Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah &


Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Rosyid Nur Anggara Putra, S.Pd., M.S.i

Disusun oleh :
Fatkhan Ahdi Musyaffa (22108020039)
Bagoes Ragil Indrawan (22108020086)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya dan karunianya saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah
“Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah & Perkembangan Lembaga Keungan Syariah”.

Makalah ini disusun sebagai tugas individu dengan mata kuliah Akuntansi Perbankan
Syariah. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun
segi penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa kami
harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
penyusun sendiri dan para pembaca makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 26 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
DAFTAR TABLE...............................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3. Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1. Pengertian Akuntansi Syariah................................................................................................3
2.2. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah.............................................................................3
2.3. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah................................................................................6
2.4. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah.............................................................7
2.4.1. Konsep Lembaga Keuangan Dalam Al-Qur’an (Islam).................................................7
2.4.2. Lembaga Keuangan di Zaman Rasulullah......................................................................7
2.4.3. Lembaga Keuangan Zaman Khulafa Rasyidin.............................................................10
2.4.4. Lembaga Keuangan di Zaman Dinasti – Dinasti..........................................................11
2.4.5. Lembaga Keuangan Syariah Modern...........................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan..........................................................................................................................16
3.2. Saran....................................................................................................................................16
Daftar Pustaka...................................................................................................................................17

ii
DAFTAR TABLE

Table 2. 1 Pendirian Bank Islam di Dunia dari Mit Ghamr Bank di Mesir hingga Bank
Muamalat di Indonesia.....................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem keuangan Islam terdiri dari dua bidang yang saling terkait: akuntansi syariah
dan lembaga keuangan syariah. Sejarah akuntansi syariah dan perkembangan lembaga
keuangan syariah bermula dari kebutuhan umat Islam untuk memiliki sistem keuangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Mereka yang ingin bertransaksi secara halal dan sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah dapat memilih akuntansi syariah dan lembaga keuangan
syariah karena prinsip-prinsip syariah ini melarang riba, gharar, maysir, dan tindakan haram
lainnya. Akuntansi syariah pertama kali muncul selama kekhalifahan Umar bin Khattab,
ketika beliau memerintahkan untuk mencatat semua transaksi keuangan umat Islam. Pada
masa itu, catatan keuangan disebut dengan "hisab". Pada abad ke-9 Masehi, istilah "hisab al-
mal" muncul, yang mengacu pada catatan keuangan yang lebih terperinci dan sistematis.
Pada abad ke-14 Masehi, seorang ulama bernama Ibn Taimiyah menulis kitab akuntansi
syariah pertama.

Pada tahun 1963, di Mit Ghamr, Mesir, didirikan Bank Mit Ghamr, yang merupakan
bank syariah pertama di dunia. Ini adalah awal perkembangan lembaga keuangan syariah.
Organisasi Konferensi Islam (OKI) kemudian didirikan pada tahun 1975 untuk mendorong
pertumbuhan lembaga keuangan syariah di seluruh dunia. Pada tahun 1983, Bank Islam
Malaysia Berhad (BIMB) adalah bank syariah pertama di Malaysia. Sejak saat itu, lembaga
keuangan syariah telah berkembang di seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang mendirikan
Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di negara itu pada tahun 1992.
Dengan berjalannya waktu, lembaga keuangan syariah telah berkembang dari bank menjadi
lembaga keuangan nonbank seperti pembiayaan syariah, asuransi syariah, dana pensiun
syariah. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga keuangan syariah semakin diminati oleh orang-
orang yang ingin bertransaksi secara halal dan sesuai dengan syariah.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Akuntansi Syariah?
2. Apa Saja Sejarah Dari Akuntansi Syariah?
3. Apa Pengertian Lembaga Keuangan Syariah?
4. Apa Saja Sejarah Dari Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah?

1.3. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Akuntansi Syariah?
2. Untuk Membahas Sejarah Dari Akuntansi Syariah?
3. Untuk Memahami Pengertian Lembaga Keuangan Syariah?
4. Untuk Membahas Sejarah Dari Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi Syariah berasal dari dua kata yaitu: "akuntansi" dan "syariah" dapat
digunakan untuk menjelaskan definisi akuntansi syariah. Definisi akuntansi adalah pencarian
transaksi yang kemudian diikuti dengan pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran
transaksi sehingga laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan
dihasilkan. Namun, syariah dapat didefinisikan sebagai aturan yang telah ditetapkan oleh
Allah untuk diikuti oleh manusia dalam setiap tindakan dan tindakan mereka di dunia ini.
Dalam bahasa Arab, akuntansi disebut "Muhasabah", yang berasal dari kata hasaba, hasiba,
muhasabah, atau wazan, yang berarti menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasikan,
mendata, atau menghisab, yang berarti menghitung dengan seksama atau teliti yang harus
dicatat dalam pembukuan.

Akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi


sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Informasi yang disajikan oleh akuntansi
syariah untuk pengguna laporan lebih luas tidak hanya data finansial tetapi juga mencakup
aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta memiliki tujuan sosial yang
tidak terhindarkan dalam Islam, misalnya adanya kewajiban membayar zakat.

2.2. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah


Gambaran sejarah akuntansi syariah ini bermula pada hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M/1 M. Sebelum berdirinya ISIS (Islamic State of
Iraq and Syria), tidak ada sistem politik yang memecah belah atau menyatukan bangsa Arab
kecuali tradisi kesukuan, yang dominan. Namun mereka mempunyai pasar dan tempat
perdagangan baik di dalam maupun di luar negeri, hal ini terlihat dari dua perjalanan di
musim dingin dan musim panas, yaitu ke Yaman dan negara Suriah (sekarang Suriah,
Lebanon, Yordania, Palestina, dan Israel). Perdagangan “tradisional” dari Mekkah ke Yaman
dan Syam berlanjut setelah tahun 622, namun mulai menempuh jalur yang berbeda pada
tahun 10 Hijriah (H) (632). Hal ini dipicu oleh peristiwa Fathuli Mekah pada tahun 8 H (630)
dimana orang-orang Arab yang masuk Islam mulai menyebarkan Islam ke luar Jazirah Arab
dan memperluas perdagangannya ke luar Timur Tengah.

3
2.2.1. Perkembangan di Zaman Nabi Muhammad SAW

Pada masa Nabi Muhammad SAW beliau menerapkan ilmu akuntansi/pencatatan


dan mengajarkannya kepada para sahabatnya, salah satunya menjadi pengontrol keuangan atau
hafazhatul amwal. Tujuan utama Nabi SAW adalah melakukan hafazhatul amwal, atau
pengelolaan keuangan, untuk mengetahui pertanggungjawaban aktivitas mental yang
berlangsung, seperti hutang, penerima, serta pemasukan dan pengeluaran. Wilayah Madinah
merupakan daerah tertinggalnya perkembangan Islam khususnya pada tahun 622 Masehi. atau
1 Hijriah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seluruh umat Islam adalah bersaudara,
sehingga pendidikan masyarakat terselesaikan dalam partisipasi atau kerja sama bersama, dan
negara tidak membayar atau menggunakannya. Sekretariat jenis ini didirikan menjelang akhir
tahun 6 Hijriah. Nabi Muhammad SAW menjabat sebagai kepala negara dan kemudian
menjadi ketua pelaksana Mahkamah Agung. Mufti agung dan pemimpin militer yang tak ada
bandingannya bertanggung jawab atas organisasi negara.

Dalam perkembangan selanjutnya yaitu ketika zakat dan ush (pajak pertanian Islam) dan
perluasan wilayah hingga munculnya jizyah (pajak perlindungan terhadap non-Muslim) dan
kharaj (pajak atas hasil pertanian non-Muslim), pada mulanya Rasulullah menetapkan . Baitul
Maal pada abad ketujuh, konsep itu kemudian cukup berkembang, dimana semua pendapatan
dipungut tersendiri oleh kepala negara dan dikeluarkan hanya untuk kepentingan negara,
walaupun konon Baitul Maal masih sederhana, namun nabi telah memilih qadi (hakim) juga
sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahah. Jumlah orang yang dilantik Rasullah
sebanyak 42 orang dan terbagi pada empat departemen, yaitu: Sekretaris pernyataan, sekretaris
hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian dan sekertaris peperangan.

2.2.2. Perkembangan di Zaman Khulafaur Rasyidin


Pada masa pemerintahan Abu Bakar Radilahu’anhu, pengelolaan Baitul Maal pada
masa itu masih sangat sederhana, karena pengelolaan pendapatan dan pengeluaran sudah
seimbang, dan tidak banyak yang tersisa dari hasil pengelolaan. Pada masa pemerintahan
Umar bin Khatab Radiallahu'anhu, terjadi perubahan signifikan dalam sistem administrasi
ketika Sa'ad bin Abi Waqqas (636 M) mengusulkan penggunaan istilah Diwan. Kata Diwan
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk kata benda dari Dawwana yang berarti
menulis, dan Diwan ini berarti tempat seorang pemimpin duduk, bekerja, serta menyimpan
catatan dan pembukuan. Tugas diwan ini adalah mengurusi pembayaran gaji.

