Anda di halaman 1dari 50

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam Dan Sains
3. Islam Dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Fia Nur Azizah

NIM : D1A020185

Fakultas & Prodi : Hukum & Ilmu Hukum

Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

T.A.2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas ini dengan lancar.

Shalawat dan salam semoga allah limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas bimbingannya yang telah mengajarkan ilmu kepada kita.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq


Ramdani,S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang telah ikhlas dan sabar membimbing dan menyampaikan ilmu yang
sangat bermanfaat.

Besar harapan saya semoga tugas ini akan memberi manfaat baik kepada diri sendiri
ataupun kepada orang lain.

Penyusun, Mataram, 15 Desember 2020

Nama : Fia Nur Azizah

NIM : D1A020185

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

I. Iman, Islam, Ihsan.........................................................................................1


II. Islam Dan Sains............................................................................................11
III. Islam Dan Penegakan Hukum......................................................................19
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar..........................28
V. Fitnah Akhir Zaman.....................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................44

LAMPIRAN.............................................................................................................45

iii
I. IMAN, ISLAM DAN IHSAN
A. Pengertian Islam, iman dan ihsan

1. Definisi Iman

Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja yang (fi’il) “
‫ ايمانا‬- ‫ يؤمن‬-‫ ” امن‬,mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan kata tashdiq ( ‫ديق‬NNN‫ ) التص‬yang berarti
“pembenaran”.Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan
lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-
Yu’minu-limaanan artinya meyakini atau mempercayai.

Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun
Iman, yaitu:

1) Iman kepada Allah

Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal:
Mengimani adanya Allah. Mengimani rububiyyah Allah, bahwa tidak ada yang
mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Mengimani uluhiyyah
Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari
semua sembahan selain Allah S.W.T.

Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan
untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap
menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakan-
Nya. Dan juga rukun iman yang pertama ini bukan hanya semata-mata mengaku
beriman kepada Allah kecuali ia dapat mengimani 4 perkara berikut ini, diantaranya
mengimani Allah S.W.T., mengimani rububiyyah Allah S.W.T., mengimani uluhiyyah
Allah dan mengimani semua sifat Allah yang telah ditetapkan pada diri-Nya.

2) Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah

Mengimani adanya, setiap amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada mereka. Ada
juga maksud wajib kita untuk membenarkan tentang malaikat ternyata mempunyai

1
wujud. Dimana Alloh sudah menciptakan para malaikat dari cahanyaNya. Mereka
adalah makhluk Allah yang senantiasa patuh dan selalu beribadah kepada Allah. Allah
berfirman:

Surat al-anbiya ayat 19:

ِ ْ‫ت َواأْل َر‬


َ‫ض ۚ َو َم ْن ِع ْن َدهُ اَل يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدتِ ِه َواَل يَ ْستَحْ ِسرُون‬ ِ ‫َولَهُ َم ْن فِي ال َّس َما َوا‬

Surah al-anbiya ayat 20:

َ‫يُ َسبِّحُونَ اللَّي َْل َوالنَّهَا َر اَل يَ ْفتُرُون‬

“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada memiliki rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan
siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya: 19-20)

Bentuk dari berimannya mereka adalah beriman kepada semua tugas serta amalan
mereka yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist.

3) Iman kepada Kitab-Kitab Allah

Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah ucapan-Nya dan bukanlah ciptaan-Nya.
karena kalam (ucapan) merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk.
Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur’an merupakan penghapus hukum dari semua
kitab suci yang turun sebelumnya. Kita harus senantiasa beriman kepada semua kitab
Allah yaitu kalam-Nya serta kalamullah itu bukan makhluk pasalnya kalam adalah
sebuah sifat Allah dan bukan makhluk.

Kita juga pasti wajib untuk beriman dengan rinci yang namanya telah disebutkan dalam
Al-Quran, seperti injil, zabur, taurat dan lain sebagainya. Sesuai dengan firman Allah:

ُ ‫اح ُكمۡ بَ ۡينَهُمۡ بِ َم ۤا اَ ۡن َز َل هّٰللا‬ ِ ‫ص ِّدقًا لِّ َما بَ ۡينَ يَد َۡي ِه ِمنَ ۡال ِك ٰت‬
ۡ َ‫ب َو ُمهَ ۡي ِمنًا َعلَ ۡي ِ‌ه ف‬ َ ‫ق ُم‬ِّ ‫ب بِ ۡال َحـ‬ َ ‫ك ۡال ِك ٰت‬ َ ‫َواَ ۡن َز ۡلن َۤا ِالَ ۡي‬
ۡ‫ق‌ؕ لِ ُك ٍّل َج َع ۡلنَا ِم ۡن ُكمۡ ِش ۡر َعةً َّو ِم ۡنهَاجًا‌ؕ َولَ ۡو َشٓا َء هّٰللا ُ لَ َجـ َعلَـ ُكم‬ ِّ ‫ك ِمنَ ۡال َحـ‬ َ ‫َواَل تَتَّبِ ۡع اَ ۡه َوٓا َءهُمۡ َع َّما َجٓا َء‬
ۡ‫م بِ َما ُك ۡنتُم‬Nۡ‫ت‌ؕ اِلَى هّٰللا ِ َم ۡر ِج ُع ُكمۡ َج ِم ۡيعًا فَيُنَبِّئُ ُك‬ِ ‫استَبِقُوا ۡال َخ ۡـي ٰـر‬ ۡ َ‫اُ َّمةً وَّا ِح َدةً و َّٰلـ ِك ۡن لِّيَ ۡبلُ َو ُكمۡ فِ ۡى َم ۤا ٰا ٰتٮ ُكمۡ ف‬
َ‫فِ ۡي ِه ت َۡختَلِفُ ۡو ۙن‬

2
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhaddap kitab-kitab yang lain itu.” (QS Al-Ma’idah : 48).

4) Iman kepada Rasul-Rasul Allah

Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah S.W.T.
pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka
semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat
dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan
yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah
benar dan bersumber dari Allah S.W.T. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang
kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.

Penjelasan mengenai rukun iman ke empat ini yaitu mengajak kita agar beriman bahwa
ada diantara laki-laki terterdapat pada kalangan manusia yang sudah dipilih oleh Alloh
Swt agar dapat menjadi perantara untuk diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi,
mereka tetap menjadi seorang yang biasa serta mempunyai sifat serta hak pengenahi
ketuhanan.

Dengan menyembah para nabi dan juga rasul adalah kebatilan yang nyata. Dengan
wajib untuk selalu beriman maka artinya semua wahyu nabi serta rasul benar dan
mempunyai sumber dari Allah S.W.T. Sehingga untuk siapa saja yang mendustakan
dengan kenabian pada seseorang yang ada di antara mereka, sehingga sama saja ia
sudah mendustakan semua nabi yang lainnya. Sehingga Allah mengkafirkan yahudi dan
nasrani.

Seperti firman Allah S.W.T. :

َ ‫ن ِم ۡۢن بَ ۡع ِد ٖ‌ه ۚ َواَ ۡو َح ۡين َۤا اِ ٰلٓى اِ ۡب ٰر ِه ۡي َم َواِ ۡسمٰ ِع ۡي َل َواِ ۡس ٰح‬Nَ ّ‫ح وَّالنَّبِ ٖي‬
‫ق‬ ٰ ۤ ۤ َ ‫اِنَّ ۤا اَ ۡو َح ۡين َۤا اِلَ ۡي‬
ٍ ‫ك َك َما اَ ۡو َح ۡينَا اِلى نُ ۡو‬
‫س َو ٰهر ُۡونَ َو ُسلَ ۡيمٰ نَ‌ ۚ َو ٰات َۡينَا د َٗاو َد َزب ُۡورًا‬ َ ُ‫ب َوي ُۡون‬ َ ‫ب َوااۡل َ ۡسبَا ِط َو ِع ۡي ٰسى َواَي ُّۡو‬
َ ‫َويَ ۡعقُ ۡو‬

“Sesungguhnya Kami tellah memberikan wahhyu kepadamu sebagaimana Kami telah


memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya,

3
‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”
(Q.S. An-Nisa : 163).

5) Iman kepada Hari Akhir

Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh (di antara dunia dan akhirat) berupa
fitnah kubur (nikmat kubur atau siksa kubur). Mengimani tanda-tanda hari kiamat.
Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.
Jika disebut dengan hari akhir, karena ia adalah hari akhir di dunia ini dan sudah tidak
ada untuk hari esok. Hari akhir adalah hari dimana Allah S.W.T. sudah mewakafkan
bagi semua makhluk hidup disaat itu kecuali Allah perkecualikan.

Kemudian mereka semua akan dibangkitkan agar dapat mempertanggungjawabkan


semua amalan yang sudah mereka lakukan. Allah berfirman :

َ‫ُ ۚ َو ْعدًا َعلَ ْينَٓا ۚ إِنَّا ُكنَّا ٰفَ ِعلِين‬N‫ق نُّ ِعي ُد ۥه‬
ٍ ‫ َك َما بَد َْأنَٓا أَو ََّل َخ ْل‬...

“... Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan perrtama begitulah Kami akan
mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (Q.S.
Al- Anbiya : 104)

6) Iman kepada Qada dan Qadr

Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah
S.W.T. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitu pula
perbuatan mereka adalah ciptaan Allah. Artinya disini adalah kita semua wajib untuk
beriman dan percaya bahwa semua yang sudah Alloh takdirkan, yaitu kejadian baik dan
kejadian buruk.

Akan tetapi beriman dengan semua takdir Allah tidak akan dianggap sempurna kalau
belum mengimani 4 perkara, diantaranya adalah beriman bahwa Allah memang sudah
mengimani semua kejadian, lalu mengimani bahwa Allah telah menuliskan tentang
semua takdir makhluk hidup lauh al-Mahfuzh. Kemudian mengimani karena tidak ada
suatu diam dan gerakan makhluk dilangit. Dan yang terakhir adalah mengimani bagi
semua makhluk hidup adalah ciptaan Allah S.W.T.

2. Definisi Islam

4
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata Yang. - ‫اسلم – يسلم‬
‫الما‬NN‫ اس‬kerja secara etimologi mengandung makna “Sejahtera, tidak cacat, selamat”.
Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti : Kedamaian, kepatuhan, dan
penyerahan diri. Dari kata-kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan
pengertian: Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuhdan berserah diri.Dari uraian
kata-kata itu pengertian Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada
Allah.

Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan,
kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di
dunia maupun di akhirat.Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya
unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:

1) Mengucapkan 2 Kalimat Syahadat

Syahadat ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati
lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya secara
lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada
manfaat sama sekali dengan syahadatnya. Pada kalimat syahadat menggambarkan
bahwa sebagai hamba pasti akan melakukan pernyataan pada dirinya bahwa dari segi
totalitas kediriannya yaitu hanya untuk Allah dan Rasul-Nya.

2) Mendirikan Shalat

Shalat merupakan ibadah yang sangat agung kedudukannya dan shalat mendapat
perhatian dan prioritas utama dalam Islam. Keutamaan salat dan kedudukannya diantara
ibadah-ibadah yang lain telah dijelaskan dalam Islam. Ia merupakan sarana penghubung
antara seorang hamba dengan Tuhannya. Ia juga merupakan gambaran ketaatan seorang
hamba akan segala perintah Tuhannya.

Sebagai seorang umat muslim pasti mempunyai kewajiban dalam mendirikan shalat
dalam sehari semalam dengan jumlah 5 waktu. Seperti yang telah disebutkan dalam
firman Allah :

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ۗ ْم َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


َ َ‫ص ٰلوت‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ۗ ْم ِا َّن‬
َ ‫ َو‬...

5
“Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-
Taubah : 103).

3) Menunaikan Zakat

Zakat adalah kewajiban menyisihkan jenis harta tertentu untuk disalurkan kepada
sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu. Allah telah memerintahkan kepada
semua umat muslim yang memiliki harta yang telah mencapai nisabnya agar dapat zakat
harta untuk setiap tahunnya. Allah berfirman :

َ‫َواَقِ ۡي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َو ۡار َكع ُۡوا َم َع ال ٰ ّر ِك ِع ۡين‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
(QS. Al-Baqarah : 43).

4) Berpuasa di Bulan Ramadhan

Pengertian puasa merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya.


Seorang hamba meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu
di antara sarana terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala. Dalam syariat Islam
puasa artinya menahan diri dari makan dan minum serta semua hal yang dapat
membatalkan puasa yang dimulai dari terbit fajar sampai dengan terbenam matahari.

5) Menunaikan Haji Bagi yang Mampu

Haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah S.W.T. dengan ruh, badan dan harta.
Rukun Islam yang ke lima ini bahwa Allah telah mewajibkan untuk setiap umatnya agar
dapat berhaji sekali seumur hidup. Ada beberapa syarat haji diantaranya adalah Islam,
berakal sehat, baligh dan mampu.

3. Definisi Ihsan

Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫احسن – يحسن – احسا ن‬
artinya: ‫( فعل الحسن‬Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian
yaitu:

1) Ihsan kepada Allah

6
2) Ihsan kepada diri sendiri
3) Ihsan kepada sesama manusia
4) Ihsan bagi sesama makhluk

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu rukun yaitu
engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Umar bin alKhaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah jawaban Nabi
saw kepada Jibril ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab:

َ‫أَ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكأَن َكَ تَ َراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِن َهُ يَ َراك‬

“Engkau beribadah kepada Allah seolaholah engkau melihat-Nya, maka bila engkau
tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”

B. Korelasi Islam, iman dan ihsan

Secara teori iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya tidak
dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek keyakinan
dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan, sedangkan Islam artinya keselamatan,
kesentosaan, patuh, dan tunduk dan ihsan artinya selalu berbuat baik karena merasa
diperhatikan oleh Allah.

Beribadah agar mendapatkan perhatian dari sang Khaliq, sehingga dapat diterima
olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya saja,
melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba,
budak dari Tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk
mendapatkan perhatian dan ridhoNya. Inilah hakikat dari ihsan.

C. Penerapan Iman, Islam dan Ihsan dalam Kehidupan Sehari-Hari


a. Penerapan Iman

7
Percaya kepada Allah swt dan Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir merupakan
perwujudan salah satu dari iman dalam agama Islam. Iman sendiri secara bahasa dapat
berarti ‘membenarkan’. Menurut para ulama, iman kepada Allah dan Rasulnya
dilakukan dengan mengakui dalam hati, mengucapkan secara lisan, dan
mewujudkannya dalam perbuatan. Wujud iman dengan lisan adalah dengan
mengucapkan kalimat syahadat “asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna
muhammadan rasuulullaah.” yang artinya “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah, dan saya besaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan/rasul Allah.”
Mengucapkan kalimat syahadat sendiri merupakan rukun Islam yang pertama, yang
dapat dikatakan merupakan titik awal atau permulaan Islam dalam diri kita.

Kalimat syahadat yang pertama sendiri, “asyhadu an-laa ilaaha illallaah”, menunjukkan
pengakuan kita bahwa Allah merupakan satu-satunya tuhan. Seorang muslim harus
menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidup, satu-satunya penolong, dan
satu-satunya dzat untuk disembah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an: Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Al
Fatihah:4). Sedangkan kalimat syahadat yang kedua,” wa asyhadu anna muhammadan
rasuulullaah”, adalah pengakuan kita terhadap Nabi Muhammad sebagai rasul Allah.
Pengakuan ini pun menunjukkan bahwa sebagai seorang muslim harus meyakini ajaran
Islam yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad. Percaya kepada Allah dan rasul-
Nya tidak hanya cukup diucapkan melalui kalimat syahadat, yang lebih penting adalah
hati kita sendiri membenarkan pernyataan itu. Tidak akan berarti apa-apa ucapan
kalimat syahadat secara lisan yang tidak dibarengi dengan ucapan dalam hati kita.
Dengan tidak sepenuhnya mengucapkan dan membenarkan kalimat syahadat ini maka
amalan seperti sholat, puasa, zakat tentunya akan menjadi sia-sia.

Perwujudan dari ‘percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad’ dalam perbuatan dapat
dikatakan merupakan hal yang paling sulit dilakukan dibandingkan dengan
mengucapkannya secara lisan atau mengakuinya dalam hati. Tetapi tidak ada artinya
meyakini ‘sesuatu’ tanpa melakukan hal untuk ‘sesuatu’ tersebut. Bentuk nyata dari
iman kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya atau disebut bertaqwa. Beriman dan bertaqwa seperti satu paket
yang harus dijalankan untuk menjadi umat Islam yang baik. ‘Menjalankan perintah-
Nya’ dapat kita lakukan dengan melaksanakan rukun Islam yang kedua hingga kelima,

8
yaitu sholat, puasa, zakat, dan haji, yang mana merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Namun lebih dari itu, iman dapat diwujudkan dengan selalu melakukan suatu pekerjaan
atau kegiatan atas dasar ibadah di jalan Allah.

Banyak sekali contoh penerapan yang dengan mudah dapat kita temui di kehidupan
sehairi-hari, misalnya saja, bersedekah kepada fakir miskin karena Allah, bukan karena
ingin dipuji masyarakat. Contoh lainnya; menjalankan amanat sebagai pemimpin karena
Allah, bukan karena menginginkan kekuasaan dan kehormatan semata; Menolong
orang lain dengan ikhlas karena Allah, bukan karena keuntungan yang akan didapatkan;
dan sebagainya. Sebenarnya, niat awal kita dalam melakukan sesuatu itulah yang sangat
menentukan nilai atau kualitas dari apa yang kita lakukan di mata Allah. Selebihnya,
pujian dan keuntungan yang didapatkan dari orang lain atau masyarakat merupakan
bentuk imbalan atas ketulusan hati kita. Dengan melakukan segala sesuatu karena Allah
maka kita menghindarkan diri dari sifat-sifat buruk seperti riya, serakah, dan
sebagainya, yang dapat diartikan sebagai ‘menjauhi larangan-Nya’. Dari hal-hal tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa ketaqwaan seseorang menunjukkan keimanan
seseorang, dan juga sebaliknya.

b. Penerapan Islam

Manusia memiliki dua kebutuhan pokok: jasmani dan rohani. Manusia sehat bisa
menyeimbangkan dua kebutuhan itu. Pendidikan spiritual (tarbiyah ruhiyyah)termasuk
dalam kebutuhan rohani. Pendidikan spiritual dalam Islam tercantum dalam hadist,
“Tebarkan salam, berikan makan, sambungkan tali silaturrahim, biasakan qiyamul lail
(shalat malam) pada saat orang lain tidur, niscaya engkau akan dimasukkan oleh Allah
dalam surga-Nya, Darus Salam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Jika dijabarkan, tebarkan salam dapat diaktualisasikan dalam bentuk tegur sapa, murah
senyum, ramah, semangat memberi pelayanan, tidak sinis, tidak emosional, mudah
mengulurkan tangan, dan sebagainya. Sedangkan, ‘memberi makan’ dapat diwujudkan
dalam sikap empati, solidaritas sosial, mau meringankan penderitaan orang lain, selalu
berbagi, dan berusaha mencari solusi.

9
Menyambung tali silaturrahim dapat diaktualisasikan dalam bentuk : suka dan supel
bergaul, berkomunikasi terbuka dan efektif, tidak bermusuhan, bersahabat, bekerjasama,
saling melindungi, dan sebagainya. Sedangkan ‘qiyamul lail’ sebagai bentuk
spiritualisasi diri dapat diterjemahkan dalam perilaku yang selalu zikir kepada Allah,
istiqamah dalam beribadah, tekun berdoa, ikhlas beramal, sabar dalam menghadapi
cobaan hidup, dan sebagainya.

c. Penerapan Ihsan

Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita
berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya
jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya
karena sikap ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin
berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya.
Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat
perbuatannya.Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak
seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan
berusaha agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, di mata Allah tidak ada
yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam
seluruh amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan,
sangat erat kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan
sifat-sifat Allah.

Pembiasaan perilaku ihsan yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam membentuk
perilaku, membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan pengetahuan dikalangan
siswa. Pembiasaan bagi siswa ini lebih dituntut untuk menekankan amaliah yang
mendorong dalam berbuat baik, baik dalam perbuatan, ucapan dan lainnya.

10
II. ISLAM DAN SAINS
A. Pengertian Islam dan Sains

Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih menjadi nama agama
(din) yang baru diwahyukan Allah. melalui Nabi Muhammad kata Islam secara umum
mempunyai dua kelompok kata dasar yaitu selamat, bebas, terhindar, terlepas dari,
sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah, menerima. Kedua
kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu sama lain.

