Anda di halaman 1dari 40

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Baiq Fajarli Apriani Muharmi


NIM : E1S020015
Fakultas&Prodi : FKIP&Pendidikan Sosiologi
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
1 Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
Ujian Akhir Semester tentang Kajian Islam.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas di berikannya kemudahan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas Ujian Akhir
Semester tentang Kajian Islam.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam prodi
PENDIDIKAN SOSIOLOGI.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat serta pengetahuan bagi teman
teman sekalian.

Penyusun, Mataram 15 Desember 2020

NAMA: Baiq Fajarli Apriani Muharmi


NIM: E1S020015
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

I. Iman, Islam, Ihsan 4-20

II. Islam dan Sains 20-26

III. Islam dan Penegakan Hukum 26-28

IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 28-33

V. Fitnah Akhir Zaman 33-37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 40

BAB I
IMAN, ISLAM, IHSAN

 IMAN

Secara bahasa , iman berarti membenarkan (tashdiq), sementara menurut istilah adalah
”mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkan dalam
perbuatannya”. Adapun iman menurut pengertian istilah yang sesungguhnya ialah
kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak
dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan
sehari- hari.

Kata Iman di dalam al-Qur’an digunakan untuk arti yang bermacam- macam. Ar- Raghib
al- Ashfahani, Ahli Kamus Al- Qur’an mengatakan bahwa kata iman didalam al- Qur’an
terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas  di bibir saja padahal hati dan
perbuatanya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada
perbuatan saja, sedangkan hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman
terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan
dan diamalkan dalam perbuatan sehari- hari.

~ Iman dalam arti semata-mata ucapan dengan lidah tanpa dibarengi dengan hati dan
perbuatan dapat dilihat dari arti QS. Al-Baqarah, 2 :8-9,yaitu:
ْ ُ‫يُ َخ ٰـ ِد ُعونَ ٱهَّلل َ َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬  َ‫اس َمن يَقُو ُل َءا َمنَّا بِٱهَّلل ِ َوبِ ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل َ ِخ ِر َو َما هُم بِ ُم ۡؤ ِمنِين‬
‫وا َو َما يَ ۡخ َد ُعونَ إِٓاَّل أَنفُ َسهُمۡ َو َما‬ ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
َ‫يَ ۡش ُعرُون‬

“ Dan diantara manusia itu ada orang yang mengatakan :” Kami beriman kepada Allah
dan hari Akhirat, sedang yang sebenarnya mereka bukan orang- orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan menipu orang-orang yang beriman, tetapi yang
sebenarnya mereka menipu diri sendiri dan mereka tidak sadar.

~ Iman dalam arti hanya perbuatannya saja yang beriman, tetapi ucapan dan hatinya tidak
beriman., dapat dilihat dari QS. An- Nisa, 4: 142:

ً‫اس َواَل يَ ۡذ ُكرُونَ ٱهَّلل َ إِاَّل قَلِي ۬ال‬ َّ ‫إِ َّن ۡٱل ُمنَ ٰـفِقِينَ يُخَ ٰـ ِد ُعونَ ٱهَّلل َ َوه َُو خَ ٰـ ِد ُعهُمۡ َوإِ َذا قَا ُم ٓو ْا إِلَى ٱل‬
ْ ‫صلَ ٰو ِة قَا ُم‬
َ َّ‫وا ُك َسالَ ٰى ي َُرٓاءُونَ ٱلن‬

“ Sesungguhnya orang-orang munafik (beriman palsu) itu hendak menipu mereka. Apabila
mereka berdiri mengerjakan sembahyang, mereka berdiri dengam malas, mereka ria
(mengambil muka) kepada manusia dan tiada mengingat Allah melainkan sedikit sekali”.

~ Iman dalam arti yang ketiga adalah tashdiqun bi al-qalb wa amalun bi al-


jawatih,  artinya keadaan dimana pengakuan dengan lisan itu diiringi dengan pembenaran
hati, dan mengerjakan apa yang diimankannya dengan perbuatan anggota badan. Contoh
iman model ini dapat dilihat dalam QS. Al- Hadid, 57:19:
ْ ‫ُوا َوڪَ َّذب‬
‫ُوا بِٔـََٔـايَ ٰـتِنَٓا‬ ۖ ُ‫صدِّيق‬
ْ ‫ونَ‌ َوٱل ُّشہَدَٓا ُء ِعن َد َرب ِِّہمۡ لَهُمۡ أَ ۡج ُرهُمۡ َونُو ُره ُۖمۡ‌ َوٱلَّ ِذينَ َكفَر‬ َ ‫وا بِٱهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِۤۦه أُوْ لَ ٰـ ٓ ِٕٕٮِـ‬
ِّ ‫ك هُ ُم ٱل‬ ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ۡ
‫ص َح ٰـبُ ٱل َج ِح ِيم‬ ۡ َ‫أُوْ لَ ٰـ ٓ ِٕٕٮِـكَ أ‬

“ Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu adalah orang-
orang yang Shiddiqien”.

Berdasarkan informasi ayat-ayat tersebut dapat diketahui bahwa di dalam al- Qur’an kata
iman digunakan untuk tiga arti yaitu iman yang hanya sebatas pada ucapan, iman sebatas
pada perbuatan, dan iman yang mencakup ucapan. Perbuatan dan keyakinan dalam hati.

2. Hubungan Iman dan Islam


Kata islam sebagaimana diketahui berasal dari kata aslama yuslimu islaman yang artinya
berserah diri, patuh dan tunduk kepada Allah. Orang yang melakukan demikian
selanjutnya disebut muslim.

Menurut Al-qur’an, iman bukan semata-mata suatu keyakinan akan benarnya ajaran yang
diberikan, melainkan iman itu sebenarnya menerima suatu ajaran sebagai landasan untuk
melakukan perbuatan. Al-qur’an dengan tegas memegang taguh pengertian seperti ini,
karena menurut Al-qur’an walaupun setan dan malaikat itu sama-sama adanya, namun
beriman kepada malaikat acap kali disebut sebagai bagian dari rukun iman, sedang
terhadap setan orang diharuskan mengafirinya.

Hal ini misalnya terlihat pada ayat:

َ ِ‫سكَ بِا ْل ُع ْر َو ِة ا ْل ُو ْثقَى اَل ا ْنف‬


‫صا َم‬ ْ ‫ت َويُؤْ ِمنْ بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا‬
َ ‫ستَ ْم‬ ِ ‫ش ُد ِمنَ ا ْل َغ ِّي فَ َمنْ يَ ْكفُ ْر بِالطَّا ُغو‬ ُّ َ‫اَل إِ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن قَ ْد تَبَيَّن‬
ْ ‫الر‬
َ َِMَ ‫لَ َها وِهَّلل‬
‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki ) agama (islam); sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thagut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman dan
islam. Karena diantara keduanya terdapat perbedaan diantaranya sekaligus merupakan
identitas masing-masing. Iman lebih menekankan kepada segi keyakinan dalam hati,
sedangkan islam merupakan sikap untuk berbuat dan beramal.

3. Rukun Iman

Secara harfiah kata rukun berarti berdampingan, berdekatan, bersanding, bertempat


tinggal bersama atau kekuatan. Dalam ilmu fiqih rukun sering diartikan suatu perbuatan
yang mengesahkan suatu kegiatan dan perbuatan tersebut termasuk dari kegiatan tersebut.

Allah berfirman dalam QS. Al- Baqarah,2 : 177,yaitu:

ِ ‫ب َولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َو ْال َماَل ئِ َك ِة َو ْال ِكتَا‬
َ‫ب َوالنَّبِيِّين‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّر أَ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫لَي‬

“ Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan
tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari kemudian, Malaikat-
malaikat, Kitab- kitab, Nabi-nabi….”

Didalam ayat tersebut disebutkan rukun iman itu ada lima, yaitu beriman kepada Allah,
Hari kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi.  Disitu tidak disebutkan rukun
iman yang ke enam, yaitu beriman kepada qada dan qadar.

4. Manfaat Iman Bagi Kehidupan


 Iman dapat menimbulkan ketenangan jiwa
  Iman akanmenimbulkan rasa kasih saying kepada sesama dan
akanmeningkatkan tali persaudaraan dengan-Nya.
 Iman akan membebaskan jiwa manusia dari kekuasaan orang lain
 Iman yang hakiki itu dapat menimbulkan jiwa keberanian dan ingin terus
maju karena membela kebenaran.
 Iman yang disertai dengan amal shaleh dapat menjadi kunci dibukakannya
kehidupan yang baik, adil dan makmur.
 Orang yang beriman akan diberikan kekuasaan dengan mengangkatnya
sebagai khalifah di muka bumi.
 Orang yang beriman akan mendapat pertolongan dari Allah.
 Iman akan membawa terbukanya keberkahan di langit dan bumi.
5. Sifat-sifat Orang yang Beriman

 Teguh pendirian / tidak mudah terpengaruh dalam keadaan apapun dan tidak lemah
karena cobaan.

 Tegas dalam mengambil sikap dan mudah menerima nasehat.

 Senang mencari dan menambah ilmu

 Selalu merasa khawatir dan takut jangan-jangan amal sOleh yang dikerjakannya
belum cukup untuk bekal menghadap kehadirot Allah sehingga mempunyai
semangat yang tinggi untuk lebih banyak beramal.

 Sederhana dan selalu menjaga kebersihan.

6. Hal-hal yang dapat Meningkatkan Keimanan

 Ilmu, yaitu dengan meningkatkan ilmu tentang mengenal Allah SWT seperti
makna dari nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.
Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang terhadap Allah dan kekuasaan-Nya,
maka semakin bertambah tinggi iman dan pengagungan serta takutnya kepada
Allah SWT.

 Merenungkan ciptaan Allah, keindahannya, keanekaragaman-Nya, dan


kesempurnaan-Nya. Maka kita akan sampai pada kesimpulan : Siapa yang
merancang, menciptakan dan mengatur semua ini ? Jawabannya hanya Allah

 Senantiasa menuingkatkan ketaqwaan dan meninggalkan maksiat kepada-Nya

 ISLAM

slam (bahasa Arab: ‫اإلسالم‬, translit. al-islām) adalah salah satu agama dari kelompok


agama yang diterima oleh seorang nabi (agama samawi) yang
mengajarkan monoteisme tanpa kompromi, iman terhadap wahyu, iman terhadap akhir
zaman, dan tanggung jawab. Bersama para pengikut Yudaisme dan Kekristenan, seluruh
muslim–pengikut ajaran Islam–adalah anak turun Ibrahim. Islam diikuti oleh
1,8 miliar orang di seluruh dunia sehingga menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen.