4
Khalifah Umar memilih beberapa petugas dari Persia untuk mengawasi pembukuan
Baitul Maal. Awal mula penciptaannya dikemukakan oleh seorang tawanan Persia, yaitu
Homozon yang masuk Islam, menjelaskan sistem pemerintahan raja Sasaniyah (Siswantoro
2003), yang terjadi setelah perang Persia Al-Qadisiyyah, dan panglima perang Sa'ad bin . Abi
Waqqas Al Walid bin Mugura, sahabat Nabi, menyarankan untuk mencatat semua pemasukan
dan pengeluaran negara.
Hal ini menunjukkan bahwa akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke satu lokasi
lainnya sebagai akibat dari hubungan antar masyarakat. Baitul maal juga sudah tidak terpusat
lagi dimadinah dan mulai berkembang di daerah-daerah taklukkan Islam. Diwan yang
dibentuk oleh khalifah Umar memiliki 14 depertemen dan 17 kelompok dimana pembagian
depertemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan dan
pelaporan keuangan yang baik.
Utsman Bin Affan adalah orang yang sangat kaya, namun kekayaan tersebut tidak
menjadikannya sombong, melainkan dermawan. Karena kemurahan hatinya, ia dikenal
banyak orang dari berbagai penjuru kota. Di bawah Khalifah Utsman Bin Affan, ia
menciptakan istilah khittabat al-Rasull wa sirry yang berarti pembukuan rahasia. Kegiatan
pengawasan dan pelaksanaan agama, akhlak, dan etika apa yang dilakukan muhtasib.
Muhtasib ini bertanggung jawab atas amal Al-Hisbah yang meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan penjualan yang curang, kesalahan penjualan, perhitungan yang berat dan sejenisnya
agar keadilan ditegakkan kepada seluruh makhluk hidup. Pencatatan yang dilakukan oleh
Muhtasib muncul sebagai salah satu perkembangan akuntansi syariah dizaman Khilafah, yang
membuat pencataatan akuntansi syariah semakin berkembang.
Pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib beliau melanjutkan sistem baitul mal telah
ditinggalkan oleh Utsman Bin Affan. Dalam pengelolaan keuangan negara atau baitul maal,
Ali Bin Abi Thalib menerapkan sistem administrasi yang diterapkan di pusat maupun daerah
lokal agar berjalan dengan baik. Pada masa pemerintahan ali, baitul maal terus mengalami
peningkatan hingga mendapatkan surplus. Dimana surplus tersebut dibagikan Ali sesuai
dengan ketentuan yang diterapkan oleh Rasulullah SAW.
Dengan perolehan pendapatan atau surplus menunjukkan pengelolaan pencatatan baitul
mall dilakukan dengan baik dan maksimal. Khalifah Ali Bin Abi Thalib menunjukkan betapa
pentingnya sebuah pencatatan yang baik dan benar, bisa dilihat dari sistem administrasi yang
dilakukan pada masa pemerintahan saat itu, yang mengalami peningkatan dan mendapatkan
pendapatan atau surplus. Dari sini dapat kita lihat bahwasanya sistem pencatatan akuntansi
selalu mengalami peningkatan.

5
2.2.3. Perkembangan di Indonesia

Pada dasarnya, akuntansi syariah di Indonesia telah berkembang melalui studi


akademik dan penelitian tentang konsepsi, metodologi, teknis pencatatan transaksi, dan
epistimologi. Menurut Amin Musa, anggota Komite Akuntansi Syariah IAI, pengembangan
standar akuntansi syariah di Indonesia disebabkan oleh banyaknya transaksi yang berbasis
syariah, baik yang dilakukan oleh lembaga bisnis syariah maupun non-syariah. Berikut
beberapa perkembangan akuntansi syariah di Indonesia:

1. Periode sebelum tahun 2002


Bank muamalat mulai beroperasi sejak tahun 1992, belum ada Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur akuntansi perbankan sampai
tahun 2002. Oleh karena itu, sampai tahun 2002, PSAK 31 masih digunakan untuk
mengatur akuntansi perbankan, meskipun tidak dapat digunakan sepenuhnya,
terutama paragraf-paragraf yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti
perlakuan akuntansi kredit. Selain itu, mengacu pada Standar Akuntansi dan Audit
untuk Lembaga Keuangan Islam, yang dibuat oleh Accounting Auditing Standar
For Islamic Finansial Institution yaiyu suatu badan otonom yang didirikan di
Bahrain pada 27 Maret 1991.

2. Periode tahun 2002-2007


Pada periode ini, PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 59 tentang
akuntansi perbankan syariah telah ditetapkan. Bank umum syariah, bank
perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah dapat menggunakannya
sebagai standar akuntansi, sesuai dengan ruang lingkup PSAK tersebut.

3. Periode 2007- sekarang


Pada periode ini, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) mengeluarkan
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) syariah, yang merupakan
perubahan dari PSAK 59. KDPPLKS (Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah). PSAK ini digunakan baik oleh entitas syariah
maupun konvensional yang melakukan transaksi syariah di sektor publik maupun
swasta. Akibatnya, saat ini di Indonesia selain memiliki PSAK syariah juga ada
pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK).

