Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Akuntansi Syariah Hariyanto, SE., MM

AKUNTANSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL

Oleh :
Kelompok 5
Apria Erliyani 2001050182
Jumratul Aulia 2001050196
Masliyani 200105010060
Mutia Almaida 200105010173
Normalina 200105010171
Novia Herliani 200105010005

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa kami dari zaman gelap gulita menuju ke zaman yang terang
benderang.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi
Lembaga Keuangan Syariah yang membahas tentang Akuntansi istishna dan
istishna paralel . Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan
berpikir dibidang terkait.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita
semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Banjarmasin, 25 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Pengertian Akuntansi Istishna’ dan Istisna Paralel ................................... 3
B. Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel .......................................... 4
C. Syarat, Rukun dan Ketentuan Istishna’ ..................................................... 6
D. Hak dan Kewajiban Istishna’ .................................................................... 9
E. Pengawasan syariah transaksi Istishna’ dan Istishna Paralel .................... 10
F. Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Istishna’ ...................................... 11
G. Penjurnalan Transaksi Istishna’ ................................................................ 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran.......................................................................................................... 16
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengakomodasi produk perbankan syariah maka Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dengan merujuk Standar Akuntansi dan Auditing untuk
lembaga keuangan islam (Accounting and Auditing Standars for Islamic
Financial Institution ) lembaga regulasi keuangan islam internasional yang
berkedudukan di abu dhabi, maka IAI membuat Produk Pernyataan
Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) syariah nomor 59 yang disahkan 1
mei 2002 dan diberlakukan 1 januari 2003 dan diantaranya yakni PSAK
104 tentang Akuntansi Istishna.
Islam melalui Al-Qur’an telah menggariskan bahwa konsep
akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku bisnis menekankan pada
konsep pertanggungjawaban atau akuntabilitas (accountability),
sebagaimana telah dijelaskan pada surah Al-Baqarah ayat 282 dan
disamping itu, akuntansi syariah harus berorientasi sosial. Hal ini berarti,
bahwa akuntansi tidak hanya sebagai alat untuk menerjemahkan fenomena
ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai metode untuk
menjelaskan tentang bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam
masyarakat islam.
Pada akhir tahun 1970-an telah terjadi perubahan-perubahan besar
terhadap keberadaan ilmu akuntansi menuju proses harmonisasi penerapan
akuntansi. Islam sebagai suatu agama yang memiliki ajaran menyeluruh,
tentu saja tidak tinggal diam dalam membangun paradigma ilmu yang
sesuai dengan nilai-nilai islam.
Disamping itu, didalam unit bisnis aspek yang cukup penting
peranannya adalah akuntansi. Sebab akuntansi ini tidak saja akan
mempengaruhi perilaku manajemen, pemegang saham, karyawan, dan
masyarakat sekelilingnya, tetapi juga organisasi yang bersangkutan.

1
Faktor-faktor lain seperti sistem ekonomi, sosial, politik, peraturan
perundang-undangan, kultur, presepsi dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat mempunyai pengaruh besar terhadap bentuk akuntansi. Hal ini
membukikan bahwa akuntansi adalah sebuah keutuhan atau entitas (entity)
informasi yang tidak bebas nilai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Akuntansi Istishna’ dan Akuntansi Istishna’ Paralel?
2. Bagaiman Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna Paralel?
3. Apa saja syarat, rukun dan ketentuan Istishna’?
4. Apa saja Hak dan Kewajiban Istishna’?
5. Bagaimana pengawasan syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna’
paralel?
6. Apa itu pengakuan, perlakuan dan penyajian Istishna’?
7. Bagaimana penjurnalan pada Transaksi Istishna?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Akuntansi Istishna’ dan Akuntansi
Istishna Paralel
2. Untuk mengetahui dan memahami Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna
Paralel
3. Untuk mengetahui syarat, rukun dan ketentuan Istishna’
4. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban dalam Istishna’
5. Untuk mengetahui pengawasan syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna’
paralel
6. Untuk mengetahui pengakuan, perlakuan dan penyajian Istishna’
7. Untuk mengetahui Penjurnalan pada Transaksi Istishna’dan hal-hal
yang berkaitan dengannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Menurut jumhur para fuqaha, Istisna` merupakan suatu jenis
khusus dari akad Salam, yang digunakan terutama di dalam bidang
manufactur. Sehingga, menurut pandangan ini, Istishna` tunduk terhadap
ketentuan dan aturan yang mengatur akad Salam. Namun demikian, harus
dicatat bahwa munculnya Istishna` sebagai suatu kontrak terpisah ini
merupakan hasil rekayasa pengembangan fiqih dari mazhab Hanafi
sebagaimana dikemukakan di dalam Majalat al-ahkam al adliya dan
keputusan dari Akademi Fiqih Islami.
Istishna’ adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan
asshani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad
tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu
(barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan
menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa
pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu
tertentu.
Dalam Glasori Himpunan fatwa Dewan Syariah Nasional
dijelaskan pengertian Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(prmbuat, shani’) Dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah,
BIDPbs, h.65 menyebutkan : Bai’ al-sitshna’ (bai’ul istishna’) adalah
kontrak penjual antara pembeli dan pembuat barang, menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah
pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran
dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria persyaratan tertentu

