Pada hakikatnya, iman adalah percaya. Di implementasikan dalam bentuk percaya dengan
sepenuh hati, dibenarkan dan diucapkan dengan lisan, kemudian diamalkan dengan perbuatan.
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat,
ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan
bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).”
Di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa, orang-orang yang beriman merupakan orang yang
memiliki rasa cinta luar biasa besarnya terhadap Allah SWT dan meyakini bahwa kekuasaan
Allah SWT tidak ada yang mampu menandingi.
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Sementara, di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT telah menganugerahkan
manusia dengan kesempurnaan akal serta pikiran, namun diantaranya lalai sehingga tidak dapat
berfikir maksud dan tujuan Allah SWT dalam penciptaannya, hal tersebut memicu manusia
kehilangan akal sehatnya untuk melakukan perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT demi
menuruti hawa nafsu belaka. Dengan begitu, perbuatan ini tidak mencerminkan perilaku iman
kepada Allah SWT.
Sumber informasi :
MKDU4221. Pendidikan Agama Islam. /MODUL 1 1.3
ujiansekolah.org. 2022, 17 Juni. Pengertian Iman Kepada Allah Menurut Surat Al Baqarah Ayat
165. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari https://ujiansekolah.org/pengertian-iman-kepada-allah-
menurut-surat-al-baqarah-ayat-165/
pskji.org. 2022, Agustus. Pengertian Iman Menurut Surat Al A’raf Ayat 179. Diakses pada 7
Oktober 2022, dari https://pskji.org/106406/pengertian-iman-menurut-surat-al-a-raf-ayat-179/
1. b) Rukun Iman
Seorang muslim dikatakan beriman apabila telah mengamalkan keenam rukun iman,
diantaranya :
Iman kepada Allah SWT adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati
mengenai keberadaan Allah SWT dengan segala sifat serta kesempurnaan-Nya dan yakin
bahwa Allah SWT itu esa(satu) maka tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah
SWT, lalu keyakinan tersebut dibuktikan melalui sebuah pengakuan(kalimat syahadat)
yang diucapkan oleh lisan, kemudian mengamalkan dalam bentuk perbuatan dengan
menjalankan segala perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya.
Iman kepada kitab Allah SWT merupakan rukun iman yang ketiga. Berikut ada empat
kitab yang wajib diketahui serta diamalkan sebagai pedoman hidup manusia,
diantaranya :
Jumlah Nabi dan rasul yang wajib diketahui oleh umat muslim adalah sebanyak 25.
Sedangkan, implikasi keimanan terhadap nabi dan rasul Allah SWT adalah dengan cara
meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati akan adanya manusia yang sangat
istimewa diutus oleh Allah SWT ke muka bumi dengan segala kelebihan maupun
mukjizat sebagai panutan dan penolong umat manusia(pembawa wahyu) agar tidak
tersesat dan tidak menjauh dari jalan Allah SWT.
Hari akhir atau biasa disebut sebagai hari kiamat merupakan hari dimana seluruh tatanan
alam semesta akan hancur berkeping-keping beserta seluruh isinya, mahkluk hidup akan
mati, kemudian akan dihidupkan kembali, namun tidak dapat diketahui pasti mengenai
kapan hal tersebut akan terjadi, karena hari kiamat merupakan rahasia Allah SWT. Oleh
karena itu, dengan mempercayai adanya hari kiamat, akan meningkatkan kualitas ibadah
seorang muslim beserta rasa takwa nya terhadap Allah SWT.
Qada’ dan Qadar adalah ketentuan atau takdir dari Allah SWT yang sudah tercatat di
Lauh Mahfuz. Akan tetapi terdapat perbedaan diantara kedua takdir tersebut. Qada’
merupakan takdir yang sifatnya tetap atau tidak dapat diubah-ubah, contoh : Kelahiran,
Kematian, dan Jodoh.
Sementara Qadar merupakan takdir seseorang yang dapat berubah dengan seizin Allah
SWT terjadi atas keputusan yang telah diambil, contoh : Orang malas giat belajar untuk
menjadi pandai(hokum sebab-akibat). Oleh karena itu, pada hakikatnya iman kepada
Qada’ dan Qadar sangatlah logis atau masuk akal untuk diyakini, dengan begitu akan
menumbuhkan rasa optimis, berikhitiar, serta bertawakkal kepada Allah SWT.
Sumber informasi :
academia.edu. 2018. Rukun Islam dan Rukun Iman dalam Islam. Diakses pada 7 Oktober 2022,
dari
https://www.academia.edu/38880245/RUKUN_ISLAM_dan_RUKUN_IMAN_dalam_ISLAM
2. Ciri-ciri Keimanan
Sesuai dengan definisi dari iman yang di implementasikan dalam bentuk percaya dengan
sepenuh hati, dibenarkan dan diucapkan dengan lisan, kemudian diamalkan dengan perbuatan.
Maka dapat diketahui golongan orang yang beriman dapat di identifikasikan melalu ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Tawakkal
Tawakkal termasuk salah satu ciri orang yang beriman. Definisi tawakkal merupakan
bentuk sikap berserah diri kepada Allah SWT atas hasil dari segala usaha yang telah
dilakukan baik untuk kepentingan duniawi maupun di akhirat. Sikap tawakkal dapat
dilihat dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an surat Al-
Anfaal(8):2 sebagai berikut :
َت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َمانًا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُوْ ۙن ْ َاِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك َر هّٰللا ُ َو ِجل
ْ َت قُلُوْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah
(kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal”
b. Mawas Diri
Mawas diri merupakan sikap berhati-hati atau waspada dalam bertindak maupun
berbicara karena mengimani keberadaan serta sifat Allah SWT yaitu, Maha Mengetahui,
Maha Melihat, dan Maha Mendengar segala sesuatu yang sedang dilakukan oleh setiap
makhluk-Nya.
