MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al Islam Studi Al-Alquran yang
diampu oleh Bu Nur Khaeriah.S.Th.I.,M.Si
disusun oleh :
SOHIBURROHIM (200111097)
FADILAH MUHAROMAH (200111023)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat
hidayatnya sehingga diberikan kemudahan dalam menyelesaikan Makalah “Mengerti dan
Memahami Larangan Riba dalam Al-Quran” ini. Penulisan makalah ini disusun guna
memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Al Islam Study Al Quran. Oleh karena itu,
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif panduan dan menambah wawasan bagi
pembaca.
Makalah ini mengulas tentang beberapa materi-materi mata kuliah Al Islam Study Al-
quran, hal ini didasarkan pada berbagai literatur yang cukup representatif. Semoga kehadiran
makalah ini yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi program studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Cirebon ini dapat berguna bagi semua pembaca, adapun puncak
keberkahan dari penulisan makalah adalah kebermanfaatan ilmu. Semoga amal shaleh ini
diganjar dengan pahala yang tetap mengalir.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan baik secara materiil maupun moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah dengan sebaik-baiknya, dengan segala kerendahan hati
penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain demi memperbaiki
kekurangan pada makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................................2
2.1 Ayat al-quran yang memerintahkan dan menjelaskan tentang riba......................................2
2.2 Definisi riba............................................................................................................................3
2.3 Jenis-jenis riba.......................................................................................................................4
2.4 Illat pelarangan riba menurut berbagai mazhab....................................................................5
2.5 Tahapan pelarangan riba dalam al-quran..............................................................................7
BAB III...............................................................................................................................................9
3.1 KESIMPULAN................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................10
ii
iii
BAB I
PEMBUKAAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Riba adalah perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Istilah ini memang sudah tidak
asing lagi untuk didengar dalam kehidupan sehari-hari.
Riba menurut bahasa artinya kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba dapat
diartikan melebihkan jumlah uang pinjaman berdasarkan persentasi tertentu dari jumlah
pinjaman pokok. Sedangkan dalam arti lain, riba artinya bertambah dan membesar.
Praktik riba sangat merugikan bagi salah satu pihak. Inilah salah satu alasan kenapa Islam
melarang adanya praktik riba. Namun, mungkin masih banyak orang yang kurang
memahami atau mengetahui alasan lain kenapa riba itu dilarang dalam Islam.
Di dalam Al-Quran, Allah SWT telah berfirman di dalamnya dan melarang dengan tegas bagi
siapa pun untuk memakan harta riba. Setidaknya ada 5 ayat yang melarang praktik riba.
1. Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 39
ٓ
َ ُوا ِعن َد ٱهَّلل ِ ۖ َو َمٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن زَ َك ٰو ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ ٱهَّلل ِ فَُأ ۟و ٰلَِئ
َك هُ ُم ْٱل ُمضْ ِعفُون ۟ َومٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َو ۟ا فِ ٓى َأ ْم ٰ َو ِل ٱلنَّاس فَاَل يَرْ ب
ِ َ
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
2. Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 278-280
ولِ ِه ۖ َوِإن تُ ْبتُ ْمzب ِّمنَ هَّللا ِ َو َر ُس ٍ ْ رzْأ َذنُوا بِ َحzَوا فzzُِإن لَّ ْم تَ ْف َعلzَيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَقِ َي ِمنَ ال ِّربَاِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِينَف
َ َر ٍة ۚ َوَأن تz َرةٌ ِإلَ ٰى َمي َْسz َر ٍة فَنَ ِظzُس
ٌر لَّ ُك ْم ۖ ِإن ُكنتُ ْمz َّدقُوا َخ ْيzَص ْ ظلَ ُمون ََوِإن َكانَ ُذو عْ َُظلِ ُمونَ َواَل ت
ْ فَلَ ُك ْم ُر ُءوسُ َأ ْم َوالِ ُك ْم اَل ت
َتَ ْعلَ ُمون
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-
Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika
(orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.
