1. MAULA AL IIHWAN
2. AZMI FUADI
3. SYUKUR MUGIONO
Alhamdulilahi robbil `alamin, segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam, atas
taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, guna
memenuhi tugas mata kuliah Studi Tafsir Ekonomi, yang penulis beri judul “TAFSIR
AL-QUR”AN “AYAT- AYAT TENTANG RIBA”
Makalah ini disusun dan sebagian besar hanyalah sebuah kutipan-kutipan ,
yang berdasarkan beberapa sumber, yang penulis nukil dari beberapa website,
sebagaimana tercantumkan dalam daftar pustaka. Serta beberapa ulasan pribadi, yang
merupakan analisis dari penulis.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada pengasuh pondok pesantren jlamprang, Romo kyai Muhammad Afandi yang
telah membrikan banyak kontribusi bagi kami, kedua orang tua kami yang telah
mendorong atas pembuatan makalah ini, dosen pembimbing kami, Ibu Siti Afifah,
M.Ag., dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai
hal.
Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini mempunyai setitik
manfaat, bagi penulis pribadi khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun masih penulis butuhkan, untuk
menghasilkan karya-karya lain yang lebih baik. Amiin Ya Robal `Alamin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ....................................................................................................7
2
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
ع ِم ْث ُل ال ِّربَاBُ س ٰ َذلِ َك بَِأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي Bُ َش ْيط
ِّ ان ِمنَ ا ْل َم َّ اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطُهُ الBالربَا ِّ َالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُون
اب
Bُ َحBصْ ا َد فَُأو ٰلَِئ َك َأBB ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َمنْ َعBسلَفَ َوَأ ْم َ فَ َمنْ َجا َءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َه ٰى فَلَهُ َماBَوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا
ر ُه ْم فِي َها َخالِدُونBِ النَّا
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”.(QS Al Baqarah:275)
2
Penjelasan Ayat
َ ش ْي
ّ طانُ ِمنَ ا ْل َم
- س ِّ َالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُون
َّ اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َمايَقُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطُهُ الBالربَا
Dikatakan kepada orang yang menggunakan harta (uang) orang lain: Akalahu wa
Hadhamahu, artinya ia menggunakan uang tersebut dengan leluasa karena tidak ada
harapan uang tersebut bisa dikembalikan lantaran ia telah memakannya.
Yang dimaksud dengan keadaan orang-orang yang memakan riba di dunia ini,
seperti orang yang sengaja melakukan perbuatan lantara mereka gila, karena mereka
dimabukkan oleh kecintaan harta. Dan, setelah harta mampu memperbudak pikirannya,
maka jiwanya menjadi ganas, ingin sekali mengumpulkan harta sebanyak mungkin, dan
harta menjadi tujuan pokok kehidupannya. Mereka menganggap tidak perlu susah-susah
dengan menjalankan riba, dan meninggalkan usaha lainnya. Sehingga, jiwa mereka keluar
dari garis pertengahan yang banyak dianut orang.
ٰ
ِّ الربَا َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم
َ فَ َمنْ َجا َءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َه ٰى فَلَهُ َماBالربَا
َسلَف ِّ َذلِ َك بَِأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل
Jika mereka memakan riba, maka riba akan dianggap sebagai yang dihalalkan,
sama seperti jual beli. Dalam keyakinan si pemakan, hal tersebut sama bolehnya dengan
seseorang menjual barang dagangan yang harganya sepuluh dirham, misalnya dengan
bayaran kontan, atau dua puluh dirham dengan kredit. Karena anggapan membolehkan
tadi, maka dalam keyakinan mereka dibolehkan pula memberikan sepuluh dirham
terhadap orang yang membutuhkannya, dengan syrat ia akan mengembalikannya menjadi
dua puluh dirham setelah setahun. Sebab dibolehkannya ini (dua mu’amalah ini) menurut
keyakinan adalah sama, yakni perbedaan waktu.
Demikianlah alasan mereka, menurut apa yang mereka khayalkan. Padahal menurut
analogi mereka sama sekali tidak benar. Karenanya, Allah berfirman yang menegaskan bahwa
riba adalah haram, sedang jual beli adalah halal. Jual beli dibolehkan karena tidak ada yang
dirugikan dan adanya kerelaan antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam riba diambil secara
paksa, bukan berdasarkan kerelaan.
َ َاب النَّا ِر ُه ْم فِي َها َخالِدُون ْ َو َمنْ عَاد فَُأو ٰلَِئ َك َأ
ُ ص َح
Siapa saja yang kembali seperti sedia kala, yakni memakan riba setelah adanya
pengharaman, maka orang yang melakukan itu termasuk orang yang tidak mau mendengar
nasehat Allah. Padahal Allah tidak sekali-kali melarang mereka kecuali lantaran hal yang sangat
membahayakan diri mereka. Dan mereka (yang memakan riba), adalah penghuni neraka, yang
tetap didalamnya.
2
3. Imam Syafi’i dan sebagian imam Ahmad berpendapat bahwa riba fadhl
dikhususkan pada emas, perak, dan makanan meskipun tidak ditimbang.
4. Said ibn Musayyah dan sebagian riwayat Ahmad mengkhususkan pada makanan
jika di timbang.
5. Imam Malik mengkhususkan pada makanan pokok.
Untuk lebih jelas nya perbedaan pendapat tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
1) Mazhab Hanafi
Illat riba fadhl menurut ulama hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau
ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam
dan anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis tersebut ditimbang
utuk diperjualbelkan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl.