3
yang disepakati antara pemesan / pembeli (mustashni’) dan penjual /
pembuat (shani’) Istishna’ Paralel adalah dua transaksi bai’ al-istishna’
yang dilakukan oleh para pihak secara simultan.
Dalam Accounting Auditing Standard for Islamic Financial
Institution (AASIFI) yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions. (AAOIFI), menjelaskan
pengertian Istishna merupakan kontrak penjualan antara al-mustasni
(pembeli akhir) dan penjual/produsen (supplier), dimana alsani -
berdasarkan suatu pesanan dari Pemesan/pembeli - berusaha membuat
sendiri atau meminta pihak lain untuk membuat atau membeli al-masnu
(pokok kontrak), menurut spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya
kepada Pemesan/pembeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan serta
dengan metode penyelesaian di muka, melalui cicilan atau ditangguhkan
sampai suatu waktu di masa yang akan datang. karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan produsen/penjual. Jika barang pesanan yang
dikirimkan salah atau cacat maka produsen/penjual harus bertanggung
jawab atas kelalaiannya. Perpindahan kepemilikan barang pesanan dari
produsen/penjual ke pembeli dilakukan pada saat penyerahan sebesar
jumlah yang disepakati. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau
penjual dalam suatu transaksi istishna’. Jika bank bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut
istishna’ paralel.1

B. Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Pada istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu Bank,
Nasabah, dan Pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat
melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode
pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiayaan dari bank. Atas
pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan

Wiroso,SE,,MBA ,Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti 2009),h. 245.


1

4
margin dari jual beli barang yang terjadi. Margin diperoleh dari selisih
harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual akhir kepada nasabah.
Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain margin berupa
pendapatan administrasi.
Pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan manufaktur atau konstruksi
(bangunan/kapal/pesawat), rakit/assemble (kendaraan/mesin), instalasi
(mesin atau software) atau istilah teknis engineering lainnya. Adapun
skema transaksi istishna’ paralel ditunjukkan pada Figur 11.1. Transaksi
dilakukan dengan alur sebagai berikut.

Gambar 1. Alur transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel’


Sumber : Akutansi Perbankan Syariah/Rizal Yaya ,dkk.

Alur transaksinya yakni :


1. Nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi
kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna’
yang akan dilaksanakan.
2. Pada transaksi istishna’ setelah akad disepakati, penjual mulai
membuat atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang

5
diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum
tanggal penyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan
spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada
pembeli. Adapun transaksi istishna’ paralel, yang biasanya digunakan
oleh penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri barang
istishna’, setelah menyepakati kontrak istishna’ dan menerima dana
dari nasabah istishna’, selanjutnya secara terpisah membuat akad
istishna’ dengan produsen barang istishna’.
3. Setelah menyepakati transaksi istishna’ dalam jangka waktu tertentu,
pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan.
4. Selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan
tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang
pesanan.
5. Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar
nilai yang ditagihkan.
6. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan
tingkat penyelesaian barang.
7. Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli.
8. Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah.
9. Nasabah melunasi pembayaran barang istishna’ sesuai dengan akad
yang telah disepakati.2

C. Syarat, Rukun dan Ketentuan Istishna


1. Syarat Istishna’
Syarat-syarat istishna’, yaitu :
a. Pihak yang berakal, cakap hukum, dan mempunyai kekuasaan
untuk melakukan jual beli.
b. Rida atau kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
c. Menyatakan kesanggupan untuk mengadakan atau membuat
barang itu.

