Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama


Islam
Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M. Sos

Disusun Oleh:
Nama : MIA AGUSTINA
NIM : D1A019352
Fakultas & Prodi : HUKUM & ILMU HUKUM
Semester : 3 (TIGA)

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
T. A. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT. atas selesainya tugas ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada nabi besar
Muhammad SAW, karena atas perjuangan beliau kita dapat hidup di kehidupan
yang kita rasakan sekarang ini. Segala syukur saya ucapkan kepada Allah SWT
karena telah memberikan saya kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga
tugas ini dapat saya kerjakan dengan baik.
Terima Kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani S. Th.
I., M. Sos, sebagai dosen pengampu dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Tugas ini diberikan sebagai tugas pengganti UAS (Ujian Akhir Semester).
Besar Harapan saya tugas ini akan memberi manfaat untuk siapa saja yang
membacanya. Dan dapat menambah ilmu penegtahuan untuk diri saya sendiri.
Sekian yang dapat saya sampaikan, jika nanti terdapat kesalahan kata atau kalimat
yang mungkin tidak saya sadari atau tidak sengaja mohon dimaafkan.
Terima Kasih.

Penyusun, Mataram 10 Desember 2020

Mia Agustina
D1A019352

II
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER.............................................................................................................I
KATA PENGANTAR...........................................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................................III
I. Iman, Islam, Ihsan................................................................................................4
II. Islam dan Sains....................................................................................................19
III. Islam dan Penegakan Hukum...............................................................................22
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar...................................25
V. Fitnah Akhir Zaman.............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................30
LAMPIRAN...........................................................................................................................32
I.

III
I. IMAN, ISLAM, IHSAN
A. IMAN
Iman adalah kepercayaan (yang berkenan dengan agama), keyakinan dan
kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya. Iman juga berarti
mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati adanya alam semesta dan segala
isinya. Iman dibagi menjadi 2, yaitu:
- Iman Hak adalah iman yang meyakini dan mempercayai hanya kepada
Allah SWT dan syariatnya. Iman hak hanya mempercayai Allah, Rasul,
kitab-kitab, malaikat, dan man kepada taqdir. Contoh iman hak adalah
dengan melaksanakan shalat, sedekah, puasa, dan menjauhi semua
laranag Allah.
- Iman Batil adalah iman atau kepercayaan yang mempercayai kepada
selain Allah dan tidak sesuai dengan syariatnya. Iman batil adalah
kepercayaan yang salah dan tidak mau menerima kebenaran, seperti
beriman kepada duku, sihir dan ahli nujum. Contoh iman batil adalah
orang yang percaya pada pawang hujan.
Dalam islam terdapat 6 rukun iman, yaitu:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Qadha dan Qodar
Allah Berfirman:

‫ب َو ٰلَ ِكنَّ ٱ ْلبِ َّر‬ِ ‫ق َوٱ ْل َم ْغ ِر‬ ِ ‫ش ِر‬ْ ‫وا ُو ُجو َه ُك ْم قِبَ َل ٱ ْل َم‬ ۟ ُّ‫س ٱ ْلبِ َّر أَن تُ َول‬َ ‫لَّ ْي‬
ٓ
‫ۦن َو َءاتَى‬ َ ‫ب َوٱلنَّبِ ِّي‬ ِ َ‫اخ ِر َوٱ ْل َم ٰلَئِ َك ِة َوٱ ْل ِك ٰت‬
ِ ‫َمنْ َءا َم َن بِٱهَّلل ِ َوٱ ْليَ ْو ِم ٱ ْل َء‬
‫يل‬
ِ ِ‫سب‬
َّ ‫ين َوٱ ْب َن ٱل‬ َ ٰ ‫ٱ ْل َما َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِهۦ َذ ِوى ٱ ْلقُ ْربَ ٰى َوٱ ْليَ ٰتَ َم ٰى َوٱ ْل َم‬
َ ‫س ِك‬
َ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءاتَى ٱل َّز َك ٰوةَ َوٱ ْل ُموف‬
‫ون‬ َّ ‫ب َوأَقَا َم ٱل‬ ِ ‫ٱلرقَا‬
ِّ ‫ين َوفِى‬ َ ِ‫سٓائِل‬َّ ‫َوٱل‬

4
‫ين‬
َ ‫ض َّرٓا ِء َو ِح‬
َّ ‫سٓا ِء َوٱل‬ َ ْ‫ين فِى ٱ ْلبَأ‬ َّ ٰ ‫ُوا ۖ َوٱل‬
َ ‫صبِ ِر‬ ۟ ‫بِ َع ْه ِد ِه ْم إِ َذا ٰ َع َهد‬
ٓ ٓ
‫ون‬َ ُ‫وا ۖ َوأُ ۟و ٰلَئِ َˆك ُه ُم ٱ ْل ُمتَّق‬۟ ُ‫ص َدق‬
َ ‫ين‬ َ ‫س ۗ أُ ۟و ٰلَئِكَ ٱلَّ ِذ‬
ِ ْ‫ٱ ْلبَأ‬
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.”(Q.S Al-Baqarah: 177)
1. IMAN KEPADA ALLAH
Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan
lisan serta mengamalkan dengan perbuatan bahwa Allah itu ada dengan segala
keagungannya. Adapun fungsi Iman kepada Allah, yaitu:
- Menambah Keyakinan : Kita telah mengetahui bahwa hanya Allah
SWT yang telah menciptakan segala sesuatu serta memberikan nikmat
ke seluruh alam semesta. Oleh karena itu, kita akan semakin bersyukur
dan yakin akan keagungan Allah SWT.
- Menambah Ketaatan : Tentu saja dengan beriman kepada Allah, kita
dapat menambah ketaatan kita. Dengan beriman, hati kita akan terjaga
dari larangan-larangan-Nya serta selalu menjalankan perintah-Nya
dengan ikhlas.
- Menentramkan Hati : Orang-orang yang senantiasa beriman kepada
Allah akan merasa tentram hatinya.
- Dapat Menyelamatkan Manusia di Dunia dan Akhirat : Seperti yang
telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Mukminun ayat 51 yang berbunyi :
۟ ُ‫ين َءا َمن‬
ْ َ ‫وا فِى ٱ ْل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ْنيَا َويَ ْو َم يَقُو ُم ٱأْل‬
‫ش ٰ َه ُد‬ َ ‫سلَنَا َوٱلَّ ِذ‬ ُ ‫إِنَّا لَنَن‬
ُ ‫ص ُر ُر‬