Terminologi
Kata islām berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan arti semantik sebagai
berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan,
memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), masuk
dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-
salām).[4] Dari istilah-istilah lain yang akar katanya sama, “islām” berhubungan erat
dengan makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian.[5]
Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan terhadap
perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-
hukum-Nya.[6] Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan
untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa berat hati dalam mengikuti
ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam hidup.[5] Seorang muslim
mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi disertai usaha
untuk memahami hikmahnya.[5]
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman
kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” َ‫ت لِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬
ُ ‫ال أَ ْسلَ ْم‬
َ َ‫إِ ْذ قَا َل لَهُ َربُّهُ أَ ْسلِ ْم ۖ ق‬ 
Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada
Tuhan seluruh alam.”
—Qur'an Al-Baqarah:131
Islam sebenarnya juga dipakai untuk menyebut keyakinan monoteistik yang diyakini
bersama oleh agama-agama samawi (saat ini Judaisme dan Kekristenan); lihat QS al-
Maidah ayat 44, QS Ali Imran ayat 67 dan 52.[7] Namun, Islam lebih populer digunakan
untuk agama yang dibawa oleh Muhammad sebagaimana terdapat dalam sebuah ayat
Alquran yang diturunkan di akhir-akhir masa kenabiannya:[8]
Pada hari ini telah Aku sempurnakan ‫يت لَ ُك ُم‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
agamamu untukmu, dan telah Aku ‫اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah
Aku ridhai Islam sebagai agamamu.
—Qur'an Al-Ma’idah:3
Islam dapat juga disebut dengan iman, millah, dan syariah dalam pengertiannya sebagai
aturan yang diturunkan oleh Allah melalui para utusan yang mencakup kepercayaan,
keyakinan, adab, akhlak, perintah, dan larangan.[9] Agama Islam berdasarkan kewajiban
untuk berserah diri dan menunaikan ajarannya disebut islam; jika dilihat berdasarkan
kepercayaan terhadap Allah dan yang Dia turunkan, maka disebut iman; karena Islam itu
diktatif dan terdokumentasikan, maka disebut millah; dan karena sumber hukumnya
adalah Allah, maka disebut syariah.[9]
Islam adalah sebuah kepercayaan dan pedoman hidup yang menyeluruh.[10] Dalam Islam
diajarkan pemahaman yang jelas mengenai hubungan manusia dengan Allah (dari mana
kita berasal), tujuan hidup (kenapa kita di sini), dan arah setelah kehidupan (ke mana kita
akan pergi).[10] Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan
kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.[10]

Tuhan dalam Islam


Allah, menurut ajaran Islam, adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, memiliki
nama-nama terbaik, dan memiliki sifat dan karakter tertinggi.[11] Ajaran monoteisme Islam
disebut tauhid, yang didefinisikan sebagai pengesaan Allah dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan Tuhan dan yang Dia wajibkan.[12] Pengesaan Allah dalam hal-hal kekhususan
Tuhan dibagi menjadi dua bahasan: tauhid rububiyah dan tauhid asma' wash-shifat,
sedangkan pengesaan Allah dalam hal-hal yang Dia wajibkan dibahas dalam tauhid
uluhiyah.[13]
Tauhid (Monoteisme)
Artikel utama: Tauhid
Dalam tauhid rububiyah, Allah diakui sebagai satu-satunya Rabb (Yang Menguasai),
sehingga semua selain Allah adalah ‘abd (hamba/budak/yang dikuasai).[14] Allah adalah
Rabb Yang Berkuasa dalam penciptaan, pengurusan, dan kerajaan alam semesta.[15] Allah
sebagai satu-satunya Pencipta adalah juga Yang Memberi rezeki, Yang Menghidupkan,
Yang Mematikan, serta Yang Memberi kebaikan dan keburukan.[16] Allah yang mengurus
segala sesuatu; semua urusan yang Dia tangani adalah kebaikan; dan Allah Mahakuasa
terhadap apa yang Dia kehendaki.[16] Dalilnya adalah ayat dalam Alquran, “Segala
penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.”[Al-A'raf:54][15]
Allah juga diakui memiliki kesempurnaan nama dan sifat (sifat perangai dan sifat
perbuatan) selain mencipta, mengurus, dan merajai alam semesta; hal ini dibahas
dalam tauhid asma wa sifat (keesaan nama dan sifat).[13] Nama dan sifat Allah diketahui
dan ditetapkan dengan Alquran dan Sunnah secara literal, tidak bisa ditetapkan oleh akal
semata.[17] Namun, nama dan sifat Allah tidak terbatas; selain dari yang disebutkan dalam
Alquran dan Sunnah dirahasiakan dalam ilmu gaib-Nya.[18]
Dalam tauhid uluhiyah, Allah diakui sebagai Tuhan Yang Maha Esa dalam segala
bentuk peribadahan dari seluruh makhluk-Nya.[13] Pengakuan Allah sebagai satu-satunya
Rabb berkonsekuensi penyembahan makhluk kepada Rabbnya semata.[19] Ibadah atau
penghambaan diri kepada Allah merupakan perbuatan makhluk untuk merendahkan diri
kepada-Nya dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-
Nya seumur hidup.[20] Ibadah tidak boleh ditujukan sedikit pun kepada selain Allah.
[21]
 Beribadah kepada selain Allah, meskipun juga menyembah Allah, adalah dosa yang
paling besar dalam Islam yang disebut dengan syirik (mempersekutukan Allah),
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:[21]
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata ‫ي اَل تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ ۖ إِ َّن‬َّ َ‫َوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوهُ َو يَ ِعظُهُ يَا بُن‬
kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! ‫ك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬ َ ْ‫ال ِّشر‬ 
Janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezhaliman yang
besar.”
—Qur'an Luqman:13
Zikir dan doa
Artikel utama: Zikir dan Doa
Zikir dan doa adalah dua macam ibadah kepada Allah yang secara umum tidak memiliki
batasan waktu dan tempat.[22] Zikir secara bahasa artinya mengingat atau menyebut. Secara
istilah, zikir mencakup ibadah memuji Allah, mengingat nama-nama-Nya, nikmat-Nya,
keputusan dan takdir-Nya, ajaran agama-Nya, serta janji balasan pahala dan ancaman
siksa-Nya.[23] Ibadah zikir mencakup zikir hati dan zikir lisan.[24] Zikir bertujuan untuk
mewujudkan kesempurnaan peribadahan kepada Allah.[25] Membaca Alquran juga
termasuk zikir.[26]
Doa secara bahasa artinya memanggil atau meminta. Secara istilah, doa mencakup
panggilan pujian dan permintaan kepada Allah.[27] Setiap muslim diperbolehkan untuk
berdoa meminta kebaikan atau berlindung dari keburukan.[28] Allah memerintahkan untuk
berdoa kepada-Nya dengan doa-doa yang terdapat di Alquran dan Sunnah.[29] Doa yang
tidak terdapat di dalam Alquran dan Sunnah diperbolehkan selain doa yang melampaui
batas, seperti meminta agar mengetahui segala sesuatu atau mengetahui hal gaib karena itu
merupakan kekhususan Allah.[29]

Ajaran Islam: Takwa


Sebuah sekolah Alquran di Jawa. Oleh: Tropenmuseum, National Museum of World
Cultures.
Inti dari ajaran Islam sekaligus sebab berbagai kebaikan adalah takwa kepada Allah.
[30]
 Takwa adalah perbuatan menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya
yang dilandasi oleh rasa takut, harap, dan cinta kepada Allah.[31] Seorang muslim
menyembah Allah juga dalam rangka berharap masuk surga dan terhindar dari neraka.
[32]
 Istilah takwa merupakan istilah yang paling banyak disebutkan di dalam Alquran.
Adapun ayat yang paling menjelaskan tentang kedudukan takwa adalah:[33]
Dan sungguh, Kami telah memerintahkan َ ‫ص ْينَا الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
َ ‫َاب ِمن قَ ْبلِ ُك ْم َوإِيَّا ُك ْم أَ ِن اتَّقُوا هَّللا‬ َّ ‫َولَقَ ْد َو‬
kepada orang yang diberi kitab suci
sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar
bertakwa kepada Allah.
—Qur'an An-Nisa’:131
Seluruh ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran dan sunnah (perilaku kehidupan
Nabi Muhammad) dapat dikelompokkan menjadi tiga judul besar berdasarkan bidang
kajian keilmuannya.[34][35]
Pertama: Ajaran yang berhubungan dengan keimanan terhadap Allah, para malaikat-Nya,
kitab suci yang diturunkan-Nya, para utusan-Nya, dan peristiwa di kehidupan setelah
kematian. Pembahasan hal ini tercakup dalam bidang ilmu Aqidah (teologi).
Kedua: Ajaran yang berhubungan dengan perbuatan hati dan jiwa, nilai-nilai moral, dan
aturan perilaku. Ajaran ini dimaksudkan untuk mengembangkan sifat-sifat mulia dan
tercakup dalam bidang ilmu Akhlak  dan Adab (etika).
Ketiga: Ajaran yang berhubungan dengan perbuatan raga yang mencakup perintah,
larangan, dan kebolehan. Ajaran ini masuk dalam bidang ilmu Fiqih (hukum Islam).
Aqidah: kepercayaan
Artikel utama: Akidah Islam
Ajaran pokok dalam Islam adalah hal-hal yang menyangkut kepercayaan atau keyakinan
hati.
Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara, yaitu:

1. iman kepada Allah,
2. iman kepada malaikat Allah,
3. iman kepada kitab Allah (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan suhuf),
4. iman kepada nabi dan rasul Allah,
5. iman kepada hari kiamat, serta
6. iman kepada qada dan qadar.
Fiqih: ibadah dan muamalah
Artikel utama: Fikih
Lihat pula: Rukun Islam
Aspek hukum dalam Islam meliputi berbagai amal perbuatan.[34] Amal-amal perbuatan
tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori dasar menurut arah hubungannya.
Ibadah
Ibadah adalah amal perbuatan manusia berhubungan dengan Allah. Ibadah ada yang murni
ibadah,[a] seperti Salat dan puasa; ada yang ibadah sosial,[b] seperti Zakat dan Haji.
Keempat amal ini disebut sebagai "Rukun Islam" setelah syahadat.
Muamalah
Muamalah adalah perbuatan manusia berhubungan dengan manusia lain. Hukum yang
mengatur masalah muamalah dibagi lagi menjadi empat sub-bagian:
 hukum-hukum yang memastikan keberlangsungan dakwah Islam dan
mempertahankannya. Hukum-hukum ini adalah yang dimaksud dengan Jihad. Jihad dapat
berupa upaya bersenjata dan upaya tidak bersenjata.
 hukum-hukum keluarga untuk melindungi dan membina keluarga. Di dalamnya
termasuk hukum pernikahan, perceraian, dan warisan.
 hukum-hukum perdagangan yang mengatur transaksi bisnis, kontrak sewa-pinjam,
dan lain-lain.
 hukum-hukum pidana yang mengatur tindakan kriminal dalam masyarakat.[36]
Adab dan akhlak
Bukan hanya sekadar menjalani ajaran iman dan amal, Islam juga mengajari agar semua
muslim menghiasi diri lahir dan batin dengan adab dan akhlak mulia.[37]
Adab-adab dalam Islam:[38][39]

 adab kepada Allah, termasuk adab dalam niat


 adab kepada Alquran
 adab kepada Muhammad sebagai utusan Allah
 adab kepada diri sendiri: taubat, muroqobah, muhasabah, dan mujahadah
 adab kepada semua makhluk
o berbakti kepada orang tua
o menyambung hubungan kekerabatan (silaturahim)
o berbuat baik kepada tetangga
o berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin, dan anak jalanan
o tidak mencela, berburuk sangka, memata-matai, maupun menyebarkan
keburukan orang lain (gosip)
 adab persaudaraan, cinta, dan benci karena Allah
 adab majelis
 adab makan dan minum
 adab bertamu
 adab bepergian
 adab berpakaian
 adab tidur
Akhlak-akhlak terpuji dalam Islam:[38]

 sabar menghadapi cobaan


 bertawakal kepada Allah dan tidak hanya mengandalkan diri sendiri
 mendahulukan orang lain dan mencintai kebaikan
 adil dan berimbang
 kasih sayang
 malu
 melakukan yang terbaik
 jujur
 dermawan
 rendah diri, tidak sombong
Akhlak-akhlak tercela dalam Islam:[38]

 lalim
 dengki
 menipu
 riya'
 bangga diri dan tertipu oleh dunia
 lemah dan malas

Pembawa ajaran Islam: Muhammad


Artikel utama: Muhammad dan hadis

Stempel milik Nabi Muhammad.


