Anda di halaman 1dari 25

AKUNTANSI MURABAHAH

Disusun Oleh :
Nama NPM
Bagas Andrianto 220301002
Avelia Lolitasari 220301010
Vivi Andela 220301011

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah
Dosen Pengampu : Fauzan Fuadi, S.Ak., M.Scc

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS SOSIAL & BISNIS
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Akuntansi Murabahah”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW
yang telah menuntun ummatnya dari masa kegelapan hingga menuju masa yang terang
benderang dengan banyak keilmuan seperti sekarang.

Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Fauzan Fuadi, S.Ak., M.Scc. selaku dosen
pengampuh mata kuliah Akuntansi Syariah serta teman-teman kami yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Pringsewu, 22 Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................i


KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................3
C. Manfat Penulisan........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Murabahah......................................................7
B. Jenis Akad Murabahah...............................................................9
C. Dasar Syariah ............................................................................10
D. Sumber Hukum Akad Murabahah .............................................11
E. Rukun Dan Ketentuan Akad Murabahah ..................................12
F. Perlakuan Akuntansi (PSAK 102) .............................................15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang universal. Islam agama yang mengatur segala
aspek kehidupan manusia, secara garis besar islam mengatur dua bagian pokok, yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah adalah Hubungan secara vertikal, Yakni mengatur
manusia dalam berhubungan kepada Allah swt sebagai tuhannya. Sedangkan muamalah
ialah hubungan secara horizontal, yakni kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan
antara manusia dengan manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik, sosial dan lain
sebagainya. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual
beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya.
Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan
dengan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta
kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah seharusnya manusia
bekerja dengan mengolah segala yang telah disediakan di alam semesta ini, dan dari
hasil kebutuhan tersebut kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan primer,
sekunder, dan tertier.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai hak dan
kewajiban yang sama antara satu dengan yang lainnya, seseorang tidak melecehkan hak
dan kewajiban orang lain dengan hawa nafsu, ketamakan, dan keserakahan. Bentuk-
bentuk pelecehan tersebut antara lain seperti adanya riba, penimbunan harta, tidak
memberikan upah kerja yang seyogyanya, memanipulasi harga, dan monopoli.
Dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan, doktrin ekonomi yang telah
mendominasi dunia kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan doktrin negara
kesejahteraan, semuanya terlalu lemah, dan dinilai telah gagal. Lain halnya dengan
Islam, dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan Islam berupaya menegakkan

4
sistem ekonomi yang mengkombinasikan kemajuan ekonomi dan keadilan dan menjadi
standar hidup yang lebih tinggi yang disertai dengan moral yang adil, bijak dan luhur,
baik itu dalam kegiatan ekonomi mikro maupun dalam ekonomi makro.
Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis membantu
manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban secara adil (Wiroso, 2011). Hak dan kewajiban itu timbul karena
manusia ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. Sehingga
akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta dan
sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai
khalifah.
Salah satu pembiayaan yang berlandaskan syariah adalah pembiayaan
murabahah, pembiayaan murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan di
perbankan syariah yang paling mendominasi dan banyak diminati oleh masyarakat
indonesia. Hal ini tampak pada Statistik Perbankan Syariah Indonesia Mei 2016 yang
dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Nilai transaksi murabahah berada di
peringkat pertama dengan jumlah 203,72 trilliun rupiah, kemudian disusul oleh akad
musyarakah dengan jumlah 64,52 trilliun rupiah dan mudharabah dengan jumlah 14,86
trilliun rupiah (Otoritas jasa keuangan, 2016). Statistik ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sangat tertarik pada produk murabahah yang ditawarkan oleh
Bank Syariah di indonesia.

Dalam pembiayaan murabahah diperlukan adanya perlakuan akuntansi,


perlakuan akuntansi merupakan sistem akuntansi untuk melihat bagaimana proses
pencatatan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-pihak
yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai lembaga keuangan syariah.
Sedangkan manfaat dari perlakuan akuntansi akan berdampak pada laporan keuangan
syariah yang disajikan sesuai dengan PSAK No. 101 yang digunakan untuk mengukur
kinerja penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dan berguna untuk pengambilan
keputusan.