5
Artnya : “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi
(hari kiamat),” (Q.S Al-Mu’minun: 51)
- Mendatangkan Keuntungan dan Kebahagiaan Hidup : Tentunya
dengan ketentraman hati yang kita peroleh, kita akan selalu diberikan
kemudahan serta merasa lebih bahagia dalam menghadapi masalah. Hal
ini dikarenakan kita akan meyakini bahwa cobaan yang diberikan Allah
tidak akan melebihi batas kemampuan kita. Selain itu, kita juga
menyadari bahwa Allah masih sayang terhadap kita.
2. IMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH
Iman kepada malaikat-malaikat Allah adalah meyakini adanya malaikat,
walaupun kita tidak dapat melihat mereka, dan bahwa mereka adalah salah satu
makhluk ciptaan Allah. Allah menciptakan mereka dari cahaya. Malaikat
merupakan makhluk Allah yang diciptakan dari nur (cahaya) dan bersifat gaib,
selalu taat dan patuh terhadap semua perintah Allah serta tidak pernah dusta
terhadap Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
"Allah menciptakan malaikat dari cahaya, menciptakan jin dari nyala api dan
menciptakan Adam dari apa yang terlah disifatkan (dijelaskan) kepada kalian."
(HR. Muslim).
Adapun fungsi beriman kepada malaikat-malaikat Allah, yaitu:
 Memberi dorongan guna mengingat mati maupun kehidupan sesudah mati
serta berusaha mempersiapkan bekal guna kehidupan sesudah mati dengan
selalu bertakwa kepada Allah SWT
 Membiasakan berbuat baik karena merasa selalu diawasi malaikat Raqib dan
Atid
 Memberi dorongan agar berusaha menjadi muslim yang betul-betul bertakwa
kepada Allah SWT
 Menerima dengan ikhlas rezeki yang diperolehnya serta mensyukurinya
 Memberi dorongan untuk meningkatkan keyakinannya terhadap kekuasaan
Allah SWT.

6
3. IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Iman kepada Kitab-kitab Allah adalah percaya dan meyakini bahwa Allah swt
mempunyai kitab yang telah diturunkan kepada para rasul-Nya agar menjadi
pedoman hidup bagi umatnya. Mengimani kitab Allah swt berarti kita harus
mempercayai dan mengamalkan segala sesuatu yang terkandung di dalam kitab
tersebut. Iman terhadap kitab Allah swt merupakan salah satu landasan agama kita.
Masih dalam kitab yang sama, beliau juga mengatakan: “Iman dengan kitab suci
mencakup 4 perkara:
- Iman bahwasanya kitab-kitab tersebut turun dari Allah swt.
- Iman dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab tersebut,
seperti al-Qur`an yang Allah swt turunkan kepada Muhammad saw,
Taurat kepada Musa a.s, Injil kepada Isa a.s, dan lain sebagainya.
- Pembenaran terhadap berita-berita yang shahih, seperti berita-berita
yang ada dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya selama
kitab-kitab tersebut belum dirubah atau diselewengkan.
- Pengamalan terhadap apa -apa yang tidak di-nasakh dari kitab-kitab
tersebut, menerimanya dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui
hikmahnya, maupun yang tidak diketahui.”
Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu :
(1) Qotmil (membaca saja)
(2) Tartil (membaca dan memahami)
(3) Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan.
Hikmah Iman kepada Kitab Allah, yaitu:
- Meningkatkan keimanan kepada Allah swt yang telah mengutus para
rasul untuk menyampaikan risalahnya.
- Hidup manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber
pada kitab suci
- Termotivasi untuk beribadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban
agama, seperti yang tertuang dalam kitab suci
- Menumbuhkan sikap optimis karena telah dikaruniai pedoman hidup
dari Allah untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat

7
- Terjaga ketakwaannya dengan selalu menjalankan perintah Allah dan
menjauhi semua larangan-Nya
4. IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
Iman kepada rasul-rasul Allah artinya meyakini bahwa mereka itu adalah
manusia pilihan Allah untuk menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia.
Mereka itu ma’sum, terjaga dan terpelihara dari berbuat durhaka kepada Allah,
mereka pasti jujur dalam menyampaikan risalah Allah. Berikut adalah tanda-tanda
beriman kepada nabi dan rasul, yaitu:
- Mempercayai bahwa diantara para Nabi dan Rasul itu ada 5 (lima) orang
yang termasuk Ulul Azmi yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi Ibrahim
AS, Nabi Musa As, Nabi Musa AS dan Nabi Nuh AS. Ulul Azmi adalah
Nabi dan Rasul yang dikenal memiliki kesabaran dan Ketabahan yang
luar biasa didalam memnghadapi rintangan atau cobaan dari kaumnya.
- Mempercayai sepenuh hati bahwa para Nabi dan Rasul Allah SWT. Itu
mempunyai sifat-sifat yang mulia.
- Mempercayai sepenuh hati bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
penutup seluruh Nabi dan Rasul. Beliau bertugas menyempurnaan
agama Samawi ( agama yang bersumber dari Allah SWT).
- Meneladani akhlaq dan kepribadian para Rasul Allah SWt yang Mulia.
Dalam setiap diri Rasul Allah SWT pasti mempunyai akhlaq dan
kepridian yang mulia, yang harus diteladani oleh umat manusia
- Mempercayai sepenuh hati bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia yang
dipilih oleh Allah SWT, yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu
dan ajaran-ajaran Islam kepada umat manusia agar dijadikan pedoman
hidup.
- Mengamalkan ajaran yang dibawa oleh para Rasul Allah SWT, seorang
yang beriman kepada Rasul-rasul Allah SWT. Tentu akan membenarkan
dan mengamalkan ajaran para Rasul tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.
Hikmah diutus nabi dan rasul, yaitu:
a. Sebagai suri tauladan yang baik untuk manusia
b. Mengeluarkan manusia dari kebiasaan menyembah selain Allah

8
c. Menjelaskan kepada manusia tentang ghaib yang tidak bisa masuk dalam
akal pikiran
d. Untuk menegakan hujjah atas manusia, agar tidak membantah perintah
Tuhan
e. Membersihkan, mensucikan dan menjauhi dari sesuatu yang merusak
5. IMAN KEPADA HARI AKHIR
Iman kepada hari akhir artinya percaya dan meyakini bahwa seluruh alam
termasuk dunia dan seisinya akan mengalami kehancuran. Hari akhir ditandai
dengan ditiupnya terompet Malaikat Israfil. Dijelaskan bahwa pada hari itu daratan,
lautan dan benda-benda di langit porak-poranda. Gunung-gunung meletus, hancur,
dan berhamburan. Bumi berguncang dan memuntahkan isi perutnya. Lautan meluap
dan menumpahkan seluruh isinya. Benda-benda yang ada di langit bergerak tanpa
kendali. Bintang, planet, dan bulan saling bertabrakan. Allah berfirman:

ُ ‫ب فِي َها َوأَنَّ ٱهَّلل َ يَ ْب َع‬


‫ث َمن فِى ٱ ْلقُبُو ِر‬ َّ ‫َوأَنَّ ٱل‬
َ ‫سا َعةَ َءاتِيَةٌ اَّل َر ْي‬
Artinya:
“Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya;
dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Q.S Al-
Hajj/22: 7)
Macam-macam kiamat dibagi menjadi 2, yaitu kiamat shugra (kiamat kecil)
dan kiamat kubra (kiamat besar). Berikut penjelasannya
a. Kiamat Kecil (Shugra)
Kiamat kecil (Shugra) merupakan berakhirnya kehidupan sebagian
makhluk di dunia ini, baik itu secara individu maupun secara kelompok.
Contohnya merajalelanya minuman keras, merajalelanya kebodohan, dan lain-
lain. Sebagian tanda- tanda tersebut terjadi bersamaan dengan munculnya
tanda- tanda kiamat besar atau bahkan terjadi sesudahnya.
Tanda-tanda kiamat kecil, yaitu:
- Diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
- Wafatnya Nabi Muhammad SAW
- Penaklukan Baitul Maqdis
- Melimpahnya harta benda dan keengganan Shodaqoh
- Terjadinya berbagai macam huru – hara