Sejarah dan keyakinan muslim menggambarkan Muhammad sebagai seorang manusia
dan nabi yang memiliki jasa yang besar.[40] Biografi mengenai kehidupan awalnya tidak
banyak diketahui, lebih banyak catatan riwayat tentang kehidupannya setelah menjadi nabi
dan rasul pada usia empat puluh tahun pada tahun 610.[40] Alquran menjadi sumber
informasi utama mengenai kehidupan Nabi Muhammad.[41] Di samping itu, hadis dan sirah
nabawi (sejarah kehidupan kenabian) lebih jauh menggambarkan kedudukan dan perannya
pada masa awal Islam.[42] Muhammad berperan sebagai penerima wahyu dari Allah dan
sekaligus sebagai panutan agar semua muslim berusaha menirunya.[42]
Sebelum mendakwahkan Islam
Muhammad bin Abdullah (putra Abdullah) lahir pada tahun 570 M di Mekkah (sekarang
masuk Arab Saudi).[43][c] Ayahnya yang merupakan seorang pedagang meninggal sebelum
kelahirannya.[44] Ibunya, Aminah, meninggal saat Muhammad masih berusia enam tahun.
[45]
 Di permulaan masa mudanya, Muhammad tidak memiliki pekerjaan tetap
di Mekkah yang merupakan kota perdagangan yang sedang berkembang; banyak yang
menyebutkannya bekerja sebagai penggembala kambing.[46] Pada usia 25 tahun
Muhammad dipekerjakan oleh seorang janda kaya, Khadijah binti Khuwailid, untuk
mengawasi angkutan dagangnya ke wilayah Syam (sekarang
mencakup Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina).[47] Muhammad membuat Khadijah
terkesan atas hasil pekerjaannya yang mendatangkan keuntungan yang belum pernah ia
dapatkan sebanyak itu–selain juga keterangan pembantu Khadijah yang menyertai
perjalanan dagang itu tentang perilaku Muhammad–sampai Khadijah menawarkan diri
kepada Muhammad untuk menikah.[48] Saat menikah, Khadijah disebutkan telah berusia
empat puluh tahun, tetapi pernikahan itu membuahkan dua anak laki-laki (Al-Qasim dan
Abdullah, meninggal saat kanak-kanak) dan empat anak perempuan (Zainab, Ruqayyah,
Ummu Kultsum, dan Fatimah).[49] Fatimah, putri bungsu Muhammad, adalah yang paling
dikenal, yang menikahi sepupu Muhammad, Ali bin Abi Thalib, khalifah (“penerus”;
penerus Nabi Muhammad sebagai pemimpin) keempat menurut Islam sunni dan imam sah
pertama menurut Islam Syiah.[42]
Mekkah merupakan pusat kemakmuran perdagangan.[42] Namun, masyarakatnya
merupakan masyarakat kesukuan yang mudah bertikai.[50] Beberapa peristiwa yang
menunjukkan hal tersebut, yang juga melibatkan Muhammad, adalah Pertempuran
Fujjar, Hilful Fudul, serta renovasi Ka'bah dan pemindahan Hajar Aswad.[51] Peristiwa-
peristiwa tersebut dan kondisi sosiologis lainnya ikut mempengaruhi Muhammad, yang
menjadi seorang pribadi yang sukses di tengah masyarakat Mekkah.[42] Dia dihormati atas
sifatnya yang bisa dipercaya dan keputusan-keputusannya terhadap persengketaan; dia
dikenal dengan gelarnya al-Amīn, “yang dapat dipercaya”.[52] Kejujuran itu lengkap
dengan kesukaannya merenung yang akhirnya membuat dia terbiasa menyendiri Gua
Hira'–yang berjarak hampir dua mil di utara Mekkah–saat usianya mendekati empat puluh
tahun.[53]

Gua Hira'.
Di sini, dalam waktu yang lama mengasingkan diri, dia merenungkan kehidupannya dan
penyakit yang menimpa masyarakatnya.[42] Di sini, di usianya yang keempat puluh pada
bulan Ramadan, pada malam yang disebut Lailatul Qadar, “malam kemuliaan”,
Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui perantara Malaikat Jibril.
[54]
 Wahyu yang turun adalah lima ayat permulaan Surat al-'Alaq.[55]
1. Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan, ‫ق‬ َ ِّ‫ا ْق َر ْأ بِاس ِْم َرب‬ 
َ َ‫ك الَّ ِذي خَ ل‬
2. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. ٍ َ‫ق اإْل ِ ن َسانَ ِم ْن َعل‬
‫ق‬ َ َ‫خَ ل‬ 
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Mahamulia, َ ُّ‫ا ْق َر ْأ َو َرب‬ 
‫ك اأْل َ ْك َر ُم‬
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
‫الَّ ِذي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬ 
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya. ‫ َعلَّ َم اإْل ِ ن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ 
—Qur'an Al-'Alaq:1-5
Dengan turunnya wahyu ini, Muhammad diangkat menjadi nabi seperti nabi-nabi yang
dikenal dalam agama-agama samawi.[56] Setelah wahyu yang berikutnya turun, setelah jeda
beberapa hari,[d] yaitu tujuh ayat permulaan Surat Al-Muddassir, Muhammad baru diutus
sebagai seorang rasul (“utusan”) yang diperintah
untuk mendakwahkan tauhid (monoteisme) dan memperingatkan masyarakatnya
dari kesyirikan (politeisme).[57] Selama 22 tahun (610-632), Muhammad terus menerima
wahyu yang kemudian dikumpulkan dan ditulis menjadi Alquran (“bacaan”).[56]
1. Wahai orang yang berkemul (berselimut)!
‫يَا أَيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬ 
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
ْ‫قُ ْم فَأَن ِذر‬ 
3. dan agungkanlah Tuhanmu,
ْ‫ َو َربَّكَ فَ َكبِّر‬ 
4. dan bersihkanlah pakaianmu,
ْ‫ َوثِيَابَكَ فَطَهِّر‬ 
5. dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang
keji, ْ‫ َوالرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬ 
6. dan janganlah engkau (Muhammad)
memberi (dengan maksud) memperoleh ‫ َواَل تَ ْمنُن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬ 
(balasan) yang lebih banyak.
7. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.
ْ‫ولِ َربِّكَ فَاصْ بِر‬ 
َ
—Qur'an Al-Muddassir:1-7
Hadis dari Aisyah, istri kedua Muhammad di kemudian hari, menceritakan betapa
Muhammad ketakutan saat ditemui malaikat Jibril, yang sosoknya tidak pernah dia lihat
sebelumnya.[58] Dia juga tidak begitu yakin dengan apa yang baru saja terjadi; apakah dia
tidak waras atau kerasukan jin.[56] Khadijah menenangkannya dan meyakinkannya bahwa
dia tidaklah gila maupun kerasukan jin.[59] Khadijah segera mengajak suaminya itu
menemui salah seorang sepupunya yang menganut Kristen, Waraqah bin Naufal,[e] dan
Muhammad menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.[59] Mendengar itu,
Waraqah mengatakan,
Itu adalah makhluk kepercayaan Allah[f] (Jibril) yang telah Allah utus kepada Nabi Musa!
Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu! Andai saja aku masih hidup ketika
engkau diusir oleh kaummu! ... tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau
bawa ini melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku
akan membelamu dengan segenap jiwa ragaku.[60]
Dakwah di Mekkah
Bukanlah hal yang mudah mendakwahkan pesan mengenai Tuhan Yang Maha Esa di Kota
Mekkah karena ia adalah pusat agama.[61] Muhammad mengawali dakwahnya secara
sembunyi-sembunyi selama tiga tahun untuk menghindari hal yang akan memancing
kemarahan penduduk Kota Mekkah.[62] Di antara yang pertama menerima ajakannya
adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantunya yang saat itu masih kanak-kanak,
dan Abu Bakar, mertuanya di kemudian hari dan khalifah pertama.[63] Setelah itu, dia
secara bertahap berdakwah secara terang-terangan mulai dari keluarga terdekat dari Bani
Hasyim sampai akhirnya kepada penduduk Mekkah secara umum.[64]
Meskipun ada sejumlah orang yang masuk Islam menerima dakwahnya, perlawanan yang
dia terima selama dakwahnya sangat hebat.[65] Bagi masyarakat oligarki Mekkah yang
makmur dan kuat, pesan mengenai keesaan Tuhan, beserta penentangan terhadap gaya
hidup Mekkah yang tidak merata secara sosioekonomis, telah memunculkan penolakan
langsung tidak hanya terhadap agama tradisi yang politeistik, tetapi juga terhadap
kekuasaan dan hak istimewa yang telah mereka nikmati, serta mengancam kepentingan
politik, sosial, dan ekonomi mereka.[65] Nabi Muhammad mencela transaksi-transaksi tidak
benar, riba, serta pengabaian dan eksploitasi terhadap janda dan anak yatim.[65] Dia
membela hak-hak orang-orang miskin dan orang-orang tertindas, menekankan bahwa
orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang miskin.[66] Sebagai bentuk
komitmen atas kewajiban itu, ditetapkanlah zakat atas harta dan produk pertanian dan
perkebunan.[65] Persis seperti Amos dan Yeremia sebelum dia, Muhammad merupakan
seorang “pemberi peringatan” dari Tuhan untuk menegur para pendengarnya
untuk bertobat dan bertakwa kepada-Nya, karena hari penghakiman sudah dekat:
49. Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia!
ٌ ِ‫قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم نَ ِذي ٌر ُّمب‬ 
‫ين‬
Sesungguhnya aku (diutus) kepadamu
sebagai pemberi peringatan yang nyata.”
50. Maka orang-orang yang beriman dan ‫ق‬ ِ ‫فَالَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
ٌ ‫ت لَهُم َّم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز‬
mengerjakan kebajikan, mereka mem-
peroleh ampunan dan rezeki yang mulia. ‫ َك ِري ٌم‬ 
51. Tetapi orang-orang yang berusaha َ ِ‫َوالَّ ِذينَ َس َعوْ ا فِي آيَاتِنَا ُم َعا ِج ِزينَ أُو ٰلَئ‬
ُ‫ك أَصْ َحاب‬
menentang ayat-ayat Kami dengan maksud ْ
melemahkan (kemauan untuk beriman), ‫ال َج ِح ِيم‬ 
mereka itu adalah penghuni-penghuni
neraka Jahim.
—Qur'an Al-Hajj:49-51[65]
Awalnya, penduduk Mekkah hanya berusaha agar orang-orang dari luar Mekkah tidak
mendengar dakwah itu dan melakukan perlawanan verbal dengan argumentasi dan celaan.
[67]
 Kematian paman dan pelindungnya, Abu Thalib, dan Khadijah pada
tahun 619 menambah kesedihannya.[68] Perlawanan meningkat menjadi tindakan-
tindakan persekusi sampai pemboikotan massal.[69] Karena kondisi di Mekkah memburuk,
Muhammad mengizinkan para pengikutnya untuk hijrah ke luar Mekkah, seperti
Habasyah (Etiopia) yang merupakan wilayah Kristen, untuk mendapat keamanan.[68]
Dakwah di Madinah
Di Madinah, Muhammad memiliki kesempatan sangat luas untuk mewujudkan
pemerintahan dan menyebarluaskan dakwah atas perintah Allah, berkat posisinya
sekarang sebagai nabi dan pemimpin masyarakat dari Negara-kota Madinah.[68]

Sumber hukum dan ajaran Islam


Artikel utama: Sumber-sumber hukum Islam

Contoh halaman cetakan Alquran, terlihat halaman berisi Surah Al-Fatihah. Surah tersebut
merupakan surah pertama dalam Alquran.
Fikih (hukum) merupakan kajian keilmuan primer dalam Islam.[70] Jika
dalam kekristenan teologi merupakan kajian primernya, dalam Islam, seperti halnya
dalam Yudaisme, hukum lebih menjadi titik berat karena islam berarti tunduk kepada
hukum Allah.[71] Meskipun demikian, penekanan pada ajaran hukum yang bersifat praktis
tidaklah mengesampingkan ajaran kepercayaan.[71] Kepercayaan (iman) dan praktek yang
benar (amal shalih) saling berkaitan.[71]
Dalam masa pembentukannya, yaitu selama masa kenabian, ajaran-ajaran dan hukum-
hukum Islam diambil dari dua wahyu sebagai sumber primer: Alquran dan sunnah.
[72]
 Alquran berlaku sebagai sumber pokok dan cetak biru untuk kehidupan Islami,
sedangkan kehidupan sehari-hari Nabi (sunnah) berlaku untuk menerangkan prinsip-
prinsip dalam cetak biru tersebut serta untuk menunjukkan cara mengaplikasikannya.
[73]
 Pada masa sahabat ketika mereka bersentuhan dengan sistem pemerintahan, budaya,
dan pola perilaku masyarakat yang baru yang belum pernah disinggung semasa kenabian,
para khalifah dan sahabat lain harus menggunakan proses pengambilan keputusan
berdasarkan ijmak (“konsensus”) dan ijtihad.[74] Dalam tahap perkembangannya pada
masa Kekhalifahan Abbasiyah, madzhab fikih bermunculan.[75] Para imam mazhab,
seperti Imam asy-Syafi'i, dan ulama lainnya tetap menitikberatkan pada penggunaan
Alquran dan sunnah sebagai sumber primer sebelum merujuk pada pendapat sahabat, baik
pendapat konsensus maupun perseorangan, dan sumber atau metode penetapan hukum
lainnya berupa qiyās (“analogi”), istiḥsān (“preferensi hukum”), dan ‘urf (“adat
kebiasaan”).[76]
Alquran
Artikel utama: Al-Qur'an
Meskipun Alquran menyatakan diri, “Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk
semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,”[Ali
Imran:138]
 yang disebutkan didalamnya bukanlah aturan hukum yang komprehensif.[77] Bagian
demi bagian Alquran diturunkan secara berkelanjutan selama rentang waktu 22 tahun
lebih untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad dan para
sahabatnya.[78]
Sunnah
Artikel utama: Sunnah
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam Alquran dibakukan dan diejawantahkan oleh sunnah
Nabi Muhammad, perilaku normatif Nabi Muhammad yang berfungsi sebagai contoh dan
teladan.[79] Karena sama-sama merupakan wahyu meskipun dalam wujud yang berbeda
dari Alquran, sunnah juga menjadi sumber hukum; yang kebanyakannya merupakan
jawaban dari pertanyaan para sahabat atau penjelasan atas peristiwa yang tengah terjadi.
[80]
 Kedudukan penting sunnah ini telah Alquran nyatakan dengan bentuk kalimat perintah,
“Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), ... jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),”[An-
Nisa’:59]
 maupun dengan bentuk kalimat berita, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”[Al-Ahzab:21][81]

