Anda di halaman 1dari 11

AYAT TENTANG GADAI

Q.S. AL BAQARAH AYAT 283


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Tafsir ayat ahkam muamalah II
Dosen Pengampu: Dr. Helmi Basri, Lc., M.A

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

DANIEL PRATAMA 12120213305


M. GILANG RAMADHAN 12120212522

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASI RIAU
1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah
dan inayah Nya sehingga kita bisa terus melakukan berbagai aktifitas sampai hari ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing dan
menjadi pelita umatnya sehingga berada di jalan yang benar dengan berpegang teguh pada syari’at Islam.

Kami mengucapkan rasa Syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Tafsir ayat ahkam muamalah II dengan judul “ gadai (Q.S. AL Baqarah
Ayat 283).”

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena
itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Pekanbaru , 28 oktober 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. II
DAFTAR ISI............................................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2
A. Lafadz dan terjemahan q.s. Al Baqarah ayat 283 ............................. 2
B. Penafsiran menurut wahbah az zuhaili ............................................. 3
C. Perbedaan pendapat para ulama tentang q.s. Al Baqarah ayat 283 .. 3
D. Hadits hadits yang berkaitan dengan q.s. Al Baqarah ayat 283 ........ 5
E. Hikmah pensyariatan rahn ................................................................ 6
BAB III PENUTUPAN ........................................................................................... 7
A. Kesimpulan ....................................................................................... 7
B. Saran ................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar
makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupikebutuhan
dan saling tolong menolong diantara mereka. Karena itulah sangat perlu sekali kitamengetahui
aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifatinteraksi sosial
dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta darisatu tangan
ketangan yang lainnya.Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak
bermunculan fenomenaketidakpercayaan diantara manusia, khususnya di zaman kiwari ini.
Sehingga orang terdesakuntuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan
hartanya. Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang
dan salah satunyadengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan
dan tidaktermasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang
yangmelalaikan masalah tersebut sehingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-
asalan tanpa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan mencoba
sedikitmenjelaskan apa itu gadai dan hukumnya dalam surah al Baqarah ayat 283.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah lafadz dan terjemahan dari Q.S. Al Baqarah ayat 283 ?
2. Penafsiran ayat menurut wahbah az zuhaili ?
3. Bagaimanakah Perbedaan pendapat para ulama tentang q.s. al Baqarah ayat 283 ?
4. bagaimanakah hadits hadits yang berkaitan dengan q.s. al Baqarah ayat 283 ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui lafadz dan terjemahan Q.S Al Baqarah ayat 283
2. Untuk mengetahui penafsiran ayat menurut wahbah az zubaili
3. Untuk mengetahui perbedaan pendapat para ulama tentang q.s. al Baqarah ayat 283
4. Untuk mengetahui hadits hadits yang berkaitan dengan q.s. al Baqarah ayat 283
1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lafadz Q.S. Al Baqarah Ayat 283 dan Terjemahannya

ُ‫ضا فَلي َُؤ ِد الَّذِي اؤت ُ ِمنَ أَ َمانَتَه‬ ُ ‫ضة ۖ فَإِن أَ ِمنَ بَع‬
ً ‫ض ُكم بَع‬ َ ‫سفَر َولَم ت َِجدُوا كَاتِبًا فَ ِرهَان َمقبُو‬
َ ‫علَى‬
َ ‫َوإِن ُكنتُم‬
َ َ‫ّللاُ بِ َما تَع َملُون‬
‫ع ِليم‬ َّ ‫ش َهادَةَ ۚ َو َمن يَكتُم َها فَإِنَّهُ آثِم قَلبُهُ ۗ َو‬
َّ ‫ّللاَ َربَّهُ ۗ َو َل تَكت ُ ُموا ال‬
َّ ‫ق‬ِ َّ ‫َوليَت‬
Artinya :

Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapat seorang penulis, maka hendaklah
ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa
kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

