serta kewajiban untuk bersikap adil sebagaimana firman Allah swat
dalam surah-surah berikut ini; QS Al-Maidah: 8[1] dan QS AnNahl: 90, serta QS
Al-Qamar/54: 49, Al-Baqarah/2: 195, Al-Furqaan/25:
”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orangorang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”
Allah berfiman (QS Al-Qamar/54: 49)
Dengan demikian Islam menuntut keseimbangan, kesejajaran atau
keadilan antara kepentingan diri dan orang lain, si kaya dan simiskin dan antara
hak pembeli dan penjual dan sebagainnya. Artinya, hendaknya sumber daya
ekonomi itu tidak hanya terakumulasi pada kalangan orang dan kelompok
tertentu semata.
C. Prinsip Kehendak Bebas
Kebebasan merupakan bagian penting, tetapi kebebasan tersebut bersifat
terbatas dan tidak membawa dampak kerugian bagi umat. Bagi individu,
kebebasan akan memberikan peluang selebar-lebarnya untuk bias selalu aktif
berkarya, bekerja dalam segala potensi yang dimiliki demi mendapatkan tujuan.
D. Prinsip Pertangung jawaban
Manusia didalam Islam memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan karena kita
adalah makhluknya yang mengakui ketauhidan-Nya, berbuat baik kepada orang
lain karena kita adalah mahkluk sosial, dan kepada diri sendiri karena manusia
adalah mahluk yang bebas berkehendak, maka segala sesuatu akan
dipertanggung jawaban sendiri dan bukan orang lain.
d. Prinsip Kebenaran
Prinsip ini mengandung dua unsur penting, yakni kebajikan dan kejujuran. Dalam
konteks bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku yang
benar dan jauh dari kesan baik dalam proses transaksi, mencari, memperoleh
ataupun mengembangkan usaha harus dengan prinsip kebenaran.
e. Prinsip ihsan
Prinsip ini mengajarkan untuk melakukan perbuatan yang dapat mendatangkan
manfaat kepada orang lain.

Oleh karena itu, titik sentra dari etika bisnis Islam adalah menentukan
kebebasan manusia untuk bertindak dan bertanggung jawab karena
kepercayaan terhadap kemaha kuasaan Tuhan. Karena semua amal perbuatan
manusia baik perbuatan baik atau buruk, akan dipertanggung jawabkan sendiri
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.14

RELEVANSI ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN FIQH MUAMALAH

Pengertian Fiqh Muamalah

Fiqh Muamalah merupakan gabungan dari dua kata kalimat dari Bahasa Arab
al-fiqh dan al-muamalah. Secara lughawi masing-masing dapat dijelaskan: Al-fiqh berarti
al-fahmu; pemahaman. Secara terminologis, fiqh adalah salah satu bidang ilmu dalam
syari’at Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun hubungan manusia dengan penciptanya.

Hal ini sejalan dengan pandangan para ahli ushul yang menegaskan bahwa
fiqh memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:

1. Fiqh dihasilkan melalui proses istihad dengan kaidah-kaidah tertentu.


2. Fiqh bersumberkan dari hukum syar’iyah (lewat kitabullah dan sunnah
Rasulullah saw).
3. Fiqh berkaitan dengan perbuatan manusia baik muamalah maupun ibadah.