9
- Munculnya orang –orang yang mengaku sebagai nabi
- DLL
b. Kiamat Besar (Kubra)
Kiamat besar (Kubra) merupakan berakhirnya seluruh kehidupan makhluk
yang ada di dunia ini. Siapa saja tak akan pernah bisa mengetahui datangnya
dari kiamat kubra ini. Bahkan, para Rasul dan Malaikat juga tak diberi tahu
oleh Allah SWT secara pasti kapan tiba hari kiamat, apalagi hanya kita
manusia biasa. Kiamat besar ini mutlak menjadi rahasia milik Allah SWT.
Berikut tanda-tanda Kiamat besar, yaitu:
- Al Mahdi
- Al Masih Dajjal
- Turunnya Nabi Isa
- Kemunculan Ya’juj dan Ma’juj
- Tiga Gempa Bumi
- Asap (Ad- Dukhon)
- Terbitnya Matahari dari Barat
- Api yang Mengumpulkan Manusia
- DLL
6. IMAN KEPADA QADHA DAN QODAR
Iman kepada Qadha dan Qodar adalah percaya dan yakin dengan sepenuh hati
bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya.
Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai
berikut yang artinya:
“Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari
dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal
daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan
menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya,
dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan
Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan
nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa

10
berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab
keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Mengenai hubungan antara qadha dan
qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
a. Takdir Mua’llaq
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang
siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya
itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi
kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:

َ ‫ت ِّم ۢن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْلفِ ِهۦ يَحْ فَظُونَهۥُ ِم ْن أَ ْم ِر ٱهَّلل ِ ۗ إِ َّن ٱهَّلل‬
ٌ َ‫لَهۥُ ُم َعقِّ ٰب‬
۟ ‫اَل يُ َغيِّ ُر ما بقَ ْو ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّر‬
‫ُوا َما ِبأَنفُ ِس ِه ْم ۗ َوإِ َذٓا أَ َرا َد ٱهَّلل ُ بِقَ ْو ٍم س ُٓو ًءا‬ ِ َ
ٍ ‫فَاَل َم َر َّد لَهۥُ ۚ َو َما لَهُم ِّمن ُدونِ ِهۦ ِمن َو‬
‫ال‬
Artinya:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S
Ar-Ra’d: 11)
b. Takdir Mubram
yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau
tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya.
Adapun hikmah iman kepada qadha dan qodar, yaitu:
- Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
- Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
- Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
- Menenangkan jiwa, dll

11
B. ISLAM
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT  kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia
hingga akhir zaman. Islam (Arab: al-islām, ‫اإلسالم‬, "berserah diri kepada Tuhan")
adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah SWT.  Dalam Al-Quran,
Islam disebut juga Agama Allah atau Dienullah (Arab: ِ ‫) ِدي ِن هَّللا‬. 

ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬


‫ض طَ ْو ًعا‬ ِ ‫ون َولَ ٓۥهُ أَ ْسلَ َم َمن فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ِ ‫أَفَ َغي َْر ِد‬
َ ‫ين ٱهَّلل ِ يَ ْب ُغ‬
َ ‫َو َكرْ هًا َوإِلَ ْي ِه يُرْ َجع‬
‫ُون‬
Artinya:
"Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-
lah berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran [3] : 83).
Islam adalah agama satu-satunya yang memiliki banyak keistimewaan dan keindahan yang
sangat mengagumkan bagi siapapun yang memeluknya. Diantara keistimewaan dan keindahan
agama Islam selain sebagai satu-satunya agama yg diterima n diridhoi oleh Allah pada hari
Kiamat ialah sebagai berikut:
 Memeluk agama Islam akan menghapuskan seluruh dosa dan kesalahan orang-orang kafir
yang dilakukan sebelum masuk Islam.
Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya:

ْ ‫ض‬
‫ت‬ َ ‫قُلْ لِلَّ ِذ‬
َ َ‫ين َكفَرُوا إِ ْن يَ ْنتَهُوا يُ ْغفَرْ لَهُ ْم َما قَ ْد َسل‬
َ ‫ف َوإِ ْن يَعُو ُدوا فَقَ ْد َم‬
َ ِ‫ُسنَّةُ ْاألَ َّول‬
‫ين‬
Artinya:
“Katakanlah (hai Muhammad, pent) kepada orang-orang kafir itu: ”Jika
mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka
tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali (kepada
kekafiran) lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnatullah
(ketetapan Allah) terhadap orang-orang (kafir) terdahulu”. (QS. Al-Anfaal:
38).
 Apabila seorang masuk Islam kemudian ia membaguskan kwalitas
keislamannya, maka ia tidak disiksa atas perbuatannya ketia dia masih kafir,

12
bahkan Allah Ta’ala akan melipat gandakan (pahala) amal-amal kebaikan yang
dilakukannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam sebuah hadits berikut ini:

‫”إِ َذ أَحْ َس َن‬: ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬ َ َ‫ ق‬: َ‫َع ْن أَبِي هُ َري َْرة‬
‫أَ َح ُد ُك ْم إِ ْسالَ َمهُ فَ ُكلُّ َح َسنَ ٍة يَ ْع َملُهَا تُ ْكتَبُ بِ َع ْش ِر‬
‫ َو ُكلُّ َسيِّئَ ٍة يَ ْع َملُهَا تُ ْكتَبُ بِ ِم ْثلِهَا َحتَّى يَ ْلقَى‬. ‫ْف‬ ِ ‫أَ ْمثَالِهَا إِلَى َسب ِْع ِمائَ ِة‬
ٍ ‫ضع‬
َ‫هللا‬
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: ”Jika salah seorang diantara kalian membaguskan (kwalitas)
Islamnya, maka setiap kebaikan yang dilakukannya akan ditulis (oleh Allah)sepuluh
kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Adapun keburukan yang dilakukannya, akan
ditulis (oleh Allah)satu kali (saja) sampai ia berjumpa dengan Allah (maksudnya
hingga ia mati, pent).”. (HR. Muslim di dalam Kitab Al-Iman, I/118 nomor. 129).
 Islam tetap menghimpun amal-amal kebaikan yang pernah dilakukan
seseorang, baik ketika ia masih kafir maupun ketika sudah menjadi seorang
muslim.
Hal ini sebagaimana ditunjukkan hadits shohih berikut ini:

‫ت‬ُ ‫ْت أَ ْشيَا َء ُك ْن‬


َ ‫ أَ َري‬،ِ‫ُول هللا‬
َ ‫ يَا َرس‬: ‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬:‫ال‬َ َ‫ْن َح ِكيْم ب ِْن ِح َز ٍام ق‬
ْ‫ فَهَل‬، ‫صلَ ِة َر ِح ٍم‬ ِ ‫ص َدقَ ٍة أَ ْو َعتاقَ ٍة أَو‬ ََُ± َّ‫أَتَ َحن‬
َ ‫ُث بِهَا فِى ْال َجا ِهلِيّ ِة ِم ْن‬
َ ‫”أَ ْسلَ ْم‬: ‫ال النَّبِ ُّي‬
َ َ‫ت َعلَى َما َسل‬
‫ف ِم ْن َخي ٍْر‬ َ َ‫فِ ْيهَا ِم ْن أَجْ ٍر؟ فَق‬
Dari Hakim bin Hizam, ia berkata: ”Wahai Rasulullah, apakah engkau
memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu masa
jahiliyah (kafir), seperti: shodaqoh, membebaskan budak atau silaturahim tetap
mendapat pahala?” Maka Nabi bersabda: ”Engkau telah masuk Islam beserta
semua kebaikanmu yang terdahulu.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Zakat, nomor. 1436.
Lihat juga hadits nomor. 2220, 2538, 5992).
 Islam menjadi sebab terhindarnya seorang hamba dari siksa api neraka.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:

