Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Dosen Pengampu:

MUHAMMAD HAFIZH, S.E., M.E

Disusun Oleh Kelompok X:

MUHAMMAD NUR HABI (200440001)


RINA ZAHARA (200440035)
AMELIA SAFIRA (200440006)
LIYUZZA (200440040)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, 01 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

1.4. Manfaat Penulisan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1. Definisi Lembaga Keuangan Syariah........................................................3

2.2. Landasan Hukum Lembaga Keuangan Syariah........................................3

2.3. Tujuan dan Fungsi Lembaga Keuangan Syariah.......................................6

2.4. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah...............................................7

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Lembaga Keuangan


Syariah..................................................................................................................8

2.6. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah...................................................9

2.7. Studi Kasus Lembaga Keuangan Syariah...............................................14

2.8. Isu Terkini Terkait Lembaga Keuangan Syariah....................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

3.1. Kesimpulan..............................................................................................19

3.2. Saran........................................................................................................19

ii
BAB I
PEBDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman dan pertumbuhan
ekonomi dan keuangan Islam kian hari semakin signifikan. Hal ini ditandai
dengan banyak indikator, mulai dari tumbuh dan berkembangnya industri
perbankan dan keuangan Islam. Diakuinya ekonomi Islam sebagai mazhab
ekonomi, menjamurnya perguruan tinggi Islam maupun non Islam dalam
mengkaji dan memperdalam ekonomi dan keuangan Islam, penerapan sistem
ekonomi dan keuangan Islam dalam sistem moneter dan fiskal suatu negara,
berlakunya syariat Islam dalam berekonomi dan terakhir tumbuhnya halal
industri dan masih banyak lagi indikator yang menandai tumbuh dan
berkembangnya ekonomi dan keuangan Islam.
Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Sunnah, serta dari penafsiran para ulama terhadap sumber-sumber wahyu
tersebut. Dalam berbagai bentuknya, struktur keuangan Islam telah menjadi
sebuah peradaban yang tidak berubah selama empat belas abad. Selama tiga
dasawarsa terakhir, struktur keuangan Islam telah tampil sebagai salah satu
implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling penting dan
berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan perkembangan hukum
Islam pada masa mendatang.
Sistem keuangan Islam bertujuan untuk memberikan jasa keuangan
yang halal kepada komunitas muslim, di samping itu juga diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang layak bagi tercapainya tujuan sosio-ekonomi
Islam. Target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan
kerja, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi dan
distribusi pendapatan, kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan
mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang
mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak
yang terlibat.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pembahasan ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan lembaga keuangan syariah?
2. Bagaimana landasan hukum berdirinya lembaga keuangan syariah?
3. Apa tujuan, fungsi, dan prinsip lembaga keuangan syariah?
4. Ada berapa macam lembaga keuangan syariah di Indonesia?
5. Apa isu yang sedang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah dan
bagaimana solusinya?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami definisi lembaga keuangan syariah.
2. Untuk menganalisis konsep lembaga keuangan syariah.
3. Untuk mengkaji macam-macam lembaga keuangan syariah.
4. Untuk menelaah faktor-faktor penghambat berkembangnya lembaga
keuangan syariah di Indonesia.
5. Untuk memberikan solusi yang tepat terkait masalah yang dihadapi oleh
lembaga keuangan syariah.

1.4. Manfaat Penulisan


1. Mendapatkan pemahaman tentang definisi lembaga keuangan syariah.
2. Memperoleh ilmu pengetahuan terkait konsep lembaga keuangan syariah.
3. Dapat mengetahui jenis-jenis lembaga keuangan syariah yang ada di
Indonesia.
4. Dapat memahami faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan lembaga
keuangan syariah.
5. Mampu memahami isu-isu yang terjadi seputar lembaga keuangan
syariah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Lembaga Keuangan Syariah


Maharani & Taufiq Hidayat (2020) menyebutkan bahwa Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah
lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi ini
menegaskan bahwa suatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga
keuangan. Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah Islam secara
tersentralisasi diatur oleh DSN, yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Unsur legalitas operasi sebagai lembaga
keuangan diatur oleh berbagai instansi yang memiliki kewenangan
mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Bank Indonesia.
b. Kementerian Keuangan (OJK, Bapepam dan Direktorat Pembiayaan
Syariah).
c. Dewan Syariah Nasional MUI.
d. Dewan Pengawas Syariah.
e. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).