2
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
هُ َوَأ ْكلِ ِه ْمzوا َع ْنzzُ ْد نُهzَا َوقzzَ ِذ ِه ُم ال ِّربzبِي ِل هَّللا ِ َكثِيرًا َوَأ ْخzص ِّد ِه ْم عَن َس ْ َّت ُأ ِحل
َ ِت لَهُ ْم َوب ٍ فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا
اس بِ ْالبَا ِط ِل ۚ َوَأ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا َألِي ًما
ِ ََّأ ْم َوا َل الن
Artinya: Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan
untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Nah, itulah lima ayat di dalam Al-Qur'an yang menerangkan kalau perbuatan riba itu
dilarang agama Islam dan tidak disukai oleh Allah SWT.
3
Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, tetapi secara umum terdapat benang merah
yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-
beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip
muamalat dalam Islam.
4
Contohnya, misalkan ada penjual mobil yang menawarkan mobilnya seharga Rp
90.000.000 jika langsung bayar secara tunai, namun jika dicicil total menjadi Rp
95.000.000. kemudian penjual dan pembeli tidak menegaskan berapa yang harus
dibayarkan hingga akhir transak
4. Riba Nasi’ah
Jenis-jenis riba yang terakhir adalah riba Nasi'ah yang berarti tambahan yang disyaratkan
diambil atau diterima dari orang yang dihutangi sebagai kompensasi dari penundaan
pelunasan. Ulama Hanafiah memasukan ke dalam kelompok riba nasi’ah suatu bentuk
barter yang tidak ada kelebihan, akan tetapi penyerahan imbalan atau harga diakhirkan.
Riba ini hukumnya haram berdasarkan Al-Quran dan hadis.
Riba nasi'ah dikenal sebagai riba jahiliyah karena berasal dari kebiasaan orang jahiliah yang
memberikan pinjaman kepada seseorang dan ketika jatuh tempo telah tiba akan
menawarkan untuk diperpanjang sehingga membuat riba ini beranak atau berganda.
Riba nasi’ah biasanya ada dalam praktek yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan
atau perbankan, dengan sistem pinjaman uang yang pengembaliannya diangsur dengan
bunga bulanan atau tahunan sekitar 7-5%. Praktek seperti ini jelas disebut riba dalam
jenis nasi’ah dan hukumnya haram.
Riba merupakan transaksi haram dan termasuk dosa besar. Pelaku riba mendapatkan laknat
dari Allah dan dijauhi dari rahmat-Nya. Riba itu aniaya atau zalim secara realitasnya,
meskipun yang terzalimi merasa terbantu, bagaimanapun mengambil tambahan adalah
zalim. Riba memang sukarela, jika tidak secara sukarela maka bukan riba melainkan
perampasan. Apapun jenis ribanya, yang pasti hukumnya haram dan harus dijauhi.
Selain itu, riba mendapat ancaman peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya riba yang
mendapat ancaman dari Allah dan Rasul-Nya sesuai dalam hadits Arba’in yang
berbunyi "Barang siapa memusuhi wali-ku, maka Aku umumkan perang kepadanya..."
5
diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl. Adapun
jual beli selain barang-barang yang di timbang. Seperti hewan, kayu dan lain-lain tidak
dikatakan riba meskipun ada tambahan dari salah satunya, seperti menjual satu kambing
dengan dua kambing sebab tidak termasuk barang yang bias ditimbang. Ukuran riba
fadhl pada makanan adalah setengah sha’, sebab menurut golongan ini, itulah yang
ditetapkan syara’. Oleh karena itu, di bolehkan tambahan jika kurang dari setengah sha’.