Adapun kata Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dijelaskan
bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya kepada Nabi Muhammad
untuk mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran Islam kepada seluruh manusia dan
mengajak mereka untuk memeluknya.

Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya


diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaranajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi
mengenai bebagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang
mengadung berbagai aspek itu adalah al-Qur’an dan hadis.

Kata sains dalam Webste’s New Word Dictonary berasal ari bahasa latin yakni scire,
yang artinya mengetahui. Jadi secara bahasa sains adalah keadaan atau fakta
mengetahui.4 Sains juga sering digunakan dengan arti pengetahuan scientia. Secara
istilah sains berarti mempelajari berbagai aspek dari alam semesta yang teroganisir,
sistematik dan melalui berbagai metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains
terbatas pada beberapa yang dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan,
pendengaran, rabaan, dan pengecapan) atau dapat dikatakan bahwa sains itu
pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian.

B. Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam

11
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut pandang. Pertama,
apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan sekaligus rasional, atau semua
gagasan ilmiah itu bertentangan dengan agama.

Sudut pandang kedua, merupakan landasan dalam membahas hubungan antara Islam
dan sains, yakni bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia. Agama dan sains
sama-sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat
laju kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus
mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material), agama
membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, agama
memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai,
dan bencana alam lain. Agama melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan
rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia dengan manusia dan agama
menyelaraskan dengan dirinya.

Muhammad Iqbal menerangkan bahwa manusia membutuhkan tiga hal: pertama,


interpretasi spiritual tentang alam semesta. Kedua, kemerdekaan spiritual. Ketiga,
prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna universal yang mengarahkan evolusi
masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani.”

Mengingat hal tersebut, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis, bahwa
pengalaman yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak mampu
memberikan semangat yang ada dalam keyakinan hidup, dan ternyata keyakinan itu
hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal yang bersifat spiritual. Hal inilah yang
kemudian membuat akal semata tidak memberikan pengaruh pada manusia, sementara
agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah masyarakat.

Dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, wahyu berperan
menginternalisasi (menjadikan dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan
cara manusia memperlajarinya) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi intelektual
muslim, basis spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan. Demi keyakianan
inilah seroang muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya.

12
Will Durant (Penulis History of Civilization) pernah mengatakan: Harta itu
membosankan, akal dan kearifan hanyalah sebuah cahaya redup yang dingin. Hanya
dengan cintalah kelembutan yang terlukiskan dapat menghangatkan hati.

Bisakah sains dan agama saling menggantikan posisi masing-masing? Pengalaman


sejarah telah menunjukkan bahwa akibat dari memisahkan keduanya telah membawa
kerugian yang tidak dapat ditutup. Agama harus dipahami dengan perkembangan sains,
sehingga terjadi pembaruan agama dari cengkrama mitos-mitos. Agama tanpa sains
berakhir dengan kemandekan. Sehingga apabila agama tanpa sains hanya akan dijadikan
alat orang-orang munafik mencapai tujuannya. Sains tanpa agama bagaikan lampu
terang yang dipegang pencuri yang membantu pencuri lain untuk mencuri barang
berharga di tengah malam. Atau bahkan sains tanpa agama adalah pedang tajam
ditangan pemabuk yang kejam.

C. Sains dan Ayat-ayat al-Qur’an

Ketika kita berbicara tentang sains dan teknologi, maka kita tidak boleh melupakan
peran cendekiawan Islam terhadap khazanah intelektual Timur dan Barat. Sebagai
contoh Ibnu Sina, al-Ghazali, al-Biruni, alTabari, Nasiruddin, Abu al-Wafa, Al-Battani,
dan Omar Khayam yang berasal dari Persia. Al-Kindi, orang Arab, al-Khawarizmi
adalah dari Khiva, al-Farghani dari Trasoxiania (Yordania), al-Farabi dari Khurasan, al-
Zarkali (Arzachel), al-Betragius (al-Bitruji), dan Averroes (Ibn Rusyd) adalah Arab
Spanyol. Kita tidak bisa menafikan sumbangan intelektual Muslim tentang matematik,
ilmu kedokteran, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu arsitektur, ilmu geografi, dan lain-
lain.

Pada abad pertengahan, dunia Islam telah memainkan peranan penting baik di bidang
sains teknologi. Harun Nasution menyatakan bahwa cendekiawan-cendekiawan Islam
tidak hanya mempelajari sains-teknologi dan filsafat dari buku Yunani, tetapi
menambahkan ke dalam hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan dalam lapangan
sains-teknologi dan hasil pemikiran mereka dalam ilmu Filsafat. Dengan demikian,
lahirlah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filsuf-filsuf Islam, seperti, al-Farazi (abad VIII)
sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun Astrolabe (alat yang digunakan

13
untuk mengukur tinggi bintang) dan sebagainya. Para ilmuwan tersebut memiliki
pengetahuan yang bersifat desekuaristik, yaitu ilmu pengetahuan umum yang mereka
kembangkan tidak terlepas dari ilmu agama atau tidak terlepas dari nilai-nilai Islam.
Ibnu Sina misalnya, di samping hafal al-Qur‘an dia dikenal ahli di bidang kedokteran.
al-Biruni, seorang ahli filsafat, astronomi, geografi, matematika, juga sejarah. Ibnu
Rusyd, yang oleh dunia barat dikenal dengan Averous, dia bukan hanya terkenal dalam
bidang filsafat, akan tetapi juga dalam bidang Fiqh. Bahkan kitab fiqih karangannya,
yakni Bidayatul Mujtahid dipakai sebagai rujukan umat Islam di berbagai negara.

Begitu tingginya nilai ilmu dalam peradaban manusia, Allah menegaskan dalam al-
Qur‘an bahwa Dia akan meninggikan derajat orangorang yang berilmu dan beriman
sebagaimana dalam Al-Mujadalah ayat 11,

Allah Berfirman:

َ‫ح هّٰللا ُ لَـ ُكمۡ‌ ۚ َواِ َذا قِ ۡي َل ا ْن ُش ُز ۡوا فَا ْن ُش ُز ۡوا يَ ۡرفَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذ ۡين‬ ۡ ۡ ِ ِ‫ٰا َمنُ ۡۤوا اِ َذا قِ ۡي َل لَـ ُكمۡ تَفَ َّسح ُۡوا فِى ۡال َم ٰجل‬
ِ ‫س فَاف َسح ُۡوا يَف َس‬ َ‫ٰۤياَيُّهَا الَّ ِذ ۡين‬
‫ت‌ؕ َوهّٰللا ُ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ خَ بِ ۡي‬
ٍ ‫ۙ َوالَّ ِذ ۡينَ اُ ۡوتُوا ۡال ِع ۡل َم د ََر ٰج‬ ۡ‫ٰا َمنُ ۡوا ِم ۡن ُكم‬

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah


dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas menunjukkan kepada kita betapa Islam memberikan perhatian yang besar
terhadap ilmu. Apapun bentuk ilmu itu, selama bisa memberikan kemanfaatan, maka
ilmu tersebut harus dicari. Allah dan Rasul-Nya tidak menyebut suatu disiplin ilmu
tertentu yang menjadi penyebab seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah,
demikian juga tidak menyebut dengan menunjuk ilmu-ilmu tertentu untuk dipelajari.

Islam dan Sains tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya yakni memiliki
keselarasan. Ada banyak ayat yang telah ditafsirkan oleh cendekiawan atau pengkaji al-
Qur’an terkait dengan kesesuaiannya dengan sains.

Salah satu yang telah diteliti untuk menguatkan argumentasi di atas adalah ayat-ayat al-
Qur’an yang memiliki kesesuaian dengan teori Heliosentris. Teori ini beranggapan

14
bahwa matahari adalah merupakan pusat peredaran planet-planet, termasuk di dalamnya
adalah bumi, sedangkan bulan adalah mengelilingi bumi yang kemudian bersama-sama
bumi berputar mengelilingi matahari. Sedangkan matahari hanyalah berputar
mengelilingi sumbunya saja.

Al-Qur'an sebagai wahyu Allah yang bersumber langsung dari Allah telah memberikan
informasi-informasi tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan dengan
matahari, bulan dan bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan ada 463 ayat
yang menyebut kata bumi serta ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat
yang menjelaskan tentang langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut
tentang bintang-bintang.

Terkait dengan teori Heliocentris, ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang gerak
matahari, bulan dan bumi, yaitu surat Yunus: 5, surat Yasin: 38, dan surat al-Naml: 88.
Beberapa ayat tersebut adalah:

q.s yunus : 5

ِّ ۚ ‫ق هّٰللا ُ ٰذلِكَ اِاَّل بِ ۡال َحـ‬


‌‫ق‬ َ ‫َاز َل لِت َۡعلَ ُم ۡوا َع َد َد ال ِّسنِ ۡينَ َو ۡال ِح َس‬
َ َ‫اب‌ؕ َما خَ ل‬ ۡ
ِ ‫ضيَٓا ًء وَّالقَ َم َر نُ ۡورًا َّوقَ َّد َر ٗه َمن‬
ِ ‫س‬ َ ۡ‫ه َُو الَّ ِذ ۡى َج َع َل ال َّشم‬
ِ ‫ص ُل ااۡل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِقَ ۡو ٍم ي َّۡعلَ ُم ۡون‬ ِّ َ‫يُف‬

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-
Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan
yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

Secara khusus Allah menjelaskan perjalanan matahari dalam surat Yāsīn ayat 38:

ؕ‫ك ت َۡق ِد ۡي ُر ۡال َع ِز ۡي ِز ۡال َعلِ ۡي ِم‬


َ ِ‫َوال َّشمۡ سُ ت َۡج ِر ۡى لِ ُم ۡستَقَ ٍّر لَّهَا‌ؕ ٰذل‬

Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang


Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Sedangkan mengenai gerak bumi, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Naml: 88:

َ‫ى أَ ْتقَنَ ُك َّل َش ْى ٍء ۚ إِنَّهۥُ خَ بِي ۢ ٌر بِ َما تَ ْف َعلُون‬


ٓ ‫ص ْن َع ٱهَّلل ِ ٱلَّ ِذ‬ ِ ‫َوتَ َرى ْٱل ِجبَا َل تَحْ َسبُهَا َجا ِم َدةً َو ِه َى تَ ُمرُّ َم َّر ٱل َّس َحا‬
ُ ۚ‫ب‬