2
Rizal Yaya ,dkk. Akutansi Perbankan Syariah ,( Jakarta, :Salemba Empat ,2018) h. 217

6
d. Mashnu’ (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas
seperti jenis, ukuran (tipe), mutu, dan jumlahnya.
e. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang
syara’ (najis, haram, tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan
(menimbulkan maksiat).
2. Rukun Istishna’
a. Transaktor (Pembeli/Mushtashni’ dan Penjual/Shani’)
Transaktor terdiri atas penjual dan pembeli, terkait dengan
penjual DSN (Dewan Syariah Nasional) mengharuskan agar
penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati. Dalam hal pesanan sesuai
dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk
menerima barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan
dalam kesepakatan istishna’.
b. Objek Akad Meliputi Barang dan Harga Barang Istishna’
Rukun objek akad transaksi jual beli istishna’ meliputi
barang yang diperjualbelikan dan harga barang tersebut.terkait
dengan barang istishna’, DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa
ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi antara lain :
1) Harus jelas spesifikasinya.
2) Penyerahannya dilakukan kemudian hari.
3) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
4) Pembeli (mushtashni’) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
5) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
yang sesuai dengan kesepakatan. Memerlukan proses
pembuatan setelah akad disepakati.
6) Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi
pemesanan,bukan barang massal.
c. Shighah (Ijab Kabul)

7
Ijab kabul adalah akadnya itu sendiri, ijab adalah lafadz
dari pihak pemesan yang meminta kepada seseorang untuk
membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu.
Sementara kabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk
menyatakan persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu.
Peralafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi
yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada
praktek yang lazim di masyarakat, dan menunjukkan keridaan
satu pihak untuk menjual barang istishna’ dan pihak lain untuk
membeli barang istishna’. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali
memenuhi kondisi :
1) Kedua belah pihak setuju untuk membatalkannya.
2) Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang
dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
d. Ketentuan Istishna’
Ketentuan syar’i transaksi istishna’ diatur dalam fatwa
DSN Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’.
Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran dan
ketentuan barang. Istishna’ ini mirip dengan transaksi salam, ada
beberapa ketentuan salam juga pada transaksi istishna’. Berikut
ketentuan-ketentuannya :
1) Ketentuan Tentang Pembayaran
 Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa uang, barang, atau manfaat.
 Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
 Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
2) Ketentuan Tentang Barang
 Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
 Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
 Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.

8
 Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
 Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan.
 Dalam hal terdapat catat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untu melanjutkan atau membatalkan akad.
3) Ketentuan Lain
 Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya mengikat.
 Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
4) Berakhirnya Akad Istishna’
Kontrak Istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi
berikut:
 Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah
pihak.
 Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk
menghentikan kontrak.
 Pembatalan hukum kontrak ini jika muncul sebab yang
masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau
penyelesaiannya, dan masing-masing pihak bisa menuntut
pembatalannya.

D. Hak dan Kewajiban Istishna


1. Pihak pertama dalam hal ini penjual wajib dan dengan ini menyetujui
untuk memberikan ganti rugi kepada pihak kedua dalam hal ini
pembeli atas segala kerugian apabila terdapat cacat pada barang
pesanan sebagai kelalaian pihak pertama.

