Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH JUAL BELI

DISUSUN OLEH :

1. FEBRI SHOLLIHATUL LAILAH ( 11.16.017)


2. ROSMALINA ADILIANINGRUM ( 11.16.065)
3. HAFIFAH ( 11.16.042)
4. SANDRA BELLA ANJANI ( 11.16.050)
5. ARIE FEBRIAN H (11.15.085)

MATA KULIAH :HUKUM PERIKATAN ISLAM

DOSEN PENGAJAR:

FATIMAH, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA

2018

1
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Hukum
Perikatan Islam dengan judul “Jual Beli”.

Terima kasih disampaikan kepada Ibu Fatimah. S.H., M.H. selaku dosen
mata kuliah Hukum Perikatan Islam yang telah membimbing dan memberikan
kuliah demi lancarnya tugas makalah ini.

Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi


tugas mata kuliah ini.

2
DAFTAR ISI

Cover …………………………………………………………………….. 1

Kata Pengantar…………………………………………………………. 2

Daftar Isi……………………………………………………………….... 3

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………….. . 4

A. Latar Belakang……………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 4
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………….. 4

BAB II: PEMBAHASAN……………………………………………… 6

A. Pengertian dan Unsur Jual beli…….........………………………….. 6


B. Bentuk-Bentuk Pilihan dalam Jual Beli dan Jual Beli yang Dilarang
…………………………………………………………………………. 8

C. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Transaksi Jual Beli……... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………...……………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah
ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut
dengan muamalah ma’annas. Hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan
suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek
kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan
antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa,
hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu
dengan barang lain yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan tata cara
tertantu. Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan
bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak
terbatas pada satu ruang saja. Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya
penggunaan internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Dalam islam, jual beli harus member manfaat anatara penjual dan pembeli
tanpa ada yang dirugikan, oleh karena itu akan dibahas bagaimana pengertian jual
beli menurut Fiqih muamalah? Apa saja syaratnya? Lalu apakah jual beli yang
dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut fiqih muamalah?
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Unsur Jual Beli?
2. Apa Saja Bentuk-Bentuk Pilihan dalam Jual Beli dan Jual Beli yang
Dilarang?
3. Apa Saja Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Transaksi Jual Beli?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan unsur jual beli.

4
2. Mengetahui bentuk-bentuk pilihan dalam jual beli dan jual beli yang
dilarang.
3. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transaksi jual beli.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Unsur Jual beli


Jual beli dalam bahasa Arab ba’i dari kata dasar ba’a-yabi’u-ba’i yang
artinya secara bahasa berarti menerima sesuatu dan memberikan sesuatu yang lain.
Secara istilah ba’i yaitu saling tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan1.
Secara istilah terdapat beberapa pengertian jual beli, yaitu :
a. Menurut Sayyid Sabiq, jual beli ialah pertukaran harta dengan harta
atas dasar saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan.
b. Menurut Hanafi, jual beli adalah tukar menukar barang atau harta
dengan barang atau harta milik orang lain yang dilakukan dengan cara
tertentu. Atau tukar menukar yang bernilai dengan semacamnya
dengan cara yang sah yakni ijab qabul.
c. Menurut Ibnu Qudamah, jual beli adalah tukar menukar barang dengan
barang yang lain bertujuan member kepemilikan dan menerima hak
milik.
d. Menurut Imam Nawawi, jual beli adalah tukar menukar barang dengan
tujuan member kepemilikan.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Buku II Pasal 20 ayat
2 bahwa ba’i secara umum berarti jual beli antara benda dengan benda, atau
pertukaran benda dengan uang.
Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh), namun terkadang hukumnya
bisa berubah menjadi wajib, haram, sunah dan makruh tergantung situasi dan
kondisi berdasarkan asas maslahat. Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-
Qur’an Surah Al-Baqarah (2) ayat 275; Surah An-Nisaa’ (4) ayat 29;
QS. Al-Baqarah ayat 275
‫ك‬َ ِ‫س ۚ ذَٰ َ ل‬ ِ ‫ال َّ ِذ ي َن ي َ أ ْك ُ ل ُ و َن‬
ِ ‫الر ب َ ا ََل ي َ ق ُ و ُم و َن إ ِ ََّل ك َ َم ا ي َ ق ُ و م ُ ال َّ ذِ ي ي َ ت َ َخ ب َّ ط ُ ه ُ ال شَّ ي ْ ط َ ا ُن ِم َن ال ْ َم‬
‫ع ظَ ة ِم ْن‬ َ ‫الر ب َ ا ۚ ف َ َم ْن‬
ِ ‫ج ا ءَ ه ُ َم ْو‬ ِ َ‫ح َّر م‬ َ ‫الر ب َ ا ۗ َو أ َ َح َّل َّللاَّ ُ ال ْ ب َ ي ْ َع َو‬
ِ ‫ب ِ أ َن َّ هُ مْ ق َ ا ل ُ وا إ ِ ن َّ َم ا ال ْ ب َ ي ْ ُع ِم ث ْ ُل‬