13
‫ض فَأَتَاهُ النَّبِ ُّي‬ َّ ِ‫ان ُغالَ ٌم يَهُو ِديٌّ يَ ْخ ُد ُم النَّب‬
َ ‫ي فَ َم ِر‬ َ ‫ َك‬:‫ال‬ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
‫ فَقَ َع َد ِع ْن َد َر ْأ ِس ِه‬،ُ‫يَعُو ُده‬
ُ‫ ((أَ ْسلِ ْم)) فَنَظَ َر إِلَى أَبِ ْي ِه َو هُ َو ِع ْن َده‬: ُ‫ال لَه‬ َ َ‫فَق‬
‫اس ْم فَأ َ ْسلَ َم فَ َخ َر َج النَّبِ ُّي‬
ِ َ‫أط ْع أَبَا ْالق‬
ِ : ُ‫ال لَه‬
َ َ‫فَق‬
ِ َّ‫(ال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي أَ ْنقَ َذهُ ِم َن الن‬
) ‫ار‬ ْ : ‫َوهُ َو يَقُو ُل‬
Dari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata : “Ada seorang anak Yahudi yang
selalu membantu Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka
Nabi datang menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, seraya
mengatakan: ”Masuklah ke dalam agama Islam,” maka anak Yahudi itu
melihat ke bapaknya yang berada di sisinya, maka bapaknya berkata
kepadanya: ”Taatilah (perintah) Abul Qasim (yakni Nabi).” Maka anak itu
akhirnya masuk Islam. Kemudian Nabi keluar, seraya mengucapkan: ”Segala
puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkannya dari siksa api neraka.”
(HR. Al-Bukhari, hadits nomor. 1356 n 5657).
 Kemenangan, kesuksesan dan kemuliaan hanya terdapat dalam agama Islam.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:

‫”قَ ْد أَ ْفلَ َح‬: ‫ال‬


َ َ‫هللا ق‬
ِ ‫ُول‬َ ‫ أَ َّن َرس‬,‫اص‬ ِ ‫َع ْن َع ْب ِد هللاِ ب ِْن َع ْم ِرو ابْن ْال َع‬
ُ‫ َوقَنَّ َعهُ هللاُ بِ َما آتَاه‬،‫ق َكفَافًا‬ ِ ‫ َور‬،‫” َم ْن أَ ْسلَ َم‬
َ ‫ُز‬
Artinya:
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
bersabda: ”Sungguh telah beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rizki
yang cukup. Dan Allah memberikan kepadanya sifat Qona’ah (selalu merasa
cukup n puas) atas rizki yang ia terima.” (HR. Muslim dalam Kitab Zakat, Juz
II/730, hadits nomor. 1054).

14
C. IHSAN
Kataa Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya
kebaikan atau berbuat baik. Dan pelakunya disebut muhsin. Sedangkan menurut
istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang dengan niat hati
beribadah kepada Allah swt. Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti yang di
sabdakan Rasulullah Saw. “Ihsan hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt
seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu tidak dapat melihatnya, sesungguhnya
dia melihat kamu.” (HR. Bukhari). Para ulama menggolongkan ihsan menjadi 4
bagian yaitu:
 Ihsan kepada Allah
 Kepada diri sendiri
 Sesama manusia
 Bagi sesama mahluk
Apabila seseorang telah dicintai oleh Allah SWT maka ia akan dicintai oleh
seluruh penduduk langit dan bumi. Ini merupakan buah dari kecintaan Allah SWT
kepadanya.

،ُ‫ إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ فُالَنًا فَأَحْ بِ ْبه‬:‫يل‬


َ ‫ أَ َحبَّ هَّللا ُ ال َع ْب َد نَا َدى ِجب ِْر‬±‫إِ َذا‬
‫ إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ فُالَنًا‬:‫ فَيُنَا ِدي ِجب ِْري ُل ِفي أَ ْه ِل ال َّس َما ِء‬،ُ‫فَي ُِحبُّهُ ِجب ِْريل‬

ِ ْ‫ُوض ُع لَهُ القَبُو ُل فِي األَر‬


‫ض‬ َ ‫ ثُ َّم ي‬،‫ فَي ُِحبُّهُ أَ ْه ُل ال َّس َما ِء‬،ُ‫فَأ َ ِحبُّوه‬
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Ia menyeru Jibril dan berkata
‘sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia.’ Maka Jibril pun
mencintainya, kemudian menyeru kepada penduduk langit seraya mengatakan,
‘sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia.’ Maka penduduk langit
pun mencintainya. Lalu diletakkan penerimaan kepadanya pada penduduk bumi”
(HR. Al-Bukhari no. 3209 didalam shahihnya).

Perbuatan ihsan kepada Allah Ta’ala adalah dengan seorang meyakini dalam
setiap gerak-geriknya bahwa ia seakan-akan melihat Allah, apabila ia tidak sanggup
menghadirkan perasaan tersebut maka ia harus meyakini bahwa Allah Ta’ala
melihatnya. Inilah yang dimaksud dengan ihsan kepada Allah Ta’ala. Ini pula
makna dari muraqabatullah. Amalan ini tidaklah muncul kecuali dari seseorang

15
yang hatinya dipenuhi keimanan terhadap nama-nama Allah dan sifat-sifatNya. Ia
beriman bahwa Allah Maha Melihat, yang mana pengelihatanNya tidak terhalangi
oleh apapun, ia mengimani firman Allah SWT:

‫صي ٌر‬ َ ُ‫َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ ِب َما تَ ْع َمل‬


ِ َ‫ون ب‬
Artinya:
“Ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al Baqarah :
233)

ِ َ‫إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع ب‬


‫صي ٌر‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”( Al Mujadilah : 1)

‫َوإِ ْن تَجْ هَرْ ِب ْالقَ ْو ِل فَإِنَّهُ يَ ْعلَ ُم ال ِّس َّر َوأَ ْخفَى‬
Artinya:
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui
rahasia dan yang lebih tersembunyi.”(Thaha : 7)

‫َما يَ ْلفِظُ ِم ْن قَ ْو ٍل إِال لَ َد ْي ِه َرقِيبٌ َعتِي ٌد‬


Artinya:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf : 18)
Atas dasar keimanannya tersebut muncul pada dirinya sikap muraqabatullah
yang mana dengannya ia berhati-hati dalam beramal maupun berucap. Ia selalu
memikirkan terlebih dahulu segala amalan yang akan ia lakukan. Ia terus-menerus
mengevaluasi dirinya manakala ia terjatuh pada dosa, ia pun lekas bangkit dengan
meminta ampun kepada Allah SWT. Karena ia merasa seakan dirinya berada di
hadapan Allah SWT, yang mana ia merasa malu apabila terdapat pada dirinya
setumpuk cela.
Adapun untuk Ihsan kepada sesama mahkluk hidup. Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ب اإْل ِ حْ َس‬
‫ان َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء‬ َ َ‫إِ َّن هللاَ َكت‬

