Abstraksi
Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam
menggunakan kekayaan atau berbelanja. Suatu negara mungkin memiliki kekayaan
melimpah, tetapi apabila kekayaan tersebut tidak diatur pemanfaatannya dengan baik dan
terukur maslahahnya, maka kesejahtera-an (welfare) akan mengalami kegagalan. Jadi yang
terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan
(preferensi) yang mengandung maslahah (baik dan bermanfaat), agar kekayaan tersebut
dimanfaatkan pada jalan yang sebaik-baiknya untuk kemakmuran dan kemaslahatan
individu,masyarakat dan rakyat secara menyeluruh.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri manusia. Sejak kecil,
bahkan ketika baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan untuk memenuhi kebutuh-
annya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis untuk menunjukkan bahwa seorang
bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya. Semakin besar dan akhirnya dewasa,
keinginan dan kebutuhan seorang manusia akan terus meningkat dan mencapai puncaknya
pada usia tertentu untuk seterusnya menurun hingga seseorang meninggal dunia.
puncaknya pada usia tertentu untuk akibat sikap yang individualistik untuk
seterusnya menurun hingga seseorang mencapai kepuasan( utility).
meninggal dunia. Ada tiga nilai dasar yang menjadi
Teori perilaku konsumen rasional pondasi bagi perilaku konsumsi seorang
dalam paradigma ekonomi konvensional dan atau masyarakat muslim:2
didasari pada prinsip-prinsip dasar 1. Keyakinan akan adanya hari kiamat
economic rationalism dan utilitarianism dan kehidupan akhirat, prinsip ini
yang kedunya lebih mementingkan kepada mengarahkan seorang konsumen
kepentingan individu (self interest) dengan untuk mengutamakan konsumsi untuk
mengorbankan pihak lain. Konsumen akan akhirat daripada dunia. Mengutama-
memilih mengkonsumsi barang A atau B kan konsumsi untuk ibadah daripada
tergantung daripada tingkat kepuasan yang konsumsi duniawi. Konsumsi untuk
diberikan oleh barang tersebut. Ia akan ibadah merupakan future consumption
memilih barang A jika tingkat kepuasan (karena terdapat balasan surga di
yang diberikan lebih tinggi dibandingkan akherat), sedangkan konsumsi
B, demikian juga sebaliknya.1 Selanjutnya duniawi adalah present consumption.
setiap konsumen tentunya akan berusaha
2. Konsep sukses dalam kehidupan
memaksimalkan konsumsinya dengan
seorang muslim diukur dengan moral
melihat kemampuan anggaran yang
agama Islam, dan bukan dengan
dimiliki (budget constrain). Hal tersebut
jumlah kekayaan yang dimiliki.
jelas bebas nilai dan akan berimplikasi
Semakin tinggi moralitas semakin
kepada kebebasan dalam prilaku konsumsi
tinggi pula kesuksesan yang dicapai.
selama barang dan jasa tersebut dapat
Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan
memberikan kepuasan (utility) kepada kepada Allah merupakan kunci
konsumen. Maka mengkonsumsi khamr,
moralitas Islam. Kebajikan dan
babi, keuntungan judi, spekulasi dan lain kebenaran dapat dicapai dengan
sebagainya yang dilarang tidak menjadi prilaku yang baik dan bermanfaat
masalah dalam ekonomi konvensional. bagi kehidupan dan menjauhkan diri
Tidak adanya nilai-nilai moral yang dari kejahatan.
mengatur masalah konsumsi dalam
pandangan ekonomi konvensional ini, 3. Kedudukan harta merupakan anugrah
menyebabkan banyak terjadi prilaku Allah dan bukan sesuatu yang dengan
menyimpang yang menyebabkan sendirinya bersifat buruk (sehingga
kehancuran bagi ad din, jiwa, akal, harta harus dijauhi secara berlebihan).