Sejarah
Artikel utama: Sejarah Islam
Masa pra Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan
perdagangan dalam Jalur sutra yang menghubungkan antara Indo Eropa dengan
kawasan Asia di timur.[82] Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada
sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi.[83] Mekkah adalah
tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu,[84] karena di sana terdapat berhala-berhala
agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.[85][86] Masyarakat ini
disebut pula jahiliyah, artinya bodoh, bukan dalam hal intelegensia namun dalam
pemikiran moral.[87] Warga Quraisy adalah masyarakat yang suka berpuisi, dan
menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan di saat berkumpul di tempat-tempat ramai.[88]
609-632: masa kenabian
Islam bermula pada tahun 609 ketika wahyu pertama diturunkan kepada Muhammad di
Gua Hira', 2 mil dari Mekah.[89]
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571).
Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan
Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam
secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara
sembunyi-sembunyi, ia akhirnya menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada
seluruh penduduk Mekah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya
menentangnya.
Pada tahun 622, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini
disebut hijrah dan menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam,
yaitu Kalender Hijriah. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-
orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari
Mekkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang
dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan.
Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi nabi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan
umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang
sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika
penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika
Muhammad wafat di usia yang ke-61, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk Islam.
632-661: Khalifah Rasyidin
Artikel utama: Khulafaur Rasyidin
Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang diberi petunjuk,
diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai
kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat
Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah
meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib
berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan
Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut,
banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.
632-Abad ke-20: Masa kekhalifahan selanjutnya
Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke
tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut
"amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi
ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara
turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang
menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani
Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan
keturunan.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik
yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran
ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam
telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu
pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman
keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang
sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas
kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan
Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka,
yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan
terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut
secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan
Islam.
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan
penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal
dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I.
Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap
kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh Mustafa Kemal Pasya atau
Kemal Atatürk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.

Masyarakat dan budaya Islam


Demografi dan denominasi

Populasi Muslim dunia. Oleh: Pew Forum.


Sebuah data penelitian tahun 2015 memperkirakan 1.752.620.000 jiwa (24,1%) dari
populasi dunia adalah muslim dengan angka pertumbuhan sejak 2010 adalah 31%.
[90]
 Mayoritas muslim (61%) tinggal di negara-negara Asia-Pasifik; di Timur
Tengah dan Afrika Utara adalah 20%; di Sub-Sahara adalah 16%, dan 3% di Eropa.
[90]
 Jumlah muslim diperkirakan akan meningkat 70% pada tahun 2060 menjadi
2.987.390.000 jiwa; adapun Kristen diperkirakan mencapai 3.054.460.000 jiwa pada tahun
yang sama.[90]

 Sunni
Aliran Sunni atau Ahlu Sunnah wal Jamaah, merupakan aliran yang dianut mayoritas (75-
90 %) Muslim di dunia.[91] Istilah "Sunni" dapat diartikan sebagai golongan yang
mengikuti Sunnah (tradisi) dari Nabi Muhammad.[92]
Sejumlah mazhab fiqih (hukum Islam) utama dalam aliran Sunni
adalah Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi.[93] Akan tetapi, terdapat
pemikiran Salafi dalam aliran Sunni yang menolak mengikuti (taqlid) kepada mazhab-
mazhab tersebut.[94]
Sufisme Tasawuf dalam aliran Sunni didefinisikan sebagai ajaran pendalaman batin
(asketisme) kepada Allah, semisal dalam bentuk dzikir.[95] Terdapat pula
pemikiran Wahhabisme yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab sebagai
paham ultra-konservatif yang dengan penekanan kepada "ajaran monoteisme murni" yang
bersih dari segala "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik yang mereka anggap bid'ah,
syirik dan khurafat.[96][97] Wahhabisme menjadi paham Sunni yang berkembang di Arab
Saudi dan Qatar.

 Syiah
Berbeda dengan aliran Sunni, aliran ini meyakini bahwa penerus nabi Muhammad adalah
khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai menantu dan keturunan langsung Bani Hasyim,
keluarga nabi Muhammad, sementara Abu Bakar, Umar, dan Usman tidak diakui sebagai
khalifah umat Islam oleh pengikut Syiah.
Syiah dianut oleh mayoritas Muslim di Iran.
Hari raya dan hari besar
Hari perayaan dalam Islam secara umum dapat dibagi menjadi hari raya keagamaan dan
hari besar lainnya. Hari raya keagamaan Islam ada dua, yaitu:[98]

 Idul Fitri
 Idul Adha
Sedangkan hari besar Islam lainnya, antara lain yaitu:

 Isra Mikraj
 Maulid Nabi Muhammad
 Tahun Baru Hijriyah
Tempat ibadah
Artikel utama: Masjid
Rumah ibadat umat Muslim disebut masjid atau mesjid. Ibadah yang biasa dilakukan di
Masjid antara lain salat berjama'ah, ceramah agama, perayaan hari besar, diskusi agama,
belajar mengaji (membaca Al-Qur'an) dan lain sebagainya.

 IHSAN
Ihsan (Arab: ‫" ;احسان‬kesempurnaan" atau "terbaik") adalah seseorang yang
menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan
melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat
perbuatannya.
Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan
kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan
kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.
Hadits yang berkenaan tentang ihsan dikeluarkan di dalam Shahih Muslim dari Umar bin
Khattab dan dua riwayat dari Abu Hurairah pada Shahihain. Bunyi teks
berdasarkan hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah adalah:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: "Pada suatu hari, rasulullah ‫ ﷺ‬muncul
di antara kaum muslimin. Lalu datang seseorang dan berkata: 'Wahai rasulullah,
apakah Iman itu?' Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: 'Yaitu engkau beriman kepada
Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan
beriman kepada Hari Kebangkitan akhir'.
Orang itu bertanya lagi: 'Wahai rasulullah, apakah Islam itu?' Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda: 'Islam, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan salat fardhu, memberikan zakat wajib dan
berpuasa di bulan Ramadhan'.
Orang itu kembali bertanya: 'Wahai rasulullah, apakah Ihsan itu?' Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda: 'Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu
melihatmu'.
Orang itu bertanya lagi: 'Wahai rasulullah, kapankah Hari Kiamat itu?' Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda: 'Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya.
Apabila ada budak perempuan melahirkan majikannya, maka itulah satu di antara
tandanya. Apabila ada orang yang semula miskin menjadi pimpinan manusia, maka itu
termasuk di antara tandanya. Apabila orang-orang yang tadinya menggembalakan ternak
saling berlomba memperindah bangunan, maka itu termasuk di antara tandanya. Ada lima
hal yang hanya diketahui oleh Allah'.
Kemudian rasulullah ‫ ﷺ‬membaca surat Luqman ayat 34:
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya saja lah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan
Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim, dan tiada
seorang pun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan
tiada seorang pun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
Kemudian orang itu berlalu. Lalu rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: 'Panggillah
orang itu kembali!'. Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak
melihat sesuatu pun. Maka rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: 'Itu tadi adalah Jibril, yang
datang untuk mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka'."

Ruang lingkup
Ihsan terbagi menjadi dua macam:

1. Ihsan di dalam beribadah kepada Sang Pencipta (Al-Khaliq)


2. Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah
Ihsan di dalam beribadah kepada Allah[sunting | sunting sumber]
Ihsan di dalam beribadah kepada Al-khaliq memiliki dua tingkatan[2]:

1. Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, ini


adalah ibadah dari seseorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Nama lain
dari perbuatan ini disebut Maqam al-Musyahadah (‫)مقام المشاهدة‬.[3] Dan keadaan ini
merupakan tingkatan ihsan yang paling tinggi, karena dia berangkat dari sikap
membutuhkan, harapan dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya mendekatkan diri
kepada-Nya. Sikap seperti ini membuat hatinya terang-benderang dengan cahaya iman dan
merefleksikan pengetahuan hati menjadi ilmu pengetahuan, sehingga yang abstrak
menjadi nyata.[3]

1. Jika kamu tidak mampu beribadah seakan-akan kamu melihat-Nya,


maka sesungguhnya Dia melihatmu, dan ini ibadah dari seseorang yang lari dari adzab
dan siksanya. Dan hal ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama,
karena sikap ihsannya didorong dari rasa diawasi, takut akan hukuman. Sehingga, dari
sini, ulama salaf berpendapat bahwa, "Barangsiaa yang beramal atas dasar melihat Allah
Subhanahu wa Ta'ala, maka dia seorang yang arif, sedang siapapun yang bermal karena
merasa diawasi Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka dia seorang yang ikhlas (mukhlis)."[3]
Maka suatu ibadah dibangun atas dua hal ini, puncak kecintaan dan kerendahan,
maka pelakunya akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah. Dengan ibadah yang
seperti itu seseorang tidak akan bermaksud supaya di lihat orang (riya'), di dengar orang
(sum'ah) maupun menginginkan pujian dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli
ibadahnya itu tampak oleh orang maupun tidak diketahui orang, sama saja kualitas
kebagusan ibadahnya. Muhsinin (seseorang yang berbuat ihsan) akan selalu membaguskan
ibadahnya disetiap keadaan.
Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah[sunting | sunting sumber]
Berbuat ihsan kepada makhluk ciptaan Allah dalam empat hal, yaitu[1]:

 Harta
Yaitu dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. Jenis perbuatan
ihsan dengan harta yang paling mulia adalah mengeluarkan zakat karena dia termasuk di
dalam Rukun Islam. Kemudian juga nafkah yang wajib diberikan kepada orang-orang
yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak, orang-tua, dll. Kemudian sedekah
bagi orang miskin dan orang yang membutuhkan lainnya.
 Kedudukan
Manusia itu bertingkat-tingkat jabatannya. Sehingga apabila dia memiliki
kedudukan yang berwenang maka digunakannya untuk membantu orang lain dalam hal
menolak bahaya ataupun memberikan manfaat kepada orang lain dengan kekusaannya
tersebut.

 Ilmu
Yakni memberikan ilmu bermanfaat yang diketahuinya kepada orang lain, dengan
cara mengajarkannya.

 Badan
Yakni menolong seseorang dengan tenaganya. membawakan barang-barang orang
yang keberatan, mengantarkan orang untuk menunjukan jalan, dan ini termasuk bentuk
sedekah dan bentuk ihsan kepada makhluk Tuhan.

Sebagai kata serapan


Dalam bahasa Indonesia, kata ihsan telah diserap dan memiliki turunan kata.
Dalam bahasa Indonesia ihsan memiliki arti[4]:

 Ihsan /ih·san/ Ar 1 a baik; 2 n derma dsb yg tidak diwajibkan.


 Ihsanat /ih·sa·nat/ n kebaikan; kebajikan
 Istihsan /is·tih·san/ n pendapat yg berpegang pd kebaikan sesuatu bagi
umat manusia sehingga apa yg dipandang baik boleh dikerjakan atau dipedomani

BAB II

ISLAM DAN SAINS

Ranah Integrasi-Interkoneksi
Ranah Materi
Merupakan muatan dasar dari setiap disiplin ilmu. suatu proses bagaimana
mengintegrasikan nilai-nilai kebenaran universal umumnya dan keislaman khususnya ke
dalam pengajaran matakuliah umum, dan sebaliknya, ilmu-ilmu umum ke dalam kajian-
kajian keagamaan dan keislaman.