2.3. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan (finansial institution) adalah suatu perusahaan yang usahanya
bergerak dibidang jasa keuangan. Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini akan
selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah penghimpunan dana masyarakat dan jasa-
jasa keuangan lainnya. Bila lembaga keuangan tersebut disandarkan kepada syariah maka
menjadi lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah secara esensial berbeda
dengan lembaga keuangan konvensional baik dalam tujuan, mekanisme, kekuasaan, ruang
lingkup serta tanggung jawabnya. Lembaga keuangan syariah adalah suatu perusahaan yang
usahanya bergerak dibidang jasa keuangan yang berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah

6
yaitu prinsip yang menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, kemudian
menggantikannya dengan akad-akad tradisional Islam atau yang lazim disebut dengan prinsip
syariah atau lembaga keuangan syariah merupakan sistem norma yang didasarkan ajaran
islam. Lembaga keuangan syariah lebih mengedepankan bagi hasil dan beberapa akad
muamalah.

2.4. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah


Terkait materi lembaga keuangan dalam Islam, apakah konsep lembaga keuangan
muncul sejak zaman Nabi atau lebih baru dan Sudahkah Al-Qur'an menjelaskan konsep
lembaga keuangan? Selain itu, apakah gagasan dan praktik lembaga keuangan sudah
berlanjut sejak zaman Nabi Muhammad hingga era Islam baru? Pertanyaan-pertanyaan ini
muncul di benak kita ketika kita membahas konsep lembaga keuangan dari sudut pandang
Al-Qur'an lama dan baru. Jelajahi konsep lembaga keuangan dari perspektif kolonial modern.
Oleh karena itu, sub bab yang dibahas adalah: Konsep lembaga keuangan dalam Al-Quran
(Islam); sistem keuangan di zaman Nabi; Lembaga Keuangan pada Masa Rasyidin Khulafa
Lembaga Keuangan pada Masa Dinasti; Lembaga perbankan syariah modern.

2.4.1. Konsep Lembaga Keuangan Dalam Al-Qur’an (Islam)


Konsep lembaga tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur'an. Namun untuk
efektivitas organisasi seperti struktur, kepengurusan, tugas, hak dan kewajiban, dan lain-lain,
sangat mencerminkan semua lembaga. Kata-kata seperti kaum, ummat (kelompok
masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negara), suq (pasar), dan sebagainya. menunjukkan
bahwa Al-Qur'an menyebut nama-nama dan fungsinya sebagai sesuatu yang tersendiri dalam
perkembangan masyarakat. Demikian pula konsep-konsep yang berkaitan dengan
perekonomian, seperti Zakat, Shadaqah, Fai, Ghanima, Bai, Dain, Mal, dan lain-lain,
berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh kegiatan tertentu.

2.4.2. Lembaga Keuangan di Zaman Rasulullah


Sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, masyarakat Jahiliyya
memiliki lembaga politik, seperti Majelis Perwakilan Rakyat yang disebut Darun Nadwah. Di
dalamnya, para penguasa Mekah bertemu untuk berdiskusi dan mengambil keputusan. Ketika
diangkat menjadi rasul, ia menciptakan semacam lembaga tandingan, Dârul Arqam.
Pembangunan rumah ini terhambat oleh banyak tantangan dan hambatan, dan akhirnya
Rasulullah memutuskan untuk pindah ke Madinah. Ini adalah pusat tidak hanya untuk agama
tetapi juga untuk kegiatan Islam. Dia kemudian memasuki Madinah dan membuat di antara

7
teman-temannya sebuah "deklarasi" persatuan, persaudaraan antara Muhajirin dan Ansar. Hal
ini menyebabkan pembangunan masjid lain yang lebih besar (Mezquita Nabawi), yang sejak
saat itu menjadi pusat pemerintahan.Pembentukan "pusat" menyebabkan dominasi pasar.
Dikatakan bahwa Nabi tidak terlalu menyetujui penciptaan pasar baru bagi umat Islam.
Karena pasar itu alami dan bekerja menurut Sunatullah. Hal yang sama berlaku untuk
harganya. Mengenai uang, tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Nabi
Muhammad SAW menciptakan uangnya sendiri.