2.2. Landasan Hukum Lembaga Keuangan Syariah


a. Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an tidak menyebutkan lembaga keuangan secara
eksplisit. Pedoman lembaga keuangan syariah dalam beroperasi adalah al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 tentang sistem menjauhkan diri dari unsur
riba dan menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan.

3
ۗ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ الر ِّٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَخَ بَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َم‬
‫سِّ ٰذلِكَ بِاَنَّهُ ْم‬

ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬


‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى‬ ۘ ‫قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّر ٰب‬
ٰۤ ‫هّٰللا‬ ۗ َ‫فَلَهٗ َما َسل‬
َ‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬
ِ َّ‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَاُول ِٕىكَ اَصْ ٰحبُ الن‬

Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba” (QS. Al-Baqarah: 275).

b. Hadist
‫ فأجملوا• في‬,‫• فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له‬,‫ال تستبطئوا الرزق‬
‫الطلب;أخذ الحالل وترك الحرام‬
Artinya:
“Janganlah kamu merasa, bahwa rezekimu terlambat datangnya,
karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah
datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka
tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil
yang halal dan meninggalkan yang haram” (H.R. Ibnu Majah, Abdurrazzaq,
Ibnu Hibban, dan al-Hakim; dishahihkan oleh al-Albani).

c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008


Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

4
d. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK)
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-06/BL/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Ketua
Bapepam-LK Nomor PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (2012) menyatakan bahwa
perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah wajib memiliki paling sedikit dua orang Dewan Pengawas Syariah
yang terdiri atas satu orang ketua merangkap anggota dan satu orang anggota.

e. Peraturan Bank Indonesia


Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
24/3/PBI/2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
23/13/PBI/2021 Tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial Bagi
Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah
(2022) dilatarbelakangi dengan pertimbangan sebagai berikut:
 Untuk mendukung upaya bersama pemerintah mewujudkan peningkatan
akses pembiayaan dan pengembangan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR),
Bank Indonesia perlu mengatur Rasio Pembiayaan Inklusif
Makroprudensial (RPIM).
 Untuk mendorong kontribusi bank secara optimal dalam pemenuhan
RPIM, perlu mempertimbangkan keahlian dan model bisnis bank dalam
membatasi inklusif.

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan


Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah (2014) menyatakan bahwa
perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang seluruh
kegiatan usahanya melakukan pembiayaan syariah.

5
g. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
123/DSN-MUI/XI/2018 Tentang Penggunaan Dana Yang Tidak Boleh
Diakui Sebagai Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga
Bisnis Syariah Dan Lembaga Perekonomian Syariah (2018) menyatakan
bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang selanjutnya disingkat (LKS) adalah
badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha bidang keuangan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

2.3. Tujuan dan Fungsi Lembaga Keuangan Syariah


a. Tujuan Lembaga Keuangan Syariah
Tujuan berdirinya lembaga keuangan syariah menurut Ahmad Rodoni
dan Abdul Hamid (dalam Mensari & Ahmad Dzikra, 2017) antara lain:
1. Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank) yang
sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan serta mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha
ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan lembaga keuangan
syariah ke daerah-daerah terpencil.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa
Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi,
dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional antara lain
melalui:
a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha.
b) Meningkatkan kesempatan kerja.
c) Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan
terutama dalam bidang ekonomi keuangan.
4. Mendidik dan membimbing untuk berpikir secara ekonomi, berperilaku
bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

6
b. Fungsi Lembaga Keuangan Syariah
Fungsi dan peran lembaga keuangan syariah sebagai berikut:
1. Memperlancar pertukaran produk (barang dan jasa) dengan
menggunakan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali dalam
bentuk pembiayaan sesuai dengan prinsip syariah.
3. Memberikan pengetahuan/informasi kepada pengguna jasa keuangan
sehingga membuka peluang keuntungan sesuai prinsip syariah.
4. Lembaga keuangan memberikan jaminan hukum mengenai keamanan
dana masyarakat yang dipercayakan sesuai dengan prinsip syariah.
5. Menciptakan likuiditas sehingga dana yang disimpan dapat digunakan
ketika dibutuhkan sesuai dengan prinsip syariah.

