Anda di halaman 1dari 14

Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Menurut Fiqih dan Perundang-undangan

(Study kasus di Desa Singgar Pagar Kecamatan Sumber Sari Kabupaten


Lampung Barat)
Tugas ini Dibuat untuk Memenuhi Mata Kuliah : Fiqih Munakahat

Dosen Pengampu : M. Sirojuddin Shidiq,

Oleh :
Aldi Rohman (22010001)
Annisa Ristiyani (22010002)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH (STIS) DARUSY SYAFAAH
LAMPUNG TENGAH
2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT, tuhan semesta alam yang
mengatur kehidupan dengan bijaksana. Atas karunia nikmat-Nya penulis dapat
menyusun karya tulis ilmiah berupa yang berjudul “Pemaksaan Pernikahan
Oleh Wali Menurut Fiqih dan Perundang-undangan (Study kasus di Desa
Singgar Pagar Kecamatan Sumber Sari Kabupaten Lampung Barat” dengan
maksimal.

Sholawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW yang telah menerangi dunia dengan ilmu dan keteladanannya.
Salam dan doa juga tak lupa kami sampaikan kepada keluarga, sahabat dan
seluruh umatnya yang setia hingga akhir zaman.

Semangat Keinginan Penulis untuk mengupas studi kasus dengan judul


tersebut adalah, Penulis ingin mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya
perkawinan secara paksa oleh wali dan bagaimana pandangan hukum dari segi
fiqih, serta perundang-undangan, dan pandangan Masyarakat dalam hukum adat
kebiasaan. Karya ini menyajikan data yang akurat dari segi sudut pandang
manapun. Tanpa support dan bantuan dari berbagai pihak maka karya ini tidak
bisa terbit. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu.

Meski telah disusun dengan sebaik mungkin, penyusun menyadari masih


banyak kesalahan dalam karya ini. Sehingga kami mengharapkan keridhoan
pembaca sekalian untuk memberikan kritik dan saran yang bisa kami jadikan
sebagai bahan evaluasi.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga dari pembahasan diatas dapat


diambil Pelajaran dan sebagai pengetahuan sehingga bisa dijadikan inspirasi dari
pembaca.

Kotagajah, 09 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
A. Pengertian Kawin Paksa............................................................................4
B. Kawin Paksa menurut perspektif 4 madzhab..........................................4
1. Perspektif Madzhab Syafi’i....................................................................4
2. Perspektif Madzhab Maliki....................................................................5
3. Perspektif Madzhab Hanafi...................................................................5
4. Perspektif Madzab Hambali...................................................................5
C. Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Menurut Hukum Positif di
Indonesia.............................................................................................................5
D. Faktor penyebab Terjadinya Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Di
Desa Sindang Pagar Kecamatan Sumber Sari Kabupaten Lampung Barat....7
E. Pemaksaan Perkawinan Menurut Perspektif Hukum Adat...................8
PENUTUP.............................................................................................................10
Kesimpulan.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, semua makhluk hidup di dunia ini baik manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan ini tidak lepas dari pernikahan. Ini sudah menjadi
hukum alam (sunnatullah) untuk kelangsungan hidup manusia, berkembang
biaknya hewan dan melestarikan lingkungan alam ini.1

Pernikahan bagi manusia adalah hal yang sakral dan mempunyai tujuan
yang sakral juga, dan tidak terlepas dari aturan-aturan yang sudah berlaku di
ketentuan agama. Orang–orang yang melangsungkan sebuah pernikahan
bukan semata-mata untuk melampiaskan nafsu yang bertengger dalam tubuh
dan jiwanya, melainkan untuk meraih ketenangan, ketentraman dan sikap
saling mengayomi di antara suami istri dengan dilandasi cinta dan kasih
sayang yang mendalam. Di samping itu, untuk menjalin tali persaudaraan di
antara dua keluarga dari pihak suami dan pihak isteri dengan berlandaskan
pada etika dan estetika yang bernuansa ukhuwah, basyariyah dan islamiyah.