1. Pendirian Baitul Mal


Sesuatu yang revolusioner yang dilakukan Nabi SAW adalah dengan didirikannya
tempat penyimpanan yang diberi nama Baitul Mal. Saat ini Baitul Mal berfungsi
sebagai Menteri Keuangan atau Bendahara Negara, karena berperan aktif dalam
menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran negara, tidak hanya sekedar
mengelola persediaan dan uang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kedua
fitur ini diperkenalkan kemudian.
2. Wilayatul Hisbah
Konsep yang benar-benar baru adalah sistem penguasaan atau pengawasan negara
yang pada masa Rasulullah SAW berada di bawah kekuasaan eksklusifnya. Hal ini
konsisten dengan apa yang sekarang disebut “otoritas yang berkuasa”. Belakangan
konsep penguasaan ini dikenal dengan nama Wilayatul Hisbah. Konsep tersebut
merupakan preseden baru, mengingat dimensi kendali belum ada di kerajaan
Mediterania pada saat itu. Raja dan penguasa setempat mengenakan pajak kepada
rakyat secara sewenang-wenang dan memanipulasi harga pasar sehingga barang
yang dimiliki menjadi mahal, sedangkan harga barang yang dibutuhkan turun.
3. Pengembangan Etika Bisnis
Dalam konteks ini, penting untuk disinggung bahwa Rasulullah SAW tidak hanya
meletakkan landasan tradisi berdirinya lembaga tersebut, namun juga membangun
sumber daya manusia dan akhlak lembaga (etika) sebagai pendukung dan prasyarat
lembaga itu sendiri. Misalnya, “lembaga pasar” tidak akan berfungsi dengan baik
tanpa moralitas dan etika.
a. Penghapusan Riba
Meski infrastruktur dasar telah berhasil dibangun, namun situasi Madinah masih
belum mendukung bagi kehidupan dunia usaha, terutama bagi pengembangan
keuangan negara. Keberadaan kaum Yahudi dengan kebiasaan ribanya

8
meresahkan masyarakat Madinah karena aktivitas mereka kerap mencekik leher
mereka. Nabi Muhammad sendiri mengetahui amalan tersebut ketika masih
berada di Mekah, karena turunnya ayat di Mekah yang membicarakan tentang
amalan najis orang Yahudi tersebut. Dengan peringatan kedua ini, banyak
sahabat yang meninggalkan riba. Hanya kaum Yahudi yang meneruskan praktek
ini dengan dalih tidak ada perbedaan antara jual beli dan riba. Sedangkan
Madinah merupakan kota miskin pada masa Hijrah, ketika Nabi wafat, Madinah
merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang untuk menunjang wilayah
sekitarnya.

b. Keadilan
Nabi menekankan keadilan dalam setiap kebijakan ekonomi, yang diterapkan
tidak hanya pada umat Islam tetapi juga pada kelompok lain di Madinah.
Terbukti ketika Nabi diminta mematok harga, beliau marah dan menolak. Hal
ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW menyerahkan penetapan harga
pada kekuatan pasar yang alami (bukan untuk tujuan monopoli atau proteksi).
c. Monopoli
Monopoli adalah kejahatan pasar yang tidak akan pernah dimaafkan oleh siapa
pun. Nabi Muhammad SAW melarangnya sejak abad ke-14. Begitu pula
sebaliknya yaitu monopsoni. Kedua persoalan ini bertentangan dengan
kebijakan ekonomi gaya Muamalah Rasulullah yang mengedepankan keadilan.
d. Prinsip dan Etika Bisnis Lainnya
Nabi juga mengimbau seluruh pedagang untuk menjaga akhlak yang baik. Hal
ini tidak hanya menguntungkan bisnis mereka sendiri, tetapi juga tidak
mempunyai konsekuensi agama. Beliau bersabda, “Pedagang yang benar dan
setia akan berada di surga bersama para nabi, orang-orang yang syahid, dan
orang-orang yang bertakwa.” Nabi sendiri melakukan hal tersebut saat berada di
Mekkah dan membawa dagangan saudagar Siti Khadijah. Dia terpesona oleh
kejujurannya setelah menikahinya. Karena kejujurannya, bisnisnya laris manis
di tengah ketatnya persaingan di Okaz.

Beliau juga mengajarkan para pedagang untuk bersikap adil, baik hati, kooperatif,
jujur, amanah, baik hati, sabar dan tegas. Sebaliknya, dia menasihati mereka untuk
meninggalkan hal-hal yang najis. Transaksi semacam itu mungkin bermanfaat untuk jangka

9
waktu singkat, namun merugikan dunia dan manusia. Akibatnya, kepercayaan berkurang,
pelanggan menjauh, dan peluang tindak lanjut menjadi langka. Aspek problematisnya adalah
kekejaman, tipu daya, kemarahan, kejahatan, pemujaan berlebihan terhadap uang,
pelanggaran hukum, dan hutang berlebihan. Yang terakhir ini merupakan ciri-ciri seseorang
memasuki dunia bisnis. Ini tidak ada kaitannya dengan ruang dan waktu karena merupakan
fenomena yang sangat manusiawi. Oleh karena itu, Islam memandang cara terbaik untuk
mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan mengikuti sabda Nabi SAW, yaitu dengan
sifat-sifat yang terpuji. Jika hasil yang terpuji ini dapat dicapai, dunia usaha dan masyarakat
pada umumnya akan siap untuk berkembang di segala aspek dunia, politik, ekonomi, hukum
dan budaya.