Ranah Metodologi
Metode pengembangan keilmuan disiplin ilmu yang digunakan untuk mengembangkan
disiplin ilmu yang lain.

Ranah Filosofi
Merupakan nilai fundamental dari setiap disiplin ilmu. Menurut Prof. Amin Abdullah
ranah ini berupa suatu penyadaran eksistensi bahwa satu disiplin ilmu pasti akan selalu
bergantung pada disiplin ilmu yang lain.
Setiap disiplin ilmu harus diberi nilai-nilai disiplin ilmu lainnya. Selain itu juga harus
diberi nilai-nilai kemanusiaan.

Contoh : Ilmu Informatika tidak bisa berdiri sendiri. Untuk kebutuhan praktis ilmu ini juga
memerlukan peranan ilmu lain seperti ilmu Matematika, Ekonomi, Kedokteran, dsb.

Dalam ranah ini, ilmu sains hendaknya juga harus mampu memacu lahirnya sifat-sifat
baik dalam diri pembelajaran. Hal-hal positif yang dimaksud diantaranya adalah
kejujuran, ketelitian, keistiqomahan, dsb.

 Jika disamakan dengan istilah-istilah filsafat, beberapa istilah di atas sebenarnya bisa
disamakan dengan:

1. Ranah Materi     = Ontologi


2. Ranah Metodologi           = Epistemologi
3. Ranah Filosofi    = Aksiologi
 
 
MODEL INTEGRASI-INTERKONEKSI
27NOV
 Informatif
Suatu disiplin ilmu memberikan informasi kepada disiplin ilmu yang lain.

Contoh :

Ilmu Islam (Al-qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa
matahari memancarkan cahaya sedangkan bulan memantulkan cahaya        (Q.S. Yunus:
5)

 Konfirmatif (klarifikatif)
Suatu disiplin ilmu memberikan penegasan kepada disiplin ilmu lain.

Contoh :

Informasi tentang tempat-tempat (manaazil) bulan dalam Q.S. Yunus: 5, dipertegas oleh
ilmu sains dan teknologi (orbit bulan mengelilingi matahari berbentuk elips).
 Korektif
Suatu disiplin ilmu mengoreksi disiplin ilmu yang lain.

Contoh :

Teori Darwin yang mengatakan bahwa manusia dan kera berasal dari satu induk, dikoreksi
oleh Al-qur’an.

Integrasi-Interkoneksi  adalah upaya mempertemukan ilmu-ilmu agama (Islam) dengan


ilmu-ilmu umum.

Integrasi-interkoneksi adalah pengertian umum tentang penggabungan beberapa hal,


dalam hal ini adalah suatu penggabungan dan penyambungan dari berbagai ilmu umum
khususnya ilmu alam dengan ilmu-ilmu agama dalam hal ini yaitu dengan firman-firman
ALLAH (al-qur’an)dan sunah(hadits)nabi Muhammad SAW.
 
Tujuan Integrasi-Interkoneksi adalah memahami kehidupan manusia yang kompleks
secara terpadu dan menyeluruh.

Harapan Integrasi-Interkoneksi:

1. Terwujudnya manusia yang mulia (Q.S. Al-Mujadilah: 11) .


2. Manusia yang Mulia (Berderajat Tinggi) (Q.S. Al-Mujadilah: 11). Adapun
berderajat tinggi disini adalah manusia yang beriman, berilmu dan beramal
shalih.
 

Fungsi Ilmu terhadap Iman dan Amal-shalih :

1. Memperkuat Iman
2. Mengoptimalkan Amal Shalih
  

Kemajuan dan Kemunduran Sains dalam Peradaban Islam


27NOV
KEMAJUAN SAINS DALAM PERADABAN ISLAM
 Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan penafsiran ilmiah sejak
generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan diri mereka
sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia.
 Umat Islam telah menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus
sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu pengetahuan yang
melakukan experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan yang
kemudian berkembang menjadi applied science atau technology.
 Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains
 Q.S. Al-’alaq: 1-5
 Artinya : “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan (1).
Menciptakan manusia ari segumpal darah (2). Bacalah, Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah (3). Yang mengajar dengan kalam (4). Mengajar manusia apa
yang ia tidak ketahui (5).  ”
 Q.S. Ali-Imran: 190-191

 Artinya: “Sungguh, dalam penciptaan langit dan bumi, dan dalam pergantian
malam dan siang, ada tanda-tanda (Kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
menggunakan pikiran (190). (Yaitu) orang yang berdzikir memuji Allah sambil
berdiri, duduk, dan (berbaring) di sisinya. Dan berpikir tentang penciptaan
langit dan bumi, ‘Tuhan kami, tiada sia-sia Kau menciptakan ini semua, Maha
Suci Engkau. Lindungilah kami dari adzab api neraka ’(191).”
 
 Q.S. Al-Jatsiyah: 13
 Artinya : “Dan Ia tela tundukkan bagimu apa yang di langit dan apa yang di
bumi, semuanya (sebagai karunia) dari-Nya. Sungguh, itu adalah tanda-tanda
(Kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berfikir (13). ”
 Islam menempatkan orang yang beriman + berilmu + beramal shalih pada
derajat yang tinggi.
 Q.S. Al-Mujadilah: 11
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bila dikatakan kepadamu ‘Berilah ruang
dalam majelis’, maka berilah ruang, Dan Allah akan memberimu ruang. Dan apabila
dikatakan kepadamu ‘Pergilah’, maka keluarlah kamu. Niscaya Allah akan menaikkan
derajat orang yang beriman, dan orang yang diberi pengetahuan diantara kamu. Dan
Allah tahu benar apa yang kamu lakukan.”
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains

 Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains), terdapat dalam


al-Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti, dan
Maurice Bucaile.
 Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.
Faktor-faktor Pendorong Kemajuan Sains dalam Peradaban Islam

  Universalisme
Dalam Al-Quran surat Ali-Imran:110 disebutkan bahwa, orang yang beriman, mengajak
kepada kebaikan, dan mencegah yang mungkar, dikategorikan sebagai manusia yang lebih
baik daripada ahli kitab sekalipun.

 Toleransi
Adanya toleransi antar umat, toleransi akan kemauan untuk berbagi ilmu an kemauan
menerima ilmu, menyebabkan perkembangan sains atau pengetahuan berkembang pesat.

 Karakter pasar internasional


Luasnya jaringan perdagangan pada masa itu sangat mempengaruhi perkembangan sains
masa itu. Luas daerah kekuasaan Islam pada Dinasti Abbasiyah dari India di Timur
sampai dengan Andalusia di Barat. Pengaruh lain adalah Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk
mencari ilmu pengetahuan). Selain itu, gelombang ekspansi atau perluasan daerah
kekuasaan yang cukup besar juga mempengaruhi perkembangan sains dalam peradaban
islam.

Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi demikian cepat antara lain adalah:

1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan


Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia.
Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah
dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam
diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada
waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena
sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan
dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak
kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena
pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang
bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium,
yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu
membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih
jauh.
 Perhargaan terhadap sains dan saintis
Al-Makmun membangun Baitul Hikmah

 Keterpaduan antara tujuan dan alat/cara


Sains dan nilai (etika atau moral) harus berjalan bersamaan

KEMUNDURAN SAINS DALAM PERADABAN ISLAM


 IHYA’ ULUMIDDIN menyerukan umat Islam untuk kembali meng’hidup’kan
ajaran agama
 SALAH PAHAM Larangan untuk mempelajari sains, sehingga budaya
mempelajari sains ditinggalkan
 Dampak kemunduran sains yaitu ketimpangan posisi ilmu , terpisahnya tradisi
filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan
 Filsafat dan sains berada dalam satu kelompok (ilmu duniawi), agama berada
dalam kelompok lain (ilmu ukhrawi).
Daftar Pustaka :

Rasyidah, Khilafah. Masa Kemajuan Islam (650-1000 M) . diakses pada tanggal 27


November 2012 diakses
di http://pustaka.abatasa.com/pustaka/detail/sejarah/allsub/151/masa-kemajuan-islam-
650-1000-m—khilafah-rasyidah.html
Agung, Frida.2012.. Presentasi Kemajuan dan Kemunduran Sains dalam Peradaban
Islam. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga
 
Leave a comment
Posted by anggaanggern on November 27, 2012 in Uncategorized
 
STRATEGI PENGEMBANGAN SAINS-TEKNOLOGI DI DUNIA ISLAM
27NOV
Dalam proses pengembangan keilmuan,tidak lepas dari filsafat, sebagai asal berbagai
ilmu, dan asumsi-asumsi ilmu. Terdapat tiga asumsi-asumsi ilmu yaitu ontologis,
epistmologi, dan aksiologis. Melalui tiga asumsi inilah stategi pengembangan sains –
islam terbentuk. berikut penjelasa asumsi tersebut :

1)      Ontologi.
Studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Kata Ontologi berasal dari Yunani, yaitu onto yang artinya ada dan logos yang artinya
ilmu. Dengan demikian, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. Ruang
kajian ontologi adalah pemikiran manusia yang rasional dan yang bisa diamati melalui
panca indera manusia.
Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu?
Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan
daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu? Dari pertanyaan –
pertanyaan yang menyangkut wilayah rasional tersebut, islam juga mengajarkan, dari Al-
Quran, untuk memahami Allah SWT dapat dilakukan melalui ayat-ayat qauliyyah dan
kauniyyah. Allah telah memberi petunjuk kepada manusia dalam 750 ayat Al-Quran yang
membahas tentang fenomena alam.

2)      Epietemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan
pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature,
methods and limits of human knowledge). Epistemologi juga disebut teori pengetahuan
(theory of knowledge). berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”,
“pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilrniah”, dan logos =  teori. Epistemologi dapat
didefmisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur,
metode dan sahnya (validitas) pengetahuan.
Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang bagaimana seorang
ilmuwan akan membangun ilmunya. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain:
bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu?
Bagaimanakah prosedurnya? Untuk hal ini, kita akan mengarah ke cabang
fisafat metodologi. Dalam ilmu filsafat islam juga dikenal pendekatan metodologis yaitu
bayani, burhani, irfani. Dari sinilah mulai diintegrasikan filsafat metodologis tersebut.
a. Bayani
Dalam bahasa filsaat yang disederhanakan, pendekatan bayani dapat diartikan sebagai
Model metodologi berpikir yang didasarkan atas teks. Dalam hal ini teks sucilah yang
memilki otoritas penuh menentukan arah kebenaran sebuah khitab. Fungsi akal hanya
sebagai pengawa lmakna yang terkandung di dalamnya. Makna yang dikandung dalam,
dikehendaki oleh, dan diekspresikan melalui teks dapat diketahui dengan mencermati
hubungan antaramaknadanlafadz.

b.Burhani
Nalar burhani (demonstratif) merupakan pengaruh dari tradisi pikir Yunani,
nalar burhani (demonstratif logic) sebagaimana dikatakan oleh Abed al-Jabiri merupakan
hasil dari tradisi berpikir Yunani yang memposisikan pemikiran manusia pada upaya
untuk mencari sebab-sebab dari sesuatu. Masuknya pengaruh nalar burhani dalam
pemikiran Islam ditandai dengan penerjemahan besar-besaran karya-karya filsafat Yunani
ke dalam bahasa Arab di masa khalifah al-Makmun. Menurut al-Jabiri hal ini merupakan
tonggak pertemuan antara nalar rasional Yunani dengan nalar teks Arab. Berbeda dengan
epistemologi bayani yang mendasarkan kebenaran pada teks, epistemologi burhani sangat
menekankan pada kekuatan rasio yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Bahkan dalil-
dalil agama hanya bisa diterima sepanjang ia sesuai dengan logika rasional. Epistemologi
burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan
sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya. Dengan demikian epistemologi burhani
memberikan porsi yang sangat besar pada kekuatan rasio manusia dalam mencapai
kebenaran.
c. Irfani
Secara terminologis, irfan bisa diartikan sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang
diperoleh melalui penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hambaNya (kasyf) setelah
adanya latihan (riyadhah) yang dilakukan atas cinta (mahabbah). Berdasarkan pengertian
tersebut, irfan merupakan dimensi spiritualisme Islam yang tidak memisahkan
pengetahuan dengan spiritualitas, akal dengan hati, serta mensinergiskan antara
pencapaian pencerahan mistikal dengan pemahaman rasional-filosofis mengenai
pengalaman-pengalaman spiritualitas atau batiniah tersebut.
3)      Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
aksiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai etika seorang ilmuwan.
Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu
digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan profesional?
Dengan begitu , kita akan mengarah ke cabang fisafat Etika.
Setelah mengetahui Pengembangan ilmu yang dilihat dari filsafat, kita juga perlu
melakukan tindakan- tindakan nyata dalam pengembangan ilmu khususnya sains dan
teknologi. Pengembangan sains dan teknologi pati tidak lepas hubungannya denga
pemerintah, sebagai pemegang kekuasan. Perkembangan sains-teknologi dan
pembangunan bangsa adalah dua hal yang berimplikasi. Tindakan nyata pemerintah
sebagai dukungan pengembangan sains adalah dengan pendidikan da penelitian.
Pemerintah mewajibkan warga negara untuk menempuh wajib belajar 9 tahun dan 12
tahun. Dari segi penelitian, pemerintah memfokuskan penelitian pada 6 pembangunan:
ketahanan pangan, penciptaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan,
pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi, pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan dan pengembangan
teknologi kesehatan dan obat.