2.4. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah


Beberapa prinsip operasional dalam Lembaga Keuangan Syariah
menurut Nurul Huda dan Mohammad Heykal (dalam Mensari & Ahmad
Dzikra, 2017), sebaga berikut:
a. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang
sebenarnya berdasarkan kontribusi dan risiko masing-masing pihak.
b. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan di antara para pihak yang terlibat
dalam kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan
penggunaan dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
c. Transparansi, dalam hal ini sebuah Lembaga Keuangan Syariah
diharuskan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan kepada nasabah investor atau pihak-pihak yang
terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya.
d. Universal, yaitu prinsip dimana Lembaga Keuangan Syariah diharuskan
memberikan layanan tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai dengan prinsip
Islam sebagai rahmatan lil alamin.

7
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan ada empat faktor yang
mempengaruhi industri keuangan syariah di Indonesia (Ulya, 2020), yaitu:

a. Faktor pertama, terletak pada nilai-nilai Islam dalam layanannya. Nilai


Islam yang menjadi keunggulan ini bisa diterima oleh masyarakat
Indoensia yang mulai melek dengan layanan jasa finansial berlandaskan
syariah. Misalnya niat baik kedua belah pihak, tanggung jawab debitur
yg lebih besar. Jadi debitur tidak memikirkan dunia tapi juga akhirat
sehingga ada rasa tanggung jawab antara bank dengan nasabah. Prinsip
bagi hasil, dan biaya transaksi rendah.
b. Faktor kedua, terletak di sisi manajemen. Meski manajemennya tidak
jauh berbeda dengan keuangan konvensional, syariah unggul dalam
perhatian terhadap nilai-nilai Islam di setiap layanannya. Penggunaan
istilah Islam pun terserap dalam produk/jasa sehingga masyarakat lebih
memahami maksudnya.
c. Faktor ketiga, terletak pada aspek teknologi. Industri keuangan syariah
biasanya sangat peduli dengan data-data nasabah. Prosesnya lebih sopan
dan ada perlindungan data pribadi. OJK mencatat, ada tantangan dari
keterbatasan infrastruktur teknologi. Sebanyak 12.538 daerah di
Indonesia belum memiliki jaringan 4G, dan kontribusi tingkat penetrasi
internet di Indonesia timur baru sebesar 21,5%. Kapasitas institusional di
Indonesia masih kurang, terutama karena SDM. 90% fintech menyatakan
kurangnya talenta yang sesuai, dan 71% fintech menyampaikan
kurangnya skill SDM untuk bidang tech dan software.
d. Faktor keempat, terletak pada literasi keuangan syariah. Literasi
keuangan syariah yang rendah di Indonesia juga menjadi efek bagi
perkembangan produk/jasa syariah di dalam negeri. OJK mencatat,
indeks literasi keuangan hanya berkisar 38%, dan indeks literasi
keuangan digital baru 36%. Padahal dilihat dari tingkat inklusinya sudah
sekitar 76,9%.

8
2.6. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah
a. Lembaga Keuangan Berbentuk Bank
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967
Tentang Pokok-Pokok Perbankan, bank adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang. Sedangkan menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, menyebutkan bahwa bank
syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan
berdasarkan prinsip syariah.

Bank syariah terbagi menjadi beberapa macam sebagai berikut:

1. Bank Umum Syariah (BUS)


Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Contoh BUS yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia,
PT. Bank Syariah Indonesia, PT. Bank Tabungan Negara Syariah, dan lain-
lain.

2. Unit Usaha Syariah (UUS)


UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang
dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
2008).

