Anda di halaman 1dari 13

Analisis Tafsir ayat ayat Konsumsi Al qur’an terhadap

pengembangan Ekonomi Syariah

Abstrak
Seluruh kegiatan ekonomi berawal dari kebutuhan fisik manusia untuk dapat
terus hidup di dunia ini. Segala keperluan untuk bertahan hidup akan sekuat tenaga
diusahakan sendiri, namun ketika keperluan untuk hidup itu tidak dapat dipenuhi
sendiri, maka terjadilah interaksi sosial dalam memenuhi keperluan hidup di antara
manusia. Interaksi inilah yang sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan
penawaran, interaksi konsumsi dan produksi, sehingga muncullah pasar sebagai wadah
interaksi ekonomi ini. Dalam Islam dijelaskan bahwa bumi dengan segala isinya
merupakan amanah Allah SWT kepada manusia agar dipergunakan sebaik-baiknya
bagi kesejahteraan umat Islam. Sedangkan manusia mempunyai dua fungsi dalam
dunia ini, yaitu sebagai hamba Allah yang bertugas untuk beribadah kepada-Nya dan
sebagai khalifah yang bertugas untuk memakmurkan dan mensejahterakan bumi Allah.
Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada manusia sebagai khalifah Allah
adalah kegiatan ekonomi secara umum dan kegiatan konsumsi secara khusus. Islam
mengajarkan kepada manusia untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan
keridhaan dari Allah dalam menjalankan fungsinya sebagai khalifah tersebut.
Kata Kunci: Tafsir, Ayat Konsumsi, Ekonomi Syariah
A. Pendahuluan
Sebagai sumber ajaran Islam, al-Qur’an perlu ditafsirkan untuk menghasilkan
pemahaman yang tepat mengenai perilaku kehidupan manusia, termasuk dalam
bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi Islam yang bersumber dari al-
Qur’an mempunyai peluang yang sama dengan pengembangan keilmuan lainnya.
Sebagai sebuah metodologi, tafsir ekonomi terhadap ayat-ayat al-Qur’an memberi
peluang bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam. Pilihan atas masalah ini
didasarkan pada kebutuhan terhadap konsumsi yang seimbang dalam tatanan
perekonomian. Model tahapan kerja yang akan digunakan yaitu menafsirkan ayat-
ayat Al-Qur’an yang terkait dengan konsumsi. Islam memposisikan konsumsi
sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang bertujuan mengumpulkan pahala
menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Motif berkonsumsi dalam Islam pada
dasarnya adalah maslahah (public interest or general human good) atas kebutuhan
dan kewajiban. Keperluan hidup manusia ini secara kualitas memiliki tahapan-
tahapan pemenuhan. Berdasarkan teori Maslow, keperluan hidup itu berawal dari
pemenuhan keperluan hidup yang bersifat kebutuhan dasar (basic needs), kemudian
pemenuhan keperluan hidup yang lebih tinggi kualitasnya seperti keamanan,
kenyamanan dan aktualisasi. Namun teori Maslow ini merujuk pada pola pikir
konvensional yang menggunakan perspektif individualistik-materialistik.
Sementara dalam Islam pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama
(pemenuhan kebutuhan dasar), akan dilakukan ketika memang secara kolektif
keperluan kebutuhan dasar tadi sudah pada posisi yang stabil. 1
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan
konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab
hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub)
kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk
menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam ekonomi islam, konsumsi
dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya
dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia,
yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya. 2
B. Konsumsi dalam Islam
Kata “konsumsi” berasal dari bahasa Belanda consumptie, yang artinya suatu
kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda,
baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara
langsung.3
Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para pakar
ekonom, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi
juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi
konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara
pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah. Pelaku
konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah kecenderungan

1
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonomi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.19
2
Muhammad Lutfi,”Konsumsi dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam”,Madinah Syari’ah,
Vol.2,2019,Hlm.66
3
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.20
konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasannya.
Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, dimana
mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Perilaku konsumen
(consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai
pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang
dimilikinya. 4
C. Beberapa dasar dalam ketentuan Konsumsi
Adapun dasar orang muslim dalam menjadikan Al -qur’an sebagai acuan dalam
konsumsi :
1. Anjuran untuk tidak berlebih lebihan dalam berkonsumsi, dalam hal ini Allah
SWT. Berfirmn.