bahkan keturunan (ad dhoruriyat al Harta merupakan alat untuk mencapai
khomsah) yang seharusnya dijaga betul dan tujuan hidup, jika diusahakan dan
Islam sangat konsen membetengi dan dimanfaatkan dengan benar karena
menjaga hal-hal tersebut. Pada akhirnya mengharap ridho Allah akan
perilaku komsumsi tersebut mengabaikan digantikan berlipat-lipat. Allah
keharmonisan dan keseimbangan sosial berfirman:
ﺎتِ وﻣﺜﻞ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ ﻳـْﻨ ِﻔ ُﻘﻮ َن أَﻣﻮا َﳍﻢ اﺑﺘِﻐَﺎء ﻣﺮﺿ dikonsumsi oleh umat Islam. Dalam
َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ َ membandingkan konsep ‘kepuasan’
ِ َوﺗَـﺜْﺒِﻴﺘًﺎ ِﻣ ْﻦ أَﻧْـ ُﻔ ِﺴ ِﻬ ْﻢ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ َﺟﻨ ٍﱠﺔ ﺑَِﺮﺑْـ َﻮٍة.ا
ﱠ dengan ‘pemenuhan kebutuhan’
(yang terkandung di dalamnya
ْﲔ ﻓَِﺈ ْن َﱂ ِ ْ ﺖ أُ ُﻛﻠَ َﻬﺎ ِﺿ ْﻌ َﻔ
ْ ََﺎ َواﺑِ ٌﻞ ﻓَﺂﺗ8َﺻ َﺎ َأ maslahah), kita perlu membanding-
ﺼ ٌﲑِ ِﲟَﺎ ﺗَـﻌﻤﻠُﻮ َن ﺑ.ا ِ ِ kan tingkatan-tingkatan tujuan
َ َ ْ ُﻳُﺼْﺒـ َﻬﺎ َواﺑ ٌﻞ ﻓَﻄَﻞﱞ َو ﱠ hukum syara’ yakni antara
”Dan perumpamaan orang-orang daruriyyah, tahsiniyyah dan
yang membelanjakan hartanya 4
hajiyyah .
Karena mencari keridhaan Allah
dan untuk keteguhan jiwa mereka, B. Pembahasan
seperti sebuah kebun yang terletak 1. Batasan dalam konsumsi menurut
di dataran Tinggi yang disiram oleh
Islam
hujan lebat, Maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali Secara bijaksana al-Qur'an telah
lipat. jika hujan lebat tidak menginformasikan suatu larangan
menyiraminya, Maka hujan gerimis berdimensi sosial untuk kesejahteraan
(pun memadai). dan Allah Maha manusia agar harta tidak hanya dimiliki
melihat apa yang kamu perbuat”. oleh segelintir orang saja. Larangan dalam
(QS. Al-Baqoroh: 265) pembelanjaan harta melingkupi dua
macam, antara lain:
Ibnu Katsir mengatakan: ”Ayat
Pertama, larangan bersikap
tersebut menggambarkan kondisi kebun
kikir/bakhil dan menumpuk harta.
yang senantiasa subur dan tidak pernah
Kesadaran untuk membantu penderitaan
tandus/gersang, walaupun tidak turun hujan
yang dialami orang-orang yang kekurangan
besar maka hujan rintik sudah cukup
sangat mendapatkan porsi yang besar di
menyuburkannya, demikian pula amal
dalam Islam. Keseimbangan yang
seorang mukmin akan selalu di lipat
diciptakan Allah dalam bentuk aturan-
gandakan ganjarannya.3
aturan yang bersifat komprehensif dan
Pertimbangan kemaslahatan dari
universal yaitu al-Qur'an dalam konteks
proses komsumsi juga menjadi dasar yang
hubungan sosial, apabila diimplementasi-
perlu di pertimbangkan menurut Nurul
kan dengan mengambil suri teladan para
Huda:
Nabi dan Rasul dan orang-orang beriman
”Pada tingkat pendapatan tertentu,
seorang muslim, karena memiliki masa lalu(As salaf sholeh) membawa
alokasi untuk hal-hal yang dampak terhadap distribusi pemerataan
menyangkut akhirat, akan tingkat kesejahteraan. Sikap kikir sebagai
mengkonsumsi barang lebih sedikit salah satu sifat buruk manusia harus dikikis
daripada non-muslim. Hal yang dengan menumbuhkan kesadaran bahwa
mem-batasinya adalah konsep harta adalah amanah Allah swt yang harus
maslahah tersebut di atas. Tidak
dibelanjakan sebahagian dari harta tersebut
semua barang atau jasa yang
memberikan kepuasan (utility) kepada orang-orang yang berhak
mengandung maslahah di mendapatkannya. sebagaimana firman
dalamnya, sehingga tidak semua Allah :
barang/jasa dapat dan layak
4
Nurul Huda, Perilaku Komsumsi Islami ,Jurnal
3
Lihat Ibnu Katsir,Tafsir al Quran al Adhim,surat diskusi bulanan Fak.Ekonomi Univ.Yarsi 26 N0v
albaqoroh ayat 265. 2006
8
Lihat, Fathu al Bari, jld 11 hlm 427.