1
Wahbah Az-Zuhailiy, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus, 2005), hlm. 25-26

6
ِ َّ ‫ب ال ن‬
‫ار ۖ ه ُ مْ ف ِ ي هَ ا‬ ُ ‫حا‬
َ ‫ص‬ َ ِ ‫ف َو أ َ ْم ُر ه ُ إ ِ ل َ ى َّللاَّ ِ ۖ َو َم ْن ع َ ا د َ ف َ أ ُو لَٰ َ ئ‬
ْ َ‫ك أ‬ َ َ ‫َر ب ِ هِ ف َ ا ن ْ ت َهَ َٰى ف َ ل َ ه ُ َم ا س َ ل‬
‫َخ ا ل ِ د ُون‬

275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

QS. An-Nisa Ayat 29

ِ ‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ا ل َّ ذِ ي َن آ َم ن ُ وا ََل ت َأ ْك ُ ل ُ وا أ َ ْم َو ا ل َ ك ُ ْم ب َ ي ْ ن َ ك ُ مْ ب ِ ال ْ ب َ ا‬
َ ِ ‫ط ِل إ ِ ََّل أ َ ْن ت َ ك ُ و َن ت‬
‫ج ا َر ة ً ع َ ْن ت َ َر اض‬
‫ِم ن ْ ك ُ ْم ۚ َو ََل ت َق ْ ت ُل ُ وا أ َن ْ ف ُ س َ ك ُ ْم ۚ إ ِ َّن َّللاَّ َ ك َا َن ب ِ ك ُ مْ َر ِح ي ًم ا‬

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Jual beli mempunyai 5 (lima) unsur atau syarat, yaitu (a) penjual; (b)
pembeli; (c) barang jualan; (d) ijab-qabul atau serah terima; (e) suka sama suka.
Hal ini diuraikan sebagai berikut.
a. Penjual adalah pemilik harta yang menjual hartanya atau orang yang
diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual harus cakap
melakukan penjualan (mukallaf).

7
b. Pembeli adalah orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya
(uangnya).
c. Barang jualan adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syara’ untuk dijual
dan diketahui sifatnya oleh pembeli.
d. Transaksi jual beli yang berbentuk serah terima. Transaksi tersebut
dapat berbentuk tulisan, ucapan atau kode yang menunjukan terjadinya
jual beli.
e. Persetujuan kedua belah pihak adalah pihak penjual dan pihak pembeli
setuju untuk melakukan transaksi jual beli.