16
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan perbuatan baik pada segala
sesuatunya.”(HR. Muslim no. 1955)
Maka perbuatan ihsan hukumnya wajib pada semua hal. Seseorang
diwajibkan berbuat ihsan dalam pergaulan dengan sesama manusia terlebih
mereka orang-orang beriman. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‫اَل ي ُْؤ ِم ُن أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى ي ُِحبَّ أِل َ ِخي ِه َما ي ُِحبُّ لِنَ ْف ِس ِه‬
“Tidak sempurna iman seseorang sampai ia mencintai untuk
saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.”(HR. Muslim no. 72)
Hadits di atas merupakan pokok dasar dalam pergaulan dengan
sesama. Apabila masing-masing orang mengaplikasikan hal tersebut dalam
pergaulannya dengan sesama tentu akan hilanglah permusuhan dan kebencian
di antara mereka. Tidak hanya sebatas itu, bahkan perbuatan ihsan juga
diwajibkan dalam intraksi dengan orang-orang non muslim sekalipun. Selama
mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin secara
fisik. Oleh karenanya, seseorang tetap disyariatkan menyambung tali
silaturrahim kepada orang tua atau kerabat yang non muslim. Selama semua
hal tersebut masih dalam koridor interaksi duniawi. Adapun dalam
permasalahan keyakinan, maka tidak ada toleransi padanya. Allah SWT
berfiman :

‫ين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُك ْم‬ِ ‫ين لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي ال ِّد‬ َ ‫ال يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذ‬
َ ‫ إِلَ ْي ِه ْم إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط‬±‫ار ُك ْم أَ ْن تَبَرُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُوا‬
‫ين‬ ِ َ‫ِم ْن ِدي‬
Artinya:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.” (Al Mumtahanah : 8)
Perbuatan ihsan sejatinya tidak hanya diwajibkan pada sesama
manusia, bahkan seseorang juga disyariatkan untuk berbuat ihsan kepada
binatang. Oleh karena itu Rasulullah SAW memerintahkan agar

17
menajamkan pisau tatkala hendak menyembelih sehingga tidak menyakiti
hewan sembelihannya. Beliau bersabda:

‫ َو ْلي ُِح َّد‬،‫الذب َْح‬


َّ ‫ َوإِ َذا َذبَحْ تُ ْم فَأَحْ ِسنُوا‬،َ‫فَإ ِ َذا قَتَ ْلتُ ْم فَأَحْ ِسنُوا ْالقِ ْتلَة‬

َ ِ‫ فَ ْلي ُِرحْ َذب‬،ُ‫أَ َح ُد ُك ْم َش ْف َرتَه‬


ُ‫يحتَه‬
“Apabila kalian hendak menyembelih, maka berbuat baiklah di
dalamnya. Hendaknya kalian menajamkan pisaunya, dan menenangkan
sesembelihannya.”(HR. Muslim no. 1955)

18
II. ISLAM DAN SAINS
Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran
sains dalam peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan
penafsiran ilmiah sejak generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga
menjadikan diri mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru
dunia, umat Islam telah menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus
sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan
experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan yang kemudian
berkembang menjadi applied science atau technology. Islam mendorong
ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains seperti tercantum
dalam  QS Al-'Alaq: 1-5 :

َ ۚ َ‫– اِ ْق َر ْأ بِاس ِْم َرب َِّك الَّ ِذيْ َخل‬


‫ق‬
‫ق‬ َ ‫ق ااْل ِ ْن َس‬
ٍ ۚ َ‫ان ِم ْن َعل‬ َ َ‫– َخل‬
‫– اِ ْق َر ْأ َو َرب َُّك ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬
‫– الَّ ِذيْ َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم‬
‫ان َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬
َ ‫– َعلَّ َم ااْل ِ ْن َس‬
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang
tidak diketahuinya.”(Q.S Al-Alaq: 1-5)
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains :
 Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains) ada dalam al-
Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti, dan
Maurice Bucaile.
 Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.
Faktor-faktor pendorong kemajuan sains dalam peradaban islam adalah :
1. Universalisme

19
Tolong-menolong secara universal memang telah menjadi satu bagian yang
tidak dapat di hilangkan dari ajaran Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling
menolong satu dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan
manusia merupakan salah satu isyarat kepada umat manusia agar saling membantu
satu sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Saling membantu dalam kesusahan
demi tercapainya tujuan hidup bersama merupakan hal yang sangat mulia, hal
tersebut merupakan karakter daripada islam itu sendiri, menjadikan Ikatan
Kebersamaan Umat Islam kemudian menjadikannya sebagai batu lompatan demi
tercapanya tujuan hidup bersama.
2. Toleransi
Sesungguhnya sikap toleransi dalam Islam sangat nampak pada setiap perintah
dan larangannya. Bahkan sampai kedetailnya, maka seharusnyalah sikap ini menjadi
kebangkitan baru untuk mengubah suatu bangsa menjadi bangsa yang bisa saling
bertoleransi apalagi dalam hal ilmu. Berbagi ilmu itu tidaklah sulit, tidak akan rugi,
malah akan mendapatkan wawasan baru dan juga teman-teman tentunya yang akan
sangat berterimakasih karna telah diajarkan.
3. Karakter Pasar Internasional
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam
persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak suatu negara yang strategis
menyebabkan timbulnya Bandar-bandar perdagangan yang turut membantu
mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah
melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh. Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk
mencari ilmu pengetahuan) sudah banyak dijadikan metode dalam pembelajaran di
setiap institusi pendidikan hal ini tentu akan menjadikan sains dan teknologi di dunia
Islam menjadi maju.
4. Perhargaan Terhadap Sains dan Saintis
Memberikan penghargaan kepada sains maupun saintis menjadikan mereka tahu
bahwa mereka dibutuhkan dalam perkembangan dunia yang semakin maju ini,
membuat mereka menjadi semakin semangat untuk menemukan hal baru lagi. Seperti
Khalifah Al-Makmun membangun Baitul Hikmah di Baghdad, beliau mengirim
wakil-wakilnya ke segala penjuru daerah untuk mencari naskah-naskah tentang
materi pendidikan dan Sains, motif dasarnya adalah kepentingan orang lain