14
Muthmainnah, Nursyamsu, “ landasan hukum Islam: Etika bisnis Syariah dan faktor
pengembangannya”, Jurnal Syariah, vol.v, No. 1, (April, 2017), 61-71.
4. Diperoleh dari dalil yang bersifat tafshili, yaitu al-quran, al-sunnah, ijma’, qiyas,
dan lain-lain dengan melalui proses istidlal, istinbath, al-nazdr dan lain-lain.
Dari pengertian diatas, maka tidak dapat disebut fiqh, jika sebuah
hukum yang dirumuskan tidak berasal dari al-nushush al-muqaddasah (nash-
nash suci), al-quran dan hadist. Demikian juga, tidak disebut fiqh, jika tidak
dirumuskan melalui Langkah-langkah ijtihad hal yang berbeda dengan
pengertian syari’ah dalam pengertian luas. Namun demikian, meskipun fiqh
dipandang merepresentasikan “hukum ilahi” yang secara factual dikenali lewat
nash suci al-quran dan al-hadist, namun produk hukumnya tidak dapat dihindari
munculnya perbedaan pendapat di dalamnya. Sebab ruang ijtihad yang
merupakan keniscahayaan saat perumusan “hukum ilahi” ini yang menyebabkan
unsur subyektifitas tidak dapat dihindari.
Sedangkan kata Muamalah adalah Masdar dari fi’il “aamala-yu’amilu”.
Kalimat ini berasal dari fi’il madhi tsulasi “Amila” berarti bertindak, kemudian
ada tambahan alif setelah fa’fiil yang mengandung arti “musyawarah”, sehingga
terbaca “aamala,ya’aamilu”; artinya saling bertindak, saling beramal.
Dan secara therminologis, pengertian muamalah adalah hubungan
kepentingan antar sesame manusia untuk saling memenuhi kebutuhannya.
Ketika lafadz fiqh dan muamalah digabung menjadi satu, maka dia memiliki
pengertian tertentu. Ia adalah kumpulan hukum yang disyari’atkan (dikenal
lewat pesan-pesan suci al-quran dan al-hadist) dengan metode dan prosedur
tertentu oleh orang yang kompeten (mujtahid) yang mengatur tentang
hubungan kepentingan antar sesame manusia. Dengan Bahasa lain, fiqh
muamalah adalah aturan yang ditetapkan untuk mengatur bagaimana orang
berinteraksi dengan sesamanya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lebih teoritis, pengertian fiqh muamalah dapat dibedakan menjadi dua:
a. Pengertian luas: adalah kumpulan hukum yang diisyaratkan Agama Islam
yang mengatur hubungan kepentingan antar sesame manusia dalam
berbagai aspek. Dalam pengertian ini fiqh muamalah membahas semua hal
yang terkait dengan pengaturan prilaku manusia baik pada aspek perdata,
pidana, hukum privat (hukum munakahat), politik dan lain-lain. Dalam
pengertian ini, fiqh muamalah merupakan bagian dari ilmu fiqh, yang terdiri
dari dua bagian; fiqh ibadah dan fiqh muamalah.
b. Pengetian sempit; adalah peraturan yang menyangkut hubungan
kebendaan; ia berisi aturan-aturan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain terkait dengan penguasaan benda, konsumsi
dan pendistribusiannya, seperti hak pembeli terhadap harta dan hak penjual
mendapatkan uang, wewenang pemilik modal memperlakukan modalnya,
hak mendapatkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan dan lain-lain.
Fiqh muamalah dengan pengertian sempit ini seiring dengan pengertian
yang diberikan oleh ulama’ kuntemporer. Mereka muamalah adalah aturan
yang menyangkut hubungan kebendaan atau yang disebut oleh ahli hukum
positif dengan nama hukum privat (al-qanun al-madani), Hukum ini tidak
lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam hubungannya
satu sama lain.

Pembagian Fiqh Muamalah

Yang dimaksud dengan fiqh muamalah dalam pembahasan ini adalah fiqh
muamalah dalam pengertian sempit. Yaitu hukum-hukum yang mengatur tentang
transaksi kebendaan mulai dari cara memperoleh hingga pendistribusiaannya, bukan
fiqh muamalah dalam pengertian luas yang membicarakan tentang tata pergaulan
manusia secara luas. Dalam perspektif ini, fiqh muamalah menurut Al Fikri dibagi
menjadi:

A. Al-muamalah al-madiyah; adalah muamalah yang mengkaji segi objeknya, yaitu


benda. Dalam aspek ini fiqh muamalah mengatur aspek kebendaan yang
dipandang oleh syara’ halal, haram, syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan atau
tidak untuk dimiliki dan dilakukan Tindakan hukum atasnya. Maka, dari
perspektif ini, dalam pandangan fiqh muamalah tidak semua benda (harta)
boleh dimiliki (dikuasai), meski mungkin benda tersebut memiliki nilai guna bagi
manusia.
B. Al-muamalah al-adabiyah; mengkaji aturan-aturan Allah yang berkaitan dengan
aktivitas manusia sebagai subyek hukum terhadap sebuah benda. Dari aspek ini,
fiqh muamalah mengatur tentang batasan-batasan yang seharusnya dilakukan
atau tidak oleh manusia terhadap benda. Al-muamalah al-adabiyah memberikan
panduan bagi prilaku manusia untuk melakukan Tindakan hukum terhadap
benda.