3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

9
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
menyediakan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah namun tidak beroperasi
dalam lalu lintas pembayaran. Contoh BPRS yaitu PT. BPRS Amanah
Rabbaniah, PT. BPRS Buana Mitra Perwira, dan lain-lain.
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga keuangan bukan bank ialah semua badan yang melakukan
kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung ataupun tidak langsung
menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan
menyalurkan ke dalam masyarakat, terutama guna membiayai investasi
perusahaan-perusahaan (Abdullah, 2018). Lembaga keuangan syariah bukan
bank ialah suatu badan usaha yang bergerak di bidang keuangan dengan
secara langsung maupun tidak langsung menghimpun dana-dana yang berasal
dari masyarakat kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat untuk
tujuan kegiatan-kegiatan yang produktif namun dengan ketentuan-ketentuan
yang syariah.
Macam-macam lembaga keuangan bukan bank yang berdasarkan
prinsip syariah adalah sebagai berikut:

1. Koperasi Syariah
Koperasi Syariah adalah badan usaha koperasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip syariah, memiliki aturan sama dengan koperasi umum.
Namun, dibedakan dengan produk-produk yang ada di koperasi umum diganti
dan disesuaikan nama dan sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama
Islam. Koperasi Syariah Indonesia merupakan koperasi sekunder yang
beranggotakan koperasi syariah primer yang tersebar di seluruh Indonesia,
koperasi syariah merupakan sebuah konversi dari konvensional melalui
pendekatan yang sesuai dengan peneladanan ekonomi yang dilakukan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya.

2. Pegadaian Syariah

10
Pegadaian syariah adalah suatu lembaga keuangan non-bank yang
dimiliki oleh pemerintah yang mempunyai hak memberikan suatu
pembiayaan kepada masyarakat berdasarkan hukum gadai yang terdapat di
dalam syariat Islam dan peraturan undang-undang yang berkaitan dengan
pegadaian syariah. Pendanaan yang ada di dalam pegadaian syariah ini sama
seperti yang ada di lembaga keuangan lainnya yaitu untuk mendapatkan
keuntungan. Namun dalam mendapatkan keuntungan tersebut mempunyai
cara yang berbeda. Pegadaian syariah adalah lembaga keuangan yang
mempunyai misi ganda, yaitu misi sosial dan misi komersial, oleh karena itu
harus menerapkan prinsip operasional yang modern.

3. Perusahaan Asuransi Syariah


Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk
aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Akad asuransi
syariah yang dimaksud tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan
maksiat. Asuransi syariah juga disebut takaful atau tadhamun, dan ta’min
(Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah, 2001). Dengan kata lain, asuransi syariah adalah
sebuah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong di antara
pemegang polis (peserta asuransi) melalui pengumpulan dan pengelolaan
dana tabarru’. Dana kumpulan dari pemegang polis asuransi syariah
digunakan untuk empat hal: a) Ujrah atau upah jasa; b) Uang santunan
asuransi atau klaim risiko; c) Membayar reasuransi; d) Surplus underwriting.
Contoh asuransi syariah, dana tabarru’ yang dikelola perusahaan asuransi
dipakai untuk membiayai pengobatan atau perawatan bila ada peserta yang
menderita penyakit kritis dan harus dirawat inap di rumah sakit.

4. Pasar Modal Syariah

11
Pasar modal syariah merupakan jenis instrumen keuangan jangka
panjang yang mengelola perdagangan reksadana, saham dan surat utang
dengan menggunakan prinsip syariat Islam sebagai landasan utamanya.
Penerapan prinsip syariah pada pasar modal harus sesuai dengan hukum
agama Islam. Sistem kerjanya juga akan diawasi oleh MUI agar tetap sesuai
dengan syariat Islam. Dengan begitu, nasabah bisa menggunakan produk
keuangan secara nyaman dan terhindar dari riba. Pada dasarnya, pasar modal
berbasis syariah merupakan bagian dari pasar modal konvensional. Aktivitas
yang dilakukan melibatkan jual beli saham, reksadana, dan sukuk. Aktivitas
yang dilakukan termasuk dalam perbuatan muamalah yang bermakna
mengatur hubungan antara sesama manusia. Sehingga transaksi yang
dilakukan dalam pasar modal diperbolehkan selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Salah satu kriteria utama dari pasar modal jenis
syariah adalah produk serta mekanisme transaksinya harus sesuai dengan
prinsip agama dan tidak boleh bertentangan.