20
(altruistic) dan bukan materialistic. Tentu saja, kemungkinan adanya balasan materi
dalam bentuk teknologi maju atau baru sebenarnya tidak ada karena hubungan Sains
kuno dengan teknologi kuno jauh terpisah, tidak seperti sekarang. Hingga melahirkan
para Saintis Muslim terkemuka dibidang Alkimia, Astronomi, Matematika dan
kedokteran.
5. Keterpaduan Antara Tujuan dan Cara
Ketika sains dan teknologi mengalami proses sekularisasi, dikosongkan dari
nilai-nilai ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir dari sains
itu ialah semata-mata manfaat (nafiyyah), baik yang bersifat fisik – seperti
kenikmatan, keindahan, dan kenyamanan – maupun  kepuasan intelektual dan
kebanggaan. Sedangkan ukuran manfaat itu bersifat relatif, dan sangat sulit dipenuhi
secara hakiki. Karena itu, perkembangan sains cenderung sangat liar. Seorang dokter
yang ahli rekayasa genetik, misalnya,  mungkin belum merasa memperoleh manfaat
dan kepuasan sebelum berhasil melakukan clonning, dan mendistorsi proses
penciptaan manusia secara konvensional. Sebaliknya, ketika nilai-nilai ketuhanan
dimasukkan ke dalam proses sains, di samping menghasilkan teori, baik dalam ilmu-
ilmu eksaskta maupun non-eksak (sosial, ekonomi, politik, ekonomi, dan lain-lain) 
yang sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman Islam (hadhoroh Islam), juga
akan menghasilkan produk yang bersifat materi (kebendaan) dari proses eksperimen,
yang sarat dengan nilai-nilai ruhiah yang puncaknya bermuara pada tercapainya
keridhoan Allah. Karena itu, seorang ilmuan muslim akan mengintegrasikan antara
penemuan ilmiah yang bersifat materi dengan kesadaran ruhiah (majhu al- maddah bi
ar-ruh). Nilai ruhiah yang paling tinggi ialah ketika seseorang merasa dekat dengan
Allah dan merasa mendapat ridho Allah.

21
III. ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM
Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin
keberhasilan penegakkan hukum antara lain:
 Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu.
Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam
Khilafah Islamiyah bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas
hukum hanya bisa diwujudkan tatkala hak penetapan hukum tidak berada di
tangan manusia, tetapi di tangan Zat Yang menciptakan manusia. Menyerahkan
hak ini kepada manusia seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi sekular
sama artinya telah memberangus “netralitas hukum”. Dalam sistem Islam, sekuat
apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti akan gagal. Pasalnya, hukum
Allah SWT tidak berubah, tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah.
Khalifah dan aparat negara hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak
berwenang membuat atau mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk
melakukan ijtihad serta menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi
saw.
 Kesetaraan di depan hukum.
Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik ia
Muslim, non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan
hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal
(jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam
riwayat sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan dari Makhzum
melakukan pencurian. Para pembesar mereka meminta kepada Usamah bin Zaid
agar membujuk Rasulullah saw. agar memperingan hukuman. Rasulullah saw.
murka seraya bersabda:

±ُ ±‫ي‬±‫ ِر‬±‫ش‬
±‫ف‬ َ ±‫ر‬±َ ±‫ َس‬±‫ا‬±‫ َذ‬±ِ‫ إ‬±‫ا‬±‫و‬±ُ‫ن‬±‫كا‬±َ ±‫ ْم‬±ُ‫َّه‬±‫ن‬±َ‫ أ‬±‫ ْم‬±‫ ُك‬±َ‫ل‬±‫ ْب‬±َ‫ ق‬±‫ن‬±َ ±‫ي‬±‫َّ ِذ‬±‫ل‬±‫ ا‬±‫ك‬
َّ ±‫ل‬±‫ ا‬±‫ ُم‬±‫ ِه‬±‫ي‬±ِ‫ ف‬±‫ق‬ َ ±َ‫ل‬±‫ ْه‬±َ‫ أ‬±‫ا‬±‫َّ َم‬±‫ن‬±ِ‫إ‬
‫َّن‬± ±َ‫ أ‬±‫و‬±ْ ±َ‫ ل‬±ِ‫ هللا‬±‫ ُم‬±‫ ْي‬±‫ا‬±‫و‬±َ ±‫ َّد‬±‫ح‬±َ ±‫ ْل‬±‫ ا‬±‫ ِه‬±‫ ْي‬±َ‫ل‬±‫ َع‬±‫ا‬±‫و‬±‫ا ُم‬±َ±‫ق‬±َ‫ أ‬±‫ف‬
±ُ ±‫ي‬±‫ع‬±ِ ±‫ض‬ َ ±‫ر‬±َ ±‫ َس‬±‫ا‬±‫ َذ‬±ِ‫إ‬±‫و‬±َ ±ُ‫ه‬±‫و‬±‫ ُك‬±‫ر‬±َ ±َ‫ت‬
َّ ±‫ل‬±‫ ا‬±‫ ُم‬±‫ ِه‬±‫ي‬±ِ‫ ف‬±‫ق‬
±ْ َ±‫ق‬±‫ر‬±َ ±‫ َس‬±‫ ٍد‬±‫ َّم‬±‫ح‬±َ ±‫ ُم‬±‫ت‬
±ُ ±‫ ْع‬±َ‫ط‬±َ‫ق‬±َ‫ ل‬±‫ت‬
±َ‫ه‬±‫ َد‬±َ‫ ي‬±‫ت‬ ±َ ±‫ ْن‬±ِ‫ ب‬±َ‫ة‬±‫ َم‬±‫ط‬±ِ ±‫ا‬±َ‫ف‬
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah
tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah

22
yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku
berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri
niscaya akan aku potong tangannya” (HR al-Bukhari).
 Mekanisme pengadilan efektif dan efisien.
Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini
bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini. Pertama: keputusan hakim di majelis
pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa dianulir oleh keputusan pengadilan
manapun. Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut
menyalahi nas syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah
hukum syariah yang harus diterima dengan kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan
Islam tidak mengenal adanya keberatan (i’tiradh), naik banding (al-istinaf) dan
kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan perkara tidak berlarut-larut dan
bertele-tele.
 Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih.
Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan teritorial; bisa tingkat
pusat, wilayah, maupunimarah. Di tiap wilayah atau imarah bisa dibentuk
beberapa mahkamah peradilan. Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan
kasus yang ditangani. Misalnya, Mahkamah A untuk menangani
kasus hudud dan jinayat saja, tidak berwenang menangani kasus ta’zir, dan lain
sebagainya. Dengan ketetapan seperti ini, tumpang-tindih kewenangan bisa
dianulir.
 Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan.
Keputusan qadhi bersifat mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis
persidangan. Pembuktian baru diakui jika diajukan di depan majelis persidangan.
Atas dasar itu, keberadaan majelis persidangan merupakan salah satu syarat
absahnya keputusan seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi di sini adalahqadhi
khushumat. Adapun qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan
majelis persidangan khusus. Qadhi hisbah dan mazhalim bisa memutuskan
perkara saat berada di tempat, atau tatkala terjadi tindak pelanggaran terhadap
hak-hak masyarakat, atau ketika terjadi tindak kezaliman yang dilakukan oleh
penguasa. Sebab, perkara-perkara yang ditangani oleh qadhi hisbah dan qadhi
mazhalim tidak mensyaratkan adanya pihak penuntut maupun