Illat riba nasi’ah adalah adanya salah satu dari dua sifat yang ada pada riba fadhl dan
pembayaranya diakhirkan. Riba jenis ini telah biasa dikerjakan oleh orang jahiliyah,
seperti seorang membeli dua kilogram beras pada bulan januari dan akan dibayar
dengan dua setengah kilogram beras pada bulan februari. Contoh lain dari riba nasi’ah
yang berlaku secara umum sekarang adalah bunga bank.
b. Madzab Malikiyah
Illat diharamkanya riba menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga,
sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam
hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat diharamkanya riba nasi’ah dalam
makanan adalah sekadar makanan saja (makanan selain untuk mengobati), baik karena
pada makanan tersebut terdapat unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan
lama atau tidak ada kedua unsur tersebut. Illat diharamkanya riba fadhl pada makanan
adalah makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama.
Alasan ulama Malikiyah menetapkan illat di atas antara lain, apabila riba dipahami agar
tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan tersebut
haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia, yakni makanan pokok,
seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.
c. Madzab Syafi’i
Illat riba pada emas dan perak adalah harga, yakni kedua barang tersebut
dihargakan atau menjadi harga sesuatu. Begitu pula uang, walaupun bukan terbuat dari
emas, uang pun dapat manjadi harga sesuatu. Makanan adalah Illat pada segala sesuatu
yang bisa dimakan dan memenuhi tiga. Pertama, sesuatu yang biasa kriteria berikut
ditujukan sebagai makanan atau makanan pokok. Kedua, makanan yang lezat atau yang
dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti ditetapkan dalam nash adalah kurma,
diqiyaskan padanya, seperti tin dan anggur kering. Ketiga, Makanan yang dimaksudkan
untuk menyehatkan badan dan memperbaiki makanan, yakni obat. Ulama Syafi’iyah
antara lain beralasan bahwa makanan yang dimaksudkan adalah untuk menyehatkan
badan. Dengan demikian, riba dapat terjadi pada jual beli makanan yang memenuhi
kriteria di atas. Agar terhindar dari unsur riba, menurut ulama Syafi’iyah, jual beli
memenuhi kriteria diantaranya dilakukan waktu akad, tidak mengaitkan pembayarannya
pada masa yang akan datang, sama ukuranya, dan tumpang terima. Menurut ulama’
Syafi’iyah, jika makanan tersebut berbeda jenisnya, seperti menjual gandum dengan
jagung, dibolehkan adanya tambahan. Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada
hadits. الذهب با لذهب و الفضة بالفضة و البر بالبر و الشعير بالشعير و التمر بالتمر و الملح بالملح سواء بسواء
يدا بيدا فاذا حتلفت هذه االصناف فبيعوا كيف شئتم اذا كان يدا بيدا
Artinya; “(jual beli) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, keduanya sama,
6
tumpang terima. Jika tidak sejenis, juallah sekehendakmu asalkan tumpang terima”
(Karim, 2002:54). Selain itu, dipandang tidak riba walaupun ada tambahan jika
asalnya tidak sama meskipun bentuknya sama, seperti menjual tepung gandum dengan
tepung jagung.”
d. Madzhab Hambali
Pada madzhab ini terdapat tiga riwayat tentang illat riba, yang paling masyhur adalah
seperti pendapat ulama hanafiyah. Hanya saja, ulama hanafiyah mengharamkan pada
setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma. Riwayat kedua adalah sama
dengan illat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah. Riwayat ketiga, selain pada
emas dan perak adalah pada setiap makanan yang ditimbang, sedangkan pada makanan
yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba walaupun ada tambahan. Demikian juga
pada sesuatu yang tidak dimakan manusia. Hal itu sesuai dengan pendapat Said Ibn
Musayyab yang mendasarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah SAW. ال ربا االفيما كيل
﴾اووزن مما يؤكـل أو يشرب ﴿رواه الدارقطعى
Artinya: “Tidak ada riba, kecuali pada yang ditimbang atau dari yang dimakan dan
diminum”.
e. Madzhab Zhahiri
Menurut golongan ini, riba tidak dapat di-illatkan, sebab ditetapkan dengan nash saja.
Dengan demikian, Riba hanya terjadi pada barang-barang yang telah ditetapkan pada
fiqih di atas, yaitu enam macam sebab golongan ini mengingkari adanya qiyas.