B. Bentuk-Bentuk Pilihan dalam Jual Beli dan Jual Beli yang Dilarang
Bentuk-bentuk pilihan dalam transaksi jual beli pada umumnya terdiri atas
3 (tiga) syarat, yaitu (1) khiyar majelis; (2) khiyar syarat; dan (3) khiyar ‘aibi.
Diuraikan sebagai berikut.
(1) Khiyar majelis adalah pihak pembeli dan pihak penjual masih berada
di tempatnya, keduanya berhak menentukan pilihan mengenai jadi atau
tidaknya transaksi jual beli.
(2) Khiyar syarat adalah pihak pembeli mensyaratkan jangka waktu
tertentu mengenai jadi atau tidaknya transaksi jual beli yang kemudian
keduanya sepakat untuk menentukan pilihan sampai batas waktu yang
telah ditentukan bersama.
(3) Khiyat ‘aibi adalah barang yang dijual terdapat cacat yang mengurangi
nilainya. Namun, tidak diketahui oleh pihak pembeli, meskipun ia
setuju dengan barang itu pada waktu penawaran, maka pihak pembeli
mempunyai hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli
dimaksud.
Jual beli yang dilarang oleh hukum islam, Nabi Muhammad saw.,
melarang jual beli barang yang terdapat unsur penipuan yang dapat
mengakibatkan adanya penyesalan pihak yang ikut transaksi jual beli. Selain itu,
dengan adanya jual beli dapat mengakibatkan lahirnya kebencian, perselisihan,
dan permusuhan sebagai akibat transaksi jual beli. Hal ini sebagai berikut.

8
(1) Menjual barang yang dibeli sebelum diterima barangnya.
(2) Menjual barang untuk mengungguli penjualan orang lain.
(3) Membeli dengan menaikkan harga barang, padahal tidak bermaksud
untuk membelinya.
(4) Memperjualbelikan barang haram dan najis.
(5) Jual beli Ghurur (yang terdapat unsur penipuan di dalamnya).
(6) Dua bentuk transaksi pada satu barang atau harta.
(7) Membeli suatu barang atau harta kepada orang yang sedang menuju ke
pasar.
(8) Jual beli ijon adalah jual beli barang yang belum layak
diperjualbelikan.
Yusuf Al-Subailu dalam bukunya yang berjudul Fiqh Perbankan Syariah:
Muamalat dan Aplikasinyadalam Ekonomi Modern, membagi bentuk-bentuk jual
beli terbagi menjadi beberapa bagian2, di antaranya sebagai berikut.
1. Jual beli ditinjau dari sisi objek akad jual beli, dibagi menjadi:
a. Tukar-menukar uang dengan barang, bentuk jual beli berdasarkan
konotasinya.
b. Tukar-menukar barang dengan barang, bentuk jual beli yang
disebut juga dengan barter (muqayadhah).
c. Tukar-menukar uang dengan uang, bentuk jual beli yang disebut
juga sharf.
2. Ditinjau dari sisi waktu serah terima, dibagi menjadi:
a. Barang dan uang serah terima dengan cara tunai, bentuk asal dalam
jual beli dan dikenal secara umum.
b. Uang dibayar di muka dan barang menyusul pada waktu yang
disepakati, dinamakan jual beli salam. Ketentuan jual beli salam
diatur dalam KHES Pasal 100 yaitu spesifikasi barang harus
diketahui secara sempurna dan pembayaran dan penyerahan barang
dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.

2
Yusuf Al-Subaily. Fiqh Perbankan Syariah: Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya
dalam Ekonomi Modern. Riyadh: Universitas Islam Iamam Muhammad Saud T.Th. hlm. 4.

9
c. Barang diterima di muka dan uang menyusul, disebut juga dengan
jual beli tidak tunai (ba’i ajal).
d. Barang dan uang tidak tunai, disebut juga jual beli utang dengan
utang (ba’i dain bi dain).
3. Ditinjau dari cara menetapkan harga, jual beli dibagi menjadi:
a. Ba’i musawamah (jual beli dengan cara tawar menawar), yaitu jual
beli di mana pihak penjual tidak menyebutkan harga pokok barang,
akan tetapi menetapkan harga tertentu dan membuka peluang untuk
ditawar. Bentuk asal dari ba’i.
b. Ba’i amanah, yaitu jual beli di mana pihak penjual menyebutkan
harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut.
Dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1) Ba’i murabahah, yaitu pihak penjual menyebutkan harga
pokok barang dan laba.
2) Ba’i wadhiyyah, yaitu pihak penjual menyebutkan harga
pokok barang dan menjual barang tersebut di bawah harga
pokok.
3) Ba’i tauliyah, yaitu penjual menyebutkan harga pokok dan
menjual barangnya dengan harga tersebut.

C. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Transaksi Jual Beli


Kegiatan jual beli termasuk dalam kegiatan perdagangan merupakan
perbuatan yang diizinkan oleh ajaran agama islam. Hal ini dapat dilihat dari dasar
hukum yang dapat dijadikan petunjuk transaksi jual beli sebagai berikut.
a. Menyempurnakan takaran dan timbangan. Al-Qur’an mengecam
pelaksanaan jual beli yang mempunyai unsur kecurangan baik dalam
bentuk mengurangi takaran, mengurangi timbangan, maupun
menyembunyikan cacat-cacat pada barang. Al-Qur’an Surah Al-
Mutaffiffiin (83) ayat 1-6.

10
b. Perikatan diadakan oleh kedua pihak secara tertulis atau dengan dua
orang saksi. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan dengan tunai,
dapat pula dilakukan dengan pembayarannya ditangguhkan. Al-Qur’an
memberikan petunjuk yang berkenaan dengan perikatan jual beli
secara tidak tunai berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2) ayat
282.
‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ا ل َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا إ ِ ذ َ ا ت َ د َ ا ي َ ن ْ ت ُمْ ب ِ د َ ي ْن إ ِ ل َ َٰى أ َ َج ل ُم س َ ًّم ى ف َ ا كْ ت ُب ُو ه ُ ۚ َو ل ْ ي َ كْ ت ُبْ ب َ ي ْ ن َ ك ُ مْ كَ ا ت ِ ب‬
ُّ ‫ب َو ل ْ ي ُ ْم لِ ِل ا ل َّ ِذ ي ع َ ل َ ي ْ هِ ال ْ َح‬
‫ق‬ ْ ُ ‫ب ك َ َم ا ع َ ل َّ َم ه ُ َّللاَّ ُ ۚ ف َ ل ْ ي َ كْ ت‬
َ ُ ‫ب ك َ ا ت ِ ب أ َ ْن ي َ كْ ت‬ َ ْ ‫ب ِ ال ْ ع َ د ْ ِل ۚ َو ََل ي َ أ‬
‫ق س َ ف ِ ي هً ا أ َ ْو ضَ ِع ي ف ً ا أ َ ْو ََل‬ ُّ ‫س ِم ن ْ ه ُ ش َ ي ْ ئ ً ا ۚ ف َ إ ِ ْن ك َا َن ا ل َّ ِذ ي ع َ ل َ ي ْ هِ ال ْ َح‬ ِ َّ ‫َو ل ْ ي َ ت‬
ْ ‫ق َّللاَّ َ َر ب َّ ه ُ َو ََل ي َ ب ْ َخ‬
‫ف َ إ ِ ْن ل َ ْم‬ ۖ ‫ج ا ل ِ ك ُ ْم‬َ ‫ط ي ُع أ َ ْن ي ُ ِم َّل ه َُو ف َ ل ْ ي ُ ْم ل ِ ْل َو ل ِ ي ُّ ه ُ ب ِ ال ْ ع َ د ْ ِل ۚ َو ا سْ ت َشْ ِه د ُوا ش َ ِه ي د َ ي ْ ِن ِم ْن ِر‬ ِ َ ‫ي َ سْ ت‬
‫ف َ ت ُذ َ كِ َر‬ ِ ‫ج ل َو ا ْم َر أ َت َا ِن ِم َّم ْن ت َْر ضَ ْو َن ِم َن ال ش ُّ هَ د َ ا ِء أ َ ْن ت‬
‫َض َّل إ ِ ْح د َ ا ه ُ َم ا‬ ُ ‫ج ل َ ي ْ ِن ف َ َر‬
ُ ‫ي َ ك ُ و ن َا َر‬
‫ب ال ش ُّ هَ د َ ا ءُ إ ِ ذ َ ا َم ا د ُ ع ُوا ۚ َو ََل ت َسْ أ َمُ وا أ َ ْن ت َكْ ت ُب ُو ه ُ صَ ِغ ي ًر ا أ َ ْو‬ َ ْ ‫اْل ُ ْخ َر َٰى ۚ َو ََل ي َ أ‬ ْ ‫إ ِ ْح د َ ا ه ُ َم ا‬
ِ ُ ‫ك َ ب ِ ي ًر ا إ ِ ل َ َٰى أ َ َج ل ِ هِ ۚ ذ َٰ َ ل ِ ك ُ مْ أ َ ق ْ س َ ط‬
‫ع ن ْ د َ َّللاَّ ِ َو أ َ ق ْ َو م ُ ل ِ ل ش َّ هَ ا د َ ة ِ َو أ َ د ْ ن ََٰى أ َ ََّل ت َْر ت َا ب ُوا ۖ إ ِ ََّل أ َ ْن ت َك ُ و َن‬
ۚ ْ‫ج ن َاح أ َ ََّل ت َكْ ت ُب ُو ه َا ۗ َو أ َشْ ِه د ُوا إ ِ ذ َ ا ت َب َ ا ي َ ع ْ ت ُم‬ ُ ْ‫ْس ع َ ل َ ي ْ ك ُ م‬ َ ‫اض َر ة ً ت ُدِ ي ُر و ن َ هَ ا ب َ ي ْ ن َ ك ُ مْ ف َ ل َ ي‬ ِ ‫ح‬ َ ً ‫ج ا َر ة‬ َ ِ‫ت‬
ُ َّ‫َو ََل ي ُ ضَ ا َّر ك َا ت ِ ب َو ََل ش َ ِه يد ۚ َو إ ِ ْن ت َ ف ْ ع َ ل ُ وا ف َ إ ِ ن َّ ه ُ ف ُ س ُ وق ب ِ ك ُ ْم ۗ َو ا ت َّق ُ وا َّللاَّ َ ۖ َو ي ُ ع َ ل ِ مُ ك ُ م ُ َّللاَّ ُ ۗ َو َّللا‬
‫ي ء ع َ لِ يم‬ ْ َ‫ب ِ ك ُ لِ ش‬