 
 
EMPAT TIPOLOGI HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
13NOV
1. Tipologi Konflik
Konflik antara Sains adan Agama dapat terjadi karena sebab –sebab sebagai berikut
fundamentalisme sains (ilmu pengetahuan) , fundamentalisme agama (kitab suci ). Merasa
dirinya benar (paling benar)dan menyalahkan yang lain.

 
 
SEJARAH HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA
13NOV
Hubungan sains dan agama dari abad ke abad mengalami pasang surut. Ada masa saat
islam dan sains terhubung secara harmonis ada pula konflik yang terjadi dalam hubungan
islam dan sains. Contoh hubungan agama dan sains yang berlangsung harmonis pada masa
kejayaan peradaban islam. Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains
dalam pengertian Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-
satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan
hanya sains dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya
dalam Islam disiplin ilmu agama merupakan sains

BAB III

ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM


Penegakan Hukum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara antara
lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga Negara.
Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang bersangkutan.
Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa bagaimana kaidah
hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak
penguasa (lihat synopsis). Pada sistem politik demokratis juga tidak semulus yang kita
bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih berat pada
eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi pemerintahan belum direformasi, birokratnya
masih “kegemukan” dan bermental mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami
kepincangan dan kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas).

Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang siur
penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu
berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati
(dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi
aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya
hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius constituendum.4 Kaidah hukum atau
peraturan itu sendiri, apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan
kuantitatif apakah sudah cukup mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan
hukum mungkin sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia
terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi
kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada masyarakat.
Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi petugasnya malah kurang baik.
Demikian pula jika peraturannya buruk, maka kualitas petugas baik.
Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak cukup
memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga negara atau
warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan. Indikator
berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu lebih
disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.

Hukum dan Keadilan Dalam Islam


Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan, ada
undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata-nyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society).
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang
satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai
macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika
hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan
beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-
persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-
tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa merusak
kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan
bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat
berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai
dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku
adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah
karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang
budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”.
(H.R.Buchori dari Anas)
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih
terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah, sehingga
rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu
dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science
and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu,
yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.

QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan
keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapakmu atau kerabatmu”.

BAB IV
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR

Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya.
Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak
keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.

Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang
meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi
kehidupan manusia.

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya sebagai
landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali
Imran: 110)

Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan diturunkannya
Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang ma’ruf, yaitu tauhid
yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan menghilangkan yang mungkar, yaitu
kesyirikan yang menjadi sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang disampaikan melalui rasul-Nya
adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah perkara yang
mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar
ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara
menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi
mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….” (Ali Imran: 110)
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili.
Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.

Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak ada
lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar
ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu
tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya;
atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat
melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.” (Syarh Shahih Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar adalah
fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada pihak lain yang menjalankannya.”
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal yang
sama, “Ketika para da’i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan kebodohan
mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak kepada
kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang
sesuai dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap orang
wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta taatlah
dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya dari
kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan proses
amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu dibanding
yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.

Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap-tiap
individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat yang
dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul
Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ‫ك أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َم‬
‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no.
70 dan lain-lain)

Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar


Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima.
Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan meskipun
benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan
berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran berarti harus
berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.

Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.


Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan kecenderungan
mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wa
ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih dominan daripada
kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki meliputi
tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta dapat membedakan
antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang menjadi sasarannya;
serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat dan terbaik sesuai
dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan utamanya adalah supaya
tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak
menimbulkan kemungkaran yang lain.

Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak mustahil
apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:
ِ ‫ْطي َعلَى ْال ُع ْن‬
ُ‫ف َو َما اَل يُ ْع ِطي َعلَى َما ِس َواه‬ ِ ‫ق َويُ ْع ِطي َعلَى الرِّ ْف‬
ِ ‫ق َما اَل يُع‬ َ ‫ق يُ ِحبُّ ال ِّر ْف‬
ٌ ‫إِ َّن هللاَ َرفِي‬

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap urusan.
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu yang
tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa ta’ala akan
memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-
Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688,
dan ad-Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ُ‫ع ِم ْن َش ْي ٍء إِاَّل َشانَه‬ َ ‫إِ َّن ال ِّر ْف‬
ُ ‫ق اَل يَ ُكونُ فِي َش ْي ٍء ِإاَّل زَ انَهُ َواَل يُ ْن َز‬

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan menghiasinya, dan
tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan menghinakannya.”
(HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)

Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar ma’ruf


dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil
(proporsional), dan berilmu yang baik.”
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan perasaan
manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar hendaknya
mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali,
mereka yang cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak
mengapa untuk mencegahnya dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan


sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya.
Siapa yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum),
sungguh ia telah mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu kerusakan
yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.

Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi


mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala telah
memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang
memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di
dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada
yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).”
(al-Ahqaf: 35)
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya


engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu ketika
engkau bangun.” (at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam


firman-Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya sebagai
penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan kebenaran. Oleh
karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan serta ujian baginya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,
‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-
orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti
mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3)

Wal ‘ilmu ‘indallah.

Ada 73 golongan yang disebutkan dalam sebuah hadis yang akan selamat di hari akhir.
Riwayat hadis tersebut sangat terkenal di antara umat Islam dan sering disampaikan dalam
majelis-majelis taklim.

Riwayat hadis tersebut, yaitu dari Imam Thabrani, Orang- orang Yahudi bergolong-golong
terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong- golong menjadi 71 atau
72 golongan, dan umatku (kaum Muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan.
Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.

Ditanyakan, Siapakah yang selamat itu? Rasulullah SAW menjawab, Ahlusunnah wal
jamaah. Dan kemudian ditanyakan lagi, Apakah Ahlusunnah wal jamaah itu? Beliau
menjawab, Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan
oleh Rasulullah SAW dan diamalkan beserta para sahabat).
Ustaz Sofyan Chalid Ruray dalam kajian di Masjid Nurul Iman Blok M, Jakarta Selatan,
menjelaskan tentang apa ciri dari orang penganut Aswaja tersebut. Salah satunya adalah
melaksanakan amar makruf nahi mungkar.

"Amar makruf nahi mungkar adalah membantah dan menjelaskan kesalahan yang
menyelisihi kebenaran, ujar Ustaz Sofyan saat mengisi materi kajian dengan tema 6
Prinsip Utama Ahlusunnah wal Jamaah (dari kitab Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar),
belum lama ini.

Ustaz Sofyan menegaskan, upaya mengingatkan kebenaran juga termasuk dari prinsip
ajaran Islam.Ia mengatakan, melaksanakan amar makruf nahi mungkar akan menjadikan
seseorang menjadi umat yang mulia.

Mereka juga akan termasuk orang dalam golongan yang beruntung. Sebagaimana dalam
surah Ali Imron ayat 104, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Keberadaan manusia di muka bumi mempunyai tanggung jawab yang sangat besar.
Terlebih, dia menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al- Baqarah ayat
30 bahwa ma nusia di dunia sebagai khalifah di bumi.

"Kita umat Islam punya misi, yaitu memerintahkan amar makruf nahi mungkar dan
melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah, kata Ustaz Sof yan.

Sebaliknya, menurut Ustaz Sofyan, umat Islam yang membiarkan terjadinya


kemungkaran, dia pun akan mendapatkan imbalannya berupa keburukan. Ia mengatakan,
hal tersebut sudah d ijelaskan dalam Alquran surah al-Maidah ayat 79, Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.

Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Mengajak seseorang
untuk melakukan kebaikan dan mencegah melakukan kemungkaran, menurutnya,
merupakan investasi jangka panjang. Amar makruf nahi mungkar yang dilaksanakan oleh
seseorang selamanya akan mendapatkan posisi yang mulia.

Seperti Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka mendapatkan kedudukan yang mulia
hingga sekarang.Para sahabat selalu menyampaikan setiap perintah Rasulullah kepada
umat Islam lainnya. Sehingga, pahala akan terus mengalir kepada mereka.

Ustaz Sofyan juga mengajak umat Islam agar tidak mengajarkan kesesatan kepada orang
lain. Pasalnya, mereka akan ikut menanggung dosa pada setiap kesesatan yang dikerjakan
oleh seseorang.Untuk itu, ia menegaskan, mereka juga termasuk orang- orang yang tidak
berada pada posisi umat yang mulia.

Ia mengingatkan, di era media sosial (medsos) merupakan ujian tersendiri bagi seorang
Muslim. Seseorang dengan mudah melakukan dosa konten-konten negatif yang
disebarkan melalui medsos. Karena itu, umat Islam harus bijak menggunakan medsos. Di
era medsos ini mempermudah berita tersebar menjadi viral.

"Ini lebih berbahaya. Di upload dan disebarkan semua menjadi berdosa," tuturnya.

Dalam posisi ini, melaksanakan amar makruf nahi mungkar jelas sangat dibutuhkan.
Tujuannya, agar dosa seseorang tidak bertambah akibat dampak buruk dari
ketidakmampuan menggu- nakan medsos. Menurut Ustaz Sof yan, perintah amar makruf
nahi mungkar bentuk kasih sayang Allah kepada manusia.

Tujuan lainnya adalah untuk menyelematkan umat agar tak terjerumus kepada kesesatan.
Termasuk, untuk menjaga keaslian agama Islam. Karenanya mengingatkan setiap
kesalahan wajib dilakukan bagi setiap Muslim. Kendati demikian, mengingatkan
seseorang juga harus menggunakan cara supaya mereka tidak merasa direndahkan.