‫ ࣖ ال ُمس ِرفِينَ يُحِ ب َل اِنَّه تُس ِرفُوا َو َل َواش َربُوا َّوكُلُوا َمس ِجد كُ ِل عِندَ ِزينَتَكُم ُخذُوا ٰادَ َم ٰيبَنِي‬٣١

Artinya. “Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap
(memasuki) Masjid dan makan serta minumlah tetapi janganlah berlebihan
sesungguhnya dia tidak menyukai orang orang berlebihan.5(Al Araf:31)
Asbabunuzul ayat diatas adapun hadits yang menerangan, diriwayatkan dari
Imam Muslim, al-Nasai, dan Ibn Jarir, dari Salmah bin Kuhayl dari muslim al-
Batin dari Said bin Jubayr dari Ibn Abbas, dia berkata bahwa orang-orang
musyrik laki-laki dan perempuan pada jaman jahiliah melakukan tawaf di
Baitullah dalam keadaan telanjang. Laki-laki di siang hari dan perempuan di
malam hari. Seorang perempuan dari kalangan mereka kemudian berkata, “pada
hari ini sebagian atau seluruhnya kelihatan, dan bagian yang kelihatan tidak aku
halalkan.” Sebagian lagi berkata, “ kami tidak melakukan tawaf dengan pakaian
yang digunakan untuk bermaksiat kepada Allah.
Al-Zuhri menjelaskan dalam al-Lubab bahwa dahulu orang-orang Arab
biasanya bertawaf dalam keadaan telanjang, kecuali kalangan al-Humus. Al-
Humus adalah Quraisy dan keturunannya. Orang-orang selain dari kalangan al-
Humus yang datang untuk bertawaf meletakkan pakaiannya lalu bertawaf dalam
keadaan telanjang, kecuali mereka yang diberi pakaian oleh al-Humus. Maka
turunlah ayat ini sebagai perintah untuk menutup aurat. Al-Kilbi berkata, bahwa
orang-orang jahiliah tidak makan makanan apapun, termasuk daging, lemak dan

4
Muhammad Lutfi,”Konsumsi dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam”,Madinah Syari’ah,
Vol.2,2019,Hlm.67
5
https://quran.kemenag.go.id/surah/7
susu kecuali makanan pokok saja pada hari-hari pelaksanaan ibadah haji yang
mereka agungkan. Maka orang-orang muslim kemudian bertanya kepada
Rasulullah SAW, wahai Rasulullah apakah kami juga akan bersikap begitu?
Maka turunlah ayat ini. 6
Ayat ini merupakan bantahan terhadap kaum musyrikin yang melakukan
thawaf di Baitullah sambil telanjang secara sengaja; laki-laki berthawaf pada
siang hari dan perempuan pada malam hari. Maka Allah SWT berfirman: “Hai
anak Adam, pakailah perhiasanmu ketika memasuki masjid”. Yang dimaksud
“perhiasan” di sini ialah pakaian untuk menutupi aurat. Kaum musrikin disuruh
mengenakan baju setiap kali mau memasuki masjid. Berdasarkan ayat ini dan
sunnah yang semakna dengan ayat itu, maka disunahkan untuk mempercantik
diri setiap kali melakukan shalat, terutama shalat Jum’at, shalat Jamaah dan
shalat Idul Fitri. Memakai parfum dan bersiwak merupakan pelengkap dalam
menghias diri. Selain itu, ayat ini juga merupakan anjuran untuk tidak berlebih
lebihan dalam berkonsumsi. 7
2. Anjuran Mengkonsumsi yang baik dan halal
‫اس ٰياَي َها‬ ِ ‫ط ِيبًا َح ٰل ًل الَر‬
ُ ‫ض فِى ِم َّما كُلُوا ال َّن‬ ِ ‫عد ُو لَكُم اِنَّه الشَّي ٰط ِن ُخطُ ٰو‬
َ ۖ‫ت تَت َّ ِبعُوا َّو َل‬ َ ‫ ۖم ِبين‬١٦٨
Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi
baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu
merupakan musuh yang nyata.”8(Al-Baqarah: 168)
Asbabunuzul ayat ini diturunkan sebagai peringatan dan sanggahan terhadap
apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Arab yang mengharamkan makanan
atas mereka, seperti bahirah, saibah dan wasilah.
Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini turun sebab suatu kaum dari Thaqif, bani
‘Amir bin Sa’sa’ah, Khuza’ah, dan Bani Mudlaj yang mengharamkan sebagian
tanaman, bahirah, saibah, wasilah, dan daging. Ayat ini kemudian turun untuk
menjelaskan bahwa semua makanan yang mereka haramkan adalah halal kecuali
sebagian jenis makanan yang memang diharamkan oleh Allah SWT.
Maka adanya peringatan ini karena setidaknya disebabkan dua hal yang
dilakukan oleh orang-orang jahiliah, pertama mereka mengharamkan sesuatu yang