282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang

11
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali
jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Pengertian yang terkandung dalam ayat di atas, tidak terbatas pada jual
beli saja, tetapi juga utang piutang, sewa menyewa, dan bentuk hubungan hukum
keperdataan Islam lainnya. Manfaatnya yaitu memberikan kepastian hukum
kepada masing-masing pihak yang terlibat di dalam perikatan itu. Selain itu, untuk
menghindari adanya kemungkinan sengketa di antara pihak-pihak yang
berkepentingan.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jual beli dalam bahasa Arab ba’i dari kata dasar ba’a-yabi’u-ba’i yang
artinya secara bahasa berarti menerima sesuatu dan memberikan sesuatu
yang lain. Secara istilah ba’i yaitu saling tukar menukar harta dengan
tujuan kepemilikan
2. Jual beli yang dilarang oleh hukum islam, Nabi Muhammad saw.,
melarang jual beli barang yang terdapat unsur penipuan yang dapat
mengakibatkan adanya penyesalan pihak yang ikut transaksi jual beli.
Selain itu, dengan adanya jual beli dapat mengakibatkan lahirnya
kebencian, perselisihan, dan permusuhan sebagai akibat transaksi jual beli.
3. Kegiatan jual beli termasuk dalam kegiatan perdagangan merupakan
perbuatan yang diizinkan oleh ajaran agama islam. Hal ini dapat dilihat
dari dasar hukum yang dapat dijadikan petunjuk transaksi jual beli sebagai
berikut.
 Menyempurnakan takaran dan timbangan. Al-Qur’an mengecam
pelaksanaan jual beli yang mempunyai unsur kecurangan baik
dalam bentuk mengurangi takaran, mengurangi timbangan,
maupun menyembunyikan cacat-cacat pada barang.
 Perikatan diadakan oleh kedua pihak secara tertulis atau dengan
dua orang saksi. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan dengan
tunai, dapat pula dilakukan dengan pembayarannya ditangguhkan.

13
Daftar Pustaka

Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Sulistiani, Siska Lis. 2018. Hukum Perdata Islam (Penerapan Hukum Keluarga
dan Hukum Bisnis Islam di Indonesia). Jakarta: Sinar Grafika.

14

Anda mungkin juga menyukai