Anda di halaman 1dari 7

Assalammualaikum wr.wb, Mohon izin untuk menjawab diskusi ini.

Berikut ini jawaban dari saya :

1. a). Pengertian Iman

Pada hakikatnya, iman adalah percaya. Di implementasikan dalam bentuk percaya dengan
sepenuh hati, dibenarkan dan diucapkan dengan lisan, kemudian diamalkan dengan perbuatan.

Berikut ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang iman :

1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 165

‫اب اَ َّن ْالقُ َّوةَ هّٰلِل ِ َج ِم ْيعًا‬ ‫هّٰلِّل‬ ‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬


َ ۙ ‫اس َم ْن يَّتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُدوْ ِن ِ اَ ْندَادًا ي ُِّحبُّوْ نَهُ ْم َكحُبِّ ِ ۗ َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ َش ُّد ُحبًّا ِ ۙ َولَوْ يَ َرى الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُم ْٓوا اِ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
‫هّٰللا‬
)١٦٥ : ‫ب ( البقرة‬ ِ ‫ۙ َّواَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال َع َذا‬

Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat,
ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan
bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa, orang-orang yang beriman merupakan orang yang
memiliki rasa cinta luar biasa besarnya terhadap Allah SWT dan meyakini bahwa kekuasaan
Allah SWT tidak ada yang mampu menandingi.

2. Al-Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 179.


ٰۤ ُ ۗ ‫ْأ‬
‫ول ِٕىكَ َكااْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم‬ ٌ ‫ْصرُوْ نَ بِهَ ۖا َولَهُ ْم ٰا َذ‬
‫ان اَّل يَ ْس َمعُوْ نَ بِهَا ا‬ ِ ‫س لَهُ ْم قُلُوْ بٌ اَّل يَ ْفقَهُوْ نَ ِبهَ ۖا َولَهُ ْم اَ ْعي ٌُن اَّل يُب‬
ِ ۖ ‫َولَقَ ْد َذ َر ن َۤا لِ َجهَنَّ َم َكثِ ْيرًا ِّمنَ ْال ِجنِّ َوااْل ِ ْن‬
)١٧٩ : ‫ك هُ ُم ْال ٰغفِلُوْ نَ ( االعراف‬ ٰ ُ‫ضلُّ ۗ ا‬
َ ‫ول ِٕى‬ َ َ‫ا‬

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

Sementara, di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT telah menganugerahkan
manusia dengan kesempurnaan akal serta pikiran, namun diantaranya lalai sehingga tidak dapat
berfikir maksud dan tujuan Allah SWT dalam penciptaannya, hal tersebut memicu manusia
kehilangan akal sehatnya untuk melakukan perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT demi
menuruti hawa nafsu belaka. Dengan begitu, perbuatan ini tidak mencerminkan perilaku iman
kepada Allah SWT.

Sumber informasi :
MKDU4221. Pendidikan Agama Islam. /MODUL 1 1.3
ujiansekolah.org. 2022, 17 Juni. Pengertian Iman Kepada Allah Menurut Surat Al Baqarah Ayat
165. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari https://ujiansekolah.org/pengertian-iman-kepada-allah-
menurut-surat-al-baqarah-ayat-165/
pskji.org. 2022, Agustus. Pengertian Iman Menurut Surat Al A’raf Ayat 179. Diakses pada 7
Oktober 2022, dari https://pskji.org/106406/pengertian-iman-menurut-surat-al-a-raf-ayat-179/

1. b) Rukun Iman

Seorang muslim dikatakan beriman apabila telah mengamalkan keenam rukun iman,
diantaranya :

1. Iman Kepada Allah SWT

Iman kepada Allah SWT adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati
mengenai keberadaan Allah SWT dengan segala sifat serta kesempurnaan-Nya dan yakin
bahwa Allah SWT itu esa(satu) maka tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah
SWT, lalu keyakinan tersebut dibuktikan melalui sebuah pengakuan(kalimat syahadat)
yang diucapkan oleh lisan, kemudian mengamalkan dalam bentuk perbuatan dengan
menjalankan segala perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya.

2. Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah SWT

Sebagai umat muslim, sudah selayaknya kita mempercayai keberadaan malaikat,


mempelajari siapa saja dan juga mempelajari tugas-tugas dari malaikat Allah SWT
sebagai bentuk iman kepada malaikat. Malaikat merupakan makhluk yang diciptakan dari
cahaya(nur) oleh Allah SWT, malaikat memiliki sifat yang senantiasa patuh serta taat
pada Allah SWT. Malaikat juga tidak mempunyai hawa nafsu, oleh karena itu malaikat
senantiasa beribadah dan berdzikir kepada Allah SWT.
3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah SWT

Iman kepada kitab Allah SWT merupakan rukun iman yang ketiga. Berikut ada empat
kitab yang wajib diketahui serta diamalkan sebagai pedoman hidup manusia,
diantaranya :

 Taurat (diturunkan kepada Nabi Musa AS)


 Zabur (diturunkan kepada Nabi Daud AS)
 Injil (diturunkan kepada Nabi Isa AS)
 Al-Qur’an (diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW , sebagai penyempurna kitab-
kitab terdahulu).

4. Iman Kepada Rasul Allah SWT

Jumlah Nabi dan rasul yang wajib diketahui oleh umat muslim adalah sebanyak 25.
Sedangkan, implikasi keimanan terhadap nabi dan rasul Allah SWT adalah dengan cara
meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati akan adanya manusia yang sangat
istimewa diutus oleh Allah SWT ke muka bumi dengan segala kelebihan maupun
mukjizat sebagai panutan dan penolong umat manusia(pembawa wahyu) agar tidak
tersesat dan tidak menjauh dari jalan Allah SWT.

5. Iman Kepada Hari Akhir

Hari akhir atau biasa disebut sebagai hari kiamat merupakan hari dimana seluruh tatanan
alam semesta akan hancur berkeping-keping beserta seluruh isinya, mahkluk hidup akan
mati, kemudian akan dihidupkan kembali, namun tidak dapat diketahui pasti mengenai
kapan hal tersebut akan terjadi, karena hari kiamat merupakan rahasia Allah SWT. Oleh
karena itu, dengan mempercayai adanya hari kiamat, akan meningkatkan kualitas ibadah
seorang muslim beserta rasa takwa nya terhadap Allah SWT.

6. Iman Kepada Qada’ dan Qadar

Qada’ dan Qadar adalah ketentuan atau takdir dari Allah SWT yang sudah tercatat di
Lauh Mahfuz. Akan tetapi terdapat perbedaan diantara kedua takdir tersebut. Qada’
merupakan takdir yang sifatnya tetap atau tidak dapat diubah-ubah, contoh : Kelahiran,
Kematian, dan Jodoh.

Sementara Qadar merupakan takdir seseorang yang dapat berubah dengan seizin Allah
SWT terjadi atas keputusan yang telah diambil, contoh : Orang malas giat belajar untuk
menjadi pandai(hokum sebab-akibat). Oleh karena itu, pada hakikatnya iman kepada
Qada’ dan Qadar sangatlah logis atau masuk akal untuk diyakini, dengan begitu akan
menumbuhkan rasa optimis, berikhitiar, serta bertawakkal kepada Allah SWT.

Sumber informasi :
academia.edu. 2018. Rukun Islam dan Rukun Iman dalam Islam. Diakses pada 7 Oktober 2022,
dari
https://www.academia.edu/38880245/RUKUN_ISLAM_dan_RUKUN_IMAN_dalam_ISLAM

2. Ciri-ciri Keimanan
Sesuai dengan definisi dari iman yang di implementasikan dalam bentuk percaya dengan
sepenuh hati, dibenarkan dan diucapkan dengan lisan, kemudian diamalkan dengan perbuatan.
Maka dapat diketahui golongan orang yang beriman dapat di identifikasikan melalu ciri-ciri
sebagai berikut :

a. Tawakkal

Tawakkal termasuk salah satu ciri orang yang beriman. Definisi tawakkal merupakan
bentuk sikap berserah diri kepada Allah SWT atas hasil dari segala usaha yang telah
dilakukan baik untuk kepentingan duniawi maupun di akhirat. Sikap tawakkal dapat
dilihat dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an surat Al-
Anfaal(8):2 sebagai berikut :
َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َمانًا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُوْ ۙن‬ ْ َ‫اِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك َر هّٰللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي‬

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah
(kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal”

b. Mawas Diri

Mawas diri merupakan sikap berhati-hati atau waspada dalam bertindak maupun
berbicara karena mengimani keberadaan serta sifat Allah SWT yaitu, Maha Mengetahui,
Maha Melihat, dan Maha Mendengar segala sesuatu yang sedang dilakukan oleh setiap
makhluk-Nya.