6 9
Al Bukhori, shohih al Bukhori, hadist no. 6365 Lihat Yusuf Qardhawi, norma dan etika
7 ekonomi Islam, hlm 148.
At Thobroni, al mu’jam al ausath li at Thobroni,
10
hadist no. 5610 Hadist riwayat Ibnu Majah, hadist no. 425.
Seorang muslim yang rasional yaitu yang berupaya untuk menabung dan
beriman semestinya anggaran konsumsi menginvestasikan hartanya.
ibadahnya harus lebih banyak c. Prinsip prioritas bahwa pertimbangan
dibandingkan anggaran konsumsi duniawi- komsumsi perlu mendahulukan
nya. Karena dengan maksimumkan kebutuhan primer kemudian sekunder
pencapaian kemenangan (falah) adalah kemudian tertier.
tujuannya. Sebaliknya dengan semakin d. Prinsip sosial bahwa semangat saling
tidak rasional, maka semakin kufur ta’awun dan memberi contoh
sehingga semakin besar anggaran keteladanan perilaku komsumsi serta
konsumsinya untuk duniawi, yang pada memperhatikan maslahat umum
akhirnya menjauhkan dari menuju target dengan tidak membahayakan,
falah. Sehingga membeli mobil merugikan yang lain serta
lambhorgini meskipun lalu lintas padat, mengganggu ketertiban umum.
banjir dan macet, membeli tas hermes yang e. Kaidah lingkungan bahwa perhatian
bandrolnya hingga 1 milyar demi kepada sumber daya alam yang ada
mematutkan gaya hidup, belanja baju di dengan tidak mengexploitasi tanpa
Paris demi prestise dan lain sebagainya, batas dan merusaknya.
bukan merupakan akhlaq konsumen islami.
Islam mengatur pola konsumsi umatnya Menurut Abdul Mannan, ada 5
dengan mengedepankan akhlaq, sehingga prinsip konsumsi dalam islam 18:
terjadi keseimbangan konsumsi yang a. Prinsip Keadilan, prinsip ini
komprehensif antara individu dengan mengandung arti ganda mengenai
masyarakat luas dan antara dunia dengan mencari rizki yang halal dan tidak
akhirat. dilarang hukum. Allah berfirman :
اﳋِْﻨ ِﺰﻳ ِﺮ َوَﻣﺎ َ إِﱠﳕَﺎ َﺣﱠﺮَم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟْ َﻤْﻴـﺘَﺔَ َواﻟﺪ
ْ ﱠم َو َﳊْ َﻢ
2. Prinsip Konsumsi Dalam Islam
ٍغ َوَﻻFَ اﺿﻄُﱠﺮ َﻏ ْ َﲑ ْ ﻓَ َﻤ ِﻦ.ا ِأ ُِﻫ ﱠﻞ ﺑِِﻪ ﻟِﻐ ِﲑ ﱠ
Menurut Al Haritsi17 mengutip َْ
ِ َﻏ ُﻔ.ا ِِ ِ ٍ
ﻴﻢ
ٌ ﻮر َرﺣ ٌ ََﻋﺎد ﻓَ َﻼ إ ْﰒَ َﻋﻠَْﻴﻪ إ ﱠن ﱠ
kebijakan Umar ibn Khottob radhiyallahu
anhu tentang prinsip komsumsi dalam
“Sesungguhnya Allah Hanya
Islam adalah :
mengharamkan bagimu bangkai,
a. Prinsip syari’ah bahwa komsumsi darah, daging babi, dan binatang
merupakan sarana untuk membangun yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. tetapi
keta’atan pada Allah dan harus
barangsiapa dalam keadaan
mengetahui betul apa yang terpaksa (memakannya) sedang dia
dikomsumsinya baik dari sisi zat, tidak menginginkannya dan tidak
proses pembuatan (halal dan haram). (pula) melampaui batas, Maka tidak
b. Prinsip kuantitas bahwa kesederhana- ada dosa baginya. Sesungguhnya
an dalam segala hal merupakan Allah Maha Pengampun lagi Maha
kebaikan dengan memperhatikan Penyayang.” (QS.Al-Baqarah : 173)
kemampuan dan pendapatan dalam Haram menurut ayat ini termasuk
mengkomsumsi barang dan jasa serta juga daging yang berasal dari
17 18
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fikih Ekonomi Abdul Mannan,Teori dan Praktek dasar dasar
Umar bin Al-Khathab, Jakarta: Khalifa, 2006 Ekonomi Islam.