Dalam praktiknya, kedua hal di atas bukan merupakan entitas yang


berbeda. Akan tetapi saling melekat dan terkait. Seseorang yang sedang melakukan
transaksi pasti harus memperhatikan dua aspek di atas. Namun demikian, yang
perlu dipahami bahwa secara garis besar, fiqh muamalah membahas dua ranah,
yaitu ranah etika dalam mendapatkan benda. Dan dua ranah inilah yang menjadi
basis epistemologis pembagian fiqh muamalah.

Ruang Lingkup Fiqh Muamalah

Berdasarkan pembagian muamalah dalam pengertian sempit di atas, ruang


lingkup fiqh muamalah dibagi menjadi dua. Pertama, ruang lingkup al-muamalah al-
adabiyah. Dalam muamalah adabiyah ini yang menjadi ruang lingkup pembahasan
adalah aspek moral yang harus dimiliki oleh manusia (pihak-pihak yang melakukan
transaksi), seperti munculnya ijab kabul, atas dasar keridhoan masing-masing pihak,
tidak dalam kondisi terpaksa, transparan, jujur, bebas dari unsur gharar (penipuan)
dan lain-lain. Dan semua prilaku yang merugikan bagi salah satu pihak yang
bersumber dari indera manusia.
Kedua, ruang lingkup al-muamalah al-madiyah; Pada prinsipnya dalam
ruang lingkup al-muamalah al-madiyah ini dibahas materi pokok fiqh mumalah yang
terkait dengan pelembagaan akad dengan berbagai macam jenisnya. 15

KETERKAITAN ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN FIQH MUAMALAH

Sebagaimana dijelaskan di atas, transaksi merupakan perbuatan dan hubungan-


hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa
tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan
berpandukan Syariah. Pengertian ini jelas sekali menunjukkan hubungan antara
transaksi dengan Syariah. Syariah menjadi guideline bagi semua aktivitas transaksi.
Aktivitas transaksi yang tidak mengikuti ketentuan Syariah berarti dilarang (diharamkan).

Syariah merupakan ketentuan-ketentuan Allah yang ditujukan untuk menjadi


panduan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Syariah adalah satu-satunya
way of life yang harus dipercayai oleh seorang mukmin yang dapat mengantarkannya
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Allah-lah satu-satunya pihak yang
berkuasa untuk menentukan ketentuan dan jalan yang mesti ditaati oleh umat manusia,
karena Dia-lah Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Inilah reason, kenapa semua
aktivitas transaksi harus mengikuti guideline yang ditetapkan Syariah. 

Fiqh berarti faham, baik secara mendalam atau dangkal. Dalam pengertian yang
spesifik, ia berarti memahami hukum-hukum amalisyarak berdasarkan dalil-dalilnya yang
terperinci. Dengan kata lain, pemahaman terhadap Syariah itu dinamakan fiqh. Ini
berarti fiqh merupakan produk pemikiran manusia (hasil ijtihad) yang senantiasa
dinamis mengikuti perkembangan zaman. Nilai kebenaran yang dihasilkan oleh hasil
ijtihad bersifat relatif, liberal, terbuka untuk diuji dan dikaji ulang serta terbuka untuk
dikritik karena kefahaman manusia senantiasa berkembang mengikuti perkembangan
ilmu, nilainilai intelektual, dan juga situasi kontemporer dan realitas setempat yang
melingkupi suatu kefahaman. Syariah bersifat muqaddas, abadi dan kebenarannya
mutlak. Dengan demikian, Syariah dan fiqh mempunyai hubungan yang sangat erat,
karena sesungguhnya fiqh tetap berpijak pada Syariah. Adanya fiqh merupakan suatu
keharusan dalam rangka mengamalkan Syariah.