5. Perusahaan Modal Ventura Syariah


Perusahaan modal ventura syariah adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan usaha modal ventura syariah, pengelolaan dana ventura,
dan kegiatan usaha lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan yang
seluruhnya dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah (Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015  Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Modal Ventura, 2015). Berdasarkan definisi ini dapat dipahami
bahwa kegiatan Perusahaan Modal Ventura Syariah pada prinsipnya sama
dengan perusahaan modal ventura konvensional, yakni melakukan kegiataan
investasi dan/atau pelayanan jasa dalam jangka waktu tertentu untuk
pengembangan usaha mitra usaha. Namun, yang membedakan adalah dalam
menjalankan kegiatan Perusahaan Modal Ventura Syariah tentu berdasarkan
kepada prinsip syariah. Di samping itu, penyelenggaran kegiatan usaha
Perusahaan Modal Ventura Syariah wajib memenuhi prinsip keadilan (‘adl),
keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme

12
(alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah, dan
objek haram. Unsur-unsur yang disebutkan di atas mesti dipenuhi, apabila
dilanggar akan menjadikan investasi yang dilakukan oleh Perusahaan Modal
Ventura Syariah menjadi tidak sah.

6. Perusahaan Leasing Syariah


Perusahaan sewa guna usaha (leasing) syariah sendiri adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna
usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating lease) yang digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse)
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syariah.

7. Perusahaan Dana Pensiun Syariah


Perusahaan Dana Pensiun Syariah merupakan badan hukum yang
mengelola dan menjanjikan manfaat pensiun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dana pensiun didefinisikan sebagai badan hukum yang mengelola
dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Lebih lanjut,
terdapat 2 (dua) jenis dana pensiun dan 2 (dua) jenis program pensiun. Jenis
dana pensiun itu adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Sedangkan jenis program pensiun itu
adalah Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran
Pasti (PPIP) (Undang-Undang Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1992 Tentang Dana Pensiun, 1992).

8. Baitul Mal wa Tamwil (BMT)


Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri
dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Baitul Maal lebih
mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana yang
nonprofit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah. Adapun Baitul Tamwil sebagai
usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.

13
9. Badan Pengelola Zakat dan Wakaf
Organisasi Pengelola Zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, 1999).
Perusahaan wakaf adalah pembentukan dan pengelolan aset wakaf serta
penyaluran hasil pengelolaan wakaf dilakukan oleh entitas perusahaan secara
independen atau kolektif dengan pihak lain. Pengelolaan aset wakaf oleh
perusahaan wakaf adalah yang paling canggih dalam praktik keuangan Islam
saat ini. Wakaf dengan karakteristiknya yang abadi serta manfaatnya yang
berkelanjutan, dikelola dengan menajemen modern dalam bentuk perusahaan.

2.7. Studi Kasus Lembaga Keuangan Syariah


Kasus mengenai sengketa perbankan syariah sangat sering terjadi
akhir-akhir ini. Beberapa di antaranya bisa diselesaikan dengan baik dan
beberapa lagi tidak. Hal ini dikarenakan rujukan untuk menyelesaikan
sengketa masih belum begitu luas. Oleh sebab itu, Pengadilan Agama perlu
meningkatkan lagi pengetahuan dan rujukan yang digunakan saat
menyelesaikan kasus sengketa, sebab kasus sengketa yang terjadi bisa
bermacam-macam. Mulai dari kasus perbankan dengan individu, perbankan
dengan perbankan, atau bahkan perbankan dengan industri. Kasus antara
perbankan dan individu menjadi salah satu yang paling banyak dilaporkan.

a. Contoh Kasus
Kasus ini diambil dari masalah sengketa antara Sugiharto Widjaja (50)
yang merupakan warga Kota Bandung dengan Bank Swasta Syariah ternama.
Kasus ini terkait kredit lahan yang macet. Di tahun 2014, Sugiharto membeli
lahan dan bangunan dengan harga 20 miliar. 70% dananya atau sebesar 13
miliar bersumber dari bank syariah dan 7 miliar adalah dana pribadi. Sisa
dananya kemudian dicicil oleh Sugiharto dengan cicilan 136 juta perbulan.