B. Penafsiran ayat menurut wahbah az zuhaili

Tafsir al wajiz menjelaskan bahwa Wahai orang-orang yang melakukan akad hutang, jika
kalian dalam keadaan bepergian, dalam perjalanan itu terdapat udzur untuk bertemu, dan kalian
tidak mendapati penulis untuk akad muamalah tersebut maka sebaiknya peminjam memberikan
jaminan yang dipegang oleh pemberi pinjaman. Ar-Rihan adalah bentuk jama’ dari rahnun. Al-
Qabdhu adalah syarat untuk menyempurnakan jaminan tersebut, menurut jumhur ulama’ selain
mazhab maliki cukup dengan adanya ijab qabul untuk mengabsahkan jaminan tersebut. Dan jika
kalian sudah saling percaya sehingga pemberi pinjaman tidak mengambil jaminan dari peminjam,
maka peminjam yang dipercaya itu sebaiknya membayar hutangnya kepada pemberi pinjaman,
tidak mengingkari kepercayaan tersebut, dan mengingkari hak-hak dalam hutang piutang
sedikitpun. Wahai para saksi, janganlah kalian menyembunyikan kesaksian kalian ketika diminta
untuk memberikan kesaksian itu. Barangsiapa menyembunyikan kesaksiannya, maka
sesungguhnya dia itu hatinya tidak bermoral, dan mengerjakan kemaksiatan, sehingga dia harus

2
dihukum atas hal tersebut karena telah mempersempit hak-hak pemberi hutang. Dan tidak ada
satupun amal kalian yang luput dari Allah.1

Ayat ini tidak menetapkan bahwa jaminan itu hanya boleh dilakukan dengan syarat dalam
perjalanan, muamalah tidak dengan tunai, dan tidak ada juru tulis. Tetapi ayat ini hanya
menyatakan bahwa dalam keadaan tersebut boleh dilakukan muamalah dengan memakai jaminan.
Dalam situasi yang lain, boleh juga memakai jaminan sesuai dengan hadis yang diriwayatkan al-
Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di
Medinah.

Pada ayat yang lalu Allah memperingatkan bahwa manusia jangan enggan menjadi juru
tulis atau memberikan persaksian bila diminta. Kemudian pada ayat ini Allah menegaskan kembali
agar jangan menyembunyikan kesaksian. Penegasan yang demikian mengisyaratkan bahwa
penulisan dan kesaksian itu menolong manusia dalam menjaga hartanya, dan jangan lengah
melakukan keduanya. Demikian pula pemilik harta tidak disusahkan karena meminjamkan
hartanya, dan tidak dibayar pada waktunya.

Dengan keterangan di atas bukan berarti bahwa semua perjanjian muamalah wajib ditulis
oleh juru tulis dan disaksikan oleh saksi-saksi, tetapi maksudnya agar kaum Muslimin selalu
memperhatikan dan meneliti muamalah yang akan dilakukannya. Bila muamalah itu muamalah
yang biasa dilakukan setiap hari, seperti jual beli yang dilakukan di pasar dan tidak menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari serta dilandasi rasa saling mempercayai, maka
muamalah yang demikian tidak perlu ditulis dan disaksikan. Sebaliknya bila muamalah itu diduga
akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, maka muamalah itu wajib
ditulis dan disaksikan oleh dua orang saksi.

C. Perbedaan pendapat para ulama mengenai Q.S. Al Baqarah ayat 283

para ulama telah bersepakat bolehnya ar-rahn dalam keadaan safar (perjalanan), akan tetapi
masih berselisih tentang bolehnya jika dalam keadaan tidak safar.

1
Wahbah zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an Dan Hadits, (Jakarta: Almahira,
2012, Cet.2, Vol.2) hal.73
3
Imam al Qurthubi mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang melarang ar-rahn pada
keadaan tidak safar, kecuali Mujahid, adh-Dhahak dan Dawud (adh-Dhohiri)”. Demikian juga Ibnu
Hazm.2

Adapun Ibnu Qudamah, beliau mengatakan: “Diperbolehkan ar-rahn adalah dalam keadaan
tidak safar (menetap), sebagaimana diperbolehkan dalam keadaan safar (bepergian)”.

Sedangkan Ibnul-Mundzir mengatakan, kami tidak mengetahui seorangpun yang


menyelisihi hal ini, kecuali Mujahid. Menurutnya, ar-rahn tidak ada, kecuali dalam keadaan safar.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫سفَر َولَم ت َِجدُوا كَاتِبًا فَ ِرهَان َمقبُو‬


‫ضة‬ َ ‫علَى‬
َ ‫َوإِن ُكنتُم‬

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)”.

Pendapat pertama : Tidak wajib rahn baik dalam perjalanan maupun saat mukim. Inilah
pendapat madzhab imam empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah).

