Disusun Oleh:
SUMATERA UTARA
2019
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II……………………………………………………………………………………………………………………………..…3
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………..…3
A. Pengertian Konsumsi..........................................................................................3
BAB III……………………………………...………………………………….….……..…..14
PENUTUP……………………………………………………………..………..………....…14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..…………….….…..…15
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi ialah kegiatan ekonomi yang sangat penting, bahkan terkadang dianggap
paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi dan ditribusi.
Sebagai umat yang bergama Islam kita tidak boleh menjadi mubajir dalam mengkonsumsi
setiap hal, baik pakaian, makanan atau lainnya.
Dalam mengkonsumsi sesuatu kita juga harus mmepunyai etika karena tidak semua
hal yang ada kita perlakukan seenaknya saja. Kita memiliki aturan dan pedoman dalam
hidup, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Pembahsan ini sangat penting karena untuk kita
mengetahui bersama etika yang harus kita terapkan dalam mengkonsumsi sesuatu hal adalah
hal yang sangat berguna untuk menuntun kita menjadi insan yang lebih baik.
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhannya di sebut konsumen. Perilaku konsumen adalah kecenderungan konsumen
dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku
konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, di mana mereka dapat mengilustrasikan
pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan
jasa mereka. Perilaku konsumen mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai
pilihan yang di hadapinya dengan memanfaatkan sumber daya yang di miliki nya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumsi
Konsumsi secara umum diartikan pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa,
seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan dan lainnya. 1
Ada ungkapan yang terkenal dalam sistem ekonomi kapitalis bahwa “konsumen adalah raja“.
Ungkapan ini digunakan untuk memberikan dorongan agar dalam memberikan pelayanan
posisi konsumen ditempatkan sebagai “raja”. Dalam perspektif ekonomi syariah, konsumsi
pada hakikatnya manifestasi dari pengabdian kepada Allah. Bagi yang memandang konsumsi
sebagai sarana untuk menambah kekuatan dalam menaati Allah, maka dia akan
memprioritaskan konsumsi terhadap segala barang yang halal dan baik.
Pada aspek lain konsumsi dalam ekonomi syariah bukan hanya sekedar memenuhi
kebutuhan individu sebagai konsumen dalam rangka memenuhi perintah Allah, tetapi lebih
jauh berimplikasi terhadapkesadaran berkenaan dengan kebutuhan orang lain. Oleh
karenanya dalam konteks adanya keizinan untuk mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh
Allah, sekaligus terpikul tanggung jawab untuk memberikan perhatian terhadap keperluan
hidup oranng-orang yang tidak punya, baik yang tidak meminta maupun yang meminta,
bahkan untuk orang-orang yang sengsara dan fakir miskin.2
Allah Azza Wa Jalla memerintahkan kepada manusia agar dalam melakukan aktivitas
konsumen mengambil yang halal dan toyyib, sebagaimana di sebutkan pada surat al-Baqarah
(2): 168.
َ ٰ ت ٱل َّشي
ْط ِن ۚ إِ َّنهُۥ َل ُك ْم ۟ ض َح ٰ َلاًل َط ِّيبًا َواَل َت َّت ِبع
ُ ُوا ُخ
ِ ط ٰ َو ۟ ُٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱل َّناسُ ُكل
ِ ْوا ِممَّا فِى ٱأْل َر
ٌَع ُدوٌّ م ُِّبين
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan adalah
musuh nyata bagimu.”
1
Ahim Abdurrahim, dkk. Ekonomi dan Bisnis Islam (Depok: Raja Grafindo persada.2016). hlm.315
2
Amiur Nuruddin. Ekonomi Syariah (Bandung: Citapustaka. 2009). hlm.155-156
3
Hawa nafsu yang tidak terkendali dan lebih memprioritaskan keinginan yang semu, lebih
cenderung mengajak kepada hal-hal yang negative tanpa berfikir akan halal dan haram. Oleh
karenanya Islam memandang bahwa keinginan itu harus selalu di barengi dengan akal fikiran
yang sehat dan manusia harus menyadari bahwa ada keinginan dan ada kebutuhan.