Sedangkan fiqh muamalah adalah peraturan Islam yang berkaitan dengan


hukum-hukum perniagaan, dan menjadi frame work yangsah untuk ekonomi Islam.
Hubungan antara fiqh muamalah dan ekonomi Islam adalah seumpama kajian tata
bahasa dengan kemahiran penggunaan bahasa. Kegiatan ekonomi Islam tidak bisa
dipisahkan dari fiqh muamalah, bahkan kegiatan itu hendaklah dikawal dan dipandu
oleh fiqh muamalah.16

15
M. Yazid Afandi,M.Ag, fiqh muamalah, (Yogyakarta: Logung Printika, cet.1, Desember 2019),
hlm. 2-9.
16
Asaruddin Akbar, Muhammad Dahri, Muhammaf Arsyam, “Konsep dasar ekonomi dalam
muamalah Islam”, Jurnal, 7.
Secara istilah muamalah merupakan system kehidupan. Islam memberikan warna
pada setiap dimensi kehidupan manusia tak terkecuali pada dunia ekonomi, bisnis, dan
masalah sosial. Sistem Islam ini mencoba endialektikan nilai-nilai ekonomi dengan nilai-
nilai akidah atau etika. Kegiatan bisnis yang dilakukan oelh manusia dibangun dengan
dialektika antara spiritualisme dan materialisme. Kegiatan bisnis yang dilakukan bukan
hanya berbasis pada nilai materi, melainkan terdapat sandaran transcendental di
dalamnya sehingga bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan
muamalah atau ekonomi dan bisnis juga sangat censer dengan nilai-nilai yang bersifat
Islami. Diantaranya adalah kaidah-kaidah dasar fiqh muamalah yang di ungkapkan oleh
Juwaini (2008), yaitu sebagai berikut:

1. Hukum asal muamalah adalah diperbolehkan.


2. Konsep fiqh muamalah untuk memujudkan kemaslahatan.
3. Menetapkan harga yang kompetitif.
4. Meninggalkan intervensi yang terlarang.
5. Menghindari eksploitasi.
6. Memberikan kelenturan dan toleransi.17

RELEVANSI ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN HUKUM KOMERSIAL

Hukum Komersial

Istilah “komersial”, dalam Bahasa inggris “commercial” dari kata commerce


yang berarti perdagangan atau perniagaan (Wojowasita, 28). Sedangkan pengertian
“komersil” menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah bersifat berdagang
(Poerwadarminta, 1982: 517).

Dan pada umumnya, perdagangan/perniagaan didefinisikan sebagai pekerjaan


membeli barang dari suatu tempat/suatu waktu dan menjual barang itu di tempat
lain/pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Karakteristik
komersial terutama terletak pada tujuan pencapaian keuntungan (laba). Kegiatan
komersial meliputi produksi, distribusi, dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa untuk
memperoleh laba. Alat tukar adalah benda-benda yang khusus dipergunakan untuk
dipertukarkan dengan barang-barang yang diperlukan.

Hukum Ekonomi Dan Hukum Komersial

Hukum ekonomi pembahasannya meliputi kedua bidang hukum (privat dan


public) tersebut. Ruang lingkup hukum ekonomi lebih luas daripada hukm dagang
tradisional dan hukum bisnis modern yang hanya mengatur kepentingan pribadi atau
hanya berkaitan dengan aspek keperdataan.

Hukum dagang dan hukum bisnis atau komersial merupakan bagian dari hukum
privat (perdata), sedangkan hukum ekonomi disamping meliputi dari hukum dagang dan

17
Ismail Nawawi, fiqih muamalah klasik dan kontenporer, hlm. 12.
hukum bisnis tersebut juga menjangkau hukum publik, seperti hukum administrasi
negara, hukum pidana, dan lain-lain.