2.4.3. Lembaga Keuangan Zaman Khulafa Rasyidin

Tradisi-tradisi yang didirikan oleh Nabi dilanjutkan dan dikembangkan pada masa
kekhalifahan baru setelahnya. Misalnya, sejak terpilihnya Abubakar Sidiq sebagai khalifah,
proses perundingan mengenai persoalan tersebut sudah tertulis saat itu. Contoh kedua adalah
ketika Khalifah Umar bin Khattab membentuk koalisi besar sahabat menjelang akhir
hayatnya untuk memilih penggantinya.

Baitul Mal dikembalikan bentuknya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Khattab. Pada saat itu, sistem administrasi dan parlemen dibentuk untuk pengelolaan
administrasi. Umar juga menekankan pentingnya zakat dan sumber pendapatan lainnya. Di
sisi lain, beliau juga sangat prihatin terhadap kehidupan umat Islam sehingga memunculkan
cerita terkenal bahwa dengan menyerang tempat-tempat pedagang muslim, Umar
menerapkan prinsip balas dendam yang kita sebut dalam dunia perdagangan internasional.
Sebab kedua negara, Persia dan Roma, banyak bekerja sama dengan para saudagar Madinah.
Namun kebijakan keuangan Umar yang paling terkenal, yang dikritik keras oleh teman-
temannya, ketika Irak ditaklukkan oleh pasukan Islam, tidak membagikan tanah jarahan
kepada tentara Muslim seperti sebelumnya, melainkan menyerahkannya kepada penduduk
setempat kharaj direkrut dari kalangan warga.

Kebijakan Umar dilanjutkan oleh penguasa selanjutnya, Usman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib. Yang menonjol pada periode ini adalah betapa pentingnya para pemimpin
Rashidun untuk memikirkan kesejahteraan rakyatnya melalui kemanfaatan hasil panen dan
buah-buahan Baitulmal. Peran Baitul Mal sebagai instrumen kebijakan keuangan hanya dapat
dimainkan oleh orang-orang yang jujur dan ikhlas.

10
2.4.4. Lembaga Keuangan di Zaman Dinasti – Dinasti
Dengan meninggalnya Khalifah Ali bin Abi Thalib dan digantinya oleh Mu'awiyah dan
putranya Yazid, maka lembaga Syuro dalam politik pemerintahan Islam menjadi dinasti.
Namun fungsi di Baitul Mal terus berlanjut. Namun tingkat kesalehan para penguasa Dinasti
Umawiyah yang tidak sama dengan khulafa Rasyidin mulai menimbulkan inkonsistensi
dalam pengeluarannya. Hanya ada satu khalifah di dinasti ini yang dipuji karena keadilan dan
ketakwaannya, Umar bin Abdul Aziz, dan dia dikenal sebagai Umar II. Karena masa
pemerintahan yang singkat selama 2,5 tahun, ia mampu mendistribusikan uang pemerintah
untuk kepentingan rakyatnya. Dikatakan bahwa karena kesejahteraan masyarakat pada saat
itu, sulit untuk menemukan orang yang mau menerima zakat.

Dinasti Umawiyah di Damaskus berakhir dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah. Pada


dinasti ini, kondisi perekonomian berbeda akibat kebijakan salah satu khalifahnya yang
menciptakan standar moneter bagi umat Islam. Hal ini dilakukan karena masyarakat
mendepresiasi koin emas dan peraknya dan menggantinya dengan logam tidak mulia.
Bahkan, sejak saat itu aktivitas Baitul Mal semakin meningkat, yang dulunya mengumumkan
kebijakan keuangan dan kini juga menjalankan kebijakan moneter. Saat itu, kebijakan
keuangan berkembang dengan munculnya buku-buku seperti Khitabul Kharaj karya Abu
Yusuf dan Kitabul Amwal karya Qadamah bin Ja'far. Pada masa keemasan dinasti ini,
kegiatan Baitul Mal diperluas hingga mencakup biaya penelitian ilmiah dan penerjemahan
buku-buku Yunani, selain biaya pemeliharaan dan anggaran rutin pegawai.

Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran dan digantikan oleh Turki Seljuq di Asia
Tenggara, Dinasti Sasanid di Cordoba, Dinasti Fatimiyah di Mesir, dan terakhir Turki
Ottoman di Istanbul. Pada periode ini, fungsi Baitul Mal beralih ke departemen keuangan dan
keuangan negara serta penegakan hukum. Kebijakan moneter. Namun yang perlu
diperhatikan, di seluruh dinasti ini, kekayaan Baitul Mal tidak hanya berupa harta, tetapi juga
dalam bentuk yang tidak berwujud, yakni emas dan perak. Nampaknya masih ada aturan
dalam urusan keuangan, seperti tidak adanya riba, agar nilai uang stabil, tidak terjadi
masalah, dan kehidupan masyarakat stabil.