9
2. Pihak kedua dalam hal ini pembeli wajib dan menyetujui untuk
melakukan pembayaran cicilan kepada pihak pertama dalam hal ini
penjual untuk membayar cicilan tepat waktu dan besaran cicilan,
misalnya sebesar Rp 2.500.000,00/minggu selama 2 bulan. Pihak
pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
a. Jumlah yang telah dibayarkan; dan
b. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi serta tepat
waktu.3

E. Pengawasan Syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli
istishna’ dan istishna’ paralel, DPS biasanya melakukan pengawasan
syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
1. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh
syariah islam;
2. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan
nasabah sesuai
3. Pesanan dan kriteria yang disepakati;
4. Memastikan akad istishna’ dan akad istishna’ paralel dibuat dalam
akad yang terpisah;
5. Memastikan bahwa akad istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai
kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan
kecuali memenuhi kondisi, antara lain:
a. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikan akad istishna’, dan
b. Akad istishna’ batal demi hukum karena timbul kondisi hukum
yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank
syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna’ dan

3
Prasetyo, Aji. 2019. AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH:Teori, Kasus, dan Pengantar Menuju
Praktik. Yogyakarta: ANDI

10
istishna’ paralel dengan para nasabah. Di samping itu, bank juga dituntut
untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang
diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.4

F. Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Istishna’


Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya
istishna' akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai
berikut:
 Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh
penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan Istishna' dan
biaya istishna';
 Jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan
dipenuhi, maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan yang
diakibatkan oleh setiap tagihan akanmenambah biaya istishna';
sehingga pendapatan istishna' akan berkurang sebesar jumlah
penambahan biaya akibat klaim tambahan.
 Perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna' paralel,
akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan
oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual berdasarkan akad
istishna' paralel.
1. Pengakuan Taksiran Rugi
a. Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan
istishna' akan melebihi pendapatan istishna', taksiran kerugian
harus segera diakui.
b. Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:
1) Apakah pekerjaan istishna' telah dilakukan atau belum;
2) Tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau
3) Jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak
diperlakukan sebagai suatu akad tunggal.

Prasetyo, Aji. 2019. AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH:Teori, Kasus, dan Pengantar Menuju
4

Praktik. Yogyakarta: ANDI

11
c. Pembeli mengakui aset istishna' dalam penyelesaian sebesar
jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang
istishna' kepada penjual.
d. Aset istishna' yang diperoleh melalui transaksi istishna' dengan
pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesarbiaya
perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam
akad istishna' tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai
beban istishna' tangguhan.
e. Beban istishna' tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai
dengan porsi pelunasan hutang istishna'.
f. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau
kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka
kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang
telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi
penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang
jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk
penyisihan kerugian piutang.
g. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh
jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah
yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian
piutang.
h. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai
yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
i. Dalam istishna' paralel, jika pembeli menolak menerima barang
pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati,maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna'. Selisih yang

12
terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.5
2. Perlakuan Akuntansi Istishna dengan pembayaran dimuka
Salah satu cara pembayaran dalam istishna adalah dilakukan
Dimuka pada saat akad, pembayaran harga barang yang dipesan
dilakukan pada Saat akad seluruh harga barangya, sehingga
karakteristik ini sama dengan karakteristik salam Oleh karena itu
perlakuan akuntansi istishna dengan cara pembayaran dimuka ini sama
dengan perlakuan akuntansi transaksi salam.6
Alur Istishna dengan cara pembayaran dimuka dapat digambarkan
dalan ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 2. Istishna’ dengan cara pembayaran dimuka seluruh harga


Sumber : Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam dalam Ilmu Akuntansi/Muammar Khadafi
dkk,

3. Penyajian
Menurut PAPSI 2013 (h. 4.19-20), ketentuan penyajian transaksi
terkait jual beli dengan skema istishna dalam laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
a. Uang muka Istishna disajikan sebagai liabilitas lainnya.
b. Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai aset lainnya.

Rizal Yaya ,dkk. Akutansi Perbankan Syariah ,( Jakarta, :Salemba Empat ,2018) hlm,217
5

Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf. Akutansi Perbankan Syariah ,(LPPE-Usakti,


6

2010) h. 212-213

13
c. Utang Istishna disajikan sebesar tagihan dari pemasok yang belum
dilunasi. Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian disajikan sebesar
dana yang dibayarkan Bank kepada supplier.
d. Termin Istishna disajikan sebesar jumlah tagihan termin Bank
kepada nasabah. Piutang Istishna disajikan sebesar jumlah yang
belum dilunasi oleh pembeli akhir. Marjin Istishna ditangguhkan
disajikan sebagai pos lawan piutang istishna.7