Berikut salah satu ayat Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah (114):92


ۤ ( ُ‫َواَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواحْ َذرُوْ ا ۚفَاِ ْن ت ََولَّ ْيتُ ْم فَا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما ع َٰلى َرسُوْ لِنَا ْالبَ ٰل ُغ ْال ُمبيْن‬
)٩٢ : ‫المائدة‬ ِ

Artinya : “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-
hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami,
hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

c. Bersikap Ilmiah
Ciri orang yang beriman berikutnya adalah seseorang yang mampu bersikap secara
ilmiah, dimana sebelum mengambil tindakan terhadap suatu masalah, ia telah terlebih
dahulu mengetahui pokok permasalaannya dengan berfikir secara sistematis dan berusaha
menyelesaikan masalah tersebut dengan langkah-langkah ilmiah. Hal ini merupakan
refleksi keimanan seseorang terhadap Allah SWT dengan memanfaatkan sebaik-baiknya
karunia Allah SWT berupa akal pikiran, sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam salah
satu ayat di dalam Al-Qur’an surat Al-Israa’(17):36
ۤ
sebagai berikut :
ۤ
)٣٦ : ‫االسراء‬ ٰ ُ‫ص َر َو ْالفَُؤ ا َد ُكلُّ ا‬
( ‫ول ِٕىكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسـُٔوْ اًل‬ َ َ‫ك بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗاِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.

Dalam surat tersebut telah dijelaskan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia
senantiasa dalam pengawasan Allah SWT dan dapat dipertanggung jawabkan di akhirat
kelak.

d. Optimis dalam Menghadapi Masa Depan

Sebagai bentuk keimanan terhadap Allah SWT, umat muslim harus memiliki sikap
optimis yang artinya selalu berfikiran positif terhadap Allah SWT atas segala sesuatu
yang telah terjadi serta tidak putus asa saat mengalami kegagalan dengan terus mencoba
dan meyakini sepenuh hati bahwa suatu saat tujuannya akan tercapai. Sikap seperti ini
sangat ditegaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an Surat Yusuf (12):87 yang berbunyi
sebagai berikut :
)٨٧ : ‫ح هّٰللا ِ اِاَّل ْالقَوْ ُم ْال ٰكفِرُوْ نَ ( يوسف‬ ۟ ‫ٰيبني ْاذهَبُوْ ا فَتَح َّسسُوْ ا م ْن يُّوْ سُفَ واَخ ْيه واَل ت َ۟ا ْيـَٔسُوْ ا م ْن رَّوْ هّٰللا‬
ِ ْ‫ح ِ ۗاِنَّهٗ اَل يَا ْيـَٔسُ ِم ْن رَّو‬ ِ ِ َ ِ ِ َ ِ َ َّ ِ َ

Artinya : “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir"

Makna dari surat tersebut adalah menyeru umat manusia untuk senantiasa berfikiran maju
kedepan secara positif dan tidak mudah putus asa bila menghadapi rintangan atau
masalah karena yakin pertolongan dan kasih sayang Allah SWT terhadap hamba-Nya
tidak pernah putus.

e. Konsisten dan Menepati Janji


Sikap konsisten merupakan suatu sikap stabil, tidak berubah-ubah, dan memiliki
pendirian atas sesuatu yang sedang ia kerjakan. Sedangkan janji adalah suatu
kesanggupan untuk melakukan sesuatu yang telah ditetapkan dengan tidak melakukan
larangan yang telah ditentukan dan diikrarkan melalui lisan, maka dari itu janji sama
dengan berhutang, menepati janji sama saja dengan membayar hutang, dan hutang
tersebut harus terbayarkan karena kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah
SWT. QS An-Nahl (16) : 91

‫َواَوْ فُوْ ا بِ َع ْه ِد هّٰللا ِ اِ َذا عَاهَ ْدتُّ ْم َواَل تَ ْنقُضُوا ااْل َ ْي َمانَ بَ ْع َـد تَوْ ِك ْي ِدهَا َوقَ ْد َج َع ْلتُ ُم هّٰللا َ َعلَ ْي ُك ْم َكفِ ْياًل ۗاِ َّن هّٰللا َ يَ ْعلَ ُم َما تَ ْف َعلُوْ ن‬

Artinya : “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu
telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”.