َ اس فَاَل يَرْ بُو ِع ْن َد هَّللا ِ ۖ َو َما آتَ ْيتُ ْم ِم ْن َز َكا ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ هَّللا ِ فَُأو ٰلَِئ
َك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُون ِ َو َما آتَ ْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لِيَرْ بُ َو فِي َأ ْم َو
ِ َّال الن
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia.
Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar Rum : 39).
2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras
kepada orang Yahudi yang memakan riba. Sebagai contoh real
7
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang
pedih” (QS. An-Nisa: 160-161).
3. Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang
berlipat ganda. Menunjukkan karakter riba
َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا ال ِّربَا َأضْ َعافًا ُم
َضا َعفَةً ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali
Imran:130).
4. Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali
mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil daripada pinjaman.
Memberikan hukum
َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَقِ َي ِمنَ الرِّ بَا ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِين
“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”
(QS. Al Baqarah: 278-279).
BAB III
PENUTUP
8
3.1 KESIMPULAN
Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba
artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan atau nilai lebih atau
tambahan. Riba berarti nilai tambahan yang diharamkan dalam urusan pinjam-meminjam
dimana salah satu pihak merasa berat dan rugi. Riba ada 4, yaitu: Riba Fadli, Riba
Nasi’ah, Riba Qardh dan Riba Yad. Hukum riba adalah haram. Pendapat Ulama tentang
‘Illat Riba, Ulama sepakat menetapkan riba fadhl pada tujuh barang, seperti terdapat para
nash, yaitu emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur kering. Pada
bendabenda ini, adanya tambahan pada pertukaran sejenis adalah diharamkan. Illat riba
fadzl menurut ulama’ hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta
barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur kering.
Illat diharamkanya riba menurut ulama’ Malikiyah pada emas dan perak adalah harga,
sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam
hubunganya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl. Illat diharamkanya riba nasi’ah dalam
makanan adalah sekadar makanan saja (makanan selain untuk mengobati), baik karena
pada makanan tersebut terdapat unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama
atau tidak ada kedua unsur tersebut. Illat diharamkanya riba fadhl pada makanan adalah
makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama. Menurut
Imam Syafi’i Makanan adalah Illat pada segala sesuatu yang bisa dimakan dan memenuhi
tiga. Pertama, sesuatu yang biasa kriteria berikut ditujukan sebagai makanan atau
makanan pokok kedua, Makanan yang lezat atau yang dimaksudkan untuk melezatkan
makanan, seperti ditetapkan dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin
dan anggur kering; dan ketiga, makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan
dan memperbaiki makanan, yakni obat. Ulama Syafi’iyah antara lain beralasan bahwa
makanan yang dimaksudkan adalah untuk menyehatkan badan.
Adapun menurut Madzhab Hambali, terdapat tiga riwayat tentang illat riba, yang
paling masyhur adalah seperti pendapat ulama Hanafiyah. Hanya saja, ulama hanafiyah
mengharamkan pada setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma. Riwayat
kedua adalah sama dengan illat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah. Riwayat
ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap makanan yang ditimbang,
sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba walaupun ada
tambahan. Menurut Madzhab Zhahiri, riba tidak dapat di-illatkan, sebab ditetapkan
dengan nash saja. Dengan demikian, Riba hanya terjadi pada barang-barang yang telah
ditetapkan pada fiqih di atas, yaitu enam macam sebab golongan ini mengingkari adanya
qiyas
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Abu Sura’i (1993). Bunga Bank Dalam Islam. Terj M. Thalib,. Surabaya: Ikhlas.
Ash-Shawi, Sholah dan Abdullah al-Muslich. (2001). Fikih Ekonomi Islam. Jakarta: Darul
Haq.
Chair, Wasilul. “Riba dalam perpektif islam dan sejarah”. Iqtishadia, Vol. No. 1. Juni 2014,
98- 117.
4 Jenis jenis Riba Dalam Islam Beserta Hukumnya yang Wajib Diketahui - KapanLagi.com
10