23
tertuduh. Qadhi hisbah maupun mazhalim bisa menjatuhkan sanksi begitu
terbukti ada pelanggaran.
 Tidak Saling Menyandera
Sistem politik Islam (Khilafah) menjamin penegakan hukum berjalan efektif
dan efisien. Sebab, semua kebijakan hukum dan politik yang dikeluarkan
Khalifah harus berdasarkan wahyu sehingga bebas kepentingan. Selain itu sistem
politik Islam tidak mengenal adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan
seperti dalam sistem pemerintahan demokrasi (trias politika) sehingga menutup
celah adanya konflik kelembagaan. Adapun dalam sistem pemerintahan
demokrasi, pembagian atau pemisahan kekuasaan telah membuka ruang konflik
antar lembaga negara. Lembaga legislatif acapkali menyandera kebijakan
eksekutif, atau sebaliknya.
Adapun dalam sistem politik Islam, Khalifah adalah pemegang kewenangan
tertinggi dalam mengatur urusan rakyat. Khalifah atau orang yang dilimpahi
mandat oleh Khalifah berwenang menyelesaikan sengketa rakyat dengan rakyat,
rakyat dengan negara, maupun sengketa antar lembaga negara. Setiap sengketa
pasti bisa diselesaikan dengan mudah karena kepemimpinan Islam bersifat
tunggal. Pengangkatan dan pencopotan pejabat negara juga menjadi kewenangan
Khalifah. Keputusan Khalifah wajib ditaati. Siapa saja yang membangkang
dikenai sanksi berat.
Islam pun mewajibkan kaum Muslim untuk melaksanakan amar makruf nahi
mungkar, baik dilaksanakan secara individu, kelompok (partai politik), maupun
kelembagaan negara (mahkamah mazhalim). Kontrol atas penegakan hukum
bukan sekadar menjadi isu politik dan yuridis, namun juga menjadi isu sosial
yang mampu memberi “tekanan” kuat bagi siapa saja yang berusaha merobohkan
sendi-sendi hukum.

24
IV. KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR
Pertama, mengetahui duduk perkara yang sedang dihadapi. Seseorang
yang ingin menyerukan suatu ajaran atau mencegah dari hal-hal yang dirasa
menyimpang dari ajaran agama haruslah paham subtansi hal yang tengah
diserukan. Ibarat penjual produk, ia mesti paham detail barang yang hendak
dipromosikan kepada pelanggan (objek dakwah).
Kedua, amar makruf harus menyangkut hal-hal prinsipil yang disepakati,
tidak pada hal-hal yang masih diperdebatkan status hukumnya, terutama dalam
kaitannya dengan keragaman pandangan mazhab-mazhab dalam Islam.
Seseorang sah-sah saja menegur orang yang tidak shalat sebagai upaya amar
makruf nahi mungkar. Tapi tidak etis jika diterapkan dalam hal perbedaan
bacaan qiraat (ragam riwayat bacaan Al-Quran). Karena, sebagaimana kita
ketahui, qioat itu beragam. Dan semuanya memiliki landasan dalil dari
Rasulullah Saw. Begitupun dalam cabang ibadah (furu’) lain, yang kendati
berbeda semua memiliki landasan dalil yang kuat.
Ketiga, amar makruf harus pada hal-hal yang bersifat lahiriah, yang
tampak, tidak pada hal-hal yang batiniah seperti perasaan dan kondisi jiwa. Kita
boleh menyeru orang untuk bersedekah sebanyak-banyaknya, tapi sangat tidak
dibenarkan jika kita mempermasalahkan kondisi hati orang yang bersedekah,
dengan asumsi bahwa orang tersebut bersedekah semata-mata hanya ingin
memamerkan kekayaan semata. Tugas kita adalah menilai hal-hal lahiriah,
biarlah hak Allah yang menentukan hal-hal yang sifatnya rahasia.
Keempat, dilakukan dengan cara yang santun. Salah satunya adalah
dengan menasihati objek dakwah secara personal, tidak mengumbar aibnya.
Dalam hal ini Imam As-Syafi’i pernah berujar:
“Barangsiapa menasehati seseorang secara tertutup, maka ia telah
menasehati dan berbuat kebaikan padanya. Barangsiapa yang menasehatinya
secara terang-terangan, maka ia telah mengumbar aib orang tersebut dan
menghilangkan kehormatannya.”
Kelima, amar makruf harus dibarengi dengan sikap tawakkal kepada
Allah Swt. Bagaimanapun upaya kita untuk menyeru orang lain melakukan
kebaikan dan mencegahnya untuk tidak melakukan keburukan, akan ada

25
beberapa yang tidak mengindahkan seruan kita. Saat itulah kita perlu
bertawakkal, menyerahkan hasil jerih yang kita upayakan kepada Allah Swt.
Allah Swt berfirman dalam surah al-Qashash [28]: 56, yaitu:

‫ْت َو ٰلَ ِك َّن ٱهَّلل َ يَ ْه ِدى َمن يَ َشٓا ُء ۚ َوهُ َو‬


َ ‫ك اَل تَ ْه ِدى َم ْن أَحْ بَب‬ َ َّ‫إِن‬
‫ين‬َ ‫أَ ْعلَ ُم بِ ْٱل ُم ْهتَ ِد‬
Artinya:
”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.” (Q.S Al-Qashash [28]: 56)

26
V. FITNAH AKHIR ZAMAN
Akhir zaman adalah waktu terakhir adanya dunia ini, sebelum terjadinya
kiamat. Yang mana tanda tanda kiamat kecil (sugro) sudah banyak terjadi, jika
tanda kiamat kecil sudah terjadi semuanya maka muncullah tanda kiamat besar
(kubro), setelah tanda kiamat besar terpenuhi maka terjadilah hari kiamat. Fitnah
secara bahasa bisa bermakna ujian, cobaan, bala’, bencana dan siksaan. Pada
riwayat di atas Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya agar
mewaspadai adanya satu fitnah yang bisa menggoncang keimanan mereka.
Penggambaran fitnah laksana potongan malam yang amat pekat itu
menunjukkan betapa berat dan berbahayanya fitnah itu. Ini merupakan
peringatan penting bagi setiap muslim, bahwa banyaknya fitnah yang
menyebabkan seseorang murtad merupakan tanda dekatnya akhir zaman. Untuk
skala lokal, barangkali yang paling nyata adalah fenomena kesulitan hidup,
problem ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan yang menyebabkan seseorang
dengan mudah menukar agamanya.
Dalam sejarah para salaf juga membuktikan bahwa negeri kawasan timur
(Iraq dan sekitarnya) merupakan ajang bermunculannya fitnah. Salah satu fitnah
yang pemah diberitakan oleh Nabi adalah kemunculan Khawarij. Rasulullah 
bersabda:
“Akan muncul suatu kaum di akhir zaman, usia mereka muda-muda,
pikiran mereka bodoh-bodoh, mereka mengucapkan sebaik-baik ucapan
makhluk, tetapi keimanan mereka tidak melampaui tenggorokan, mereka keluar
dari agama sebagaimana anak panah yang keluar dari busur. Di mana pun
kalian menjumpai mereka, bunuhlah mereka, karena pembunuhan mereka itu
berpahala pada hari Kiamat bagi yang membunuh mereka.” (HR. Bukhari
(6930) Istabatul-Murtaddin dan Muslim (1066) Az-Zakat)
Mereka ini telah muncul sebagaimana yang dilukiskan dalam riwayat -riwayat tersebut
dan diperangi oleh Ali,  Demikian pula fitnah dalam bentuk peperangan antara kaum
muslimin, sebagaimana yang terjadi antara sahabat Ali, dan Mu’ awiyah juga antara
sahabat Ali dan lbunda A’isyah. Rasulullah saw. memperingatkan kita jauh-jauh hari
tentang hal ini.