Dalam hukum dagang atau hukum komersial/bisnis, kaidah-kaidahnya lebih


banyak berbentuk undang-undang yang dibuat dengan partisipasi pemerintah maupun
rakyat (DPR), namun dalam hukum ekonomi banyak dibuat oleh otoritas public dalam
bentuk perundang-undangan dibawah undang-undang seperti misalnya: peraturan
pemerintah, keputusan presiden, peraturan Menteri, dll. 18

KETERKAITAN ETIKA BISNIS ISLAM DENGAN HUKUM KOMERSIAL

Hukum adalah semua aturan baik Yng tetulis maupun Yang tidak tertulis, untuk
mengatur kehidupan masyarakat dan juga menyediakan sangsi bagi siapa saja yang
melanggar hukum tersebut. Para sarjana klasik yang concern mengembangkan kajian dii
bidang hukum membagi kedalam dua hal, yaitu: Pertama, hukum privat, kedua hukum
public. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan individu manusia, dan
tidak berkaitan dengan permasalahan public, misalnya adalah hukum.

Perdata, hukum dagang, dan lain sebagainya. Sebaliknya, hukum public adalah
hukum yang menatur tentang kepentingan public, sebagai contoh adalah hukum negara
(Hukum tata negara, hukum tata usaha negara, hukum pidana, dan lain sebagainya).
Salah satu ciri khas hukum public yaitu adanya ketertiban pemerintah dan juga negara.
Karakteristik usaha komersial meliputi usaha-usaha yang bergerak di beberapa jasa-jasa,
yang bertujuan untuk memperoleh sejumlah laba.

BAB III KESIMPULAN

etika bisnis islam adalah norma-norma etika yang berbasiskan Al-quran dan
Hadist yang harus dijadikan acuan oleh siapapun dalam aktivitas bisnisnya. Etika bisnis
Islam adalah ahklak dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab
sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai etik, moral, Susila, atau akhlak
adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi yang utuh.

ushul fiqh adalah pedoman atau aturan-aturan yang membatasi dan


menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan
mengeluarkan hukum syara’ dan dalilnya; sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara’
yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yang sudah ditentukan
itu. Keterkaitan etika bisnis Islam dengan ushul fiqh, yaitu: pada dasarnnya bahwa
konsep serta prinsip dasar etika dalam dunia bisnis berdasarkan hukum Islam yang
berasaskanal-Qur’an, ialah: Prinsip tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung
jawaban, kebenaran, dan ihsan.

18
Prof. Dr.Rahayu Hartini,S.H.,M.Si.,M.Hum, Hukum Komersial, (Malang; UMM Press, 2018), hlm.
53-54.
Fiqh Muamalah merupakan gabungan dari dua kata kalimat dari Bahasa Arab al-
fiqh dan al-muamalah. Secara lughawi masing-masing dapat dijelaskan: Al-fiqh berarti
al-fahmu; pemahaman. Secara terminologis, fiqh adalah salah satu bidang ilmu dalam
syari’at Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun hubungan manusia dengan penciptanya.

Keterkaitan etika bisnis Islam dengan fiqh muamalah, yaitu: Sebagaimana


dijelaskan di atas, transaksi merupakan perbuatan dan hubungan-hubungan sesama
manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal
tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berpandukan
Syariah. Pengertian ini jelas sekali menunjukkan hubungan antara transaksi dengan
Syariah. Syariah menjadi guideline bagi semua aktivitas transaksi. Aktivitas transaksi
yang tidak mengikuti ketentuan Syariah berarti dilarang (diharamkan). kaidah-kaidah
dasar fiqh muamalah yang di ungkapkan oleh Juwaini (2008), yaitu sebagai berikut:

1. Hukum asal muamalah adalah diperbolehkan.


2. Konsep fiqh muamalah untuk memujudkan kemaslahatan.
3. Menetapkan harga yang kompetitif.
4. Meninggalkan intervensi yang terlarang.
5. Menghindari eksploitasi.
6. Memberikan kelenturan dan toleransi.

Istilah “komersial”, dalam Bahasa inggris “commercial” dari kata commerce yang
berarti perdagangan atau perniagaan (Wojowasita, 28). Sedangkan pengertian
“komersil” menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah bersifat berdagang
(Poerwadarminta, 1982: 517). Dan pada umumnya, perdagangan/perniagaan
didefinisikan sebagai pekerjaan membeli barang dari suatu tempat/suatu waktu dan
menjual barang itu di tempat lain/pada waktu yang berikut dengan maksud
memperoleh keuntungan.