6
Firman Setiawan,”Konsep Maslahah (utility) dalam al-quran surat al baqarah ayat 168 dan surat al
araf ayat 31”Vol. 1,No. 2,Hlm 6.
7
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.21
8
https://quran.kemenag.go.id/surah/7
sebenarnya tidak dilarang oleh Allah, dan kedua adanya perilaku menyekutukan
Allah dalam pengharaman makanan-makanan ini. 9
Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki kepada seluruh makhluk-
Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan makanan yang
halal lagi baik, serta melarang mereka memakan makanan yang diharamkan
kepadanya.
Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan yang baik-baik dari
rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka
bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku sebagai hamba-Nya. Memakan
makanan halal merupakan sarana untuk diterimanya do’a dan ibadah.10
3. Mengkonsumsi sesuatu dengan menyebut nama Allah
١١٨ َ‫علَ ْي ِه ا ِْن كُ ْنت ُ ْم ِب ٰا ٰيت ِٖه ُم ْؤ ِمنِيْن‬ ‫فَكُلُ ْوا مِ َّما ذُك َِر ا ْس ُم ه‬
َ ِ‫ّٰللا‬

Artinya: “Makanlah sebagian apa (daging hewan halal) yang (ketika disembelih)
disebut nama Allah jika kamu beriman pada ayat-ayat-Nya.”11(Al- An’am:118)

Asbabunuzul surat Al-An’am 118. Sebagai mana terdapat dalam hadits Abu
Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
sejumlah orang mendatangi Nabi saw. lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, kita boleh
memakan hewan yang kita bunuh, tapi tidak boleh memakan hewan yang dibunuh
Allah?!” Maka Allah menurunkan firman-Nya. 12

Allah membolehkan kepada hamba-Nya yang beriman memakan sembelihan


yang dibacakan nama Allah atasnya. Artinya, Dia melarang memakan sembelihan
yang tidak dibacakan nama Allah, seperti memakan bangkai yang dibolehkan oleh
kaum kafir Quraisy dan binatang yang disembelih bukan atas nama Allah.
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada umat Islam perkara yang
diharamkan kepada mereka, kecuali apa yang terpaksa mereka memakannya (dalam
kondisi madharat).13

9
Firman Setiawan,”Konsep Maslahah (utility) dalam al-quran surat al baqarah ayat 168 dan surat al
araf ayat 31”Vol. 1,No. 2,Hlm 3.
10
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.21
11
https://quran.kemenag.go.id/surah/6/118
12
https://duniaislam.id/question/asbabunuzul-surat-al-an’am-118.
13
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.22
4. Dalam mengkomsumsi harus punya perinsip mengahalalkan yang halal
mengharamkan yang haram.