Artinya : “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-
hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami,
hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
c. Bersikap Ilmiah
Ciri orang yang beriman berikutnya adalah seseorang yang mampu bersikap secara
ilmiah, dimana sebelum mengambil tindakan terhadap suatu masalah, ia telah terlebih
dahulu mengetahui pokok permasalaannya dengan berfikir secara sistematis dan berusaha
menyelesaikan masalah tersebut dengan langkah-langkah ilmiah. Hal ini merupakan
refleksi keimanan seseorang terhadap Allah SWT dengan memanfaatkan sebaik-baiknya
karunia Allah SWT berupa akal pikiran, sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam salah
satu ayat di dalam Al-Qur’an surat Al-Israa’(17):36
ۤ
sebagai berikut :
ۤ
)٣٦ : االسراء ٰ ُص َر َو ْالفَُؤ ا َد ُكلُّ ا
( ول ِٕىكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسـُٔوْ اًل َ َك بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗاِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب َ َواَل تَ ْقفُ َما لَي
َ َْس ل
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.
Dalam surat tersebut telah dijelaskan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia
senantiasa dalam pengawasan Allah SWT dan dapat dipertanggung jawabkan di akhirat
kelak.
Sebagai bentuk keimanan terhadap Allah SWT, umat muslim harus memiliki sikap
optimis yang artinya selalu berfikiran positif terhadap Allah SWT atas segala sesuatu
yang telah terjadi serta tidak putus asa saat mengalami kegagalan dengan terus mencoba
dan meyakini sepenuh hati bahwa suatu saat tujuannya akan tercapai. Sikap seperti ini
sangat ditegaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an Surat Yusuf (12):87 yang berbunyi
sebagai berikut :
)٨٧ : ح هّٰللا ِ اِاَّل ْالقَوْ ُم ْال ٰكفِرُوْ نَ ( يوسف ۟ ٰيبني ْاذهَبُوْ ا فَتَح َّسسُوْ ا م ْن يُّوْ سُفَ واَخ ْيه واَل ت َ۟ا ْيـَٔسُوْ ا م ْن رَّوْ هّٰللا
ِ ْح ِ ۗاِنَّهٗ اَل يَا ْيـَٔسُ ِم ْن رَّو ِ ِ َ ِ ِ َ ِ َ َّ ِ َ
Artinya : “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir"
Makna dari surat tersebut adalah menyeru umat manusia untuk senantiasa berfikiran maju
kedepan secara positif dan tidak mudah putus asa bila menghadapi rintangan atau
masalah karena yakin pertolongan dan kasih sayang Allah SWT terhadap hamba-Nya
tidak pernah putus.
َواَوْ فُوْ ا بِ َع ْه ِد هّٰللا ِ اِ َذا عَاهَ ْدتُّ ْم َواَل تَ ْنقُضُوا ااْل َ ْي َمانَ بَ ْع َـد تَوْ ِك ْي ِدهَا َوقَ ْد َج َع ْلتُ ُم هّٰللا َ َعلَ ْي ُك ْم َكفِ ْياًل ۗاِ َّن هّٰللا َ يَ ْعلَ ُم َما تَ ْف َعلُوْ ن
Artinya : “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu
telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”.
Maka dari itu seorang muslim harus selalu mengingat dan meyakini bahwa janji yang
telah diikrarkan sepenuhnya telah didengar dan disaksikan oleh Allah SWT baik itu
diucapkan dalam hati maupun secara langsung dari lisan, sehingga sudah selayaknya
ditepati dan konsisten terhadap prinsip atau pendiriannya untuk terus berada di jalan yang
benar yaitu jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.
f. Tidak Sombong
Islam mengajarkan manusia untuk senantiasa bersikap rendah hati karena termasuk dalam
akhlak yang mulia, sedangkan lawan dari rendah hati adalah tinggi hati atau biasa disebut
dengan sikap yang sombong. Sombong merupakan akhlak buruk dan tercela yang mampu
membahayakan diri sendiri maupun orang-orang disekitarnya dengan selalu merasa benar
dan tidak ada yang mampu menandinginya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menegaskan
dalam salah satu ayat pada Surat Al-Luqman (31) : 18 yang berisi tentang larangan untuk
menjauhi sifat serta sikap sombong, sebagai berikut :
ض َم َرح ًۗا اِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخوْ ۚ ٍر
ِ ْش فِى ااْل َر ِ َّك لِلن
ِ اس َواَل تَ ْم َ َُواَل ت
َ صعِّرْ َخ َّد
Artinya : "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri".”
3. Filsafat Ketuhanan
Filsafat ketuhanan merupakan sekumpulan pemikiran atau keyakinan-keyakinan terhadap tuhan
Seiring dengan perubahan zaman dan banyaknya manusia yang menggunakan akal fikiran untuk
membentuk konsep ketuhanan sehingga diperoleh beberapa sudut pandang sebagai berikut :
a. Animisme/Dinamisme, Politeisme, dan Henoteisme.
Sumber informasi :
- MKDU4221. Pendidikan Agama Islam. /MODUL 1 1.3 – 1.29
- quranhadits.com. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari https://quranhadits.com/
- academia.edu. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari
https://www.academia.edu/8119391/SEJARAH_PEMIKIRAN_MANUSIA_TENTANG