15
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang
membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Selain itu, ada juga kajian yang telah menafsirkan ayat al-Qur’an yang memiliki
kesesuaian dengan ilmu geologi yang ditulis oleh Izzatul Laila. Ia mengatakan bahwa
lempeng-lempeng litosfer bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Pada tempat-
tempat tertentu saling bertemu dan pertemuan lempengan ini menimbulkan gempa
bumi. Sebagai contoh adalah Indonesia yang merupakan tempat pertemuan tiga
lempeng: Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Bila dua lempeng bertemu maka terjadi
tekanan (beban) yang terus menerus. Dan bila lempengan tidak tahan lagi menahan
tekanan (beban) maka lepaslah beban yang telah terkumpul ratusan tahun itu, akhirnya
dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi. Sebagaimana termaktub dalam Surat al-
Zalzalah, 99: 1–4:

َ َ‫ِّث أَ ْخب‬
‫ارهَا‬ ُ ‫( يَوْ َمئِ ٍذ تُ َحد‬3) ‫( َوقَا َل اإْل ِ ْن َسانُ َما لَهَا‬2) ‫ت اأْل َرْ ضُ أَ ْثقَالَهَا‬
ِ ‫( َوأَ ْخ َر َج‬1)‫ت اأْل َرْ ضُ ِز ْلزَ الَهَا‬
ِ َ‫إِ َذا ُز ْل ِزل‬

(4)

“Apabila bumi ‘digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat).’ Dan bumi


telah ‘mengeluarkan beban-beban beratnya.’ Dan manusia bertanya: ‘Mengapa
bumi (jadi begini)?’ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”

Beban berat yang dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi merupakan suatu proses
geologi yang berjalan bertahun-tahun. Begitupun seterusnya, setiap selesai beban
dilepaskan, kembali proses pengumpulan beban terjadi. Proses geologi atau ‘berita
geologi’ ini dapat direkam baik secara alami maupun dengan menggunakan peralatan
geofisika ataupun geodesi. Sebagai contoh adalah gempa-gempa yang beberapa puluh
atau ratus tahun yang lalu, peristiwa pelepasan beban direkam dengan baik oleh
terumbu karang yang berada dekat sumber gempa. Pada masa modern, pelepasan energi
ini terekam oleh peralatan geodesi yang disebut GPS (Global Position System).

D. Tokoh-Tokoh Islam dalam Sains dan Teknologi

16
1) Ibnu Sina (980-1037)

Ibnu Sina merupakan seorang ilmuwan muslim dunia yang berkontribusi besar di
bidang kedokteran. Pemilik nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan
Ali bin Sina ini lahir di bulan shafar 370 H atau Agustus 980 M. Beliau telah melakukan
penelitian besar yang diabadikan oleh sejarah ilmu kedokteran di dunia.

Ibnu Sina memiliki semangat belajar yang luar biasa, berbagai bidang ilmu beliau
pelajari. Tidak hanya belajar di bidang kedokteran, Ibnu Sina juga mempelajari bidang
teologi dan matematika. Sehingga tidak mengherankan apabila di usia 16 tahun beliau
menjadi pusat perhatian para dokter pada zamannya.

Tidak hanya itu, Ibnu Sina juga merupakan salah seorang yang pertama kali
menemukan cara pengobatan bagi orang yang sakit dengan cara menyuntikan obat ke
tubuh penderita. Maka tidak heran apabila beliau diberi julukan al-Ra’s atau puncak
gunung pengetahuan.

Semangat belajar dan etos kerja yang tinggi telah membuat Ibnu Sina menjadi salah satu
ilmuwan muslim besar yang penting di dunia. Pada tahun 428 H atau 1037 M Ibnu Sina
wafat di Hamdzan, Persia.Meskipun demikan, karya-karya serta pemikirannya hingga
kini masih terus dikembangkan dan dipelajari para ilmuwan dunia.

2) Al-Khawarizmi (780-850)

Ilmuwan muslim yang berpengaruh di dunia berikutnya ialah Al-Khawarizmi. Beliau


dikenal sebagai salah satu ilmuwan muslim yang berkontribusi besar di bidang
matematika, geografi dan astronomi. Pemilik nama lengkap Muhammad Ibn Musa al-
khawarizmi ini lahir di Khwarezmia, Uzbekiztan pada tahun 780 Masehi.

Salah satu penemuan terbesar dari Al-Khawarizmi ialah menciptakan pemakaian Secans
dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Tidak hanya itu, beliau
juga ahli di bidang yang lain seperti falsafah, aritmatika, musik, geometri, sejarah islam
dan kimia. Al-Khawarizmi juga merupakan seorang tokoh yang pertama kali
memperkenalkan Aljabar dan hisab.

Berbagai bidang ilmu pengetahuan telah beliau temukan, salah satunya konsep
matematika yang hingga kini masih digunakan. Al-Khawarizmi wafat antara tahun 220

17
M dan 230 M, sumber lain mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 266 H atau
850 M di Baghdad.

3) Ibnu al-Nafis (1213-1288)

Ibnu al-Nafis merupakan seorang ilmuwan islam di bidang kedokteran yang terkenal di
dunia. Pada abad ke -13 Masehi Beliau telah mampu merumuskan dasar-dasar sirkulasi
jantung, paru-paru dan kapiler pertama kali di dunia. Berkat jasanya yang sangat luar
biasa tersebut Ibnu al-Nafis dianugerahi Bapak Fisologi Sirkulasi.

Ibnu al-Nafis lahir di Damaskus atau Suriah pada tahun 1210 dan meninggal dunia di
Mesir pada 17 Desember 1288. Selain memberikan kontribusi di bidang kedokteran,
Ibnu al-Nafis jugs dikenal sebagai ilmuwan muslim yang serba bisa. Beliau berhasil
memperkenalkan sebuah klasifikasi ilmu hadits yang lebih logis.

4) Jabir Ibn- Hayyan (721-815)

Jabir Ibn-Hayyan merupakan ilmuwan muslim besar yang sering disebut sebagai “the
father of modern chemitry”. Beliau seorang ahli dibidang kimia, fisika, farmasi yang
telah mengubah presepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat itu dianggap
sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi.

Beberapa penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi dasar bagi


berkembangnya ilmu kimia moderen saat ini. Tidak hanya itu, Jabir Ibn-Hayyan dapat
mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kimia kedalam proses pembuatan
logam dan besi.

5) Ibnu Khaldun (1332-1406)

Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad
bin al-Hasan atau dikenal Ibnu Khaldun merupakan seorang sejarawan dan sosialogi
islam yang terkenal di dunia. Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H atau 27
Mei 1332 Masehi.

Sejak kecil Ibnu Khaldun sudah dikenal sebagai seorang yang hafal Al-Quran. Maka tak
heran apabila beliau mampu melahirkan karya-karya dan pemikiran yang luar biasa.
Hingga kini karya-karyanya di bidang sosiologi islam terus dikembangkan dan menjadi
karya yang monumental.

18
6) Al Zahrawi (936-1013)

Al Zahrawi merupakan salah satu ilmuwan muslim terkenal di dunia. Beliau seorang
tokoh yang meletakkan dasar-dasar ilmu bedah moderen. Hingga kini karya-karya dan
pemikirannya dijadikan kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa.

Beliau merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Al-Zahrawi dikenal
sebagai salah satu ilmuwan muslim yang paling jenius di zamannya.

III. ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM


A. Penegakan Hukum dalam Perspektif Islam

Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan penegakkan


hukum antara lain:

1) Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu

Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam Daulah Islamiyah


bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas hukum hanya bisa
diwujudkan tatkala hak penetapan hukum tidak berada di tangan manusia, tetapi di
tangan Zat Yang menciptakan manusia. Menyerahkan hak ini kepada manusia—seperti
yang terjadi dalam sistem demokrasi-sekular—sama artinya telah memberangus
“netralitas hukum”.

Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti akan
gagal. Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak akan pernah berubah, dan tidak
boleh diubah. Khalifah dan aparat negara hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak
berwenang membuat atau mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan
ijtihad serta menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.

2) Kesetaraan di depan hukum

Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik ia Muslim, non-
Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak
istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal (jarimah) dihukum sesuai
dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam riwayat sahih, bahwa pernah seorang
wanita bangsawan dari Makhzum melakukan pencurian. Para pembesar mereka

19
meminta kepada Usamah bin Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar memperingan
hukuman. Rasulullah saw. murka seraya bersabda:

ْ‫ض ِعيفُ أَقَا ُموا َعلَ ْي ِه ْال َح َّد َوا ْي ُم هللاِ لَو‬ َ ‫ق فِي ِه ُم ال َّش ِريفُ تَ َر ُكوهُ َوإِ َذا َس َر‬
َّ ‫ق فِي ِه ُم ال‬ َ ‫ك الَّ ِذينَ قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا َس َر‬
َ َ‫نَّ َما أَ ْهل‬
ُ ‫ت لَقَطَع‬
‫ْت يَ َدهَا‬ ْ َ‫أَ َّن فَا ِط َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد َس َرق‬

Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala


ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang
mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada
dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya
akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).

Imam al-Bukhari juga menuturkan sebuah riwayat dari Rafi’ bin Khudaij, yang berkata,
“Serombongan orang Anshar pergi ke Khaibar. Sesampainya di sana, mereka berpisah-
pisah. Lalu mereka mendapati salah satu anggota rombongan terbunuh. Mereka berkata
kepada orang yang mereka jumpai (Orang-orang Yahudi), ’Sungguh kalian telah
membunuh sahabat kami.’ Orang-orang Yahudi Khaibar itu menjawab, ’Kami tidak
mengetahuai pembunuhnya.’ Orang-orang Anshar itu pun menghadap menghadap Nabi
saw., seraya berkata, “Ya Rasulullah, kami telah pergi ke Khaibar, dan kami mendapati
salah satu anggota rombongan kami terbunuh.’ Nabi saw. bersabda, ’Al-Kubra al-kubra
(Sungguh sangat besar).’ Kemudian Nabi saw bersabda kepada mereka agar mereka
menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan orang yang membunuh anggota
rombongannya. Mereka berkata, ’Kami tidak mempunyai bukti.’ Rasulullah saw.
bersabda, ’Mereka (orang-orang Yahudi Khaibar) harus bersumpah.’ Orang-orang
Anshar itu berkata, ’Kami tidak ridha dengan sumpahnya orang Yahudi.’ Rasulullah
saw. menolak untuk membatalkan darahnya. Lalu Rasulullah saw. membayarkan diyat
100 ekor unta sedekah.” (HR al-Bukhari).