5
Namun kenyataannya perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah belum di
imbangi dengan perlakuan akuntansi yang baik, buktinya masih banyak entitas atau
bank syariah yang masih melanggar ketentuan yang ada di PSAK No 102. Berikut
penelitian yang terkait dengan perlakuan akuntansi murabahah yang
mengungkapkan bahwa penjual masih salah dalam penerapannya: Novan (2013),
Nurdiani (2014) dan Usyaqi (2014). Meneliti diperbankan syariah dan Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa perlakuan akuntansi murabahah tidak mematuhi
PSAK 102 Tahun 2007 dan PSAK 102 Revisi Tahun 2013. karena memberikan
pembiayaan kepada nasabah untuk memperoleh persediaan murabahah dan
mengukur keuntungan murabahah menggunakan metode anuitas adalah dua
perlakuan akuntansi yang diatur PSAK 55. Sedangkan dari segi pencatatan pada
perlakuan akuntansi murabahah belum sesuai dengan PSAK No 102 dan pencatatan
jurnal pada saat perhitungan tunggakan berdasarkan PSAK No 102.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi akad murabahah?
2. Apa saja jenis – jenis akad murabahah?
3. Apa saja dasar syariah akad murabahah?
4. Bagaimana perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa definisi akad mudharabah?
2. Untuk mengetahui apa saja jenis – jenis akad murabahah?
3. Untuk mengetahui apa saja dasar syariah akad murabahah?
4. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK
102?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akad Murabahah

Secara luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling
rela, menurut (sabiq 2008) jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad)
yang dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang dengan
barang, barang dengan barang (barter) atau pertukaran uang dengan uang misalnya
pertukaran nilai mata uang dengan yen.

Muslim harus mengetahui jual beli yang diperbolehkan dalam syariah, agar harta
yang dimiliki halal dan baik. Seperti kita ketahui, jual beli adalah salah satu aspek
dalam muamalah (hubungan manusia dengan manusia), dengan kaidah dasar semua
boleh kecuali ada dalil yang melarang. Kalau belum tahu mana yang di bolehkan dalam
syariah, atau belum mengetahui suatu ilmu tertentu, kita wajib mencari tahu
sebagaimana sabda rasulullah: “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslim”.
(HR. Ibnu Majah).

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena
salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang
lainnya (Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah
adalah jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili,
1997., hal. 3765). Menurut PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52
dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Menurut Para ahli hukum Islam mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :

7
Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai menjual barang
dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.

Ibn Rusyd filosof dan ahli hukum Maliki mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana
penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan meminta
suatu margin keuntungan kepada pembeli.

Dengan demikian, dapat disimpulkan jual-beli murabahah adalah suatu bentuk


jual beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal)
barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian
memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan beserta
dengan syarat – syarat tertentu. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

8
2.2 Jenis Akad Murabahah

1. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada
pesanan dari pembeli. Pada bank syariah, bank baru akan melakukan transaksi
murabahah atau jual beli apa bila ada nasabah yang memesan barang sehingga
penyediaan barang baru di lakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan
barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang
tersebut. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat dan tidak mengikat
pembeli untuk membeli barang pesananya , kalau bersifat mengikat maka pembeli harus
membeli barang pesanannya dan tidak dapat membatalkan pesananya . jika aset
murabahah yang telah dibeli oleh penjual dalam murabahah pesanan mengikat,
mangalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai
tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.

9
Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah


(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
(3) Barang diserahkan dari produsen
(4) Barang diserahkan kepada pembeli
(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2. Murabahah tanpa pesanan

Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat, dimana pembeli langsung membeli
barang dagang yang telah tersedia untuk dijual oleh si penjual. Pada bank syariah
Barang yang di sediakan oleh pihak bank adalah merupakan menjadi tanggung jawab
dari pihak bank itu sendiri sebagai penjual.

Dimana bank syariah menyediakan barang ataupun persediaan barang yang akan
diperjual belikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang membeli atau tidak.
Sehingga proses pengadaan barang dilakukan sebelum transaksi jual beli murabahah
dilakukan.

10
Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah


(2) Barang diserahkan kepada pembeli
(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2.3 Dasar Syariah Akad Murabahah

2.3.1 Sumber Hukum Akad Murabahah

a) Al-Quran
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu” (QS. 4:29).
“Hai orang – orang yang beriman penuhilah akad – akad itu” (QS. 5:1).
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. 2:275).
“...dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia
berkelapangan.” (QS 5:2).
“...dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...” (QS. 5:2).
“Hai orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka
waktu yang ditentukan, tuliskanlah...” (QS 2:282).

11
2.3.2 Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah

1. Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual
beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil
dianggap sah, apabila seizin walinya.

2. Objek Jual Beli, harus memenuhi:

a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal

Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat di jadikan sebagai
objek jual beli, kareana barang tersebut dapat menyebabkan manusia
bermaksiat/melanggar larangan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis berikut:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan harganya.”
(HR. Bukhari Muslim).

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai,
dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang di perjualbelikan, misalnya: jual
beli barang yang kadaluwarsa.

c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual

Jual beli atas barang yang tidak di mkiliki oleh penjual adalah tidak sah karena
bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang kepada orang lain atas
barang yang bukan miliknya.