Ibnu Qudamah berkata: “Ar-rahn tidaklah wajib. Kami tidak mengetahui orang yang
menyelisihinya. Karena ia (ar-rahn) sebagai jaminan atas hutang, sehingga tidak wajib seperti
dhiman (jaminan pertanggung-jawaban).3

Pendapat ini menunjukkan bahwa Perihal adanya jaminan sebagaimana dijelaskan ketika
kedua belah pihak belum ada kepercayaan satu sama lain. Diberlakukannya jaminan dalam syariat
Islam untuk menumbuhkan sikap saling percaya dan untuk menghindari adanya pihak yang
dirugikan. Namun, jika sudah saling percaya, tidak mencatumkan jaminan tidak menjadi
persoalan. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :

ُ‫ضا فَلي َُؤ ِد الَّذِي اؤت ُ ِمنَ أَ َمانَتَه‬ ُ ‫فَإِن أَ ِمنَ بَع‬
ً ‫ض ُكم بَع‬

Surat al-Baqarah ayat 283 memiliki keterkaitan denga ayat sebelumnya. Di mana pada ayat
sebelumnya membahas mengenai pencatatan hutang. Dalam Surat al-Baqarah ayat 283, Allah
SWT menjelaskan aturan yang berkaitan dengan transaksi non tunai jika tidak ada pencatat dalam
transaksi. Yakni, adanya barang jaminan ketika pihak yang bertransaksi tidak saling percaya.

2
Abhats Hai’ati Kibaril-‘Ulama bil-Mamlakah al Arabiyah as-Su’udiyah (6/107).

3
Al Mughni 6/444
4
Pendapat kedua : Wajib dalam keadaan safar. Demikian pendapat Ibnu Hazm dan yang
menyepakatinya. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah:

َ ‫سفَر َولَم ت َِجدُوا كَاتِبًا فَ ِرهَان َمقبُو‬


‫ضة‬ َ ‫علَى‬
َ ‫َو ِإن ُكنتُم‬

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)”.

Menurut mereka, kalimat “maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang)” adalah berita yang maknanya perintah. Mereka mengatakan, pensyaratan ar-
rahn dalam keadaan safar ada dalam al Qur`an dan diperintahkan, sehingga wajib
mengamalkannya, dan tidak ada pensyaratan dalam keadaan mukim, sehingga ia tertolak.

Pendapat ini dibantah, bahwa perintah dalam ayat tersebut bermaksud bimbingan, bukan
kewajiban. Ini jelas ditunjukkan dalam firman Allah setelahnya:

ُ‫ضا فَلي َُؤ ِد الَّذِي اؤت ُ ِمنَ أَ َمانَتَه‬ ُ ‫فَإِن أَ ِمنَ َبع‬
ً ‫ض ُكم َبع‬

“Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”.

D. Hadits hadits yang berkaitan dengan Q.S. Al Baqarah ayat 283

1. Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

‫ِيد‬
ٍ ‫اٍمنٍٍ َحد‬
ِ ‫ع‬ ً ‫ٍو َر َهنَهٍٍدِر‬
َ ٍ‫ط َعا ًما‬ ِ ٍ‫سلَّ ٍَم‬
َ ٍٍ‫ٍمنٍٍ َيهودِي‬ َ ٍ‫علَي ٍِه‬
َ ‫ٍو‬ ٍَّ َّ‫صل‬
َ ٍ‫ىٍّللا‬ َ ٍٍ‫ٍٍّللا‬ َ ‫شةٍٍَقَالَتٍٍاشت ََر‬
ِ َّ ‫ىٍرسول‬ َ ‫عا ِئ‬
َ ٍٍ‫عن‬
َ

“Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara menangguhkan
pembayarannya, lalu beliau menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan”. (shahih
muslim).

2. Dari abu hurairah Nabi bersabda :

ٍٍ‫ٍولَبَنٍٍالد َِّر‬,‫ا‬ َّ
َ ً‫ٍٍٍٍٍالظهرٍٍيركَبٍٍ ِبنَفَقَتِ ِهٍٍ ِإذَاٍكَانٍٍَ َمرهون‬ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَي ِه‬
َ ‫ٍٍو‬ ٍَّ َّ‫صل‬
َ ٍ‫ىٍّللا‬ َ ‫عنٍٍٍٍأَ ِبٍيٍٍه َري َرةٍٍٍٍٍَقَا َل‬
ِ َّ ‫ٍٍٍٍٍرسو ِل‬
َ ٍٍ‫ٍٍّللا‬
‫ٍٍويَش َربٍٍالنَّفَقَ ٍة‬ َ ‫علَىٍالَّذِيٍيَركَب‬ َ ً‫يش َربٍٍ ِبنَفَقَتِ ِهٍٍ ِإذَاٍكَانٍٍَ َمرهون‬
َ ‫ٍو‬,‫ا‬

“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan
binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi
yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”. (shahih muslim).