Saat itu Khaibar menjadi bagian Negara Islam. Penduduknya didominasi orang Yahudi.
Ketika orang Yahudi bersumpah tidak terlibat dalam pembunuhan, Rasulullah saw. pun
tidak menjatuhkan vonis kepada mereka karena ketiadaan bukti dari kaum Muslim.
Bahkan beliau membayarkan diyat atas peristiwa pembunuhan tersebut. Hadis ini
menunjukkan bahwa semua orang memiliki kedudukan setara di mata hukum, tanpa
memandang perbedaan agama, ras, dan suku.

20
3) Mekanisme pengadilan efektif dan efisien.

Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini bisa dilihat
dari beberapa hal berikut ini.

Pertama: keputusan hakim di majelis pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa
dianulir oleh keputusan pengadilan manapun. Kaedah ushul fikih menyatakan:

‫اَاْل ِ جْ تِهَا ُد الَ يُ ْنقَضُ بِااْل ِ جْ تِهَا ِد‬

Sebuah ijtihad tidak bisa dianulir dengan ijtihad yang lain.

Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi nas syariah atau
bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah hukum syariah yang harus diterima
dengan kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan Islam tidak mengenal adanya keberatan
(i’tiradh), naik banding (al-istinaf) dan kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan
perkara tidak berlarut-larut dan bertele-tele. Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ra.
pernah memutuskan hukum musyarakah karena tidak adanya saudara sepupu. Lalu ia
menetapkan bagian di antara saudara tersebut dengan musyarakah. Khalifah Umar lalu
berkata, “Yang itu sesuai dengan keputusanku, sedangkan yang ini juga sesuai dengan
keputusanku.”

Beliau menerapkan dua hukum tersebut sekalipun keduanya bertentangan. Khalifah


Umar juga pernah memutuskan bagian kakek dengan ketentuan yang berbeda-beda,
namun dia tidak mencabut keputusannya yang pertama (Abdul Qadim Zallum, Nizham
al-Hukmi fi al-Islam, ed. IV, 1996, Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hlm. 1920).

Para Sahabat ra. menetapkan hukum atas suatu persoalan yang berbeda dengan
keputusan Khalifah sebelumnya, namun mereka tidak menghapus keputusan-keputusan
yang lain.

Kedua: Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan efisien. Jika
seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya, maka qadhi akan
meminta terdakwa untuk bersumpah. Jika terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari
tuntutan dan dakwaan pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa
akan dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sebab, sumpah (qasam)

21
bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk menyelesaikan sengketa. Penghapusan sumpah
sebagai salah satu alat bukti (bayyinah) dalam sistem hukum sekuler menjadikan proses
pengadilan menjadi rumit dan bertele-tele.

Ketiga: Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak diungkit kembali,
kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya, kasus lama yang diajukan ke
sidang pengadilan ditengarai bermotifkan balas dendam.

Keempat: Ketentuan persaksian yang memudahkan qadhi memutuskan sengketa di


antaranya adalah:

1) Seorang baru absah bersaksi atas suatu perkara jika ia menyaksikan sendiri,
bukan karena pemberitahuan orang lain;
2) Syariah menetapkan orang tertentu yang tidak boleh bersaksi, yakni, orang yang
tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-laki maupun wanita
pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa permusuhan, pelayan
yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap bapaknya, atau kesaksian
bapak terhadap anaknya, kesaksian seorang wanita terhadap suaminya, atau
kesaksian suami terhadap isterinya;
3) Adanya batas atas nishab kesaksian, yang memudahkan seorang qadhi dalam
menangani perkara.

Kelima: dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan berdasarkan
ijtihadnya.

4) Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan

Seorang Muslim wajib hidup sejalan dengan syariah. Kewajiban ini hanya bisa
diwujudkan tatkala ia sadar syariah. Penegakkan hukum menjadi lebih mudah, karena
setiap Muslim, baik penguasa maupun rakyat, dituntut oleh agamanya untuk memahami
syariah sebagai wujud keimanan dan ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Seorang Muslim menyadari penuh bahwa ia wajib hidup sejalan dengan syariah.
Kesadaran ini mendorong setiap Muslim untuk memahami hukum syariah. Sebab,
hukum syariah menjadi bagian tak terpisahkan dari keyakinan dan peribadahan mereka
kepada Allah SWT. Penegakan hukum menjadi lebih mudah karena ia menjadi bagian
tak terpisahkan dari keyakinan kaum Muslim. Berbeda dengan sistem hukum sekular;

22
hukum yang diterapkan berasal dari manusia yang terus berubah, bahkan acapkali
bertentangan dengan keyakinan penduduknya. Penegakkan hukum sekular justru
mendapat penolakan dari warga negaranya, khususnya kaum Muslim.

5) Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih

Qadhi diangkat oleh Khalifah atau struktur yang diberi kewenangan Khalifah. Qadhi
secara umum dibagi menjadi tiga; yakni qadhi khushumat, qadhi hisbah dan qadhi
mazhalim. Qadhi khushumat bertugas menyelesaikan persengketaan yang menyangkut
kasus ’uqubat dan mu’amalah. Qadhi hisbah bertugas menyelesaikan penyimpangan
yang merugikan kepentingan umum. Qadhi mazhalim bertugas menyelesaikan
persengketaan rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan, maupun
Khalifah. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan dan diskripsi tugas yang
tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan teritorial; bisa tingkat pusat, wilayah,
maupun imarah. Di tiap wilayah atau imarah bisa dibentuk beberapa mahkamah
peradilan. Rasulullah saw. pernah mengangkat ‘Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal
sebagai qadhi di Yaman. Jika ada tarik ulur antara penuntut dan pihak tertuntut, yang
dimenangkan adalah pihak penuntut. Jika penuntut meminta diadili di Yaman,
sedangkan tertuntut minta di Mesir, maka permintaan penuntut yang dimenangkan.
Alasannya, penuntut adalah pihak yang menuntut haknya, sehingga lebih kuat.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan kasus yang ditangani. Misalnya,


Mahkamah A untuk menangani kasus hudud dan jinayat saja, tidak berwenang
menangani kasus ta’zir, dan lain sebagainya. Nabi saw. mengangkat Hudzaifah al-
Yaman, Saad bin Muadz, Abu Bakar, ‘Umar, Amr bin al-‘Ash dan lain-lain untuk
memutuskan perkara tertentu, untuk masa tertentu. Ketetapan semacam ini juga pernah
terjadi pada masa Kekhilafahan Islam. Abu ‘Abdillah az-Zubair berkata, “Beberapa
waktu yang lalu, para pemimpin di Bashrah pernah mengangkat qadhi yang bertugas
menyelesaikan permasalahan hukum diMasjid Jami’. Mereka menamakannya sebagai
qadhi masjid. Ia berwenang menyelesaikan perkara harta yang nilainya dua ratus dirham
dan dua puluh dinar atau lebih sedikit darinya. Ia juga berwenang menentukan besarnya
nafkah yang harus diberikan (seperti nafkah suami kepada istri). Qadhi ini tidak boleh
menjalankan tugasnya di tempat lain, juga tidak boleh menangani kasus keuangan yang

23
lebih besar dari apa yang telah ditetapkan tadi, serta kasus lain yang tidak menjadi
wewenangnya.” (Imam al-Mawardi, Ahkam as-Sulthaniyah). Ketentuan ini bisa
diberlakukan di pusat, wilayah, maupun imarah.

Dengan ketetapan seperti ini, tumpang-tindih kewenangan bisa dianulir.

6) Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan

Keputusan qadhi bersifat mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis persidangan.


Pembuktian baru diakui jika diajukan di depan majelis persidangan. Atas dasar itu,
keberadaan majelis persidangan merupakan salah satu syarat absahnya keputusan
seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi di sini adalah qadhi khushumat.

Adapun qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan majelis persidangan
khusus. Qadhi hisbahdan mazhalim bisa memutuskan perkara saat berada di tempat,
atau tatkala terjadi tindak pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat, atau ketika terjadi
tindak kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Sebab, perkara-perkara yang ditangani
oleh qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak mensyaratkan adanya pihak penuntut
maupun tertuduh. Qadhi hisbah maupun mazhalim bisa menjatuhkan sanksi begitu
terbukti ada pelanggaran.

7) Tidak Saling Menyandera

Sistem politik Islam menjamin penegakan hukum berjalan efektif dan efisien. Sebab,
semua kebijakan hukum dan politik yang dikeluarkan Khalifah harus berdasarkan
wahyu sehingga bebas kepentingan.

Selain itu sistem politik Islam tidak mengenal adanya pembagian atau pemisahan
kekuasaan seperti dalam sistem pemerintahan demokrasi (trias politika) sehingga
menutup celah adanya konflik kelembagaan. Adapun dalam sistem pemerintahan
demokrasi, pembagian atau pemisahan kekuasaan telah membuka ruang konflik antar
lembaga negara. Lembaga legislatif acapkali menyandera kebijakan eksekutif, atau
sebaliknya. Pasalnya, setiap lembaga memiliki klaim kewenangan dan kekuasaan atas
lembaganya. Akibatnya, elit kekuasaan—eksekutif, legislatif dan yudikatif—disibukkan
dengan konflik kelembagaan hingga kepentingan rakyat dikorbankan. Bahkan tidak
jarang, masing-masing lembaga melakukan manuver ke bawah. Konflik pun tidak hanya

24
terjadi di level elit kekuasaan, tetapi menyebar ke ranah horisontal. Kekacauan sosial
akibat konflik vertikal tidak bisa dielakkan lagi.

Adapun dalam sistem politik Islam, Khalifah adalah pemegang kewenangan tertinggi
dalam mengatur urusan rakyat. Khalifah atau orang yang dilimpahi mandat oleh
Khalifah berwenang menyelesaikan sengketa rakyat dengan rakyat, rakyat dengan
negara, maupun sengketa antar lembaga negara. Setiap sengketa pasti bisa diselesaikan
dengan mudah karena kepemimpinan Islam bersifat tunggal. Pengangkatan dan
pencopotan pejabat negara juga menjadi kewenangan Khalifah. Keputusan Khalifah
wajib ditaati. Siapa saja yang membangkang dikenai sanksi berat.