َ‫الرسُو َل يَتَّبِعُونَ اَلَّذِين‬ َّ ‫ي‬ َّ ‫ي النَّ ِب‬َّ ‫الن ِجي ِل التَّو ٰرى ِة فِى عِندَهُم كت ُوبًا َۖم يَ ِجد ُونَه الَّذِي الُ ِم‬ ِ ‫بِال َمع ُروفِ يَأ ُم ُرهُم َو‬
‫ع ِن َو َينهٰ ى ُهم‬ ‫َر‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫و‬ ‫م‬
ِ‫ِ ِ ُ ُ َ ُح‬‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫ت‬ ٰ
‫ب‬ ‫ي‬‫ط‬َّ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ر‬‫ح‬ ‫ي‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ي‬َ ‫ل‬‫ع‬ َ‫ث‬ ‫ى‬ ٰۤ
‫َب‬ ٰ ‫خ‬‫ال‬ ‫ع‬ ‫ض‬ ‫ي‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ُم‬ ‫ه‬ ‫ر‬ ‫ِص‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ٰ
َ َ‫علَي ِهم كَانَت الَّتِي َوال‬
‫غ‬
َ ِ ُ ُ َِ ُ َ ُ ِ َ ِٕ ُ َ ََ ُ َ َ َ
َّ ٰ َّ ُ ٰۤ ٰ ُ
َ ُ
َ‫عز ُروهُ بِه ا َمنوا فالذِين‬ َّ َ ‫ص ُروهُ َو‬ َّ ُ
َ َ‫ ࣖ ال ُمف ِل ُحونَ ه ُم اولىِٕكَ ۖ َمعَه ان ِز َل ال ِذي النو َر َواتبَعُوا َون‬١٥٧
Artinya: “(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang
ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam
Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf,
mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka,
mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban
serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka.288) Adapun orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang
yang diturunakan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang
beruntung.”14(Al-Araf : 157)
Dalam syariat Nabi Muhammad saw. tidak ada lagi beban berat yang dipikulkan
kepada Bani Israil, seperti ketentuan membunuh diri untuk bertobat, kewajiban kisas
pada pembunuhan yang disengaja dan tidak tanpa adanya alternatif membayar diat
(ganti rugi), memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, dan membuang
atau menggunting kain yang terkena najis.
Ayat di atas menjelaskan tentang siapa yang wajar mendapat rahmat Allah,
yaitu mereka bertaqwa yang mengeluarkan zakat dan percaya kepada Allah serta
Rasul-Nya. Orang yang akan meraih rahmat adalah orang yang terus menerus dan
tekun mengikuti Nabi Muhammad yang selalu mengajak orangorang Yahudi dan
Nasrani kepada yang ma’ruf. Ayat ini juga menganjurkan kepada umat Islam untuk
menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk.15
5. Larangan bakhil dan boros dalam mengkonsumsi
ْ ُ‫َو ََل ت َجْ عَ ْل يَدَكَ َم ْغل ُ ْولَةً ا ِٰلى عُنُقِكَ َو ََل ت َ ْبس‬
٢٩ ‫ط َها كُ َّل ْالبَسْطِ فَت َ ْقعُدَ َملُ ْو ًما َّم ْحسُ ْو ًرا‬

14
https://qur’an.kemenag.go.id/surah/7/157.
15
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.22
Artinya :“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
(kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab
nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.”16(Al- Isra’ :29)

Asbabunuzul ayat diatas dalam sebuah hadits, Said bin manshur


meriwayatkan dari Sayyar abul Hakam. Rasulullah mendapat kiriman
pakaian. Karena beliau sangat dermawan, beliau pun membagikannya
kepada orang-orang. Saat itu datang beberapa orang, tapi barang itu sudah
habis beliau bagikan. Maka turunlah ayat ini.

Ibnu mardawaih dan lainnya meriwayatkan dari ibnu masud. Seorang


bocah mendatangi Nabi saw dan berkata,’Ibu saya minta ini dan itu’. Beliau
menjawab,’ Hari ini kami tidak punya apa-apa.’ Anak tersebut berkata,’
kalau begitu berikan baju anda’. Beliau pun menanggalkan bajunya dan
menyerahkannya, sehingga beliau hanya dapat tinggal tanpa baju di rumah.
Lalu Allah menurunkan ayat ini. 17

Dari ayat di atas “Dan janganlah kamu menjadikan tanganmu


terbelenggu pada lehermu,” maksudnya, janganlah kamu bakhil, tidak mau
memberi apapun kepada siapa saja. “Dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya,” yakni, janganlah kamu berlebihan dalam berinfaq lalu
kamu membeli sesuatu di luar kemampuanmu. 18

6. Allah SWT. Menjelaskan tentang kesederhanaan.


٨٧ َ‫ّٰللاَ ََل يُحِ بُّ ْال ُم ْعت َ ِديْن‬
‫ّٰللاُ لَكُ ْم َو ََل ت َ ْعتَد ُْوا ۗا َِّن ه‬
‫ت َما ٰٓ ا َ َح َّل ه‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت ُ َح ِر ُم ْوا‬
ِ ‫طيِ ٰب‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan


sesuatu yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”19(Al- Maidah:87)