Kebutuhan bersifat terbatas, sesuai dengan apa yang di harapkan dan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Dalam ekonomi Islam, konsumsi di tentukan oleh kebutuhan, dan kebutuhan di tentukan
oleh Maslahah. Kebutuhan berbeda dengan keinginan, kebutuhan lebih bersifat sesuai dengan
yang di harapkan sedangkan keinginan terkadang tanpa di harapkan jika mereka merasa ingin
maka harus terpuaskan. Oleh karena nya kebutuhan harus mengandung maslahah. Maslahah
adalah nilai barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dasar dan tujuan hidup umat
manusia.3
C. Tujuan Konsumsi
َ ُ صد ُّت ْم َف َذرُوهُ فِى س ُۢن ُبلِ ِهۦٓ إِاَّل َقلِياًل ِّممَّا َتأْ ُكل
ون َ ِين دَ أَبًا َف َما َح َ ُون َسب َْع سِ ن َ َقا َل َت ْز َرع
ٰ
ونَ ُث َّم َيأْتِى م ِۢن َبعْ ِد َذل َِك َس ْب ٌع شِ دَ ا ٌد َيأْ ُك ْل َن َما َقدَّمْ ُت ْم َلهُنَّ إِاَّل َقلِياًل ِّممَّا ُتحْ صِ ُن
” Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa, maka apa
yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu
makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya. (tahun sulit),
kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS Yusuf” [12]: 47-48
3
Abdurrahim, Ekonomi, hlm.319
4
3) Konsumsi sebagai Tanggung Jawab Sosial
ُول َولِذِى ْٱلقُرْ َب ٰى َو ْٱل َي ٰ َت َم ٰ@ى ِ مَّٓا أَ َفٓا َء ٱهَّلل ُ َع َل ٰى َرسُولِهِۦ ِمنْ أَهْ ِل ْٱلقُ َر ٰى َفلِلَّ ِه َولِلرَّ س
ون ُدو َل ۢ ًة َبي َْن ٱأْل َ ْغ ِن َيٓا ِء مِن ُك ْم ۚ َو َمٓا َءا َت ٰى ُك ُم
َ يل َكىْ اَل َي ُك ِ ْن ٱلس َِّبِ ِين َوٱب ِ َو ْٱل َم ٰ َسك
ِ وا ٱهَّلل َ ۖ إِنَّ ٱهَّلل َ َشدِي ُد ْٱل ِع َقا
ب ۟ ُُوا ۚ َوٱ َّتق ۟ ٱلرَّ سُو ُل َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َه ٰى ُك ْم َع ْن ُه َفٱن َته
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang di berikan Allah kepada Easul- Nya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang msikin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang kaya saja di antara kamu. Apa yang di berikan Rasul kepadamu, maka
terimalah dan apa yang di larangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat keras hukumnya.” (QS Al-
Hasyr [59]:7)4
4
Abdurrahim, Ekonomi, hlm.321-322
5
Muhammad Abdul Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa
1997). hlm 44
5
Perilaku konsumsi muslim dari segi tujuan tidak hanya mencapai kepuasan dari
konsumsi barang, melainkan berfungsi “ ibadah” dalam rangka mendapat ridha
Allah SWT.
b. Memperhatikan kaidah ilmiah
Dalam berkonsumsi, seorang muslim harus memperhatikan prinsip kebersihan.
Fungsi konsumsi muslim berbeda dengan prinsip konvensional yang bertujuan
kepuasan maksimum, terlepas ada keridhaan Allah atau tidak. Karena pada
hakekatnya teori konvensional tidak mengenal Tuhan.
c. Memperhatikan bentuk konsumsi
Pada hakikatnya teori konvensional tidak menganal tuhan. Dari segi bentuk
konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan apapun yang dikonsumsinya.
2. Prinsip kuantitas
a. Sederhana, tidak bermewah-mewahan.
Sesungguhnya kuantitas konsumsi yang terpuji dakam kondisi yang wajar adalah
sederhana. Kesederhanaan ini merupakan salah satu sifat hamba Allah Yang Maha
Pengasih, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya Q.S Al-Furqan ayat 67
6
1. Nafkah diri, manusia diwajibkan untuk memenuhi kebuthan diri dari
mendahulukannya atas pemenuhan kebutuhan orang lain.