Kawin paksa yang dijalani seorang gadis, karena alasan untuk


menghormati orang tua. Dalam istilah lain dapat dinyatakan bahwa hegemoni
peran seorang orangtua/wali dalam perkawinan sangat kuat. Bagi anak-anak
perempuan hampir tidak punya hak untuk menolak perkawinan yang
ditawarkan oleh orang tuanya/wali. Inilah kuatnya budaya dan adat yang
bersifat patriarki. Salah satu akibat sempitnya dalam pemahaman ajaran fiqh
ini adalah kasus masalah kawin paksa. Bahwa masih banyak yang
beranggapan bahwa jodoh seorang laki-laki adalah urusan tuhan, tapi bagi
jodoh perempuan adalah urusan orang tua khususnya ayah.

Biasanya seorang ayah melakukan pemaksaan terhadap anak


perempuannya yang masih gadis dengan dalih bahwa seorang wali seperti
ayah mempunyai hak ijbar. Di dalam hukum islam sendiri pun menjelaskan
dari konsep hak ijbar itu sendiri bahwa ayah diberikan hak untuk

1
Muhammad Asmawi, Nikah Dalam perbincangan dan perbedaan (Yogyakarta:
Darussalam,2004), hal. 18

1
memerintahkan anak gadisnya menikah dengan laki-laki pilihan ayah dengan
syarat-syarat.2 Yaitu calon wanita belum pernah di wath’i dan dinikahkan
dengan orang yang sekufu’ dengan mahar semisal standar wanita tersebut
yang diambilkan dari mata uang daerah setempat.3

Di dalam kasus ini, perempuan atau anak gadis menjadi pihak yang
dirugikan. Karena hal ini hak mereka sebagai perempuan dalam hal memilih
pasangan telah dilanggar karena adanya akibat kawin paksa tersebut. Di dalam
undang-undang punya menyebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Ini artinya,
sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapapun sesuai
kehendaknya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
Lagipula perkawinan itu jelas jelas merupakan hak asasi manusia yang
didasarkan atas persetujuan kedua mempelai, bukan dari persetujuan kedua
orang tua.

Karna dengan itu perkawinan agar mempunyai tujuan dari suami dan isteri
untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal dan sesuai hak asasi manusia itu
sendiri tanpa adanya paksaan dari kedua orang tua dari kedua calon tersebut.3
Dari semua permasalahan yang ada yang telah di uraikan diatas, penulis
mencoba akan membahas perihal “ PEMAKSAAN PERKAWINAN OLEH
WALI MENURUT FIQIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN (Study
Kasus di Desa Sindang pagar, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten
Lampung Barat” dengan mendasar pada sudut pandang fiqh sebagai
pemahaman terhadap membahasan Al-Qur’an dan Hadits sebagai ketaatan
kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dan mendasar pada sudut
pandang Hukum Positif Indonesia sebagai ketaatan kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perspektif 4 Madzhab Mengenai Kawin Paksa
2. Bagaimana pandangan Hukum Positif di Indonesia mengenai kawin
paksa
2
Ahmad Azhar Basyir , Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2004) , hal. 43
3
Syaikh Muhammad bin Qosim Al- Ghazy, Fathul Qorib Al-Mujib , (Surabaya: Darul ilmi),hal. 45

2
3. Apa saja faktor penyebab terjadinya Kawin Paksa di Desa Sindang
Pagar kecamatan Sumber Sari Kabupaten Lampung Barat.
4. Bagaimana pandangan Hukum Adat yang berlaku di Masyarakat
mengenai Kawin Paksa yang terjadi di Desa Sindang Pagar Kecamatan
Sumber Sari Kabupaten Lampung Barat