14
Dana yang sudah dibayarkan adalah 1,3 miliar. Namun, cicilan tersebut
mengalami kemacetan dan tidak dibayarkan hingga beberapa waktu. Hingga
akhirnya bank syariah tersebut mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Negeri Kota Bandung secara verstek. Gugatan tersebut dimenangkan oleh
pihak Bank Swasta Syariah dan menjual tanahnya ke pihak lain (Sukarna,
2018).
Pada kasus ini, Sugiharto melalui kuasa hukumnya meminta untuk
Pengadilan Negeri Bandung agar mencabut putusan bank syariah tersebut.
Namun, ditolak karena alasan kewenangan. Padahal kuasa hukum sudah
memaparkan dasar hukumnya. Kedua belah pihak menjalani proses mediasi
mengenai kesepakatan yang hendak diambil sebelum akhirnya melaju ke
persidangan. Meski sudah beberapa opsi ditolak oleh pihak bank syariah.

b. Analisa Sengketa
Berdasarkan kasus di atas ada poin yang perlu diperhatikan dan
menjadi nilai minus dalam menangani sengketa perbankan syariah. Yaitu
mengenai tumpang tindih laporan yang menyebabkan kesulitan pihak
tergugat. Adanya tumpang tindih laporan antara Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama. Pihak bank menggugat melalui Pengadilan Negeri dan
gugatan tersebut tidak dapat dicabut karena kewenangan perekonomian
syariah. Dalam perbankan syariah memang tidak dapat terhindar dari
sengketa dan masalah lainnya.

c. Lembaga Hukum untuk Sengketa Perbankan Syariah


Lembaga yang bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus sengketa
dalam ranah syariah termasuk perbankan adalah pengadilan agama. Hal ini
sudah disebutkan pada undang-undang dan Peraturan Mahkamah Agung.
Selain itu, juga bisa memilih metode alternatif seperti musyawarah, arbitrase,
atau mediasi. Biasanya, pihak yang bersengketa akan melakukan metode
alternatif terlebih dahulu sebelum membawanya ke persidangan. Selain
prosesnya lebih cepat dan mudah, tentunya metode alternatif akan

15
menghasilkan keputusan yang damai. Tidak sedikit juga penyelesaian
sengketa perbankan syariah selesai pada metode alternatif. Metode alternatif
ini bisa diakomodasi secara pribadi. Tapi, Pengadilan Agama juga
memfasilitasi untuk melakukan metode alternatif tersebut. Terutama pada
metode mediasi. Pengadilan Agama akan memberikan kesempatan kedua
belah pihak untuk melakukan mediasi terlebih dahulu sebelum persidangan.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006.
Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa setiap perkara yang masuk dan juga
dihadiri oleh kedua belah pihak, wajib dilakukan mediasi. Mediasi ini
dipimpin oleh seorang mediator profesional yang juga merupakan seorang
Hakim Pengadilan Agama. Jika proses mediasi tersebut gagal, baru akan
dilakukan persidangan. Sama halnya dengan persidangan biasa, kedua belah
pihak yang bersengketa bisa menunjuk kuasa hukumnya masing-masing.

2.8. Isu Terkini Terkait Lembaga Keuangan Syariah


a. Masalah Permodalan
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengungkapkan, permodalan menjadi
salah satu tantangan dan kendala dalam mengembangkan ekonomi dan
keuangan syariah di Tanah Air. Lembaga keuangan syariah masih
menghadapi masalah permodalan sehingga hal ini dinilai masih menghambat
perluasan jangkauan pemberian pembiayaan dan pendanaan bagi pelaku
usaha dengan biaya yang lebih rendah. Kemudian pangsa pasar (market
share) ekonomi dan keuangan syariah relatif masih rendah. Pada September
2022, market share keuangan syariah sebesar 10,77% dari total industri
keuangan nasional dengan total aset sebesar 2.296,6 triliun rupiah.
Solusi: Pemenuhan hak asasi pegawai muslim untuk mendapat pilihan
pembayaran gaji melalui bank syariah. Kemudian penguatan struktur industri
keuangan syariah seperti suntikan modal dari pemerintah, pembentukan bank
syariah baru, dan penerapan Peraturan Daerah di daerah yang bermayoritas
muslim untuk mengkonversi bank milik pemerintah daerah menjadi bank
syariah.