Keterkaitan etika bisnis Islam dengan hukum komersial, yaitu: Hukum adalah
semua aturan baik Yng tetulis maupun Yang tidak tertulis, untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan juga menyediakan sangsi bagi siapa saja yang melanggar hukum
tersebut. Para sarjana klasik yang concern mengembangkan kajian dii bidang hukum
membagi kedalam dua hal, yaitu: Pertama, hukum privat, kedua hukum public. Hukum
privat adalah hukum yang mengatur kepentingan individu manusia, dan tidak berkaitan
dengan permasalahan public, misalnya adalah hukum.

Perdata, hukum dagang, dan lain sebagainya. Sebaliknya, hukum public adalah
hukum yang menatur tentang kepentingan public, sebagai contoh adalah hukum negara
(Hukum tata negara, hukum tata usaha negara, hukum pidana, dan lain sebagainya).
Salah satu ciri khas hukum public yaitu adanya ketertiban pemerintah dan juga negara.
Karakteristik usaha komersial meliputi usaha-usaha yang bergerak di beberapa jasa-jasa,
yang bertujuan untuk memperoleh sejumlah laba.
1
Ahmad Arif Widianto dan Lia Hilyatul Masrifah, “Mengkompromikan yang formal dan Moral:
Rasionalitas Tindakan Ekonomi Pengusaha Home Industry di Sriharjo, Bantul, Yogyakarta”, Jurnal
Sosiologi Pendidikan Humani, Vol,1, No. 2 (Desember, 2016), hlm. 94.
2
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Edisi Lengkap Fiqih Mazhab Syafi’I, Buku 2: Muamalat,
munakahat, jinayat, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2007 ), hlm. 22.
3
Muhammad Lisman,” Broker pada bisnis properti: Studi Etika Bisnis Islam”, Jurnal
Islamika, Vol.2, No.1 (2019), 38.
4
Muhammad Lisman,” Broker pada bisnis properti: Studi Etika Bisnis Islam”, Jurnal Islamika, Vol.2,
No.1 (2019), 39.
5
Muhammad, paradigma, metodologi & Aplikasi Ekonomi Syari’ah. (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2008), 52.
6
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 63-64.
7
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 20.
8
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 65.
9
Erly Juliyani, “Etika Bisnis Islam Perspektif Islam”, Jurnal ummul Qura, Vol. vll, No.1 (Maret
2016), 66.
10
Syafiq Gharbal, Al-mausu’ah al-‘arabiyah al-masyussarah, (kairo; Dar al-qalam, 1965), hlm.
1304.
11
Dr.Nurhayati, M.Ag, Dr. Ali Imran Sinaga, M.Ag, fiqh dan ushul fiqh, (Jakarta; Prenadamedia
Group, juni, 2018), hlm.1-4.
12
Abdul Wahhab Khallaf, Ibnu ushul fiqh, (semarang, Dina Utama Semarang, 1994), hlm. 142-143.
13
Amir Syarifuddin, ushul fiqh,(cet.lv; Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 5-6.
14
Muthmainnah, Nursyamsu, “ landasan hukum Islam: Etika bisnis Syariah dan faktor
pengembangannya”, Jurnal Syariah, vol.v, No. 1, (April, 2017), 61-71.
15
M. Yazid Afandi,M.Ag, fiqh muamalah, (Yogyakarta: Logung Printika, cet.1, Desember 2019),
hlm. 2-9.
16
Asaruddin Akbar, Muhammad Dahri, Muhammaf Arsyam, “Konsep dasar ekonomi dalam
muamalah Islam”, Jurnal, 7.
17
Ismail Nawawi, fiqih muamalah klasik dan kontenporer, hlm. 12.
18
Prof. Dr.Rahayu Hartini,S.H.,M.Si.,M.Hum, Hukum Komersial, (Malang; UMM Press, 2018), hlm.
53-54.

Anda mungkin juga menyukai