Islam pun mewajibkan kaum Muslim untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar,
baik dilaksanakan secara individu, kelompok (partai politik), maupun kelembagaan
negara (mahkamah mazhalim). Kontrol atas penegakan hukum bukan sekadar menjadi
isu politik dan yuridis, namun juga menjadi isu sosial yang mampu memberi “tekanan”
kuat bagi siapa saja yang berusaha merobohkan sendi-sendi hukum.

Penegakan hukum di sistem demokrasi sekular hanyalah jargon khayali yang tidak
mungkin membumi. Sistem ini mulai pangkal hingga ujungnya bermasalah. Menaruh
harapan pada sistem ini jelas-jelas kesalahan besar.

Akhirnya, hanya dengan kembali pada syariah Islam dan sistem Khilafah Islamiyah,
manusia akan mendapatkan apa yang selama ini mereka harapkan. Pasalnya, syariah
Islam dan Khilafah Islamiyah adalah ketentuan yang ditetapkan Allah SWT, Zat Yang
Paling Memahami apa yang paling baik bagi manusia.

WalLahu a’lam bi ash-shawab.

B. Hukum dan Keadilan Dalam Islam

Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan,
ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society).

25
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin,
yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan
berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya
problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw,
meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna
memecahkan persoalan-persoalan.

Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-


tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa
merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua
anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum
semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi
dalam Negara.

‌‫ط ۖ َواَل يَ ۡج ِر َمنَّ ُكمۡ َشن َٰانُ قَ ۡو ٍم ع َٰلٓى اَ اَّل ت َۡع ِدلُ ۡوا‌ ؕ اِ ۡع ِدلُ ۡوا ه َُو اَ ۡق َربُ لِلتَّ ۡق ٰوى‬
‌ِ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ُك ۡونُ ۡوا قَوَّا ا ِم ۡينَ هّٰلِل ِ ُشهَدَٓا َء بِ ۡالقِ ۡس‬
َ‫َواتَّقُوا هّٰللا ‌َ ؕ اِ َّن هّٰللا َ َخبِ ۡي ۢ ٌر بِ َما ت َۡع َملُ ۡون‬

“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu
tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa
yang kamu kerjakan”(QS.5:8).

“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu


seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya
hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih
terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah,
sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini
keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya

26
Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan
Demokrasi (1999) yaitu, yakni:

a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)


b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.

QS. An-nisa :135


ٓ
ُ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ُك ۡونُ ۡوا قَوَّا ِم ۡينَ بِ ۡالقِ ۡس ِط ُشهَدَٓا َء هّٰلِل ِ َولَ ۡو ع َٰلى اَ ۡنفُ ِس ُكمۡ اَ ِو ۡال َوالِد َۡي ِن َوااۡل َ ۡق َربِ ۡينَ‌ ؕ اِ ۡن يَّ ُك ۡن َغنِيًّا اَ ۡو فَقِ ۡيرًا فَاهّٰلل‬
‫اَ ۡو ٰلى بِ ِه َما‌ فَاَل تَتَّبِعُوا ۡالهَ ٰ ٓوى اَ ۡن ت َۡع ِدلُ ۡوا‌ۚ َواِ ۡن ت َۡل ٗۤوا اَ ۡو تُ ۡع ِرض ُۡوا فَا ِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ خَ بِ ۡيرًا‬

”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan
keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.

27
IV. KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MA’RUF DAN NAHI
MUNGKAR
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Secara Etimologis

Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang apabila
dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: ‫ امر‬: amar, ‫معرف‬
maruf, ‫ هي‬:nahi, dan ‫ منكر‬: Munkar. Manakala keempat kata tersebut digabungkan, akan
menjadi: ‫ امربا المنكر عن والنهي معروف‬yang artinya menyuruh yang baik dan melarang

yang buruk.

Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:

‫االمرهو لفظ يطلب به اال على ممن هو ادنى منهفعال‬

“Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”

Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: ‫ نا عرفا‬- ‫ يعرف – عرف معرفة‬- dengan arti
(mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara harfiah berarti
terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam
konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian yang dipegang oleh agama
islam, maka pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia

28
dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu
durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.

Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan untuk
meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah, lafadz yang
menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang
lebih tinggi dari kita.

Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar” adalah suatu
tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah
kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf” mempunyai arti “mengetahui” bila berubah
menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap
sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial namun
ditarik dalam pengertian yang dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut
bahasa adalah larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk
meninggalkan suatu perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang
menyuru kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang
lebih tinggi dari kita.

Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat tersebut suatu istilah yang
dipakai dalm al-Qur’an dari berbagai aspek, sesuai dari sudut mana para ilmuan
melihatnya, oleh karena itu boleh jadi pengertiannya cenderung kea rah pemikiran iman,
fiqih dan akhlak.

2. Secara Terminologis

Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di
cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak
disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal.

Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar
adalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan
Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam. Adapun pengertian nahi
munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian,

29
sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang
mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban dan amalan sunah
yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah hendaklah
maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul
diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak
menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah adalah
kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik
dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta mencela orang-orang
yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar ma’ruf
dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang
diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang
haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan
inilah makna.”

Perintah melakukan sesuatu yang baik dan melarang semua yang keji akan terlaksanat
secara sempurna, karena diutusnya Rasulullah SAW oleh Allah SWT, untuk
menyempunakan akhlak mulia bagi umatnya. Dalam surat al-Maidah ayat 3 dijelaskan,
bahwa:

‫ت‬ ُ ۡ‫ت لَـ ُكمۡ ِد ۡينَ ُكمۡ َواَ ۡت َمم‬


ِ ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ نِ ۡع َمتِ ۡى َو َر‬
ُ ‫ض ۡي‬ ُ ‫ن ؕ اَ ۡليَ ۡو َم اَ ۡك َم ۡل‬ ‌ِ ‫اخ َش ۡو‬ َ Nِ‫اَ ۡليَ ۡو َم يَ ِٕٕٮ‬
ۡ ‫س الَّ ِذ ۡينَ َكفَر ُۡوا ِم ۡن ِد ۡيـنِ ُكمۡ فَاَل ت َۡخ َش ۡوهُمۡ َو‬
‫ف اِّل ِ ۡث ‌ۙ ٍم فَا ِ َّن هّٰللا َ َغفُ ۡو ٌر َّر ِح ۡي ٌم‬ َ ‫اضطُ َّر فِ ۡى َم ۡخ َم‬
ٍ ِ‫ص ٍة غ َۡي َر ُمتَ َجان‬ ۡ ‫لَـ ُك ُم ااۡل ِ ۡساَل َم ِد ۡينًا‌ ؕ فَ َم ِن‬

“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama
bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Dan dari beberapa Hadist juga dijelaskan bahwa diwajibkan kepada setiap Muslim
melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Dikeluarkan oleh (takhrifi oleh Muslim dari
hadits Ibnu Mas'ud Ra dari Nabi Saw. Yang menjelaskan bahwa:

30
“Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus AIIah kepada suatu umat sebelum aku
melainkan dari umatnya ia mempunyai penolong (hawairyyum) dan sahabat
yang mereka berpegang teguh pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya.
Kemudian sesudah mereka muncul generasi-generasi penerus yang mereka
mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidakmelakukannya, dan melakukan
sesuatu yang mereka tidak diperintahkan. Maka bagi yang berjihad terhadap
mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman dan siap yang berjihad
terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah seorang yang beriman, dan siapa
yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga seorang yang beriman.
Dan sesudah itu tidak ada sebesar biji sawipun iman. "

Hadits-hadits tersebut dan banyak hadits-hadits lain yang semakna - menunjukkan


bahwa wajibnya menentang kemungknran (al-munkar) hanyalah menurut kemampuan
yang ada. Tetapi penentangan dengan hati adalah keharusan.Maka jika hati tidak mau
menentang, itu pertanda hilangnya iman dari orang yang bersangkutan. Diriwayatkan
oleh Abu juhaifah, ia menceritakan: Ali Ra pernah berkata:

"sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan knlian,
kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya tidak
mengetahui kebaikan (al-ma'ruf) dan menentang kemunkaran (almunkar), maka ia
jungkir balik, yang di atas menjadi di bawah.

B. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili.
Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.

Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar
ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu
tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya;
atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat
melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.” (Syarh Shahih Muslim)

31
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar
adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu
dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.”

Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal yang
sama, “Ketika para da’i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan kebodohan
mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak kepada
kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang
sesuai dengan kemampuannya.”

Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap
orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:

َ Nِ‫ولٓ ِٕٕٮ‬
َ‫ك هُ ُم ۡال ُم ۡفلِح ُۡون‬ ٰ ُ ‫ق ُش َّح ن َۡف ِس ٖه فَا‬
َ ‫خَيرًا اِّل َ ۡنفُ ِس ُكمۡ‌ؕ َو َم ۡن ي ُّۡو‬
ۡ ‫اس َمع ُۡوا َواَ ِط ۡيع ُۡوا َواَ ۡنفِقُ ۡوا‬ ۡ ‫فَاتَّقُوا هّٰللا َ َما‬
ۡ ‫استَطَ ۡعتُمۡ َو‬

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah


serta taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa
dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-
Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu
dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.

Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap
tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat
yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al
Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

َ Nِ‫ولٓ ِٕٕٮ‬
َ‫ك هُ ُم ۡال ُم ۡفلِح ُۡون‬ ٰ ُ‫ف َويَ ۡنهَ ۡونَ َع ِن ۡال ُم ۡن َكر‌ؕ َوا‬
ِ ِ ‫َو ۡلتَ ُك ۡن ِّم ۡن ُكمۡ اُ َّمةٌ ي َّۡدع ُۡونَ اِلَى ۡالخ َۡي ِر َويَ ۡا ُمر ُۡونَ بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

32
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫ك أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َم‬


‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu,
dengan hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR.
Muslim no. 70 dan lain-lain)

C. Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar

Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ق ۡال َم ۡوتَ َو ۡال َح ٰيوةَ لِيَ ۡبلُ َو ُكمۡ اَيُّ ُكمۡ اَ ۡح َسنُ َع َماًل ؕ َوهُ َو ۡال َع ِز ۡي ُز ۡال َغفُ ۡو ۙ ُر‬
َ َ‫ۨالَّ ِذ ۡى خَ ل‬

“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-
Mulk: 2)

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima.
Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan
meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya.
Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan
kebenaran berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.

Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.

Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada Allah
subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih
dominan daripada kebaikan yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki meliputi
tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta dapat

33
membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang
menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat
dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan
utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi
mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.

Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.

Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:

ُ‫ْطي َعلَى َما ِس َواه‬ ِ ‫ق َما اَل يُ ْع ِطي َعلَى ْال ُع ْن‬
ِ ‫ف َو َما اَل يُع‬ ِ ‫ق َويُ ْع ِطي َعلَى ال ِّر ْف‬
َ ‫ق ي ُِحبُّ ال ِّر ْف‬
ٌ ‫إِ َّن هللاَ َرفِي‬

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam


tiap urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah
lembut sesuatu yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan
kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-
Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-Darimi “Bab Fi ar-
Rifq” no. 2673)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ُ‫ع ِم ْن َش ْي ٍء إِاَّل َشانَه‬ َ ‫إِ َّن ال ِّر ْف‬


ُ ‫ق اَل يَ ُكونُ فِي َش ْي ٍء إِاَّل زَ انَهُ َواَل يُ ْن َز‬

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu,
melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no.
2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)

Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar ma’ruf
dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil
(proporsional), dan berilmu yang baik.”

Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan


perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar hendaknya

34
mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali,
mereka yang cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak
mengapa untuk mencegahnya dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan


sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya.
Siapa yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum),
sungguh ia telah mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)

Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.

Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu
kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.

Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi
mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.

Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala
telah memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:

ٍ َ‫صبَ َر اُولُوا ۡال َع ۡز ِم ِمنَ الرُّ ُس ِل َواَل ت َۡست َۡع ِجلْ لَّهُمۡ‌ؕ َكاَنَّهُمۡ يَ ۡو َم يَ َر ۡونَ َما ي ُۡو َعد ُۡو ۙنَ لَمۡ يَ ۡلبَثُ ۡۤوا اِاَّل َسا َعةً ِّم ۡن نَّه‬
ؕ‌‫ار‬ َ ‫اصبِ ۡر َك َما‬ ۡ َ‫ف‬
َ‫ك اِاَّل ۡالقَ ۡو ُم ۡال ٰف ِسقُ ۡون‬ُ َ‫بَ ٰل ٌغ ۚ فَهَ ۡل ي ُۡهل‬

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul


yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab
disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan,
merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.
Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum
yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)

ؕ‫اصبِ ۡر‬
ۡ َ‫ك ف‬
َ ِّ‫َو لِ َرب‬

“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)

35
‫ك ِح ۡينَ تَقُ ۡو ۙ ُم‬
َ ِّ‫ك بِا َ ۡعيُنِنَا‌ َو َسب ِّۡح بِ َحمۡ ِد َرب‬ َ ِّ‫اصبِ ۡر لِح ُۡك ِم َرب‬
َ َّ‫ك فَاِن‬ ۡ ‫َو‬

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena


sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan
memuji Rabbmu ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam
firman-Nya:

‌‫ك‌ؕ اِ َّن ٰذلِكَ ِم ۡن ع َۡز ِم ااۡل ُ ُم ۡو ۚ ِر‬ َ َ‫اصبِ ۡر ع َٰلى َم ۤا ا‬


َ َ‫صاب‬ ۡ ‫ف َو ۡانهَ َع ِن ۡال ُم ۡن َك ِر َو‬
ِ ‫ى اَقِ ِم الص َّٰلوةَ َو ۡا ُم ۡر بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬
َّ َ‫ٰيبُن‬

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang


ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya
sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan
kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan
serta ujian baginya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫صدَ قُو ْا‬ َ ‫ِين مِن َق ۡبل ِِه ۖمۡ‌ َفلَ َي ۡعلَمَنَّ ٱهَّلل ُ ٱلَّذ‬
َ ‫ِين‬ َ ‫ب ٱل َّناسُ أَن ي ُۡت َر ُك ٓو ْا أَن َيقُولُ ٓو ْا َءا َم َّنا َوهُمۡ اَل ي ُۡف َت ُن‬
َ ‫ َولَ َق ۡد َف َت َّنا ٱلَّذ‬ )٢( ‫ون‬ َ ِ‫أَ َحس‬
)٣( ‫ين‬ ۡ
َ ‫َولَ َي ۡعلَمَنَّ ٱل َك ٰـذ ِِب‬

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,
‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-
orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti
mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3)

A. Apa yang Ma’ruf dan Apa yang Munkar?

Di antara sekian banyak hadits Nabi tentang pentingnya amar ma’ruf dan nahi munkar
ditegakkan, dapat disebutkan misalnya: ”Tidak seorang Nabi pun yang diutus Allah
untuk ummatnya sebelumku, melainkan mempunyai golongan yang menolongnya dari
ummatnya dan sahabat-sahabat yang berpegang teguh kepada sunnahnya serta
mengikuti segala perintahnya. Setelah itu datang pula pengganti mereka, generasi yang
hanya pandai berkata tentang hal-hal yang tidak mereka kerjakan, bahkan mereka

36
kerjakan hal-hal yang tidak diperintahkan. Barangsiapa berjihad terhadap mereka
dengan kekuasaanya, dia adalah mukmin. Barangsiapa berjihad terhadap mereka dengan
lisannya, dia masih mukmin. Barangsiapa berjihad terhadap mereka dengan hatinya, dia
pun masih mukmin. Di belakang itu tidak ada tempat bagi iman sedikit pun juga” (HR.
Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.).

Pernah sesorang bertanya kepada Nabi tentang macam jihad yang lebih utama, yang
oleh beliau dijawab: ”Menyerukan kebenaran di hadapan penguasa yang dzalim” (HR.
Nasai dari Thariq bin Syihab Al-Bajali).

Hadits lain riwayat Turmudzi dari sahabat Hudzaifah r.a. Nabi SAW mengatakan:
”Demi Allah yang menguasai diriku, sungguh-sungguh perintahkan kebajikan dan
cegahlah kemunkaran, bila tidak Allah akan menurunkan siksa atas kamu semua,
kemudian kamu berdoa kepada Allah, tetapi doamu itu tidak dikabulkanNya.”

Dari hadis-hadis tersebut dapat kita ketahui bagaimana pentingnya amar ma’ruf nahi
munkar itu harus kita tegakkan.

Apa yang Ma’ruf?

Secara garis besar, dapat kita katakan bahwa yang ma’ruf adalah yang baik menurut
pandangan agama. Ma’ruf tidak berarti harus yang bernilai wajib, tetapi juga yang
bernilai keutamaan-keutamaan.

Misalnya, makan-minum dengan tangan kanan, menutup makanan dan minuman agar
jangan terkena debu, berpakaian sopan di waktu bertamu atau menerima tamu,
membaca hamdalah setelah bersin, membaca basmalah di waktu akan makan-minum,
mendahulukan tangan atau kaki kanan di waktu mengenakan pakaian, sandal atau
sepatu, dan mendahulukan yang kiri di waktu melepaskanya, dan sebagainya. Apabila
hal-hal yang merupakan keutamaan saja termasuk ma’ruf yang harus diajarkan, apalagi
hal-hal yang wajib.

Apa yang Munkar?

Yang munkar, dengan secara garis besar, dikatakan oleh Al-Ghazali ialah hal-hal yang
dilarang terjadinya oleh syara’. Al-Ghazali tidak mengartikan yang munkar adalah yang
berupa ma’shiyah (maksiat). Sebab, munkar lebih umum daripada maksiat. Misalnya,

37
bila seseorang melihat orang gila Muslim minum khamr, wajib melarangnya dan
membuang khamr yang ada. Perbuatan orang gila bukan maksiat, tetapi terjadinya orang
Islam minum khamr itu tidak dikehendaki syara’. Jadi, dalam hal yang tidak termasuk
maksiat pun munkar dapat terjadi.

Bahkan, dalam hal-hal yang berupa ibadah pun munkar dapat terjadi. Misalnya,
menyelenggarakan walimah untuk merayakan perkawinan adalah ibadah. Tetapi bila
diselenggarakan hanya untuk orang-orang kaya, sedang yang miskin tidak ikut
diundang, menjadi walimah yang tercampur munkar.

Makan-minum diperintahkan untuk mempertahankan hidup dan menjadi sarana


beribadah, tetapi jangan melampaui batas. Melampaui batas adalah munkar yang harus
dicegah. Menghibur diri pada dasarnya dibenarkan syara’, tetapi jangan sampai
melalaikan kewajiban-kewajiban. Hiburan yang mengarah kepada melalaikan kewajiban
adalah munkar. Permainan catur misalnya, salah satu macam hiburan yang berguna.
Tetapi bila sampai melalaikan waktu shalat, sudah merupakan munkar yang harus
dicegah.

Permainan musik merupakan salah satu macam hiburan yang amat berguna untuk
menghaluskan perasaan. Tetapi bila mengasyikkan hingga melupakan kewajiban-
kewajiban, atau diisi dengan hal-hal yang mengarah pada menjauhkan diri dari Allah,
menjadi munkar yang harus dicegah.

38
V. FITNAH AKHIR ZAMAN
A. Fitnah akhir zaman

Fitnah maknanya adalah cobaan dan ujian. Di akhir zaman akan bermunculan berbagai
macam fitnah yang semakin beragam dan semakin berat. Sehingga manusia yang berada
pada zaman tersebut akan merasakan ujian kehidupan yang tidak ringan. Di antara
fitnah yang muncul di akhir zaman adalah :

1) Banyaknya Praktek Kesyirikan

Kesyirikan merupakan dosa besar yang terbesar. Semakin jauhnya manusia dari masa
kenabian, menjadikan manusia semakin berani menyelisihi petunjuk Nabi saw.
Sehingga pelan-pelan manusia akan terseret ke dalam jurang kesyirikan tanpa ia sadari.
Allah swt berfirman:

ِ ُ‫فَ ۡليَ ۡح َذ ِر الَّ ِذ ۡينَ يُخَالِفُ ۡونَ ع َۡن اَمۡ ِر ٖ ۤه اَ ۡن ت‬


ِ ُ‫ص ۡيبَهُمۡ فِ ۡتنَةٌ اَ ۡو ي‬
‫ص ۡيبَهُمۡ َع َذابٌ اَ لِ ۡي ٌم‬

”Maka hendaklah takut orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul mereka


akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nur : 63.

