RIBA
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Muhammad Ibnu Afrelian, M.H.
Disusun oleh:
Galih Eko Prawito (22010008)
Firman istiadi Kurniawan (22010007)
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul
“RIBA”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah FIQIH
MUAMALAH. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen selaku
pembimbing mata kuliah ini serta segala pihak dan sumber yang telah membantu terwujudnya
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi diri penulis sendiri
maupun pembaca pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para
pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.
penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bagian dari hukum Islam yang mana merupakan suatu prinsip yang sangat
besar dan terdapat pijakan berupa keadilan dalam memperhatikan kemaslahatan manusia
seluruhnya. Berdasarkan prinsip-prinsip agung yang diuraikan dalam makalah ini, dapat
diketahui bahwa muamalah dalam jual beli tidak dapat dikeluarkan dari mubah kepada
haram kecuali jika ada sesuatu yang diperingatkan, misalnya karena menjurus kepada
kedzaliman terhadap salah satu pihak, berupa riba, kedustaan, penipuan, dengan berbagai
ragamnya, ketidak tahuan dan pengecohan dengan segala jenisnya. Semua itu adalah
contoh kedzaliman terhadap salah satu pihak.
Uraian dalam makalah ini hanyalah sekedar mengantarkan pada pemahaman pembaca
dan sebagai alat bantu dalam memudahkan pembaca dalam mendapatkan suatu informasi
dan referensi baru terkait permasalahan tentang mualah.
B. Rumusan masalah
1. pengertian Riba
2. Bagaimana hukum Riba
3. Apa saja jenis-jenis Riba & contohnya di kehidupan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Diantara akad jual beli yang dilarang dengan pelarangan yang kerasa antara lain adalah
Riba. Yang dalam hal ini Riba berarti ) = الزيادةkelebihan atau tambahan). secara bahasa
bermakna tambahan, tumbuh dan menjadi tinggi.
Sedangkan menurut terminologi syara’, Riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus
tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama
dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.”
Dengan demikian, Riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu
dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan
dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak
ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama Riba dan Al-
Qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti
dari tempo.
Yang dalam hal ini ada juga yang mendefinisikan sebagai berikut:
B. Hukum Riba
Dalam agama samawi Riba diharamkan karena banyak kemudaratannya karena Riba
hanya menguntungkan satu pihak yaitu pihak pemberi pinjaman sedangkan pihak penerima
pinjaman akan rugi jika tidak bisa membayar hutangnya sebelum jatuh tempo sebab
hutangnya peminjam bertambah seiring waktu karena Riba yang memberatkan itu.
Allah SWT akan memerangi orang-orang yang melakukan Riba dan mengancam
memasukkan orang tersebut kedalam neraka, dan mereka kekal di dalamnya sesuai
firmanNya di Al Quran & Rosullullah SAW juga melaknat orang yang memakan riba dan
sejenisnya karena merugikan orang lain.
1
C. Dalil dan Bukti Larangan Riba
1. Al-Qur’an
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)
(QS Ar Rum ayat 39)
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih (QS An Nisaa’ ayat 161)
َٰ ه ۡ
َ َّ ْض َعف َٗة َوٱتَّقُوا
١٣٠ َٱلل لَ َعلَّ ُك ۡم ت ُ ۡف ِّل ُحون ۡ َ ٱلربَ َٰواْ أ
َ ض َٰ َع ٗفا ُّم ِّ َْٰيَأَيُّ َها ٱلَّذِّينَ َءا َمنُواْ ََل ت َأ ُكلُوا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda]
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS Al
Imraan ayat 130)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
2
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya ( QS Al Baqarah ayat 275)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (QS Al Baqarah ayat 276)
َعلَ ۡي ِّه ۡم َو ََل ه ُۡم يَحۡ زَ نُون ٌ ٱلزك ََٰوة َ لَ ُه ۡم أ َ ۡج ُره ُۡم عِّندَ َربِّ ِّه ۡم َو ََل خ َۡو
َ ف َّ ت َوأَقَا ُمواْ ٱل
َّ ْصلَ َٰوة َ َو َءات َُوا َّ َٰ عمِّ لُواْ ٱل
ِّ ص ِّل َٰ َح َ إِّ َّن ٱلَّذِّينَ َءا َمنُواْ َو
٢٧٧
٢٧٨ َٱلربَ َٰواْ إِّن ُكنتُم ُّم ۡؤمِّ نِّين َ َّ َْٰيَأَيُّ َها ٱلَّذِّينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا
َ ٱلل َوذَ ُرواْ َما بَق
ِّ َِّي مِّ ن
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (QS Al Baqarah ayat 278)
٢٧٩ َوس أَمۡ َٰ َو ِّل ُك ۡم ََل ت َۡظ ِّل ُمونَ َو ََل ت ُ ۡظلَ ُمون
ُ سو ِّل هِّهۦ َو ِّإن ت ُ ۡبت ُ ۡم فَلَ ُك ۡم ُر ُء ٖ فَإِّن لَّ ۡم ت َۡف َعلُواْ فَ ۡأذَنُواْ ِّب َح ۡر
ِّ َّ َب ِّمن
ُ ٱلل َو َر
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya
(QS Al Baqarah ayat 279)
2. As-Sunnah
Dalam hal ini dasar hukum Riba juga dijelaskan dalam sunnah yaitu:
3
الر َبا ِّ ّللاُ ِّإ ََّل ِّب ْال َح
ِّ ق َوأَ ْك ُل َّ الس ْح ُر َوقَتْ ُل النَّ ْف ِّس الَّتِّي َح َّر َم ِّ َّ ّللا َو َما ه َُّن قَا َل الش ِّْركُ ِّب
ِّ الل َو ِّ َّ سو َل ِّ س ْب َع ْال ُمو ِّبقَا
ُ ت قَالُوا َيا َر َّ اجْ تَنِّبُوا ال
ِّ ت ْالغَاف ََِّل
ت ِّ ت ْال ُمؤْ مِّ نَا َ ف ْال ُم ْح
ِّ صنَا َّ َوأ َ ْك ُل َما ِّل ْال َيت ِِّّيم َوالت َّ َولِّي َي ْو َم
ُ ْالز ْحفِّ َوقَذ
“ Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi SAW bersabda, Tinggalkanlah tuju dosa yang
dapat membinasakan. Sahabat bertanya, Apakah itu, ya Rasulullah? ‘Jawab Nabi, (1)
Syirik (mempersekutukan Allah); (2) berbuat sihir; membunuh jiwa yang diharamkan
Allah, kecuali yang hak; (4) makan harta Riba; (5) makan harta anak yatim; (6)
melarikan diri dari perang jihad pada saat berjuang; dan (7) menuduh wanita
mukminat yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina.