Ulama Hanafiyah mendasarkan pendapat mereka pada hadis sahih dari Said al-
Khudri dan Ubadah Ibn Shanit r.a bahwa Nabi SAW. Bersabda:
“(jual-beli)emas dengan emas, keduanya sama,tumpang terima, (apabila ada) tambahan
adalah riba, (jual-beli) perak dengan perak keduanya sama, tumpang terima (apabila ada)
tambahan adalah riba, (jual-beli) syair dengan syair, keduanya sama, tumpang terima
(apabila ada) tambahan adalah riba, jual beli kurma dengan kurma, keduanya sama,
tumpang terima (apabila ada) tambahan adalah riba, (jual-beli) garam dengan garam,
keduanya sama, tumpang terima (apabila ada) tambahan adalah riba.”
2) Mazhab Malikiyah
Illat diharamkannya riba menurut ulama Malikiyah pada emas dan perak adalah
harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan mereka berbeda pendapat dalam
hubungannya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl.
Illat diharamkannya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekedar makanan saja
(makanan selain untuk mengibati), baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur
penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua unsur tersebut.
Illat diharamkannya riba fadh pada makanan adalah makanan tersebut dipandang sebagai
makanan pokok dan kuat disimpan lama.
Alasan ulama Malikiyah menetapkan illat diatas antara lain, apabila dipahami agar
tidak tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan
tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia yakni makanan
pokok seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.
3) Madzhab Syafi’i
Illat riba pada emas dan perak adalah harga yakni kedua barang tersebut
dihargakan atau menilai harga suatu barang. Illat pada makanan adalah sesuatu yang bisa
dimakan dan memenuhi 3 kriteria sbb :
1 Sesuatu yang biasa ditujukan sebagai makanan atau makanan pokok.
2 Makanan yang lezat atau dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti
ditetapkan dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin dan
anggur kering.
3 Makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan dan memperbaiki
makanan yakni obat. Ulama Syafi’iyah antara lain beralasan bahwa makanan
yang dimaksudkan adalah untuk menyehatkan badan termasuk pula obat untuk
menyehatkan badan.
2
Dengan demikian riba dapat terjadi pada jual beli makanan yang memenuhi
kriteria di atas. Agar terhindar dari unsur riba, menurut ulama Syafi’iyah, jual beli harus
memenuhi kriteria :
1. Dilakukan waktu akad, tidak mengaitkan pembayarannya pada masa yang
akan
datang.
2. Sama ukurannya.
3. Tumpang Serah terima
Menurut ulama Syafi’iyah, jika makanan tersebut berbeda jenisnya seperti menjual
gandum dengan jagung, dobolehkan adanya tambahan, berdasarkan pada hadits
Rasulullah Saw bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, keduanya
sama, tumpang terima. Jika tidak sejenis, juallah sekehendakmu asalkan tumpang
terima”.Selain itu, dipandang tidak riba walaupun ada tambahan jika asalnya tidak sama
meskipun bentuknya sama, seperti menjual tepung gandum dengan tepung jagung.
Madzhab Hambali
Pada madzhab ini terdapat 3 riwayat tentang illat riba, yang paling masyhur adalah
seperti pendapat ulama Hanafiyah hanya saja ulama Hanabilah mengharamkan pada
setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma. Riwayat kedua adalah sama
dengan illat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah.
Riwayat ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap makanan yang
ditimbang, sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba
walaupun ada tambahan. Demikian juga pada sesuatu yang tidak dimakan manusia.Hal
ini sesuai dengan pedapat Saib bin Musayyib yang mendasarkan pendapatnya pada hadits
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada riba kecuali pada yang ditimbang atau dari yang
dimakan dan diminum”. (HR Daruquthni)
2
utang pada benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan
yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya”.
Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran atau barang yang dipertukarkan,
diperjualbelikan atau diutangkan karena adanya tambahan waktu pembayaran atau
penyerahan barang baik yang sejenis ataupun tidak.
Namun, secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang
piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba qordh dan
jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua macam, yaitu riba fadl dan nasi’ah.
1. Riba qardh adalah suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqtaridh).
2. Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.
3. Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran
yang berbeda. Ini haram berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ karena
merupakan sarana menuju riba nasi’ah.
4. Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran barang yang dipertukarkan,
diperjualbelikan, atau diutangkan karena diakhirkan waktu pembayarannya
baik yang sejenis maupun tidak.
َ ُمْؤ ِمنِين ُك ْنتُ ْم ِْإن ال ِّربَا َ ِمن بَقِ َي َما َو َذ ُروا َ هَّللا Bاتَّقُوا آ َمنُوا َالَّ ِذين َأيُّ َها يَا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Sebab Turun Ayat Di atas ialah :
Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah,
Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari
penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas
konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat
ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara
linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Dalam al-Qur’an banyak ditemukan
kata riba Diantaranya : Al-Baqarah ayat 276, Al-Baqarah ayat 278, dan An-Nisa ayat 16,
Dan ayat yang lainya.
• Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
2
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
• Riba diharamkan dalam semua agama samawi. Riba dilarang dalam Yahudi, Nasrani
dan Islam.
• Macam-macam riba yaitu: Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
• Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual. Riba (bunga)
menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti resesi, depresi,
inflasi dan pengangguran.
DAFTAR PUSAKA
https://www.296.web.id/2019/04/tafsir-ekonomi-ayat-ayat-tentang-
riba.html
https://www.linkaja.id/artikel/definisi-riba
https://an-nur.ac.id/pengertian-riba-dasar-hukum-jenis-jenis-cara-
menghindari-riba-dan-hikmah-diharamkannya-riba/
https://money.kompas.com/read/2022/03/10/211250426/apa-itu-riba-
pengertian-jenis-contoh-dan-hukumnya-dalam-islam?page=all