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pandangan 4 Madzhab Fiqih
dalam menyikapi Kawin Paksa
2. Untuk mengetahui pandangan Kawin Paksa dalam Perspektif Hukum
Positif di Indonesia
3. Untuk mengetahui apa faktor penyebab terjadinya kawin paksa di Desa
Sindang Pagar Kecamatan Sumber Sari Kabupaten Lampung Barat
4. Untuk mengetahui pandangan Kawin Paksa dalam Hukum Adat yang
berlaku dimasyarakat Desa Sindang Pagar Kecamatan Sumber Sari
Kabupaten Lampung Barat

3
PEMBAHASAN
Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali menurut Fiqih dan Perundang-undangan

A. Pengertian Kawin Paksa


Kawin paksa adalah menikahkan seorang perempuan atau laki-laki dengan
cara dipaksa oleh orang tuanya atau walinya dengan pasangan pilihan walinya.
Perkawinan adalah suatu akad persetujuan berdasarkan kesukaan dan kerelaan
kedua pihak yang akan menjadi pasangan suami istri. Oleh karena itu,
memaksa anak untuk menikah dengan pilihan walinya hukumnya haram.

B. Kawin Paksa menurut perspektif 4 madzhab


1. Perspektif Madzhab Syafi’i
Berdasarkan konsep ijbar yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i,
Namun apabila keluar dari konsep Ijbar, dalam artian atas dasar tidak
sukarela atau bukan kehendak sendiri dan adanya paksaan dalam akad,
maka pemaksaan atau kawin paksa adalah hal yang dilarang dan tidak
dibenarkan oleh ajaran Islam, kategori perempuan yang di maksud dalam
mazhab Syafi’i itu ada dua, yaitu gadis dan janda. Gadis ada yang masih
belum baligh dan juga ada yang sudah baligh, hal yang sama pun dengan
janda. Gadis yang belum baligh boleh dinikahkan tanpa persetujuannya
darinya karena hak perkawinan atas dirinya tersebut masih ada pada
walinya. Gadis yang belum baligh atau masih kecil ini belum dapat
bertindak hukum sendiri dan juga mereka belum dapat memikirkan
kemaslahatan untuk dirinya sendiri, sehingga wali/ayah itu berkah untuk
menikahkannya dengan lakilaki pilihannya demi mendapatkan
kemaslahatan anak gadisnya itu sendiri sebagai bentuk tanggung jawab
orang tua kepada anaknya.

Kemudian anak gadis yang sudah dewasa tersebut, ayah dan kakek
boleh juga menikahkannya tanpa harus meminta persetujuannya terlebih
dahulu juga, namun, meminta persetujuannya itu bersifat Sunnah, namun,

4
akan lebih baik jika perkawinan tersebut terlaksana apabila mendapatkan
persetujuan dari anak gadis.

2. Perspektif Madzhab Maliki


Pendapat Imam Malik Mengenai Kawin Paksa itu sama dengan
pendapat Imam Syafi’i boleh hukumnya memaksa dengan syarat
pemaksaan itu tidak menimbulkan bahaya baik pada anak perempuannya
yang masih kecil atau baligh. Dengan alasan apabila ayah dapat
menikahkan anak yang masih kecil, maka berarti boleh menikahkan saat
mereka sudah besar.

3. Perspektif Madzhab Hanafi


Jika hal tersebut terjadi, maka perkawinannya tidak sah, dan status
pernikahannya menunggu izin dari wanita yang bersangkutan. Ini adalah
pendapat Imam Abu Hanifah dan ulama madzhab Hanafi.

4. Perspektif Madzab Hambali


Menurut perspektif imam Hambali mengenai pemaksaan perkawinan
itu dalam pendapatnya tidak diperbolehkan sama dengan pendapat Imam
Hanafi.

C. Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Menurut Hukum Positif di


Indonesia
Perkawinan merupakan suatu perkara hukum yang amat penting dalam
kehidupan manusia dengan akibat hukumnya, karena itu hukum
mnengatur perkawinan secara terperinci, yang dimaksud dengan
perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
seorang wanita untuk membangun suatu rumah tangga yang kekal dan
bahagia berdasarkan ketuhanan yang maa esa, yang perlu dicatat menurut
perundang-undangan yang berlaku bisa di lihat didalam pasal 1 Undang-
Undang Perkawinan No 1 Tahun 19744. Asas-asas perkawinan menurut
KUHPerdata, yaitu :

4
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hal. 10

5
1. Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat
dilanggar.
2. Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di
depan pegawai catatan sipil.
3. Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan di bidang hukum keluarga.
4. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan undang-undang.
5. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan
isteri.
6. Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
7. Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri
itu.5

Pada pasal 6 ayat 2 Undang undang No.1 Tahun 1974 Tentang


perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan haruslah didasarkan kepada
persetujuan kedua calon mempelai, dan persetujuan tersebut haruslah
dilaksanakan kehendak bebasm tanpa adanya pakasaan dari calon
mempelai wanita dan calon mempelai pria.

Di dalam hukum Positif tidak begitu dijelaskan secara rinci


mengenai nikah paksa, namun dalam konsep kesukarelaan atau
persetujuan bebas dan tanpa paksaan dari calon mempelai. dapat
dijelaskan bahwa yang dimaksud nikah paksa ialah suatu pernikahan yang
terjadi dengan adanya ikut campur orang lain ataupun dengan adanya
unsur tekanan dan paksaan dari orang lain, dalam hal ialah orang tuanya,
yang dimana untuk hal ini orangtua perempuan/ laki laki memaksakan
anak mereka untuk menikah untuk menturuti kemauan orang tua.

5
Ahyani Yunus, Hukum Perkawinan dan Itsbat Nikah Antara Perlindungan dan Kepastian
Hukum, (Makassar:Humanities Genius, 2020), hal. 16

6
D. Faktor penyebab Terjadinya Pemaksaan Perkawinan Oleh Wali Di
Desa Sindang Pagar Kecamatan Sumber Sari Kabupaten Lampung
Barat
Perkawinan merupakan akad yang suci dan luhur antara oleh laki-laki dan
Perempuan sebagai suami dan istri yang dihalalkan melakukan hubungan
seksual yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang abadi Sakinah
mawadah dan warohmah. Sehingga dalam perkawinan itu sendiri sangat
dibutuhkan persetujuan dan kerelaan bagi mereka (calon suami dan istri)
karena kerelaan mereka (calon suami dan istri itu sangat berpengaruh untuk
kelangsungan rumah tangga mereka.

Adapun faktor-faktor terjadinya kawin paksa yaitu :

 Karena keinginan orang tua.


Mengenai pemaksaan perkawinan oleh wali atau orang tua ada
empat alasan salah satunya adalah Mendekatkan hubungan tali
persaudaraan. Perkawinan semacam ini dilakukan oleh Masyarakat
Sindang Pagar untuk mendekatkan hubungan tali persaudaraan yang mana
mereka melakukan perkawinan ini karena hubungan persaudaraan
keluarga yang semakin jauh sehingga dengan cara perkawinan putra putri
mereka akan lebih mudah menjalin persaudaraan mereka agar semakin
dekat.
Alasan keluarga sebagai salah satu faktor terjadinya perkawinan
secara paksa seperti wawancara dengan pasangan Amri (22 tahun), bekerja
sebagai petani dan Aisyah (21 tahun) sebagai ibu rumah tangga dan petani.
Mereka berdua berasal dari desa yang sama yaitu desa Sindang Pagar dan
yang melakukan praktek kawin secara paksa adalah Aisyah mereka
menikah secara paksa dengan alasan.

“ saya menikah dengan mas Amri karena dipaksa oleh Bapak saya,
saya menolak menikah dengan mas Amri karena kami adalah dua sepupu,
dan pernikahan ini terjadi karena hubungan kekeluargaannya semakin jauh

7
dan solusi agar hubungan kekeluargaan ini tambah dekat maka terjadilah
pemaksaan perkawinan oleh wali dari Aisyah agar dijodohkan.