2. Nafkah istri, nafkah harus dipenuhi oleh suaminya karena ikatan dirinya
kepada suaminya.
b. Untuk memperjuangkan agama Allah
Pembelanjaan harta dijalan Allah, sebagaimana balasannya Allah SWT akan
menggantinya dengan surga. Pengeluaran dijalan Allah tersebut dapat berbentuk
pengeluaran untuk membiayai dakwah agama agar Islam tersebar keseluruh alam.
4. Prinsip moralitas
Perilaku konsumsi seorang muslim dalam berkonsumsi juga memerhatikan nilai
prinsisp moralitas, dimana mengandung arti ketika berkonsumsi terhadap suatu
barang, maka dalam rangka menjaga martabat manusia yang mulia, berbeda dengan
mahluk Allah lainnya.6
Dalam ekonomi Islam, kita memasukkan batasan bahwa proses memaksimalkan kepuasan
harus mempertimbangkan kaidah-kaidah syari’ah, Pendekatan ini di bangun atas 2 landasan
yaitu:
1. Hadis
6
Lukman Hakim. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Erlangga.2012). hlm.93-99
7
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2017). hlm.65
7
Jika menggunakan teori konvensional, konsumen diamsusikan selalu menginginkan
tingkat kepuasan yang tertinggi. Konsumen akan memilih mengkonsumsi barang A atau B
tergantung pada tingkat kepuasan yang di berikan oleh kedua barang tersebut. Ia akan
memilih barang A jika memberikan kepuasan yang lebih tinggi di bandingkan B, demikian
dengan sebaliknya.
Konsumsi merupakan pemakaian atau penggunaan manfaat dari barang dan jasa.
Sehingga konsumsi merupakan tujuan yang penting dari produksi tetapi tujuan yang utama
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Islam adalah agama yang komprehensif
dan mencakup seluruh aspek kehidupan, yang mangatur segala tingkah laku manusia, bahkan
tidak ada satu sistem kemasyarakatan, baik modern atau lama, yang menetapkan etika untuk
manusia dan mengatur segala aspek kehidupan manusia sampai pada persoalan yang detail
selain islam, termasuk dalam hal ini konsumsi.
Secara khusus jika kegiatan konsumsi itu dimaknai sebagai usaha untuk membelanjakan
harta yang dimilikinya,maka yang menjadi sasaran utama adalah pembelnjaan konsumsi
untuk diri sendiri, keluarga dan sabilillah. Allah secara global telah melegalkan manusia
untuk menimati kenikmata yang halal , baik tentang makanan, minuman , maupun perhiasan
dengan cara dan dalam batas-batas tertentu (QS. Al-A’raf 31-32).
8
Pada dasarnya konsumsi di bangun atas dua hal, yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan
atau kepuasan (manfaat). secara rasional, seseorang tidak tidak akan pernah mengkonsumsi
suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya.
sebagaimana yang terdapat pada firman Allah SWT surah Al-A’raaf ayat 31:8
Surah Al-a’raf ayat 31 sudah banyak di hiraukan oleh orang-orang yang mengaku bahwa
dirinya beragama islam. Orang-orang yang hidup di zaman sekarang akan berpakaian bagus
ketika menghadap atasannya dan sebaliknya ketika beribadah mereka menggunakan pakaian
seadanya, padahal pada hakikatnya ketika seorang beribadah kepada Allah SWT. disaat itulah
mereka akan menghadap dan berkomunikasi kepada Allah SWT. Perilaku yang seperti itulah
yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh umat islam. Selain itu banyak orang di antara
kita mempunyai pola makan yang tidak mencerminkan perilaku islam, mereka makan dengan
porsi banyak atau bahkan memesan makanan di atas mejanya cukup banyak atau bahkan
memesan makanan di atas mejanya cukup banyak padahal ini tidak dianjurkan dalam islam.9
Keinginan adalah terkait dengan hasrat atau harapan seseorang yang jika di penuhi belum
tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Misalnya,
ketika seseorang membengun suatu rumah ia menginginkannya adanya warna yang nyaman,
interior yang rapid an indah, ruangan yang longgar, dan sebagainya. Semua hal ini belum
tentu menambah fungsi suatu rumah tinggal, namun akan memberikan suatu kepuasan bagi
pemilik rumah keinginan terkait dengan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap suatu
barang/jasa, dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa di bandingkan antar satu orang dengan
orang lain.
Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik,
spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah
kepuasan atau manfaat psikis di samping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan di inginkan
8
Haroni Doli H. Ritonga. Pola Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jurnal Ekonomi 13, no 3.
2010). hlm.1-4
9
Andi Bahri. Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Pare-pare: STAIN. 2014). hlm.347-370
9
oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan kepuasaan, namun jika
pemenuhan kebutuhan tidak di landasi dengan keinginan, maka hanya akan memberikan
manfaat semata. Dalam kasus, jika yang diinginkan bukan merupakan suatu kebutuhan, maka
pemenuhan keinginan tersebut hanya akan memberikan kepuasan saja.10
Tabel 4.1
Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran islam. Di antara ajaran yang
penting berkaitan dengan konsumsi adalah dengan memerhatikan halal haramnya sesuatu
yang dikonsumsi tersebut. Bukan sekedar nilai guna dan manfaat saja yang harus di jadikan
10
Isnaini Harahap, M. Ridwan. The handbook Of Islamic Economic (Medan: FEBI UIN-SU Press. 2016).
hlm.81
11
Sulaeman Jajuli. Ekonomi Dalam Al-Qur’an. (Yogyakarta: Deepublish CV Budi Utama 2017). hlm
109
10
ukuran, melainkan juga halal haram, baik atau tidak nya sesuatu sebelum di konsumsi. Hal ini
juga di ingatkan oleh Allah dalam firman Nya
َ ٰ ت ٱل َّشي
ْط ِن ۚ إِ َّنهُۥ َل ُك ْم ۟ ض َح ٰ َلاًل َط ِّيبًا َواَل َت َّت ِبع
ُ ُوا ُخ
ِ ط ٰ َو ۟ ُ ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱل َّناسُ ُكل
ِ ْوا ِممَّا فِى ٱأْل َر
ٌَع ُد ٌّو م ُِّبين
@۟ ُ إِ َّن َما َيأْ ُم ُر ُكم ِبٱلس ُّٓو ِء َو ْٱل َفحْ َشٓا ِء َوأَن َتقُول
َ وا َع َلى ٱهَّلل ِ َما اَل َتعْ َلم
ُون
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan
keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS AL-Baqarah [2]:
168-169)
Dalam ajaran Islam seorang muslim di larang hidup dalam keadaan serba berlebihan
sementara ada tetangganya yang menderita karena kelaparan. Ikhwan A. Basri dalam
bukunya Menguak pemikiran Ekonomi Islam Ulama menjelaskan bahwa ajaran islam datang
untuk mengubah gaya hidup (life style), dari yang berlebihan, arogan dan pamer menjadi
sebuah gaya hidup yang sederhana, bersahaja dan zuhud. Ini berarti gaya hidup yang di
tawarkan oleh islam tidak memungkinkan pelakunya mengekploitasi sumber-sumber daya
alam secaara berlebihan dan mubazir. Mereka akan merasa cukup dengan apa yang di miliki
dan senantiasa akan mengambil jarak dari pola gaya hidup orang-orang non islam. Itulah
sebabnya orang kaya pada zaman Rasullah shallallaahu ‘alaihi wassallam dan sahabatnya
tidak berbedasama sekali perilaku konsumsi mereka dengan golongan sahabat yang paling
miskin sekalipun.12
1. Membahayakan Tubuh
Jika Allah Azza Wa Jalla menghalalkan sesuatu atas manusia, maka pastilah di
belakang itu terdapat kebaikan bagi manusia, sedangkan jika Allah
mengharamkan sesuatu maka pastilah ada sesuatu yang dapat membahayakan
12
P3EI. Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers. 2013). hlm.131-132
11
manusia. Secara umum manusia mengetahui bahwa produk-produk yang di
haramkan mengandung hal-hal yang bersifat racun, memabukkan, merusak tubuh
atau bersifat najis dan menjijikkan.