27
ِّ َّ‫ ُكنَّا قُعُوداً عن َد الن‬:‫عن عب ِد هللا بن ُع َم َر قال‬
‫بي – صلى هللا عليه وسلم‬
ُ‫ وما فِ ْتنَة‬:ٌ‫فقال قائِل‬
َ ،‫الس‬
ِ ْ‫ فأَكثَ َر حتَّى َذ َك َر فِ ْتنَةَ األَح‬،‫– فَ َذ َك َر الفِتَ َن‬
‫ت‬ ْ ‫ ث َّم فِ ْتنَةُ ال َّسرَّا ِء َد َخنُها‬، ٌ‫وحرْ ب‬
ِ ‫من تح‬ َ ٌ‫“هي هَ َرب‬ َ :‫الس؟ قال‬ ِ ْ‫األَح‬
‫ إنَّما أَ ْوليائي‬،‫وليس منِّي‬
َ ‫ يَ ْز ُع ُم أنَّهُ منِّي‬،‫قَ َد َم ْي َرج ٍُل ِم ْن أَ ْه ِل بيتي‬
ُ‫ ث َّم فِ ْتنَة‬،‫كو ِر ٍك على ضلَ ٍع‬ َ ‫ ث َّم يَصْ طَلِ ُح النَّاسُ على َرج ٍُل‬،‫ون‬ َ ُ‫ال ُمتَّق‬
ْ ‫انقض‬
‫ت‬ َ َ ‫ فإذا‬،ً‫طمة‬
:‫قيل‬ ْ َ‫ال ُّدهَيْما ِء ال تَ َدع أَ َح ًدا ِم ْن هذ ِه األُ َّم ِة إال لطَ َم ْتهُ ل‬

َ َ‫ حتَّى ي‬،ً‫ يُصْ ب ُح ال َّر ُج ُل فيها ُم ْؤ ِمنا ً ويُ ْم ِسي كافِرا‬،‫ت‬


ُ‫صير النَّاس‬ ْ ‫تما َد‬
،‫ْمان في ِه‬
َ ‫ق ال إِي‬ ِ ‫ وفُس‬،‫ق في ِه‬
ٍ ‫ْطاط نِفا‬ َ ‫ْمان ال نِفا‬
ٍ ‫سطاط إِي‬
ِ ُ‫ ف‬:‫إلى فُسْطاطَي ِْن‬
.”‫أو ِم ْن َغ ِده‬
ْ ‫َّال ِم ْن يَ ْو ِم ِه‬
َ ‫فانتظرُوا ال َّدج‬
ِ ‫كان ذل ُك ْم‬
َ ‫فإذا‬
“Dari Abdullah bin Umar yang berkata, “Kami duduk di samping Nabi
saw. Beliau menceritakan tentang banyak kekacauan sampai pada cerita
tentang kekacauan al-Ahlas. Seorang sahabat bertanya, ‘Apa maksud
kekacauan Al-Ahlas?’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Pengungsian dan
perampasan. Lalu fitnah kebencian yang sumbernya dari seorang laki-laki dari
keluargaku yang mengira dirinya dari golonganku padahal bukan. Kekasihku
hanya orang-orang yang bisa menahan diri. Lalu orang-orang mengangkat
seorang pemimpin yang tidak layak. Lalu kekacauan duhaima’ (samar) yang tak
meninggalkan seorang pun kecuali akan ditampar oleh kekacauan tersebut.
Ketika dikatakan, ‘Kekacauan itu telah selesai’, sebenarnya kekacauan itu
masih terjadi. Seorang laki-laki mukmin pada pagi hari, tetapi menjadi kafir di
sore hari, sampai umat manusia menjadi dua golongan; golongan iman tanpa
kemunafikan di dalamnya dan golongan munafik tanpa keimanan di dalamnya.
Ketika tanda-tanda itu terjadi, tunggulah Dajjal pada hari itu atau esok
harinya.’” (HR. Ahmad)
Ada 3 macam fitnah, yaitu:
 Fitnah Al-Ahlas berarti pengungsian dan perampasan harta serta nyawa.

28
 Fitnah Al-Sarra’ punya tiga pengertian, yaitu kekacauan karena perebutan
sumber kekayaan duniawi, kekacauan yang membuat senang musuh, atau
kekacauan karena kebencian dan sakit hati.
 Fitnah Al-Duhaima’ berarti kesimpang-siuran kebenaran yang akan menimpa
seluruh orang yang terlibat dalam konflik. Ketiga macam fitnah ini berkaitan
dengan masalah sosial dan politik.

29
DAFTAR PUSTAKA
- https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/17/193000569/pengertian-
iman-menurut-istilah?page=all
- https://saintif.com/iman-kepada-allah/
- https://news.detik.com/berita/d-5129234/iman-kepada-malaikat-rukun-iman-
yang-kedua
- https://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_(Islam)
- https://brainly.co.id/tugas/4902619
- https://tafsirweb.com/675-quran-surat-al-baqarah-ayat-177.html
- https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Beriman
%20kepada%20Kitab%20Allah%20swt/topik1.html
- https://cerdika.com/rukun-iman/kepada-kitab-allah/
- http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/10/pengertian-iman-kepada-
rasul-allah.html
- https://cerdika.com/rukun-iman/kepada-rasul-allah/
- https://tafsirweb.com/5743-quran-surat-al-hajj-ayat-7.html
- https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/iman%20kepada
%20hari%20kiamat-anto/topik1.html
- Tanda tanda Kiamat Kecil Dan Besar Menurut Islam Lengkap |
TutorialBahasaInggris.Co.Id
- Pengertian Kiamat Sugra dan Kubra Beserta Contohnya (Lengkap) -
Habibullah Al Faruq (habibullahurl.com)
- Quran Surat Ar-Ra'd Ayat 11 Arab, Latin, Terjemahan Arti Bahasa
Indonesia (tafsirweb.com)
- Iman Kepada Qada dan Qadar : Pengertian, Dalil, Hikmah
(seputarpengetahuan.co.id)
- Quran Surat Ali 'Imran Ayat 83 Arab, Latin, Terjemahan Arti Bahasa
Indonesia (tafsirweb.com)
- Pengertian Islam Menurut Bahasa, Istilah, dan Al-Quran - Risalah Islam
- KEISTIMEWAAN DAN KEINDAHAN AGAMA ISLAM DIBANDING
AGAMA LAIN | MUHAMMAD WASITHO ABU FAWAZ
(wordpress.com)

30
- ✔ Pengertian Iman, Islam, Dan Ihsan Lengkap - ID Pengertian
- Perbuatan Ihsan Kepada Allah dan Kepada Makhluk | IHI (islamhariini.com)
- Surat Al Alaq Ayat 1-5, Lengkap dengan Arab, Latin dan Terjemahannya
(detik.com)
- Hubungan Islam dan Sains | Islam dan Sains (Dian Pratama Putra)
(guardyan.blogspot.com)
- Penegakan Hukum dalam Islam | Dibalik Islam
- Penegakan Hukum dalam Islam | Dibalik Islam
- Quran Surat Al-Qashash Ayat 56 Arab, Latin, Terjemahan Arti Bahasa
Indonesia (tafsirweb.com)
- Cara Menegakkan Amar Makruf Nahi Munkar Menurut Ulama - Bincang
Syariah
- Fitnah Akhir Zaman Seperti Malam Gelap Gulita – Islampos

31
LAMPIRAN

32

Anda mungkin juga menyukai