16
b. Masalah Jangkauan Jaringan/Outlet Bank Syariah Lebih Sedikit
dari Konvensional
Kendala lainnya adalah masih banyak produk yang melakukan
kerjasama dengan perbankan konvensional sehingga secara tidak langsung
dapat mempengaruhi produk-produk yang bekerja sama dengan perbankan
syariah ini disebabkan karena kurangnya outlet bank syariah di Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini, total nasabah perbankan
syariah mencapai sekitar 15 juta jiwa. Sementara itu, nasabah perbankan
konvensional menyentuh sekitar 80 juta orang. Dibandingkan dengan bank
konvensional, total nasabah bank syariah baru mencapai 18,75%. Total
jumlah rekening bank syariah 40,5 juta, konvensional 310 juta. Rekening
bank syariah 12% dari total rekening perbankan konvensional (share-nya
hanya 6,4%), berarti rata-rata masyarakat Indonesia memiliki jumlah
tabungan di bank syariah lebih kecil daripada di bank konvensional. Ekonom
Core Indonesia menilai masyarakat berpenghasilan tinggi cenderung lebih
memilih bank konvensional.
Solusi: Perbankan syariah harus menambah jumlah bank cabang,
ATM, dan agen bank syariah pada semua tempat sekalipun itu di wilayah
pedesaan terpencil agar nasabah bank syariah tidak melakukan tarik tunai
pada ATM bank konvensional. Keuntungan yang diperoleh agen bank ketika
nasabah tarik tunai, setor tunai, atau transfer pada agen tersebut harus dalam
jumlah yang seikhlasnya diberikan oleh nasabah sesuai dengan prinsip
syariah tidak mematok berapa nominalnya.

c. Masalah Kurangnya Literasi Masyarakat Tentang Lembaga


Keuangan Syariah
Kurang berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia saat
ini terletak pada umat Islam itu sendiri. Muslim di Indonesia masih banyak
yang tidak tahu-menahu terkait dengan ekonomi Islam bahkan tidak
mempraktekkannya dalam transaksi bisnis dan keuangan sehari-hari. Jika

17
dilihat pada promosi produk bank-bank syariah di internet masih banyaknya
masyarakat bahkan mantan pegawai bank syariah yang memberikan komentar
bahwa baik bank syariah maupun konvensional sama-sama riba. Mereka juga
beranggapan bahwa manajemen bank syariah dan bank konvensional adalah
sama hanya nama/istilah-istilah pada produknya saja yang berbeda.
Solusi: Pihak pemerintah atau swasta yang berkecimpung di bisnis
keuangan syariah mengadakan acara sosialisasi tentang Ekonomi Islam
kepada semua lapisan masyarakat. Sosialisasi tersebut dapat berupa seminar,
talkshow, iklan sosial di televisi, radio, koran, internet, dan lain-lain. Solusi
lainnya yaitu pihak lembaga keuangan syariah harus merekrut pegawai yang
benar-benar dari jurusan Ekonomi Islam karena sarjana-sarjana Ekonomi
Islam telah mampu memahami seluk-beluk perbedaan ekonomi konvensional
dan syariah. Hal ini perlu dilakukan supaya kasus mantan pegawai bank
syariah tidak lagi menyamakan bank konvensional dan bank syariah.
Pemerintah Indonesia seharusnya mewajibkan mata pelajaran
Ekonomi Islam kepada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Adapun program dalam dunia pendidikan di
Indonesia, pemerintah dapat mengadakan program Pidato tentang Ekonomi
Islam dan Debat Ekonomi Islam untuk semua jenjang pendidikan mulai dari
SMP sampai dengan Perguruan Tinggi. Program lainnya yang dapat
dijalankan oleh pemerintah adalah dengan menyelenggarakan lomba cerdas
cermat seputar Ekonomi Islam untuk seluruh siswa di Indonesia.