G. Penjurnalan Transaksi Istishna’


1. Transaksi Biaya Praakad (Bank Sebagai Penjual)
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit(Rp)
05/02/XA Db. Beban pra akad yang 2.000.000
ditangguhkan
Kr. Kas 2.000.000

2. Penandatanganan Akad dengan Pembeli (Bank sebagai penjual)


Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit(Rp)
05/02/XA Db. Biaya Istishna’ 2.000.000
Kr. Beban pra akad yang 2.000.000
ditangguhkan

3. Penagihan Piutang Istishna’ Pada Pembeli

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/04/XA Db. Piutang Istishna’ 4.000.000
Db. Termin Istishna’ 26.000.000
*Rp 150.000.000/5 30.000.000*
termin = Rp. 30.000.000
per termin
10/05/XA Db. Piutang Istishna’ 30.000.000
Kr. Termin Istishna’ 30.000.000
10/06/XA Db. Piutang Istishna’ 30.000.000
Kr. Termin Istishna’ 30.000.000
10/07/XA Db. Piutang Istishna’ 30.000.000

Rizal Yaya ,dkk. Akutansi Perbankan Syariah ,( Jakarta, :Salemba Empat ,2018) hlm,217
7

14
Kr. Termin Istishna’ 30.000.000
Db. Piutang Istishna’ 30.000.000
Kr. Termin Istishna’ 30.000.000

4. Penerimaan pembayaran Piutang Istishna’dari Pembeli8

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


13/04/XA Db. Kas/ rekening nasabah 30.000.000
pembeli Istishna’
Kr. Piutang Istishna’ 30.000.000
Db. Termin Istishna’ 30.000.000
Kr. Aset Istishna’ dalam 30.000.000
penyelesaian
13/05/XA Db. Kas/ rekening nasabah 30.000.000
pembeli Istishna’
Kr. Piutang Istishna’ 30.000.000
Db. Termin Istishna’ 30.000.000
Kr. Aset Istishna’ dalam 30.000.000
penyelesaian
13/06/XA Db. Kas/ rekening nasabah 30.000.000
pembeli Istishna’
Kr. Piutang Istishna’ 30.000.000
Db. Termin Istishna’ 30.000.000
Kr. Aset Istishna’ dalam 30.000.000
penyelesaian
13/07/XA Db. Kas/ rekening nasabah 30.000.000
pembeli Istishna’
Kr. Piutang Istishna’ 30.000.000
Db. Termin Istishna’ 30.000.000
Kr. Aset Istishna’ dalam 30.000.000
penyelesaian
13/08/XA Db. Kas/ rekening nasabah 30.000.000
pembeli Istishna’
Kr. Piutang Istishna’ 30.000.000
Db. Termin Istishna’ 30.000.000
Kr. Aset Istishna’ dalam 30.000.000
penyelesaian

Khaddafi, Muammar, dkk. 2016. Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam dalam
8

Ilmu Akuntansi. Medan: MADENATERA

15
ILUSTRASI KASUS ISTISHNA

Gambar 3. Ilustrasi Kasus Istishna’


Sumber : https://lowonganpekerjaanberkah.blogspot.com/2020/01/akuntansi-istishna-adalah.html?m=1

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istishna adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani
(produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Bedasarkan akad tersebut,
pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan)
sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang
disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau
ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Pada dasarnya istishna tidak dapat
dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi: Kedua belah pihak setuju untuk
menghentikannya; atau akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum
yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

17
DAFTAR PUSTAKA

Wiroso,SE,,MBA ,Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti 2009)

Rizal Yaya ,dkk. Akutansi Perbankan Syariah ,( Jakarta, :Salemba Empat ,2018)

Prasetyo, Aji. 2019. AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH : Teori, Kasus, dan


Pengantar Menuju Praktik. Yogyakarta: ANDI

Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf. Akutansi Perbankan Syariah ,


(LPPE-Usakti, 2010)

Khaddafi, Muammar, dkk. 2016. Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai


Syariah Islam dalam Ilmu Akuntansi. Medan : MADENATERA

https://lowonganpekerjaanberkah.blogspot.com/2020/01/akuntansi-istishna-
adalah.html?m=1

18

Anda mungkin juga menyukai