Maka dari itu seorang muslim harus selalu mengingat dan meyakini bahwa janji yang
telah diikrarkan sepenuhnya telah didengar dan disaksikan oleh Allah SWT baik itu
diucapkan dalam hati maupun secara langsung dari lisan, sehingga sudah selayaknya
ditepati dan konsisten terhadap prinsip atau pendiriannya untuk terus berada di jalan yang
benar yaitu jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.

f. Tidak Sombong

Islam mengajarkan manusia untuk senantiasa bersikap rendah hati karena termasuk dalam
akhlak yang mulia, sedangkan lawan dari rendah hati adalah tinggi hati atau biasa disebut
dengan sikap yang sombong. Sombong merupakan akhlak buruk dan tercela yang mampu
membahayakan diri sendiri maupun orang-orang disekitarnya dengan selalu merasa benar
dan tidak ada yang mampu menandinginya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menegaskan
dalam salah satu ayat pada Surat Al-Luqman (31) : 18 yang berisi tentang larangan untuk
menjauhi sifat serta sikap sombong, sebagai berikut :
‫ض َم َرح ًۗا اِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخوْ ۚ ٍر‬
ِ ْ‫ش فِى ااْل َر‬ ِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ‫اس َواَل تَ ْم‬ َ ُ‫َواَل ت‬
َ ‫صعِّرْ َخ َّد‬

Artinya : "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri".”

3. Filsafat Ketuhanan
Filsafat ketuhanan merupakan sekumpulan pemikiran atau keyakinan-keyakinan terhadap tuhan
Seiring dengan perubahan zaman dan banyaknya manusia yang menggunakan akal fikiran untuk
membentuk konsep ketuhanan sehingga diperoleh beberapa sudut pandang sebagai berikut :
a. Animisme/Dinamisme, Politeisme, dan Henoteisme.

Animisme merupakan kepercayaan religius terhadap ruh leluhur yang mendiami


benda-benda dan masih terasa keberadaannya meskipun sudah wafat, sedangkan
dinamisme merupakan perilaku kepercayaan yang dimiliki terhadap benda-benda
tertentu yang memiliki kekuatan baik itu positif maupun negatif, sehingga benda
tersebut dikeramatkan.

Sementara itu, Politeisme adalah bentuk kepercayaan terhadap dewa-dewi dimana


terdapat lebih dari satu tuhan yang disembah oleh manusia, dimana aliran ini muncul
atas dasar pemikiran bahwa seluruh alam semesta beserta isinya tidak mungkin diatur
oleh satu tuhan. Akan tetapi berbanding terbalik dengan aliran henoteisme, yang
mana aliran Henoteisme merupakan aliran kepercayaan yang menganut pada satu
dewa terkuat dan disembah sebagai tuhan oleh manusia, sehingga menghasilkan
paham bahwa setiap umat diatur oleh satu tuhan saja.

b. Monoteisme (Deisme, Panteisme, Ekletisme)

Bentuk-bentuk pemikiran lebih lanjut dari pemikiran sebelumnya, dimana mayoritas


masyarakat modern telah meyakini bahwa hanya ada satu tuhan, yakni Tuhan Yang
Maha Esa(Paham Monoteis) sehingga melahirkan beberapa paham sebagai berikut :
- Deisme :
Paham yang meyakini bahwa tuhan memiliki sifat Maha atas segala sesuatu yang
ada dan terjadi di muka bumi, namun pengaturannya dibuat oleh manusia sendiri.
- Panteisme :
Paham yang meyakini bahwa tuhan adalah Sang Pencipta Alam beserta seluruh
isinya.
- Ekleteisme :
Paham gabungan dari deisme dan panteisme dimana manusia berperan sebagai
perencana dalam tatanan kehidupan, namun tuhan lah sebagai penentu dari
rencana tersebut.

Sumber informasi :
- MKDU4221. Pendidikan Agama Islam. /MODUL 1 1.3 – 1.29
- quranhadits.com. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari https://quranhadits.com/
- academia.edu. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang. Diakses pada 7 Oktober 2022, dari
https://www.academia.edu/8119391/SEJARAH_PEMIKIRAN_MANUSIA_TENTANG

Anda mungkin juga menyukai