Jatuhnya Dinasti Ottoman di Turki menandai kemenangan kolonialisme, baik fisik


maupun mental, di dunia Islam. Akibatnya negara-negara Islam merdeka dari negara jajahan,
namun nama Baitul Mal tidak muncul lagi meski tetap menjalankan fungsi-fungsi di dalam
negeri, seperti kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

11
2.4.5. Lembaga Keuangan Syariah Modern
Setelah tahun 1940-an, negara-negara Islam mulai memperoleh kemerdekaan dari
zaman penjajahan, namun dengan diterapkannya syariat Islam banyak permasalahan dalam
arah terbentuknya negara Islam. Sebab, gagasan nasionalisme internasional yang ditanamkan
penjajah dan dijadikan alat perang oleh masyarakat negara-negara Islam, sudah tidak efektif
lagi. Pada umumnya pemimpin-pemimpin yang muncul setelah masa penjajahan adalah
pemimpin-pemimpin yang sebelumnya terdidik dengan kepentingan sekuler, sehingga tidak
melihat adanya hubungan antara agama dan pemerintahan dalam masyarakat berkembang.
Agama adalah urusan pribadi, dan mereka yang peduli dengan masalah sosial-politik agama
tidak boleh ikut campur. Hal ini dapat dimaklumi karena pemahaman agama Barat yang
mereka ajarkan merupakan tradisi Judeo-Kristian yang telah melampaui pemikiran duniawi.
Para penguasa pascakolonial inilah yang kemudian menjadi penghambat kebangkitan politik
Islam.

Bahkan nama “Baitul Mal” sudah tersingkir dari kosakata pemerintah. Yang mereka
tinggalkan hanyalah negara-negara bekas jajahan yang memaksa warganya dan mendirikan
pemerintahan baru sendiri. Mereka bersifat politis, namun tidak sistematis. Hal ini terutama
berlaku dalam sistem ekonomi. Sistem yang tanpa mereka sadari telah membawa dampak
buruk pada sistem tersebut, seperti inflasi, pengangguran, dan resesi. Teknologi sangat
tertinggal sehingga tidak pernah bisa bersaing dengan negara-negara jajahan, sehingga
hubungan keduanya bukanlah kompetisi, melainkan hubungan antar pusat atau antar pusat.
Hal ini menyebabkan masyarakat mencari sistem baru untuk menyelamatkan masyarakat,
terutama di negara-negara Islam. Meskipun mereka tidak berhasil dalam agenda politiknya,
mereka berusaha mengambil keuntungan melalui cara-cara ekonomi.

Pada tahun 1963, didirikan bank pedesaan di desa Mit Ghamr, salah satu wilayah
Mesir, Bank Tabungan Mit Gham yang dikenal dengan nama Mir Ghamr Bank. Ahmad El
Najjar. Lembaga-lembaga keuangan ini sangat berhasil menggalang modal dari masyarakat
dalam bentuk tabungan, uang, titipam dan zakat, sedekah, infak, dan lain-lain. dan
memberikan modal kepada mereka yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah-daerah
tersebut. perdagangan dan industri. Mit Ghamr Bank tidak membebankan bunga kepada
peminjam atau membayar bunga kepada peminjam dalam operasionalnya. Bank melakukan
investasi secara langsung atau bermitra dengan pihak lain dan kemudian membagikan
keuntungannya kepada investor.

12
Kesuksesan Mit Ghamr Bank menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Termasuk:

1. Pemerintah Mesir di bawah kepemimpinan Gamal Abdul Naser mendirikan


Naser Social Investment di kota tersebut pada tahun 1972.
2. Bank Amanah didirikan oleh komunitas intelektual dan profesional di Filipina
pada tahun 1973.
3. Organisasi Konferensi Islam (OKI), sebuah pemerintahan anggota dari
berbagai negara dan populasi Muslim, mendirikan Bank Pembangunan Islam
(IDB) pada tahun 1973 dan mulai beroperasi dengan kantor pusat di Jeddah
pada tahun 1975.

Pasca berdirinya IDB, beberapa bank syariah tumbuh dan berkembang di banyak negara,
termasuk Indonesia dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Di bawah
ini adalah tabel rangkuman sejarah berdirinya bank syariah di masing-masing negara hingga
berdirinya dari Bank Muamalat Indonesia. Merupakan bank syariah pertama di Indonesia.