Jual beli oleh bukan pemilik barang seperti ini, baru akan sah apabila mendapat
izin dari pemilik barang. Misalnya: seorang suami menjual harta milik istrinya,

12
sepanjang si istri mengizinkan maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli barang curian
adalah tidak sah karena status kepemilikan barang tersebut tetap pada si pemilik harta.

“Tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.” (HR. Abu daud dan
Tirmizi).

d. Barang tersebut dapat di serahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa
depan

Barang yang tidak jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena dapat
menimbulkan ketidakpastian (gharar), yang pada gilirannya dapat merugikan salah satu
pihak yang bertransaksi dan dapat menimbulkan pearsengketaan.

Misalnya: saya jual mobil avanzaku yang hilang dengan harga Rp. 40.000.000 si
pembeli berharap mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang yang
sedang di gadaikan atau telah diwakafkan.

e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh
pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).

f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas, sehingga
tidak ada gharar.

g. Harga barang tersebut jelas

Harga atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli dan penjual berikut
cara pembayarannya tunai atau tangguh (tidak tunai) sehingga jelas.

h. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual.

3. Ijab kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka
kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan

13
menjadi halal. Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan
qabul yang dilangsungkan.

Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu
adalah sebagai berikut:

a. Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: "Saya jual buku ini seharga
Rp. 15.000,-".

b. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.

14
2.4 Perlakuan Akuntansi Murabahah (PSAK 102)

PSAK No.102 merupakan sistem akuntansi yang melihat bagaimana proses


pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-pihak
yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah.

a. Akuntansi untuk penjualan

1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan
(D) Aset Murabahah xxx
(K) Kas xxx

2. Untuk murabahah pesanan meningkat, pengukuran aset murabahah setelah


perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai
aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai terebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Jika terjadi
penurunan nilai untuk murabahah pesanan mengikat, maka jurnalnya:

(D) Beban penurunan nilai xxx


(K) Aset Murabahah xxx
Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat, maka
jurnalnya
(D) Kerugian penurunan nilai xxx
(K) Aset murabahah xxx

3. Apabila terdapat diskon pada saat pembelian aset murabahah, maka :

15
(a) akan menjadi pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum
akad murabahah, Jurnal:
(D) Aset Murabahah (net) xxx
(K) Kas xxx
(b) menjadi kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli;
(D) Kas xxx
(K) Utang xxx
(c) menjadi tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah
dan seusai akad menjadi hak penjual.
(D) Kas xxx
(K) Keuntungan Murabahah xxx
(d) pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad
(D) Kas xxx
(K) Pendapatan Operasional lain xxx

4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan tersebut akan


tereliminasi pada saat :
(a) dilakukan pembayaran kepada pembeli, Jurnal:
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(b) akan dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual :
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(D) Dana kebajikan – kas xxx
(K) Dana Kebajikan-
Pendapatan denda xxx

16
5. Pengakuan keuntungan murabahah:
a. jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa,
angsuran murabahah tidak melebihi 1 periode laporan keuangan, maka murabahah
diakui pada saat terjadinya akad murabahah:
(D) Kas xxx
(D) Piutang Murabahah xxx
(K) Aset Murabahah xxx
(K) Keuntungan xxx
b. Namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah
sebagai berikut:
1.) keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat apabila
resiko penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a.
2.) keutungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih
dari piutang murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi murabahah
tangguh dimana ada resiko piutang tidak tertagih relatif besar dan / beban untuk
mengelolah dan menagih piutang yang re;latif besar, maka jurnalnya:
(D) Piutang Murabahah xxx
(K) aset murabahah xxx
(K) Keuntungan tangguhan xxx
Pada saat penerimaan angsuran:
(D) Kas xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(D) Keuntungan tangguhan xxx
(K) Keuntungan xxx
3.) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih, metode
ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak
tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.
Pencatatanya sama dengan poin 2, hanya saja jurnal pengakuan keuntungan dibuat
saat seluruh piutang telah salesai ditagih.

17
6. Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah
dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang
murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama dengan akuntansi
konvensional, Yaitu: saldo piutang – penyisihan kerugian piutang. Jurnal untuk
penyisihan piutang tak tertagih:
(D) Beban Piutang tak tertagih xxx
(K) Penyisihan piutang tak tertagih xxx

7. Potongan pelunasan piutang murabahah diberikan pada saat pelunasan, diakui


sebagai pengurang keuntungan murabahah dan dapat dilakukan dengan cara:
(a) Diberikan pada saat pelunasan, jurnal:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
(net setelah dikurangi potongan pelunasan)
(b) memberikan setelah pelunasan (penjual menerima pelunasan dan
membayarkan potongan kepada pembeli). Jurnal:
Pada saat penerimaan piutang dari pembeli:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
Pada saat pengembalian kepada pembeli:
(D) Keuntungan murabahah xxx
(K) Kas xxx
(c) Jika potongan diberikan karena adanya penurunan kemampuan pembayaran
pembeli diakui sebagai beban.
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx

18
(D) Beban xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan Murabahah xxx

8. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
(D) Dana Kebajikan-Kas xxx
(K) Dana Kebajikan-
Pendapatan denda xxx

9. Pengakuan dan pengukuran uang muka :


- uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima ;
- pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok)
- Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya biaya yang telah dikeluarkan oleh
penjual.
Jurnal yang terkait dengan penerimaan uang muka:
a. Penerimaan uang muka dari pembeli:
(D) Kas xxx
(K) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
b. Apabila murabahah jadi dilaksanakan
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
Sehingga untuk penentuan marjin keuntungan diberdasarkan atas nilai piutang (harga
jual kepada pembeli setelah dikurangi uang muka).

19
10. Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih
besar daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi
permintaan calon pembeli maka selisihnya dikembalikan pada calon pembeli.
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
(K) Kas /Utang xxx
Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih kecil
daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi
permintaan calon pembeli, maka penjual dapat meminta pembeli untuk
membayarkan kekurangannya kekurangannya
(D) Kas/Piutang xxx
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
Pesanan dibatalkan, dan perusahaan menanggung kekurangan nya atau uang muka
sama dengan beban yang dikeluarkan:
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx

11. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan: saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah
tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.

12. Pengungkapan
Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi
tidak terbatas pada:

20
(a) harga perolehan aset murabahah
(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau
bukan; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah
b. Akuntansi untuk pembeli
1. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan
murabahah tunai.
(D) Aset xxx
(K) Kas xxx
Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang
murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan),
aset dicatat sebesar biaya perolehan tunai dan selisih antara harga beli yang
disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
(D) Aset xxx
(D) Beban Murabahah
Tangguhan xxx
(K) Utang murabahah xxx

2. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi


pelunasan utang murabahah.
(D) Utang murabahah xxx
(K) Kas xxx
(D) Beban xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

3. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, diperlakukan sebagai


pengurang beban murabahah tangguhan.
Jurnal Diskon pembelian yg diterima setelah akad Murabahah

21
(D) Kas xxx

(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

Jurnal potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah:

(D) Utang Murabahah xxx


(D) Beban Murabahah xxx
(K) Kas xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

4. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai


dengan akad diakui sebagai kerugian.
(D) Kerugian xxx
(K) Kas/Utang xxx

5. Uang muka
Pembeli membayarkan uang muka.
(D) Uang muka xxx
(K) Kas xxx
Jika sudah memberikan uang muka, maka ketika penyerahan barang jurnalnya:
(D) Aset xxx
(D) Beban murabahah tangguhan xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Utang murabahah xxx
Jika pembeli membatalkan dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian.
Apabila biaya yang dikenakan lebih kecil dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kas xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
Sedangkan biaya yang dikenakan lebih besar dari uang muka, maka jurnalnya:

22
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Kas atau uatang xxx
Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut:
a. Urbun diakui sebagai uang muka pembeli sebesar jumlah yang diterima bank
pada saat diterima.
b. Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai
pembayaran piutang.
c. Jika barang batal dibeli oleh nasabah maka urbun dikembalikan kepada nasabah
setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank.

6. Penyajian
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang
murabahah.

7. Pengungkapan
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi
tidak terbatas pada:
(a) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh

(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi berdasarkan isi makalah yang telah dipaparkan oleh penulis maka dapat
disimpulkan :
1. Berdasarkan asal kata dan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
akad murabahah adalah suatu bentuk jual-beli di mana penjual memberi tahu
kepada pembeli tentang harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya
berdasarkan harga pokok tersebut kemudian memberikan margin keuntungan
kepada penjual sesuai dengan kesepakatan.
2. Jenis – jenis akad murabahah ada 2 yaitu, murabahah dengan pesanan dan
murabahah tanpa pesanan. Murabahah dengan pesanan adalah penjual tidak
melakukan pembelian barang sebelum adanya akad murabahah. Murabahah
tanpa pesanan adalah penjual memiliki persediaan barang dagang/murabahah.
3. Dasar hukum akad murabahah terdiri dari alqur’an, as-sunnah, ijma, kaidah
syariah dan fatwa DSN MUI.
Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 adalah bagaimana proses
pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-
pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah.
Terdiri dari akuntansi untuk penjual dan pembeli mulai dari perolehan sampai pada
pengungkapan.

24
DAFTAR PUSTAKA
Sri Nurhayati dan Wasilah. 2008. Akuntansi syariah di Indonesia. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat

Wiroso. 2011. Akuntansi transaksi syariah. Jakarta : Penerbit Ikatan Akuntan Indonesia

25

Anda mungkin juga menyukai