d. Masalah Kurangnya Dukungan dari Pemerintah


Minimnya undang-undang yang berkaitan dengan regulasi keuangan
syariat Islam dan kurangnya kerjasama dengan institusi keuangan Islam di
dunia sehingga tidak ada pengawasan secara langsung oleh lembaga tersebut.
Solusi: Pemerintah memberikan subsidi atau perlakuan khusus kepada
korporat di bidang keuangan syariah. Perlakuan khusus/istimewa ini dapat
berupa keringanan atau penghapusan pajak mengingat juga setiap Lembaga
Keuangan Syariah diwajibkan membayar zakat. Dengan begitu, pengusaha

18
muslim yang memiliki perusahaan di bidang keuangan atau manufaktur
perlahan-lahan akan beralih dari sistem konvensional ke sistem syariah
karena mendapatkan keringanan atau penghapusan pajak dan di lain sisi
mereka akan mendapatkan feedback berupa keberkahan usahanya.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang
mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional
sebagai lembaga keuangan syariah. Landasan hukum berdirinya lembaga
keuangan syariah ada dua macam yaitu menurut hukum Islam dan menurut
hukum negara. Landasan menurut hukum Islam terdiri dari Al-Qur’an dan
Hadist. Sedangkan landasan menurut hukum negara terdiri dari Undang-
Undang, Peraturan Bapepam-LK, Peraturan BI, Peraturan OJK, dan Fatwa
DSN-MUI. Adapun Prinsip dasar berdirinya suatu lembaga keuangan syariah
yaitu berdasarkan prinsip keadilan, kemitraan, transparansi, dan universal.

3.2. Saran
Dengan pengetahuan yang telah kita dapatkan dari konsep lembaga
keuangan syariah ini dapat menjadi pedoman bagi kita dalam mengelola
industri keuangan syariah guna untuk menumbuhkembangkan manajemen
keuangan syariah seperti yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan
para khalifah di muka bumi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. dan S. W. (2018). Bank dan Lembaga Keuangan (2nd ed.). Mitra
Wacana Media.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
123/DSN-MUI/XI/2018 Tentang Penggunaan Dana Yang Tidak Boleh Diakui
Sebagai Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah
dan Lembaga Perekonomian Syariah, (2018).

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum


Asuransi Syariah, (2001).

Maharani, D., & Taufiq Hidayat. (2020). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah dalam
Perspektif Al-Qur’an. MALIA: Journal of Islamic Banking and Finance, 4(1), 50–
58.

Mensari, R. D., & Ahmad Dzikra. (2017). Islam dan Lembaga Keuangan Syariah. AL-
INTAJ, 3(1), 239–256.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/3/PBI/2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan


Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 Tentang Rasio Pembiayaan Inklusif
Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan
Unit Usaha Syariah, (2022).

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang


Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, (2004).

Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-
06/BL/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor PER-
03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah, (2012).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan


Usaha Pembiayaan Syariah, (2014).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Modal Ventura, (2015).

Sukarna, M. N. (2018, November 8). Berkaca Pada Kasus Sugiharto, Sengketa


Perbankan Syariah Diadili di Pengadilan Agama. Tribunnews.Com.
https://www.tribunnews.com/regional/2018/11/08/berkaca-pada-kasus-sugiharto-
sengketa-perbankan-syariah-diadili-di-pengadilan-agama

Ulya, F. N. (2020, December 11). OJK Beberkan 3 Faktor Industri Keuangan Syariah
Bisa Berjaya di Indonesia. Kompas.Com.
https://money.kompas.com/read/2020/12/11/173200426/ojk-beberkan-3-faktor-
industri-keuangan-syariah-bisa-berjaya-di-indonesia

Undang-Undang Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana


Pensiun, (1992).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok


Perbankan, (1967).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan


Syariah, (2008).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan


Zakat, (1999).

Anda mungkin juga menyukai