5
3. Dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda :

ٍ‫علَي ٍِه‬
َ ‫ٍو‬, َ ٍ‫اح ِب ِهٍٍاَلَّذِي‬
َ ‫ٍلَهٍٍغنمه‬,‫ٍر َهنَه‬ ِ ‫ص‬َ ٍٍ‫ٍٍمن‬ َّ َ‫ٍ(ٍ ٍَلٍٍ َيغلَقٍٍا‬:‫سلَّ َم‬
ِ ‫لرهن‬ َ ‫علَي ِه‬
َ ‫ٍٍو‬ َّ َ َّ‫صل‬
َ ٍٍ‫ىٍّللا‬ ِ َّ َ ‫ٍٍرسول‬
َ -ٍ ٍٍ‫ٍٍّللا‬ َ ‫ٍقَا َل‬:َ‫عنهٍٍقَال‬
َ ‫َو‬
)ٍ ٍٍ‫غرمه‬

“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh
manfaat dan menanggung resikonya.” (HR. Al-Hakim, al-Daraquthni dan Ibnu Majah).

E. Hikmah Pensyariatan Rahn

Setiap orang berbeda-beda keadaannya, ada yang kaya dan ada yang miskin, sedangkan
harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu terkadang pada waktu tertentu seseorang sangat
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhannya yang mendesak. Dan pada saat itu tidak
mendapatkan orang yang bersedekah kepadanya, atau yang meminjamkan kapadanya. Begitu juga
tidak ada penjamin yang menjaminnya, sehingga ia mendatangi orang lain untuk membeli barang
yang dibutuhkannya dengan cara berhutang, atau meminjam dengan kesepakatan ketentuan, yaitu
memberikan jaminan gadai yang disimpan pada pihak pemberi hutang, sampai ia mampu melunasi
hutangnya.

6
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dari pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa gadai atau rahn adalah
perjanjian atau transaksi utang-piutang/pinjam-meminjam dengan menyerahkan barang
sebagai jaminan atau tanggungan utang.

Dalam islam gadai itu sendiri diperbolehkan, landasan hukum gadai terdapat pada Al-
qur’an surah Al-Baqarah ayat 282-283, Hadits yang telah dipaparkan, dan ijma’. Adapun
rukun dalam gadai adalah adanya ijab qabul (shighat), orang yang bertransaksi (penerima
dan pemberi gadai), adanya barang yang digadaikan dan adanya hutang.Sedangkan syarat
gadai adalah Orang yang menggadaikan dan yang menerima gadai, bukan orang gila dan
anak-anak, orang yang berakal dan baligh (dewasa).

Para jumhur ulama berbeda pendapat tentang pemanfaatan barang yang digadaikan.
Para imam madzhab selain imam hanbali melarang barag yang digadaikan digunakan oleh
penerima gadai meskipun mendapat izin dari rahin. Namun demikian ada sebagian ulama
yang memperbolehkan barang yang digadaikan digunakan oleh penerima gadai, jika
barang tersebut berupa kendaraan atau binatang ternak yang dapat diambil manfaatnya dan
memerlukan biaya perawatan maka penerima gadai dapat mengambil manfaat dari barang
tersebut dan disesuaikan dengan biaya perawatannya selama barang tersebut ada padanya.

B. Saran
Demikian seluruh makalah yang dapat penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini sangatlah
jauh dari sempurna oleh maka dari itu penulis berharap banyak kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan yang lebih baik.

7
DAFTAR PUSTAKA

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an Dan
Hadits, (Jakarta: Almahira, 2012, Cet.2, Vol.2) hal.73-84.

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al-Qur’an jilid
3 ( Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412.or.879) hal.149

Al Wajiz fi Fiqhis-Sunnah wal-Kitabil-‘Aziz

Abhats Hai’ati Kibaril-‘Ulama bil-Mamlakah al Arabiyah as-Su’udiyah (6/107).

Anda mungkin juga menyukai