Berkata Imam Ahmad r.a :

39
”Tahukah engkau apakah fitnah yang dimaksud? Fitnah tersebut adalah
kesyirikan, jika seorang menolak sebagian sabda Nabi a maka hatinya akan
ditimpa sesuatu, berupa kecondongan kepada kesesatan yang akan
membinasakan(nya).”

2) Banyak Terjadi Perpecahan

Di akhir zaman akan muncul perpecahan di kubu kaum muslimin. Sehingga dengan
perpecahan tersebut akan mengurai kekuatan kaum muslimin dan akan banyak energi
yang terbuang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah saw
bersabda:

“Dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.”

( HR. Tirmidzi Juz 5 : 2641, Abu Dawud : 4569, dan Ibnu Majah : 3991. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam As-Silsilah AshShahihah Juz 1 : 203)

3) Banyaknya Pembunuhan

Di akhir zaman nyawa manusia menjadi murah harganya. Terkadang karena


permasalahan yang sepele darah ditumpahkan. Selain itu pula banyak terjadi
peperangan di akhir zaman. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw
bersabda:

“Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga banyaknya ‘Al-Harju.’” Para sahabat
bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan ’AlHarju,’ wahai Rasulullah?” Rasulullah
saw bersabda, ”Pembunuhan-pembunuhan (HR. Muslim Juz 4 : 157).

4) Munculnya Syubhat (Kesamaran)

Di akhir zaman banyak tulisan dan buku-buku. Di satu sisi ini merupakan kenikmatan
dan kemudahan. Namun disisi lain, jika tulisan dan buku-buku tersebut tidak disusun
berdasarkan sumber rujukan yang benar, maka justru akan menimbulkan syubhat
(kesamaran) bagi pembacanya. Sehingga akan menjadi samar pula antara kebenaran
dengan kebatilan. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a, bahwa Rasulullah saw
bersabda;

40
“Sesungguhnya dihadapan Hari Kiamat (akan terjadi); memberi salam hanya kepada
orang khusus. Tersebarnya perdagangan hingga seorang wanita membantu suaminya di
dalam berdagang. Terputusnya silaturrahim, saksi palsu, disembunyikannya saksi yang
benar, dan tersebarnya pena.” ( HR. Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani 5 dalam As-Silsilah Ash-Shahihah Juz 2 : 647).

5) Tersebarnya fitnah Wanita

Jumlah wanita di akhir zaman mengalahkan jumlah laki-laki. Dan banyak di antara
mereka yang tidak mengerti bagaimana seharusnya berhijab secara syar’i, sehingga
akan menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum laki-laki. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Sepeninggalku tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada
(fitnahnya) wanita.” ( HR. Muslim Juz 4 : 2470).

6) Terbukanya Lumbung-lumbung Harta

Perhatian utama sebagian besar manusia akhir zaman adalah harta. Hal inilah yang
menjadikan maraknya perdagangan di akhir zaman. Padahal bukanlah kefakiran yang
ditakutkan oleh Rasulullah saw akan menimpa umat ini, akan tetapi yang ditakutkan
oleh Rasulullah saw adalah ketika dibukakannya lumbung harta, sehingga manusia akan
berlomba-lomba untuk memperebutkannya. Rasulullah saw pernah bersabda:

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takutkan menimpa kalian, akan
tetapi yang aku takutkan atas kalian jika dunia dibentangkan kepada kalian
sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang-orang sebelum kalian.
Sehingga kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan
(dunia) akan menghancurkan kalian sebagaimana (dunia) telah menghancurkan
mereka.” (HR. Bukhari Juz 4 : 3791 dan Muslim Juz 4 : 2961)

B. Kiat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Ada beberapa kiat dalam menghadapi fitnah akhir zaman, antara lain :

1) Hadir Dalam Majelis Ilmu

41
Di antara cara untuk menjaga konsistensi iman di akhir zaman adalah dengan
menghadiri majelis-majelis keilmuan. Karena di dalam majelis ilmu seorang akan
ditunjukkan kepada jalan kebenaran dan kebaikan, dan ia akan dibimbing di atasnya. Di
dalam majelis ilmu seorang dimotivasi untuk melakukan ketaatan dan menjauhi
kemaksiatan. Sehingga dengan demikian diharapkan keimanannya akan terus kontinu
dan konsisten. Karena demikian pentingnya duduk dalam majelis ilmu, sehingga ‘Umar
bin Khaththab r.a. pernah berkata:

”Sesungguhnya seorang keluar dari rumahnya dengan membawa dosa sebesar


gunung Tihamah. Jika mereka mendengarkan ilmu, (maka) ia akan takut
kemudian akan bertaubat. (Dan) ia kembali ke rumahnya dalam keadaan tidak
berdosa lagi. Maka janganlah engkau berpisah dari majelis para ulama’.” (Kaifa
Tatahammas)

2) Sibukkan Diri Dengan Ibadah dan Amalan Kebaikan

Dengan menyibukkan diri dengan ibadah dan amal kebaikan akan lebih bermanfaat bagi
seorang muslim untuk kehidupannya di dunia dan di akhirat. Dan seorang yang
menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka ia tidak akan mempunyai waktu untuk
melakukan keburukan. Dengan demikian, hari-harinya akan terisi dengan hal-hal
kebaikan dan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, bahwa
Rasulullah saw bersabda:

“Bersegeralah untuk beramal (sebelum datangnya) fitnah-fitnah seperti potongan


malam yang gelap. Pagi harinya seorang masih beriman, namun sore harinya ia
telah kafir. Atau sore harinya seorang masih beriman, namun pagi harinya ia
telah kafir. Ia menjual agamanya dengan sedikit bagian dari dunia.” (HR.
Muslim Juz 1 : 118)

Imam Asy-Syafi’i pernah berkata:

“Aku bertemu dengan orang-orang sufi, aku tidak mengambil manfaat (dari
mereka), kecuali dua kata; Pertama, waktu seperti pedang jika engkau tidak
memotongnya, maka ia yang akan memotongmu. Kedua, jika engkau tidak
menyibukkan dirimu dalam kebenaran, maka ia akan menyibukkanmu dalam
kebatilan.” ( Al-Jawabul Kafi )

42
3) Mejauhi Berbagai Macam Syubhat dan Syahwat

Hati manusia itu lemah, sedangkan syubhat menyambar-nyambar.Sebagaimana


perkataan Imam Adz-Dzahabi r.a, menukil perkataan imam-imam salaf :

“Hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar.” (Siyar A’lamin Nubala’,
7/261)

Sehingga barangsiapa yang menjauhkan diri dari syubhat, maka ia telah menyelamatkan
agamanya. Diriwayatkan dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir r.a. ia berkata,
Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa menjaga diri dari yang syubhat, maka berarti ia telah


menyelamatkan agamanya.” (HR. Bukhari Juz 1 : 52 dan Muslim Juz 3 : 1599).

Demikian pula dengan menjauhi berbagai macam hal-hal yang merangsang syahwat
akan menjadikan hati bersih. Dan ketika syahwat diperturutkan, maka banyak waktu
yang akan terbuang dalam perkara yang sia-sia.

4) Senantiasa Berdoa Kepada Allah SAW

Hendaklah seorang muslim berdoa kepada Allah q agar diselamatkan dari berbagai
fitnah kehidupan dan dijadikan hatinya senantiasa istiqamah dalam kebenaran dan
ketaatan. Karena hati manusia berada di antara Jari-jemari Allah SAW, maka Allahlah
yang mampu memberikan hidayah kepada hati tersebut agar tetap istiqamah di atas
kebenaran dan kebaikan, atau memalingkanya kepada kesesatan –wal’iyadzubillah.-
Dan hendaknya seorang muslim juga memohon perlindungan kepada Allah q dari fitnah
kehidupan. Di antara doanya adalah :

“Ya Allah, aku berlindang kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur,
dari fitnah hidup dan mati, dan dari keburukan fitnah Dajjal.” (Muttafaq ‘alaih.
HR. Bukhari Juz 1 : 1311 dan Muslim Juz 1 : 588, lafazh ini miliknya).

Atau membaca;

ُ‫ك اَ ۡنتَ ۡال َوهَّاب‬ َ ‫َربَّنَا اَل تُ ِز ۡغ قُلُ ۡوبَنَا بَ ۡع َد اِ ۡذ هَد َۡيتَنَا َوه َۡب لَنَا ِم ۡن لَّد ُۡن‬
َ َّ‫ك َر ۡح َمةً ‌ ۚ اِن‬

“(Wahai) Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan, sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami. Dan karuniakanlah

43
kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
Pemberi (karunia).”(QS. Ali ‘Imran : 8)

Atau membaca;

“Wahai Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.” (HR.


Tirmidzi Juz 4 : 2140).

Atau membaca;

“Ya Allah, yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan
(kepada)-Mu.”

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada
keluarganya, dan para sahabatnya.

DAFTAR PUSTAKA

file:///D:/Download/811-Article%20Text-2944-1-10-20200120.pdf

https://id.scribd.com/document/347706247/Iman-Islam-Dan-Ihsan

file:///D:/Download/15193-44451-1-PB.pdf

https://www.merdeka.com/jateng/6-ilmuwan-muslim-yang-paling-berpengaruh-di-
dunia-wajib-diketahui-kln.html?page=all

https://ervanavrian.wordpress.com/2015/04/07/penegakanhukumislam/

file:///D:/Download/122-163-1-PB%20(3).pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/10766/5/BAB%202.pdf

https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/

https://ibtimes.id/apa-yang-maruf-dan-apa-yang-munkar/

44
https://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2015/03/110-fitnah-akhir-zaman-
pdf.pdf

https://asset.inilahkoran.com/uploads/images/image_750x_5d42f6d2e3453.jpg

https://minanews.net/wp-content/uploads/2018/10/keadilan-islam.jpg

https://sdmujahidin-
wns.sch.id/media_library/posts/large/f5a117175a4a9ff2fc712d15f664e754.jpg

https://i2.wp.com/dosenmuslim.com/wp-content/uploads/2017/09/pilar-islam.png?
fit=429%2C297&ssl=1

https://www.suaraislam.co/wp-content/uploads/2018/02/tekmatis-sejarah-astronomi-
dalam-islam-2.jpg

LAMPIRAN

45
46
47

Anda mungkin juga menyukai