ِ
ً َأُﺣ ﱠﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﺻْﻴ ُﺪ اﻟْﺒَ ْﺤ ِﺮ َوﻃَ َﻌ ُﺎﻣﻪُ َﻣﺘ
ﺎﻋﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ
sembelihan yang menyebut nama
Allah tetapi disebut pula nama selain
Allah.Pelarangan dilakukan karena َوﻟِﻠ ﱠﺴﻴﱠ َﺎرةِ َو ُﺣِّﺮَم َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َﺻْﻴ ُﺪ اﻟَِّْﱪ َﻣﺎ ُد ْﻣﺘُ ْﻢ
berkaitan dengan hewan yang َ اﻟﱠ ِﺬي إِﻟَْﻴ ِﻪ ُْﲢ َﺸ ُﺮو َن.ا
ُﺣ ُﺮًﻣﺎ َواﺗﱠـ ُﻘﻮا ﱠ
dimaksud berbahaya bagi tubuh dan
tentunya berbahaya bagi jiwa , terkait “Dihalalkan bagimu binatang
dengan moral dan spritual (memper- buruan lautdan makanan (yang
sekutukan tuhan) berasal) dari lautsebagai makanan
yang lezat bagimu, dan bagi orang-
b. Prinsip Kebersihan, makanan harus
orang yang dalam perjalanan; dan
baik dan cocok untuk dimakan, tidak diharamkan atasmu (menangkap)
kotor ataupun menjijikkan sehingga binatang buruan darat, selama
merusak selera. kamu dalam ihram. dan
c. Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini bertakwalah kepada Allah yang
mengatur perilaku manusia mengenai kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan.” (QS : Al-Maidah :
makan dan minuman yang tidak
96)
berlebihan , Allah berfirman :
آد َم ُﺧ ُﺬوا ِزﻳﻨَـﺘَ ُﻜ ْﻢ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻛ ِّﻞ َﻣ ْﺴ ِﺠ ٍﺪ
e. Prinsip moralitas, seorang muslim
َ َ‡ ﺑَِﲏ diajarkan untuk menyebut nama
ﺐَوُﻛﻠُﻮا َوا ْﺷَﺮﺑُﻮا َوَﻻ ﺗُ ْﺴ ِﺮﻓُﻮا إِﻧﱠﻪُ َﻻ ُِﳛ ﱡ Allah sebelum makan dan
ِ menyatakan kesyukurannya kepada-
َ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِﺮﻓ
ﲔ Nya setelah makan.
“Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap 3. Kebutuhan Dan Keinginan
(memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih- Sebagaimana kita pahami dalam
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak pengertian ilmu ekonomi konvensional,
menyukai orang-orang yang bahwa ilmu ekonomi pada dasarnya
berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raaf mempelajari upaya manusia baik sebagai
31)
individu maupun masyarakat dalam rangka
Maksudnya: tiap-tiap akan mengerja-
melakukan pilihan penggunaan sumber
kan sembahyang atau thawaf keliling
daya yang terbatas guna memenuhi
ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
kebutuhan (yang pada dasarnya tidak
Dengan tidak melampaui batas yang
terbatas) akan barang dan jasa. Kelangkaan
dibutuhkan oleh tubuh dan jangan
akan barang dan jasa timbul bila kebutuhan
pula melampaui batas-batas makanan
(keinginan) seseorang atau masyarakat
yang dihalalkan.