BAB V
FITNAH AKHIR ZAMAN

Oleh KH. Abdul Muhith Abdul Fattah Akan datang suatu masa di mana bangsa
mengeroyok kalian seperti orang rakus merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan
(kepada Rasulullah saw) apakah karena di saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah
saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air
banjir, hanya mengikuti kemana air banjir mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan
pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu tidak punya pedoman hidup) sungguh
Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di
dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah?
Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan benci mati.<> ADVERTISEMENT ‫الحمد هلل يبتلى‬
‫ وقال إِنَّ َما ي َُوفَّى‬, َ‫ و َسيَجْ ِزي هَّللا ُ ال َّشا ِك ِرين‬:‫ قال‬,‫ وبمايفتنون ليحذروا‬,‫ وبما يكرهون ليصبروا‬,‫عباده بما يحبون ليشكروا‬
‫ وقانا‬,‫َظي ٌم وأشهد أن الأله إال هللا‬ ِ ‫ وقال إِنَّ َما أَ ْم َوالُ ُك ْم َوأَوْ اَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ َوهللاُ ِع ْن َدهُ أَجْ ٌر ع‬,‫ب‬
ٍ ‫الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ وأشهد أن سيدنا محمدا رسول هللا سأل ربه أن يجيره من‬,‫بتعاليم دينهـ الفتن ماظهرمنها وما بطن وهو الحكيم العليم‬
‫ وقال اللهم أالطف لي فى تيسير كل عسير فان تيسير كل عسير عليك يسير‬,‫حزي الدنيا وفتنتها ومن عذاب األخرة‬
‫ اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه الذين تلقوا البالء‬.‫وأسألك اليسر والمعافاة فى الدنيا واألخرة‬
‫ مايزال البالء بالمؤمن والمؤمنة فى نفسه وولده وماله حتى‬:‫ ونصب أعينهم قوله صلى هللا عليه وسلم‬,‫بالصبر والرضا‬
‫ وقد فاز المتقون‬,‫ فيا عبادهللا أوصيكم ونفسى بتقوى هللا‬,‫ أمابعد‬.‫يلقى هللا وما عليه خطيئة‬. Kaum Muslimin
Rahimakumullah Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan
melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya karena dengan taqwa,
fa insyaallah kita mendapatkan kebahgiaan di dunia dan di akhirat (allahumma amin).
Kaum muslimin Rahimakumullah Salah satu mu'jizat Rasulullah saw Nabiyyur Rahmah
(seorang nabi yang paling sayang kepada umatnya) adalah sabda beliau yang menjelaskan
kondisi umat di masa yang akan datang, sabda tadi diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah
Ibn Yaman ra. Di mana beliau berkata: ‫كان الناس يسألون رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن الخير وكنت‬
‫أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت يا رسول هللا إنا كنا في جاهلية وشر فجاءنا هللا بهذا الخير فهل بعدـ هذا الخير‬
‫شر قال نعم فقلت هل بعد ذلك الشر من خير قال نعم وفيه دخن قلت وما دخنه قال قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير‬
‫هديي تعرف منهم وتنكر فقلت هل بعد ذلك الخير من شر قال نعم دعاة على أبواب جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها‬
‫فقلت يا رسول هللا صفهم لنا قال نعم قوم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا قلت يا رسول هللا فما ترى إن أدركني ذلك قال‬
‫تلزم جماعة المسلمين وإمامهم فقلت فإن لم تكن لهم جماعة وال إمام قال فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض على‬
‫ أصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك‬ADVERTISEMENT Orang-orang bertanya kepada
Rasulullah saw tentang 'kebaikan' (Islam) sedang aku (Hudzifah) bertanya tentang
'kejelekan' karena aku khawatir kejelekan itu menimpa pada diriku. Aku bertanya
(Hudzifah) "wahai Rasulullah kita dahulu pernah hidup di zaman jahiliyah yang penuh
keburukan, kemudian ember lillah- Allah menggantikannya dengan kebaikan (Islam),
apakah setelah kebaikan (Islam) ini akan muncul suatu kejelekan kembali? Kemudian
Rasulullah saw menjawab : ya, ada. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah setelah
kejelekan yang terjadi itu akan muncul kembali kebaikan (Islam)? Beliau (Rasulullah saw)
menjawab: ya, masih ada, tetapi kebaikan itu tidak murni, ada kekaburan (campuran) nya.
Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa kekaburannya wahai Rasulullah? Rasulullah
menjawab: yaitu kelompok (kaum) yang mengaku muslim tetapi perbuatannya tidak
murni menurut sunnahku (ada campuran/kotoran-kotoran aqidah dan faham yang tidak
menurut sunahku), dan mereka memberi petunjuk tidak menurut petunjukku. Sebagian
perbuatan mereka ada yang kamu anggap baik karena (cocok dengan sunahku) dan
sebagiannya yang lain ada yang kamu ingkari (karena) tidak sesuai dengan sunahku
(Islam). Islam dibelokkan ajarannya oleh mereka menurut kepentingannya (kelompok
mereka) dan jangan sampai ada anggapan bahwa Islam agama yang memudar (melemah)
maka ajaran Islam dirubah-rubah oleh mereka, disesuaikan dengan perkembangan zaman
(yang tambah rusak ini) ADVERTISEMENT Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya:
apakah setelah kebaikan (yaitu Islam yang dibawa oleh kaum yang tidak murni Islamnya
itu) timbul kejelekan lagi, wahai Rasulullah? Jawabannya ya, ada. Yaitu dai-dai yang
berdiri di depan pintu-pintu neraka jahannam. Barang siapa yang melaksanakan dakwah
dan ajakannya, maka mereka da'i-da'i tersebut melempar orang tadi ke dalam neraka
jahannam, dai-dai itu mengaku sebagai muslim tetapi terang-terangan dakwahnya
memusuhi Islam dan bertentangan dengan Islam. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya:
jelaskan kami (wahai Rasululllah) sifat/identitas da'i-dai itu? Rasulullah menjawab,
mereka itulah orang yang kulitnya sama dengan kulit kita dan berbicara dengan bahasa
kita. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa yang kamu perintahkan kepada kami jika
keadaan seperti itu menemui kami? Jawab Rasulullah: kamu harus (wajib) bergantung
dengan kelompok orang-orang Islam dan pimpinan-pimpinannya. Kemudian Kemudian
aku (Hudzaifah) bertanya: kalau sudah tidak ada kelompok orang-orang Islam dan
pimpinan-pimpinannya, bagaimana wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab :
tinggalkan semua kelompok-kelompok yang non muslim (semuanya), berpegang teguhlah
kepada Islam walaupun kamu sendirian. Begitu pentingnya pendirian ini hingga
Rasulullah saw menggambarkannya (seakan-akan kamu menggigit pokok pohon sehingga
kamu mati sendirian dalam keadaan demikian) Kaum Muslimin Rahimakumullah Kondisi
umat seperti yang digambarkan oleh hadits Rasulullah yang diriwayatkan shabat
Hudzaifah Ibnu Yaman di atas kini menjadi kenyataan. Dimana sekarang ini umat Islam
diterpa oleh bermacam-macam fitnah yang menjadikan umatnya ini kembali kepada
akhlaq zaman jahiliyyah. Agama masyarakat mereka diliputi berbagai kejelekan,
kejahatan, kehancuran dan perselisihan. Persis seperti yang disampaikan oleh Sayyidina
Umar bin Khattab dengan kata-kata beliau: ‫إنما ينقض عرى اإلسالم من نشأ فى اإلسالم ولم يعرف‬
‫ الجاهلية‬ADVERTISEMENT Sesungguhnya orang yang tumbuh besar di dalam agama
Islam dan tidak mengenal zaman jahiliyah, inilah yang merusak ajaran Islam sendiri
Kualitas iman umat Islam saat ini tengah melorot jauh dibandingkan pendahulu-pendahulu
mereka, jika kita cari sebabnya tidak lain karena cinta dunia dan benci mati, Rasulullah
saw bersabda: (‫ قال (صلى‬,‫ قيا أ من قلة نحن يومئذ‬،‫يوشك ان تتداعى عليكم االمم كما تتداعى االكلة على قصعتها‬
‫ وليقذفن هللا‬،‫ ولينزعن هللا المهابة من قلوب اعدائكم منكم‬،‫ ولكنكم غثاء كغثاء السيل‬،‫ بل انتم كثير‬,‫ ال‬:)‫هللا عليه وسلم‬
‫ حب الدنيا وكراهية الموت‬: )‫ وما الوهن يا رسول هللا؟ قال (صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قالوا‬،‫ )في قلوبكم الوهن‬Akan
datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus merebutkan
makanan di atas meja, ditanyakan (kepada rasulullah saw) apakah karena di saat itu
jumlah kita sedikit? Jawab rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas tetapi
kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti kemana air banjir
mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu
tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-
musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada
Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan
benci mati. Penyakit-penyakit cinta dunia ini disebabkan merasuknya rasa cinta kepada
harta, tahta, wanita, di hati manusia. Manusia ingin kaya, pangkat tinggi, punya pengaruh
hebat, terkenal dimana-mana. Manakala keinginan ini dicapai tanpa mengikuti aturan
Allah, maka inilah disebut materialistis, faha, kebenaran seperti yang disinyalir hadits
Rasulullah saw: ‫يأتي على الناس زمان همتهم بطونهم وشرفهم متاعهم وقبلتهم نساؤهم ودينهم دراهمهم ودنانيرهم‬
‫ أولئك شر الخلق ال خالق لهم عند هللا‬Akan datang kepada manusia di mana perhatianya adalah
perutnya, kebanggaan mereka adalah harta (benda) qiblatnya adalah wanita, agama
mereka adalah uang dirham dan dinar, mereka itulah makhluk paling jelek dan tidak
mendapat bagian di sisi Allah. Dalam kondisi di mana kaum muslimin mendiamkan
semua kemungkaran ini berlangsung di negeri nereka, maka penyakit cinta dunia
merajalela. Banyak kaum muslimin yang terjerat menjadi kapitalis matrialistis, tidakkan
mereka ingat firman Allah swt. ‫ فَاَل تَ ُغ َّرنَّ ُك ُم ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َواَل يَ ُغ َّرنَّ ُك ْم بِاهَّلل ِ ْال َغرُو ُر‬Janganlah sekali-kali
hidup dunia memperdayakan kamu dan janganlah pula penipu/syaithan memperdayakan
kamu dalam menta'ati Allah. Begitu pula tidakkah mereka igat peringatan Rasulullah saw
‫تعسى عبد الدينار تعسى عبد الدرهم تعسى عبد الخميصه تعسى عبدالخميصه ان اعطى رضى وان لم يعطى سخط‬
Celakalah hamba dinar dan hamba dirham, celakalah hamba pakaian jika iya diberi senang
jika tidak diberi ia marah Ungkapan hamba dinar dan dirham menunjukkan orang yang
mengabdikan diri untuk mendapatkan keuntungan materi dengan menyepelekan ajaran
Allah, hamba pakaian adalah mereka yang selalu mengikuti perkembangan mode terkini
dan trendi, yaitu mereka yang menghambur-hamburkan uang untuk mendapatkan berbagai
jenis model pakaian terbaru. Cara hidup seperti ini merupakan tipu daya (yahudi) untuk
menyesatkan umat manusia dari jalan Allah. cara hidup inilah cara hidup yang
berdasarkan system kapitalis matrialitis yang menjadikan harta dunia adalah tuhannya dan
tujuan hidupnya, sedangkan cinta dunia adalah sumber fitnah dan malapetaka. Kaum
Muslimin Rahimakumullah Oleh karena itu marilah kita dalam menghadapi zaman yang
penuh fitnah dan zaman jahiliyyah modern yang penuh kerusakan dan yang dilanda
dengan perselisihan perpecahan ini, marilah kita mengikuti pesan dan perintah Rasulullah
saw yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzfah Ibnul Yaman RA. Di atas, ‫تلزم جماعة المسلمين‬
‫ وإمامهم‬yaitu bagi mereka yang mengaku sebagai orang muslim, mari bergabung dengan
kelompok saudara yang muslim, sebab Rasulullah saw bersabda ‫عليكم بالجماعة فإن يد هللا على‬
‫ الجماعة ومن شذ شذ فى النار‬Tetapi wajiblah kamu bersama-sama jama'ah karena
kekuatan/pertolongan Allah terletak pada jama'ah dan barang siapa menyendiri
(pengenyahan diri) maka dia akan sendirian di neraka: Bagitu pula Rasulullah bersabda: ‫إن‬
‫ هللا لن يجمع أمتى على ضاللة‬Seseungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatkan (Islam)
terhadap suatu kesesatan. Dan marilah kita tetap menjadi muslim yang teguh, memegang
iman dan prinsip/pendirian bagaikan batu karang tak goyah karena hembusan badai duit
dan krisis. Tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. ‫طوبى لمن هدي إلى االسالم ولوكان‬
‫ عيشه كفافا وقنع به‬Berbahagialah orang yang ditunjukkan kepada Islam walaupun hidupnya
pas-pasan dan ia terima apa yang menjadi qadha dan qadarnya. Dan ingatlah ucapan
seorang syair: ‫ طلع الصاح‬# ‫ وكتابه أقوى وأقوم قيال التذكروا الكتاب لسوالف عنده‬# ‫أللـــه أكبر إن دين محمد‬
‫ فأطفأ القنديل‬Allah adalah maha besar sesungguhnya agama Muhammad dan kitabnya adalah
paling kuat dan lurus ucapannya. Janganlah kamu sebutkan kitab-kitabnya orang karena
dahulu di sisinya sebagai perbandingan, itu adalah bagaikan perbandingan sinar suh
dengan lampu, begitu fajar suh terbit, padamlah lampu-lampu itu. Kaum muslimin
Rahimakumullah Demikianlah khutbah hari jum'at ini semoga kita menjadi muslim yang
teguh imannya dan selamat dari fitnah dan mudah-mudahan umat Islam sadar akan
pentingnya persatuan ‫ ربنا ال تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب‬Ya Tuhan
kami, janganlah kau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah kau beri
petunjuk kepada kami. Dan kurniakanlah rahmat dari sisi engkau karena sesungguhnya
engkaulah Maha Pemberi. ‫ وتقبل‬.‫ت وال ِّذ ْك ِر ال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيّا ُك ْم بِاآليا‬,‫ك هللاُ لِ ْي َولك ْم فِي القُرْ آ ِن ال َع ِظي ِْم‬ َ ‫با َ َر‬
‫ أقول قولى هذا فأستغفر هللا العظيم لى ولكم ولسائر المؤمنين والمؤمنات‬,‫منى ومنك تالوته إنه هو السميع العليم‬
‫فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم‬. Khutbah II َ‫ َواَ ْشهَ ُد اَ ْن الَ اِلَه‬.‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ عَل َى اِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ عَل َى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬
‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫لى ِرضْ َوانِ ِه‬ َ ِ‫اعى ا‬ ِ ‫ك لَهُ َواَ ْشهَ ُد اَ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّد‬ َ ‫اِالَّ هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬
ُ‫ِو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا اَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما اَ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُموْ ا اَ َّن هللاّ اَ َم َرك ْم‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ُصلُّوْ نَ عَل َى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا‬ َ ‫بِا َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَا َل تَعاَلَى اِ َّن هللاَ َو َمآل ئِ َكتَهُ ي‬
‫ك َو ُر ُسلِكَ َو َمآلئِ َك ِة‬ َ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنا ُم َح َّم ٍد َو َعلى انبِيآئ‬
ْ َ َ َ َ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‬
َ‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِع ْين‬ َّ ‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِء الرَّا ِش ِد ْينَ اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َوع ُْث َمان َو َعلِى َوع َْن بَقِيَّ ِة ال‬ َ ْ‫ْال ُمقَ َّربِ ْينَ َوار‬
ْ
َ‫ت َوال ُم ْسلِ ِم ْين‬ ْ ْ ْ ْ ْ َ
ِ ‫ك يَا ارْ َح َم الرَّا ِح ِم ْينَ اللهُ َّم اغفِرْ لِل ُمؤ ِمنِ ْينَ َوال ُمؤ ِمنَا‬ َ َّ
َ ِ‫ض َعنا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمت‬ َ ْ‫لَهُ ْم بِاِحْ َسا ٍن اِلىيَوْ ِم ال ِّدي ِْن َوار‬
َ
ْ
َ‫ك َوال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ ِعبَادَكَ ال ُم َوحِّ ِديَّة‬ ْ َ ْ ْ
َ ْ‫ت اللهُ َّم اَ ِع َّز ا ِال ْسالَ َم َوال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوأ ِذ َّل ال ِّشر‬ ِ ‫ت اَالَحْ يآ ُء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا‬ِ ‫َو ْال ُم ْسلِ َما‬
‫ اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء‬.‫اخ ُذلْ َم ْن خَ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ اَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َوا ْع ِل َكلِ َماتِكَ اِلَى يَوْ َم ال ِّدي ِْن‬ ْ ‫ص َر ال ِّد ْينَ َو‬ َ َ‫َوا ْنصُرْ َم ْن ن‬
‫َان‬ ْ ْ
ِ ‫صةً َو َسائِ ِر البُلد‬ َّ ‫َو ْال َوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َوال ِم َحنَ َوسُوْ َء الفِ ْتنَ ِة َوال ِم َحنَ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِي ِْسيَّا خآ‬
ْ ْ ْ
‫َاواِ ْن لَ ْم‬ َ ‫ َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسن‬.‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬َ ‫ َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬. َ‫ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْين‬
ْ
‫بى َويَ ْنهَى ع َِن الفَحْ شآ ِء‬ ُ ْ
َ ْ‫ان َوإِيْتآ ِء ِذى القر‬ ِ ‫ ِعبَا َدهللاِ ! اِ َّن هللاَ يَأْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِالحْ َس‬. َ‫تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْالخَا ِس ِر ْين‬
َ ‫َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ َو ْاذ ُكرُواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ ع‬
ْ‫َلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَر‬