 Karena tradisi masyarakat desa atas permintaan tokoh masyarakat atau


kiyai.
 Faktor ekonomi, agama, dan sosial budaya.
Dari contoh pemaparan diatas bahwasannya tidak bisa menjadi
alasan bahwa orang tua bisa mengambil hak seorang anak untuk memilih
pasangan karena anak tetap bukanlah “hak milik” orang tua, anak
merupakan Amanah atau titipan Allah Swt semata. Orang tua
berkewajiban membesarkan, mengasuh, mendidik, dan menikahkan putra
putri mereka apabila telah tiba masanya. Pun demikian, tidak serta merta
kewajiban ini menjadikan orang tua berhak sepenuhnya menentukan calon
pasangan bagi anak-anaknya, utamanya anak perempuannya. Dalam hal
memilihkan pasangan hidup ini masih banyak kita jumpai pemaksaan
kehendak orang tua dengan semena-mena terhadap anaknya yang tanpa
disadari hal tersebut justru mendatangkan mudharat atau kesengsaraan
bagi sang anak. Kebaikan dan kebahagaian yang diimpikan orang tua bagi
buah hatinya justru tidak terwujud.

E. Pemaksaan Perkawinan Menurut Perspektif Hukum Adat


Memaksakan pernikahan menurut adat istiadat itu merupakan suatu
tindak pidana kekerasan seksual yang dapat dijerat pidana penjara ataupun
denda. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Pasal Pasal 10 Ayat 2 UU TPKS berbunyi, “Termasuk pemaksaan


perkawinan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1” :
1. perkawinan anak
2. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya
3. atau pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan

Pelaku yang memaksakan pernikahan atas dasar adat istiadat dapat dijerat
hukuman pidana sebagaimana diatur dalam UU TPKS.

8
Ancaman pidana bagi pelaku yang memaksakan pernikahan dengan alasan
adat istiadat tertuang dalam Pasal 10 Ayat 1 UU TPKS.

Pasal 10 Ayat 1 menegaskan, setiap orang yang secara melawan hukum


memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain,
atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan
dengannya atau dengan orang lain, akan dipidana karena pemaksaan
perkawinan.

9
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas mengenai pemaksaan perkawinan oleh wali bisa
ditarik kesimpulan bahwasannya wali tidak memiliki hak sepenuhnya dalam
menentukan calon pasangan untuk anaknya, khususnya anak Perempuannya.
Seorang anak juga berhak memilih pasangan untuk dirinya sendiri apabila terjadi
pemaksaan perkawinan dan tiada kerelaan atas keduanya artinya bukan kehendak
diri sendiri adanya paksaan dalam akad maka yang seperti ini tidak diperbolehkan
atau dilarang dalam ajaran Islam.

Banyaknya perbedaan pespektif dalam menyikapi kasus pemaksaan


perkawinan ini baik dari pandangan 4 madzhab fiqih, menurut hukum positif di
Indonesia, dan hukum adat itu sendiri supaya bisa menjadi pedoman untuk para
orang tua dalam mengambil keputusan untuk menikahkan anaknya dengan cara
paksa, bahwasanya perkawinan secara paksa itu sudah diatur dalam semua bidang
hukum, dan pada pemaksaan perkawinan ini sebenarnya tidak ada melainkan
karena adanya pihak ketiga atau adanya ikut campur tangan orang lain mengenai
tujuan tertentu yang ingin dicapainya dalam kasus ini yang berperan adalah
seorang mujbir (ayah).

10
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Asmawi, Nikah Dalam perbincangan dan perbedaan


(Yogyakarta: Darussalam,2004), hal. 18
Ahmad Azhar Basyir , Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta: UII Press,
2004) , hal. 43
Syaikh Muhammad bin Qosim Al- Ghazy, Fathul Qorib Al-Mujib ,
(Surabaya: Darul ilmi),hal. 45
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hal.
10
Ahyani Yunus, Hukum Perkawinan dan Itsbat Nikah Antara Perlindungan
dan Kepastian Hukum, (Makassar:Humanities Genius, 2020), hal. 16

11

Anda mungkin juga menyukai