ternyata lebih besar daripada tersedianya
d. Prinsip kemurahan hati, dengan
barang dan jasa tersebut. Jadi kelangkaan
mentaati perintah Islam tidak ada
ini muncul apabila tidak cukup barang dan
bahaya maupun dosa ketika kita
jasa untuk memenuhi kebutuhan dan
memakan dan meminum makanan
keinginan tersebut.
yang diberikan Allah. Firman Allah
Ilmu ekonomi konvensional tampak-
al Quran :
nya tidak membedakan antara kebutuhan
dan keinginan. Karena keduanya
memberikan efek yang sama bila tidak
terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan
bila manusia berada dalam kondisi ini, ia yang lain berbatasan dengan tana’um di
hanya mampu bertahan hidup dengan mana individu yang berada di sini
penuh kelemahan dan kesusahan. Imam al- dianjurkan untuk ekstra waspada. Hal ini
Ghazali sendiri menolak gaya hidup seperti disebabkan karena ujung perbatasan ini
ini karena individu tidak akan mampu dapat menjerumuskannya ke dalam hal-hal
melaksanakan kewajiban agama dengan yang membuatnya terlena secara tidak
baik dan akan meruntuhkan sendi-sendi sadar dan akhirnya melalaikan tugasnya
keduniaan yang pada gilirannya juga akan dalam beribadah kepada Allah. Beliau
meruntuhkan agama karena dunia adalah menasihati kita agar sedapat mungkin
ladang akhirat (ad-Dunya Mazro’ah al- menetap di had al-hajah dengan sedekat
akhirah). mungkin mendekati had ad-dharurah
Tingkatan tana’um20 digambarkan dalam rangka meneladani para Nabi dan
bahwa individu pada tahapan ini Wali.
melakukan konsumsi tidak hanya didorong Kajian al-Ghazali tentang tingkatan
oleh usaha memenuhi kebutuhannya an konsumsi 21 ini banyak bersentuhan dengan
sich, tetapi juga bertujuan untuk bersenang- apa yang telah dikemukakan oleh Imam al-
senang dan bernikma-nikmat. Menurut Juwaini dan itu adalah wajar karena Imam
Imam al-Ghazali gaya hidup bersenang- al-Haromain adalah salah satu gurunya dan
senang ini tidak cocok bagi seorang al-Ghazali banyak belajar dan mengambil
mukmin yang tujuan hidupnya untuk ilmu dari padanya.
mencapai derajat tertinggi dalam ibadah
dan ketaatan. Kendatipun begitu, gaya
hidup demikian tidak seluruhnya haram.
Sebagian dihalalkan, yaitu ketika individu
menikmatinya dalam kerangka menghadapi
nasib di akhirat, walaupun untuk itu, ia
tetap akan diminta pertanggungjawabannya
kelak. Barangkali keadaan ini dapat lebih
ditegaskan bahwa meninggalkan had
tana’um tidak diwajibkan secara
keseluruhan begitu juga menikmatinya
tidak dilarang semuanya.
Antara had ad-dhorurah dengan
tana’um terdapat area yang sangat luas
21
disebut had al-hajah di mana Di samping itu kategorisasinya juga banyak
persamaannya dengan para ulama sesudahnya
keseluruhannya halal dan mubah. Menurut seperti al-Izz bin Abdus Salam, as-Syatibi dan
al-Ghazali area ini memiliki dua ujung Ibnu Khaldun. Umumnya mereka membagi tiga
kategori pemenuhan kebutuhan, hanya ada
batasan yang berbeda yaitu ujung yang sedikit perbedaan dalam penggunaan bahasa.
berdekatan dengan perbatasan dharurah Para ekonom Muslim lebih menyukai istilah dan
dan ini dinilainya tidak mungkin kategorisasi yang dikembangkan oleh Imam as-
Syatibi dalam al-Muwafaqot yaitu dhoruriyah,
dipertahankan karena akan menimbulkan hajiyah dan tahsiniyah (kamaliyyah). Sekalipun
kelemahan dan kesengsaraan dan ujung demikian, belakangan Imam Suyuthi ( w.911 H )
dalam al-Asybah wan Nazhoir menulis lima
tingkatan yaitu dhorurah, hajah, manfa’ah,
20
Ibid.,hlm. 455 ziinah, dan fudhul.
22
Lihat al Baihaqi, Syua’b al Iman, bab al qoshdu
fi al i’badah.