Asbabunuzul Ayat ini, diturunkan tatkala ada suatu kaum dari kalangan para
sahabat yang bertekad menetapi puasa dan melakukan salat di malam harinya;

16
https://quran.kemenag.go.id/surah/17/29
17
https://mjna.my.id/asbabun_nuzul/view
18
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.23
19
https://quran.kemenag.go.id/surah/5/87
mereka tidak mau mendekati wanita-wanita, memakai wewangian, memakan daging
dan tidur di ranjang/kasur. (Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu
melampaui batas.) janganlah kamu melanggar perintah Allah. (Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.)20

Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat
mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara
berlebihan tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Pemanfaatan konsumsi secara
berlebih-lebihan merupakan ciri khas masyarakat yang disebut dalam Islam dengan
istilah isyraf (pemborosan) atau tabzir (menghabur-hamburkan harta tanpa guna).
Tabzir berarti mempergunakan harta dengan cara yang salah, yakni untuk menuju
tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau
dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan syari’at.21

D. Faktor Maslahah dalam Konsumsi


Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah
swt kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk digunakan bagi
kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak
meninggalkan manusia sendirian, tetapi diberikannya petunjuk melalui para Rasul-
Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia,
baik aqidah, akhlak, maupun islam. Aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan tidak
mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen
yang terakhir yakni “Islam” senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf
peradaban umat, dimana seorang Rasul diutus-Nya.
Islam mengajarkan agar setiap manusia menyadari bahwa pemilik yang
sebenarnya terhadap segala sesuatu yang dilangit maupun dimuka bumi, termasuk
harta yang diperoleh oleh setia manusia bahkan diri manusia itu sendiri adalah Allh
swt. Kepemilikan manusia terhadap harta bendanya hanya bersifat relatif, sebatas
hak pakai. Hak pakai inipun harus sesuai dengan peraturan-Nya. Kelak setiap
manusia akan diminta pertanggungjawabannya tentang pemakaian harta benda
yang dititipkan oleh Allh itu telah sesuai atau tidak dengan petunjuk dan ketentuan-
Nya. Semua harta benda telah diamanatkan Allah kepada manusia agar dijadikan
sarana beribadah kepada-Nya. Disamping itu, selalu diingatkan Allah bahwa harta