Tahun Nama Bank Islam

1963 The Mit Ghamr Bank

Islamic Development Bank, Jeddah


1973
Philippine Amanah Bank

Dubai Islamic Bank, Dubai

1975 Faisal Islamic Bank, Egypt

Faisal Islamic Bank, Sudan

1977 Kuwait Finance House, Kuwait

Jordan Islamic Bank, Jordan


1978
Islamic Finance House Universal Holding, Luxemburg

Bahrain Islamic Bank, Bahrain


1979
Iran Islamic Bank

1980 Islamic International Bank, Cairo

13
Dar- Al- Mal Al-Islami, Switzerland

Islamic Finance House, England


1981
Jordan Finance House, Jordan

Islamic Bank Of Western Sudan, Sudan

Islamic Bank Bangladesh, Bangladesh


1982
Kibris Islamic Investment House, Jordan

Qatar Islamic Bank, Qatar

Tadamon Islamic Bank, Sudan

Faisal Islamic Bank, Bahrain

Bank Islam, Malaysia

1983 Faisal Islamic Bank, Senegal

Islamic Bank International, Denmark

Faisal Islamic Bank, Niger

Sudan Islamic Bank, Sudan

Bank Al Baraka Al Sudani, Sudan

Al-Baraka Bank, Bahrain

Islamic Finance House, Jordan


1984
Bait At Tamwil Al Saudi Al Tunisi

Al Baraka Turkish Finance Institution, Turkey

1985 Al Baraka Islamic Bank, Mauritania

1992 Bank Muamalat Indonesia

Table 2. 1 Pendirian Bank Islam di Dunia dari Mit Ghamr Bank di Mesir hingga Bank Muamalat di Indonesia

14
Keberadaan IDB sangat membantu perkembangan keuangan syariah di berbagai
negara. Selain mendapat dukungan dari IDB, beberapa lembaga internasional juga dibentuk
untuk memperkuat eksistensi sistem keuangan syariah. Beberapa institusi kelas dunia tersebut
adalah AAOIFI, IFSB dan IIFM. Bagian berikut ini akan menganalisis peran dan
perkembangan masing-masing lembaga, termasuk IDB.

15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem keuangan Islam terdiri dari dua bagian yang saling terkait: akuntansi Islam dan
lembaga keuangan Islam. Sejarah akuntansi syariah dan perkembangan lembaga keuangan
syariah bermula dari kebutuhan umat Islam untuk memiliki sistem keuangan yang sesuai
dengan prinsip syariah. Mereka yang ingin melakukan transaksi wajar berdasarkan prinsip
syariah dapat memilih rekening syariah dan lembaga keuangan syariah. Karena prinsip
syariah ini melarang tobat, garar, maishir dan dosa-dosa lainnya. Akuntansi syariah pertama
kali muncul pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ketika beliau memerintahkan agar
semua transaksi keuangan umat Islam dicatat. Pada masa itu, pencatatan keuangan disebut
“hisab”. Pada abad ke-9 muncul istilah “hisab al-mal” yang mengacu pada pencatatan
keuangan yang sempurna dan sistematis. Pada abad ke 14 Masehi, seorang ulama bernama
Ibnu Taimiyah menulis buku akuntansi syariah pertama.Pada tahun 1963, bank syariah
pertama di dunia, Mit Ghamr Bank, didirikan di Mit Ghamr, Mesir. Inilah awal mula
berkembangnya lembaga keuangan Islam. Organisasi Konferensi Islam (OKI) didirikan pada
tahun 1975 untuk mendorong pertumbuhan lembaga keuangan syariah di seluruh dunia. Pada
tahun 1983, Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) menjadi bank syariah pertama di Malaysia.
Sejak saat itu, lembaga perbankan syariah berkembang di seluruh dunia, termasuk Indonesia,
dimana Bank Muamalat Indonesia didirikan pada tahun 1992, bank syariah pertama di
Indonesia. Seiring berjalannya waktu, lembaga keuangan syariah telah beralih dari bank ke
lembaga non keuangan seperti keuangan syariah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
permintaan terhadap lembaga keuangan syariah dari mereka yang ingin melakukan transaksi
syariah.

3.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata kesempurnaan, Oleh karena itu pembuat
produk dan makalah ini mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan isi dalam makalah kami.

16
Daftar Pustaka

Rizal Yaya, Aji Erlangga dan Ahim Abdurahim. 2017. Akuntansi Perbankan Syariah. Edisi
Kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Drs. Muhamad, M.Ag., Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta 2002, Unit Penerbit dan
Percetakan (UPP) AMP YKPN.

Zuwardi, Padli Hardiansyah, Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah: Tinjauan Literatur


Islam, Vol. 5, No.2 (2020).

Drs. Osmad Muthaher, M.Si., Sejarah Perkembangan Akutansi Syriah dan Perkembangan
Bank Syariah, Modul 1, EKSA4202.

Maulina Isro, Sejarah Lahirnya Akuntansi Syariah: Jurnal Investasi Islam Vol. 7 No. 1, Juni
2022: 1-13

Taufik, Ahmad harahap. ( 2017). Perkembangan Akuntasni Syariah Di Indonesia. Jurnal


Warta Edisi:53

17

Anda mungkin juga menyukai