4
D. Jenis-Jenis Riba dan Contoh Di Kehidupan Masyarakat
❖ Menurut para ahli Fiqih Riba bisa diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
contoh : tukar menukar emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan beras
dan sebagainya.
2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya
:orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut
dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
3. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan.
Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan
disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan
apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan
seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh: Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi
mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada
Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
5
3) Seseorang menukarkan seliter beras ketan dengan dua liter beras , maka pertukaran
tersebut adalah riba, seabab beras harus ditukar dengan beras yang sejenis dan tidak
boleh dilebihkan salah satunya. Jalan keluarnya ialah beras ketan dijual terlebih
dahulu dan uangnya digunakan untuk membeli beras dolog.
4) apabila si X membeli motor kepada Y secara tidak tunai dengan ketentuan harus
lunas dalam tiga tahun. Jika dalam tiga tahun tidak berhasil dilunasi maka tempo
akan diperpanjang dan si X dikenai denda berupa tambahan sebesar 5%.
❖ Jumhur Ulama’ sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya
haram. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan
Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa
segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang
diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang juga
mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
❖ Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan
bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat
Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai ssstem bunga, kecuali
dalam keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal
istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat
ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh
seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun
banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank
itu dengan bunga.
❖ Dr. Sayid Thantawi yang berfatwa tentang bolehnya sertifikat obligasi yang dikeluarkan
Bank Nasional Mesir yang secara total masih menggunakan sistem bunga, dan ahli lain
seperti Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap
Perbankan mengatakan, “Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan
Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan
perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia
6
juga mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas
dengan amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank
adalah muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti
yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba
❖ Pendapat A. Hasan, pendiri dan pemimpin Pesantren Bangil (Persis) berpendapat bahwa
bunga bank seperti di negara kita ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat
ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.
❖ Menurut musyawarah nasional alim ulama NU pada 1992 di Lampung, para ulama NU
tidak memutus hukum bunga bank haram mutlak. Memang ada beberapa ulama yang
mengharamkan, tetapi ada juga yang membolehkan karena alasan darurat dan alasan-
alasan lain.
❖ Hasil rapat komisi VI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menetapkan, bunga
perbankan termasuk riba sehingga diharamkan.
Larangan al-Qur’an terhadap pengambilan riba adalah jelas dan pasti. Sepanjang
pengetahuan tidak seorang pun mempermasalahkannya. Tetapi pertentangan yang
ditimbulkan adalah mengenai perbedaan antara riba dan bunga. Salah satu mazhab
pemikiran percaya bahwa apa yang dilarang Islam adalah riba, bukan bunga. Sementara
suatu mazhab pemikiran lain merasa bahwa sebenarnya tidak terdapat perbedaan antara
riba dan bunga. Karena itu pertayaan pertama yang harus dijawab adalah apakah ada
perbedaan antara riba dalam al-Qur’an dan bunga dalam dunia kapitalis.
Jika kita melihat pengertian riba yang tercantum dalam surat al-Rum ayat 39, Maka
bunga bank sama dengan riba. Oleh karena itu wajarlah jika MUI dan OKI mengeluarkan
fatwa bahwa bunga bank adalah haram. Namun begitu, hukum Islam sangatlah fleksibel.
Artinya bagi yang tinggal di daerah dimana tidak ada bank syariah seperti di NTT misalnya,
sementara transaksi perbankan sangatlah krusial bagi ekonomi, maka hukumnya menjadi
makruh. Hukum Islam itu gampang untuk dijalankan tapi jangan digampangkan.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riba dalam utang adalah tambahan atas utang, baik yang disepakati sejak awal ataupun
yang ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang tertunda. Riba utang ini bisa terjadi
dalam qardh (pinjam/utang-piutang) ataupun selain qardh, seperti jual-beli kredit. Semua
bentuk riba dalam utang tergolong riba nasi’ah karena muncul akibat tempo (penundaan).
Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi yang tidak
kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit. Praktek ini digolongkan ke dalam
riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah riba yad.
8
DAFTAR PUSTAKA
www.academia.edu/4597678/MAKALAH_MUAMALAH_FIQIH__Jual_beli_Qiradh_dan_Ri
ba |Makalah Muamalah Fiqih oleh Ana Rosyida