20
https://tafsirq.com/5-al-maidah/ayat-87
21
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.23
benda tidak hanya sebagai perhiasan hidup yang menyenangkan, tetapi juga
sebagai pengujian keimanan dan ketakwaan seseorang keapadanya.
Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian.
Karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan
ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab,
mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan
penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.
Umar Radiyallahu Anhu memahami urgensi konsumsi dan keniscayaannya
dalam kehidupan. Sebab dalam fiqih ekonomi Umar Radiyallahu Anhu terdapat
bukti-bukti yang menunjukkan perhatian terhadap konsumsi yang dapat disebutkan
sebagai berikut:
Pertama, bahwa Umar Radiyallahu Anhu sangat antusias dalam memenuhi
tingkat konsumsi yang layak bagi setiap individu rakyatnya. Sebagai contoh ketika
Umar Radiyallahu Anhu pergi ke-Syam, dan beliau mengetahui kondisi sebagian
orang miskin yang tidak memiliki kebutuhan dasarnya yang mencukupi, maka
beliau memerintahkan untuk ditetapkannya kadar makanan yang mecukupi, yang
diberikan kepada setiap orang diantara mereka setiap bulannya.
Kedua, Umar Radiyallahu Anhu berpendapat bahwa seorang muslim
bertangungjawab dalam memenuhi tingkat konsumsi yang layak bagi keluarganya,
dan mengingkari orang-orang yang mengabaikan hal tersebut.ebagai contoh,
bahwa beliau melihat anak perempuan yang jath bangun karena pingsan, maka
beliau berkata, “betapa nelangsanya anak ini! Apakah dia tidak memiliki
keluarga?” ketika beliau diberitahu bahwa anak peremuan tersebut adalah putrinya
Abdullah bin Umar, maka beliau berkata kepada Abdullah, “berjalanlah dimuka
bumi ini untuk mencukupi keluargamu, dan carilah untuk putrimu apa yang dicari
orang orang untuk putri mereka”
Ketiga, bahawa beberapa hamba sahaya Hathib bin Abi Balta’ah mencuri onta
milik seseorang dari kabilah Muzainah dan mereka sembelih untuk dimakan, maka
Umar Radiyallahu Anhu ingin menegakkan hukum Had pencurian kepada mereka.
Tapi ketika beliau mengetahui bahwa Hathib tidak memberi mereka makan yang
semestinya, maka beliau menganulir hukum had tersebut dari mereka, dan melipat
harga onta terhadap Hathib sebagai sanksi atas pengabaiannya dalam hal tersebut.
Keempat, bahwa Umar Radiyallahu Anhu tidak memperkenankan keengganan
mengonsumsi hal-hal yang mubah sampai tingkat yang membahayakan diri,
meskipun demikian itu dengan tujuan ibadah.
Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen
cendrung untuk memilihi barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum.
Hal ini sesuai dengan rasionalitas islam bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin
meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan
pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah
sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
Dalam ekonomi islam, kepuasan konsumsi dikenal dengan maslahah dengan
pengertian terpenuhi keputuhan baik bersifat fisik maupun spritual. Islam sangat
mementingkan keseimbangan fisik dan dan non fisik yang didasarkan atas nilai-
nilai syariah. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah halal, baik
secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersifat israf (royal) dan tabzir
(sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seorang muslim tidak didasarkan banyak
sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah
yang didapatkan dari yang dikonsumsinya.
Islam mengajarkan agar manusia menjalani kehidupannya secara benar,
sebagaimana yang telah diatur oleh Allah swt. Bahkan usaha untuk hidup secara
benar dan menjalani hidup secara benar inilah yang menjadikan hidup seseorang
bernilai tinggi. Ukuran baik dan buruk kehidupan sesungguhnya tidak diukur dari
indicator-indikator lain melainkan dari sejauh mana seorang manusia berpegang
teguh pada kebenaran.
Teori nilai guna (utility) apabila dianalisis dari teori mashlahah, kepuasan
bukan didasarkan atas banyaknya barang yang dikonsumsi tetapi didasarkan atas
baik atau buruknya seseuatu itu terhadap diri dan lingkungannya. Jika
mengonsumsi sesuatu mendatangkan kemafsadatan pada diri atau lingkungan maka
tindakan itu harus ditinggalkan sesuai dengan kaidah ushul fiqh :
‫درءالمفاسد أولى من جلب المفافع‬artinya Menolak segala bentuk kemudaratan lebih
diutamakan daripada menarik manfaat
Bila dalam mengkonsumsi sesuatu kemungkinan mengandung mudarat atau
mashlahat maka menghindari kemudaratan harus lebih diutamakan karena akibat
dari kemudaratan yang ditimbulkan mempunyai ekses yang lebih besar daripada
mengambil sedikit manfaat. Jadi, perilaku konsumsi seorang muslim harus
senantiasa mengacu pada tujuan syariat, yaitu memelihara maslahat dan
menghindari mudarat.
Dalam ekonomi konvensional, konsumsi diasumsikan selalu bertujuan untuk
memperoleh kepuasan (utility). Konsumsi dalam islam tidak hanya bertujuan
mencari kepuasan fisik, tetapi lebih mempertimbangkan aspek mashlahah yang
menjadi tujuan dari syariat islam.
Mashlahah dalam ekonomi Islam, ditetapkan sesuai dengan prinsip rasionalitas
muslim, bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang
diperolehnya. Seorang konsumen muslim mempunyai keyakinan bahwa,
bahwasanya kehidupannya tidak hanya didunia tetapi akan ada kehidupan di
akhirat kelak.
Mengurangi konsumsi suatu barang sebelum mencapai kepuasan maksimal
adalah prinsip konsumsi yang diajarkan Rasulullah, seperti makan sebelum lapar
dan berhenti sebelum kenyang. Karena tambahan nilai guna yang akan diperoleh
akan semakin menurun apabila seseorang terus mengonsumsinya. Pada akhirnya,
tambahan nilai guna akan menjadi negatif apabila konsumsi terhadap barang
tersebut terus ditambah. Hukum nilai guna marginal yang semakin menurun
menjelaskan bahwa penambahan terus menerus dalam mengonsumsi suatu barang,
tidak akan menambah kepauasan dalam konsusmi karena tingkat kepuasan
terhadap barang tersebut akan semakin menurun. 22
E. Perinsip Keadilan dalam Konsumsi
Ada empat prinsip utama dalam berkonsumsi menurut sistem ekonomi Islam
yang diisyaratkan dalam Al Qur’an:
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah, yang bermakna bahwa tindakan
ekonomi diperuntukkan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup (needs)
bukan pemuasan keinginan (wants).
2. Implementasi zakat, selain zakat terdapat pula instrumen sejenis yang
bersifatsukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.
3. Penghapusan riba (prohibition of riba); menjadikan sistem bagi hasil (profit-
loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti
sistem kredit (credit system) termasuk bunga.
4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct).23
Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar menafkahkan sebagian hartannya
untuk kepentingan diri, keluarga, dan fi sabilillah. Islam mengharamkan sikap kikir.
Di sisi lain, islam juga mengharamkan sikap boros dan menghamburkan harta.8
Inilah bentuk keseimbangan yang diperintahkan dalam Al-Quran yang
mencerminkan sikap keadilan dalam konsumsi. Seperti yang diisyaratkan dalam
surat Al-Isra’ ayat 29 artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu

22
Rahmat Ilyas,”Konsep maslahah dalam konsumsi ditinjau dari ekonomi islam”Vol.1no.1,2015,hlm
18
23
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap pengembangan ekonommi
Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.23
pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal.”24
F. Kesimpulan
Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa perilaku ekonomi Islam tidak
didominasi oleh nilai alamiah yang dimiliki oleh setiap individu manusia, ada nilai
di luar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi mereka. Nilai
tersebut adalah Islam itu sendiri, yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam
hidup dan kehidupan manusia. Jadi berkaitan dengan variabel keinginan dan
kebutuhan ini, Islam sebenarnya cenderung mendorong keinginan pelaku ekonomi
sama dengan kebutuhannya. Dengan segala nilai dan norma yang ada dalam akidah
dan akhlak Islam peleburan atau asimilasi keinginan dan kebutuhan dimungkinkan
untuk terjadi.
Teori perilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar syariah Islam. Dalam
ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar, yaitu: Prinsip
Keadilan, Prinsip Kebersihan, Prinsip Kesederhanaan, Prinsip Kemurahan Hati,
dan Prinsip Moralitas.
Peleburan keinginan dengan kebutuhan dalam diri seorang muslim terjadi
melalui pemahaman dan pengamalan akidah dan akhlak yang baik (Islamic norms).
Sehingga ketika asimilasi itu terjadi, maka terbentuklah pribadi-pribadi muslim
(homo-islamicus) yang kemudian menentukan perilaku ekonominya yang orisinil
dan bersumber dari Islam. Secara simultan otomatis ekonomi tentu akan
mengkristal menjadi sistem yang bersumber dari Islam.

24
Muhammad Lutfi mm, “Konsumsi Dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam”Vol.2.2019, Hlm.68
G. Daftar Pustaka
Abdurrohman Kasdi, “Tafsir ayat ayat konsumsi dan Implikasi terhadap
pengembangan ekonommi Islam”Vol.1,No.1,2013,Hlm.19
Muhammad Lutfi,”Konsumsi dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam”,Madinah
Syari’ah, Vol.2,2019,Hlm.66
https://quran.kemenag.go.id/surah/7
Firman Setiawan,”Konsep Maslahah (utility) dalam al-quran surat al baqarah
ayat 168 dan surat al araf ayat 31”Vol. 1,No. 2,Hlm 6.
https://duniaislam.id/question/asbabunuzul-surat-al-an’am-118.
https://mjna.my.id/asbabun_nuzul/view
https://quran.kemenag.go.id/surah/5/87
https://tafsirq.com/5-al-maidah/ayat-87
Rahmat Ilyas,”Konsep maslahah dalam konsumsi ditinjau dari ekonomi
islam”Vol.1no.1,2015,hlm 18

Anda mungkin juga menyukai