هللا أَ َم َر ْالم ُْؤ ِم ِني َْن ِب َما أَ َم َر ِب ِه ْالمُرْ َسلِي َْن َف َقا َل { َيا
َ َّهللا َطيِّبٌ ال يُق َب َل إِال َطيِّبا ً َوإِن َ َّأَ ُّي َها ال َّناسُ إِن
صالِحا ً إِ ِّني ِب َما َتعْ َملُ ْو َن َعلِ ْي ٌم } َو َقا َل { َيا أَ ُّي َها الَّ ِذي َْن َ ت َواعْ َملُ ْوا َّ أَ ُّي َها الرُّ ُس ُل ُكلُ ْوا م َِن
ِ الط ِّي َبا
ث أَ ْغ َب َر َي ُم ُّد َي َد ْي ِه إِ َلىَ ت َما َر َز ْق َناك ْم } ُث َّم َذ َك َر الرَّ ُج َل يُطِ ْي ُل ال َّس َف َر أَ ْش َع ِ آ َم ُن ْوا ُكلُ ْوا ِمنْ َط ِّي َبا
لح َر ِام َفأ َ َّنى َ ِْي ِبا َ ال َّس َماء َيا َربِّ َيا َربِّ َو َم ْط َع ُم ُه َح َرا ٌم َو َم ْش َر ُب ُه َح َرا ٌم َو َم ْل َب ُس ُه َح َرا ٌم َو ُغذ
يُسْ َت َجابُ لِ َذل َِك
”Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima kecuali
yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang
beriman apa yang dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman: (Hai para
Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan). Allah juga
berfirman: (Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-
baik yang kami berikan kepadamu). Kemudian beliau menyebutkan tentang
seorang laki-laki yang telah melakukan perjalanan panjang dengan rambut kusut
dan berdebu, ia mengadahkan kedua tangannya ke langit; Ya Rabbku, sementara
makanannya haram, pakainnya haram, minumannya haram dan tumbuh dengan
makanan yang harm, maka bagaimana mungkin doanya akan di kabulkan?” (HR
Muslim).
3. Masuk Neraka
ٍ ْيَا َكعْبُ ْبنَ عُجْ َرةَ إِنَّهُ الَ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ لَحْ ٌم نَبَتَ ِم ْن سُح
ت
“Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasullah shallallahu ‘alaihi wassalam
mengatakan: ”Wahai Ka’b bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surge
daging yang tumbuh dari makanan haram.” (HR Ad-Darim)
Makanan adalah bahan bakku untuk tubuh sehingga jika daging yang tumbuh
pada tubuh seseorang berasal dari makanan yang haram maka tubuhnya enggan
untuk beribadah dan taat kepada Allah Swt. mengkonsumsi makanan yang haram
tidak hanya menghalangi tubuh untuk beribadah, tertolak doanya, namun juga
membuatnya pantas untuk masuk neraka.13
13
Abdurrahim, Ekonomi, hlm.325
12
BAB III
PENUTUP
konsumsi dalam ekonomi syariah bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan individu
sebagai konsumen dalam rangka memenuhi perintah Allah, tetapi lebih jauh berimplikasi
terhadap kesadaran berkenaan dengan kebutuhan orang lain.
13
Dalam mengkonsumsi sesuatu kita juga harus mmepunyai etika karena tidak semua
hal yang ada kita perlakukan seenaknya saja. Kita memiliki aturan dan pedoman dalam
hidup, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Pembahsan ini sangat penting karena untuk kita
mengetahui bersama etika yang harus kita terapkan dalam mengkonsumsi sesuatu hal adalah
hal yang sangat berguna untuk menuntun kita menjadi insan yang lebih baik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, Ahim, dkk. 2016. Ekonomi dan Bisnis Islam. Depok: GRAFINDO.
Nuruddin, Amiur. 2009. Ekonomi Syariah. Bandung: CITAPUSTAKA.
Hakim, lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. ERLANGGA.
Karim, Adiwarman. 2017. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: GRAFINDO PERSADA
Ritonga, Haroni,Doli. 2010. Pola Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal
Ekonomi 13 No 3.
P3EI. 2013. Ekonomi Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS.
Bahri, Andi. 2014. Etika Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Pare-pare: STAIN.
Harahap, Isnaini. 2016. The Handbook Of Islamic Economic. Medan: FEBI UIN-SU PRESS.
Muhammad. 1997. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PRIMA YASA.
Jajuli, Sulaeman. 2017. Ekonomi Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: BUDI UTAMA.
15