Fitnah-Fitnah Akhir Zaman


Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:

1). Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama


Islam.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-cepatlah kalian beramal
shalih
sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap. Seorang pada pagi harinya dalam
keadaan
mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore harinya dalam keadaan
mukmin,
pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual agamanya dengan benda-benda dunia.”
(HR. Muslim)

2). Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama


dari hati manusia.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin dekat, ilmu dicabut,
muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi al-haraj. Para
sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab, ‘Pembunuhan.’”
(Muttafaqun ‘alaih)

Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya para ulama’ ahli ilmu
agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul
da’i-da’i
yang menyeru ke dalam neraka jahanam.

3). Diangkatnya amanah dari manusia.


Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang telah
di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang ketika itu datang seorang
Badui
kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau menjawab
dengan
sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang
tersebut
kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?’ beliau menjawab,
‘Apabila
suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah hari
kiamat.’” (HR.
Bukhari)

Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari pundak-
pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat besar.
Sebagaimana
sabda shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan
diminta
pertanggungjawaban terhadap apa yang pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama, yaitu
banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik. Mereka
malah
menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya seperti
halnya
korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan
amanah
yang seharusnya disampaikan kepada rakyat.

4). Fitnah harta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat. Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar
kejahilan
(terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya zina (secara terang-
terangan)”.
(HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)

Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena beliau
merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah tersebut, sebagaimana
yang
diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar:
“Sesungguhnya
antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal tersebut akan
menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan
takutlah
kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim di antara kalian semata dan
ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25)

DAFTAR PUSTAKA

https://intanparlina.wordpress.com/2011/11/08/materi-kuliah-tentang-iman/

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam

https://id.wikipedia.org/wiki/Ihsan

https://islamandsains.wordpress.com

 http://haristelmanan.blogspot.com/2008/05/integrasi-interkoneksi.html)
www.jurnalfai-uikabogor.org › article › download
https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/

https://republika.co.id/berita/peojie313/menegakkan-amar-makruf-nahi-mungkar

: https://islam.nu.or.id/post/read/39988/fitnah-akhir-zaman

https://www.hidayatullah.com/kolom/akhir-zaman/read/2017/01/26/110489/fitnah-besar-
tercampurnya-antara-kebenaran-dan-kebatilan.html

Dari buku: Negeri-Negeri Akhir Zaman, penulis: Abu Fatiah Al-Adnani.

LAMPIRAN

DALAM berbagai kesempatan, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam kerapkali


memperingati kepada umatnya akan terjadinya berbagai bentuk kekacauan, fitnah, dan
bencana sampai terjadinya hari kiamat. Beliau telah menceritakan bahwa salah satu tanda
dekatnya kiamat adalah banyaknya fitnah besar yang menyebabkan tercampurnya antara
kebenaran dan kebatilan.
Di saat itu iman manusia mudah tergoncang. Bahkan karena beratnya fitnah yang dihadapi
manusia, ada di antara mereka yang di waktu pagi dalam keadaan beriman, di sore hari
telah menjadi kufur. Di sore hari mereka beriman, ketika masuk waktu pagi mereka telah
kufur. Dalam riwayat yang sahih disebutkan bahwa setiap kali muncul sebuah fitnah,
seorang mukmin berkomentar, “Inilah yang membawa kehancuranku.” Ternyata fitnah itu
berlalu dan digantikan dengan fitnah lain, dan setiap saat seseorang mengira fitnah yang
tengah berlangsung tersebut adalah fitnah yang membawa kebinasaan dirinya.
Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali pasti menerangkan seluruh kebaikan
kepada umatnya dan memperingatkan umatnya dari seluruh keburukan. Sesungguhnya
umat kalian ini, kesempatannya dijadikan berada pada generasi awal. Ada pun generasi-
generasi di akhir zaman akan menghadapi ujian besar dan perkara-perkara yang kalian
ingkari.
Akan datang sebuah fitnah, sebagiannya lebih ringan dari sebagian lainnya (maksudnya:
beratnya fitnah yang tengah menimpa akan dianggap lebih ringan bila dibandingkan
beratnya fitnah yang akan terjadi sesudahnya). Setelah itu datang fitnah yang lain, maka
seorang mukmin akan mengatakan, “Inilah yang membawa kebinasaanku.” Namun
ternyata fitnah itu akhirnya berlalu dan datanglah fitnah yang lain, sehingga seorang
mukmin berkata, ”Barangkali fitnah inilah yang akan membawa kehancuranku…
barangkali fitnah inilah yang akan membawa kehancuranku.”(HR.Muslim Kitab Al-
Imarah no.3431, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya, menjelang terjadinya Kiamat
ada fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap gulita, pada pagi hari
seseorang dalam keadaan beriman, tetapi pada sore hari ia menjadi kafir. Sebaliknya pada
sore hari seseorang dalam keadaan beriman, namun di pagi hari ia dalam keadaan kafir.
Orang yang duduk pada masa itu lebih baik daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih
baik daripada yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang
berjalan cepat. Maka, patahkan busur kalian, putus-putuslah tali kalian, dan pukullah
pedang kalian dengan batu. Jika salah seorang dari kalian kedatangan fitnah-fitnah ini,
hendaklah ia bersikap seperti anak terbaik di antara dua anak Adam (yakni sikap seperti
Habil, jangan seperti Qabil).” (HR.Abu Daud no.4259).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda, “Bersegeralah kalian
melakukan amal saleh sebelum datangnya fitnah yang seperti potongan-potongan malam
yang gelap gulita. Pagi-pagi seseorang masih beriman, tetapi di sore hari sudah menjadi
kafir; dan sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi
kafir.” (HR. Muslim: Kitab Al-Iman no.169).
Ini merupakan peringatan penting bagi setiap manusia, bahwa banyaknya fitnah yang
menyebabkan seseorang murtad, merupakan tanda dekatnya akhir zaman. Untuk skala
lokal, barangkali yang paling nyata adalah fenomena fitnah kesulitan hidup, kemiskinan,
dan kesengsaraan yang menyebabkan seseorang dengan mudah menukar agamanya. Juga
godaan dunia yang dikemas sedemikian menggiurkan bagi siapa pun untuk mencicipinya,
sehingga siapa pun yang tidak memiliki ketahanan iman, sangat mungkin mengubah
imannya dalam bilangan hari.
Namun di antara berbagai fitnah yang dinubuatkan oleh beliau Shalallaahu ‘Alahi
Wasallam, tidak ada satu pun fitnah yang lebih berbahaya, lebih dahsyat, dan lebih keras
efek yang ditimbulkannya melebihi fitnah Dajjal. Hal ini sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah,
“Semenjak Allah menciptakan keturunan Adam hingga hari kiamat nanti, tidak ada fitnah
yang lebih besar di muka bumi ini dibandingkan fitnah Dajjal.” (HR.Muslim: Kitab Al-
Fitan wa Asyrath As-Sa’ah no. 5239).
Demikian fitnah Dajjal, sehingga setiap rasul yang diutus kepada umat manusia senantiasa
memperingatkan bahaya fitnah tersebut kepada umatnya, sebagaimana dijelaskan dalam
hadits sahih berikut ini,
“Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang nabi, melainkan nabi tersebut telah
memperingatkan kaumnya dari fitnah Dajjal. Nabi Nuh telah memperingatkan umatnya
akan fitnah Dajjal, demikian pula para nabi sesudahnya. Ketahuilah, sesungguhnya Dajjal
akan muncul di antara kalian (maksudnya pada masa umat ini yang merupakan umat
terakhir) dan perkara Dajjal itu tidak lagi samar bagi kalian. Demikian pula perkara Rabb
kalian tidak samar lagi bagi kalian (beliau bersabda demikian sebanyak tiga kali).
Sesungghnya Rabb kalian tidak buta sebelah, sedangkan Dajjal adalah makhluk yang buta
mata sebelah kanannya, seakan-akan matanya adalah buah anggur yang terapung.”
(HR.Muslim).*/Sudirman

Anda mungkin juga menyukai